Minggu, 15 Juli 2012

"Koperasi" Movement: Between Dream and Praxis

GERAKAN KOPERASI: IDEALISME DAN REALITA
(PELAJARAN PENGELOLAAN KOPERASI UIN JAKARTA 2002-2008)
oleh
Lili Bariadi[*]


ABSTRAK
Ide, keinginan, dan cita-cita menjadikan koperasi sebagai sokoguru ekonomi di Indonesia, sepertinya jauh panggang dari api. Hal ini terjadi karena kebanyakan koperasi hidup dengan sistem pengelolaan yang konvensional. Padahal jika dilihat dari aspek manfaat, koperasi ini sangat besar manfaatnya—terutama bagi anggotanya. Artikel ini menjelaskan sebuah pengalaman melihat, mengelola, dan mengelaborasi institusi yang bernama koperasi di lingkungan kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dengan modal yang kuat stakeholders kampus, pengembangan koperasi sebagai unit ekonomi mikro ditempatkan pada prioritas tertinggi. Sementara itu, kebijakan makro ditempatkan sebagai faktor pendukung di dalam membentuk kemandirian koperasi. Dalam konteks seperti ini, maka koperasi kemudian bisa diharapkan menjadi sokoguru ekonomi yang berkait dengan UUD 45.
    
Key Word: Koperasi, Gerakan Ekonomi, Idealisme, Realitas
Pendahuluan
Koperasi adalah perkumpulan yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum yang berasas kekeluargaan, bertujuan meningkatkan kesejahteraan anggota pada khususnya dan kesejahteraan masyarakat pada umumnya. Koperasi merupakan terjemahan dari kata cooperative memiliki  suatu bentuk kerjasama antar individu di dalam bidang ekonomi.  Sebagai organisasi, koperasi termasuk kedalam bentuk badan usaha formal yang keberadaannya diakui oleh Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992. Koperasi  menjalankan satu atau beberapa usaha di bidang ekonomi. Tujuan koperasi melakukan kegiatan usaha bukan semata-mata mencari keuntungan tetapi untuk mempertinggi kesejahteraan anggota dan masyarakat di sekitamya. Tidak semua hasil usaha yang diperoleh dibagikan kepada anggota,  sebagian disimpan sebagai cadangan dan  dana sosial yang dapat digunakan untuk mempertinggi kesejahteraan masyarakat.
Semangat kebersamaan dan kegotongroyongan merupakan harapan optimisme untuk tumbuh subur dan perkembangan koperasi di negara kita. Koperasi sebagai sebuah lembaga memiliki peran ganda, sebagai lembaga bisnis yang menjungjung  nilai-nilai kesetiakawanan social. Secara sosial koperasi  kegiatan berwatak sosial, bukan hanya memperhitungkan segi keuntungan dalam arti ekonomi, tetapi juga menumbuhsebukan rasa solidaritas antar anggotanya. Rasa solidaritas yang tinggi dari para anggotanya saja tidak cukup, karena koperasi juga berwatak bisnis  untuk mencari keuntungan ekonomi. Koperasi sebagai sebuah wadah aktivitas  ekonomi yang bergerak di bidang pemenuhan kepentingan  ekonomi anggotanya. Agar  koperasi secara ekonomi bisa bertahan hidup,  perlu terus mengembangkan usahanya dengan memanfaatkan  kepercayaan dari dan oleh serta untuk para anggotanya. Sebab kepercayaan  akan kemampuannya sendiri yang dapat bertindak untuk memajukan koperasi dan setia kepada koperasi yang diikutinya.Untuk memelihara  eksistensi dan keberlangsungan koperasi diperlukan kesadaran anggota dan kemampuan pengurus dan manajemen  dalam memadukan berbagai kepentingan didalamnya. 
Tulisan ini akan berupaya memotret pengelolaan koperasi dalam mengkompromikan antara berbagai kepentingan stakeholder koperasi  dalam  mengelola Keroperasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta..
Artikel ini akan menggunakan pendekatan empiris berdasarkan pengalaman mengelola manajemen koperasi mulai  tahun 2002. Penulis berusaha memaparkan peristiwa yang terjadi  selama melayani anggota koperasi dengan segala macam permasalahnnya dalam kurun waktu 6 tahun terakhir,  membandingkan dengan cita-cita luhur perkoperasian  serta jati diri koperasi berdasarkan ICA Co-opertive Identity Statement[1] , kemudian merumuskannya dalam sebuah formulasi format pengelolaan Koperasi pengelolaan yang ideal.  
Gerakan Koperasi: Sebuah Realitas
 Menjual mahal, mengambil margin besar, memonopoli usaha, tidak profesional dan porposional, manajemen pengelolaan tidak transparan dan sederet atribut lain, adalah gambaran dan persepsi umum yang sering dilamatkan sebagian kalangan terhadap keberadaan Koperasi. Bahkan suara minor dekade tahun 1980, koperasi sering diplesetkan dengan  Ketua Untung Duluan, Kuperasi, dll. Ini adalah sebuah realitas yang sering harus dihadapi oleh pengurus dan manajemen koperasi.  Kebanyakan usaha koperasi rentan dari kestabilan secara finansial, usaha yang maju mundur, kurang  profitabel sering menjadi alasan sebagian masyarakat yang apriori terahadap keberadaan lembaga usaha yang bernama koperasi. Tidak sedikit yang  ragu bahkan tidak percaya terhadap koperasi. Ketidakberhasilan para pengelola koperasi dalam memanej lembaganya dan kurangnya  pemahaman terhadap jati diri koperasi disinyalir oleh penulis sebagai penyebab pandangan/persepsi miring terhadap koperasi.
Hal yang sama dialami oleh kepengurusan Koperasi UIN Jakarta (dahulu Koperasi Pegawai Negeri IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta) pada awal tahun 2002. Sisa badai krisis ekonomi 1998 dengan tanggungan kenaikan suku bunga sampai 60% merupakan titik nadir kemunduran Koperasi UIN Jakarta masa sebelum kepengurusan 2002. Ini murni faktor eksternal yang dihadapi semua jenis usaha pada masanya yang tidak berhasil diantisipasi. Kondisi ini yang menyebabkan krisis kepercayaan dari anggota dan pengurus serta sivitas akademika IAIN Jakarta. Dalam pengamatan penulis sebelum masuk ke Koperasi IAIN saat itu, adalah berkurang (pudar) nilai kebersamaan diantara anggota koperasi menjadi hambatan tersendiri. Kondisi krisis seperti ini menurut Ramudi Arifin sering terjadi dalam pengelolaan koperasi di Indonesia. Persoalan krisis semacam ini yang harus mendapatkan perhatian para penggiat koperasi.[2]
Penulis sebagai Manajer Koperasi UIN Jakarta periode 2002-2006 menemukan  bukti empiris memudarnya nilai-nilai kebersamaan dan kegotongroyongan pada  sebagian kecil civitas akademika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ketika menerima pengunduran diri Bapak berinisial BCT  dari kanggotaan Koperasi dengan alasan : ''... saya tidak mendapatkan manfaat apapun dari koperasi, karena rumah jauh dari Ciputat sehingga tidak pernah belanja di Toko Koperasi, ngutang ga pernah,  ya saya lebih memilih menarik seluruh simpanan dan keluar dari Koperasi...".
Koperasi UIN Jakarta juga pernah mengalami sekelompok anggota tidak mau lagi membayar simpanan, tetapi juga tidak keluar dari keanggotaan. Keanggotaan koperasi adalah sukarela sehingga setiap saat  anggota boleh mengajukan diri sebagai anggota dengan syarat-syarat sesai Anggaran Dasar[3] dan boleh keluar dari keanggotaan setiap saat.
Koperasi UIN Jakarta: Dalam Pandangan Anggota
Seringkali koperasi diartikan sesuai tafsir masing-masing sesuai selera. Banyak yang memahami koperasi sebagai tempat mencari pinjaman, menyimpan bahkan melakukan pembelian secara kredit. Ada juga sebagian kecil yang memahami keanggotaan  koperasi ada sebagai sarana untuk melakukan transaski pinjaman. Seperti terlontar dari seorang anggota berinisial AHD ," ... bagi saya koperasi ya tempat minjem, kalo saya butuh ya koperasi harus ngadain kebutuhan saya...". Lain lagi dengan ibu ASD, seorang anggota yang lain yang memanfaatkan koperasi sebagai sarana penambahan modal usaha''... alhamdulillah saya sich pinjaman dari Koperasi untuk namabahin modal di jualan di pasar Tenabang''. Ibu IAGS lebih banyak memanfaatkan keberadaan koperasi untuk mendapatkan biaya berobat. Beda dengan LIMUH yang menafaatkan keberdaan pinjaman koperasi untuk membangun rumah kontrakan  ''... lha pa gaji saya abis dipotong koperasi ga apa, kan saya dapat uang kontrakan yang sudah saya bangun dari pinjaman koperasi'' Bapak BNJ memanfaatkan koperasi sebagai tempat memenuhi kebutuhan pokok pada saat akhir bulan seperti tersurat dalam ungkapannya ''...Saya anggota koperasi yang paling aktif, gajian belum sampai, persedian kebutuhan abis ya koperasi solusinya...".[4] Paling tidak, itulah komentar sebagian anggota ketika penulis menanyakan pandangannya tentang Koperasi UIN Jakarta.
Keberadaan koperasi bukan hanya dimanfaatkan oleh bergolongan rendah seperti pegawai honorer, golongan I dan II, golongan III dan golongan IV banyak yang meamnafaatkan keberadaaannya. Tentu setiap orang memiliki persepsi yang berbeda mengenai keberadaan koperasi, yang paling penting nilai-nilai kebersamaan dan solidarita sosial terbangun dengan baik di Koperasi UIN Jakarta. Yang masih belum banyak adalah  anggota yang  memanfaatkan koperasi untuk menabung dan berinvestasi. Pandangan terbanyak bagi anggota, koperasi adalah  tempat meminjam dan membeli secara kredit. Ini adalah tantangan terbesar yang dihadapi dalam pengelolaan koperasi,  bukan hanya khusus terjadi di UIN Jakarta. Menurut  Djabarudin Djohan[5], fenomena ini terjadi hampir disebagian besar koperasi di Indonesia. Bahkan ada pameo di kalangan penggiat koperasi '' …di Koperasi orang lebih banyak pinjamnya daripada nyimpanya…" Celah ini yang akhirnya dimanfaatkan sektor perbankan untuk menawarkan jasanya. Sehingga kasus koperasi UIN Jakarta antara modal berupa simpanan anggota dibanding modal pinjaman bank 1: 15.[6] Tentu suatu perbandingan yang sangat tidak ideal menurut jati diri koperasi, yang berprinsip dari dan oleh serta untuk anggota.  
Tantangan besar  dalam pengelolaan koperasi adalah bagaimana mengimplementasikan nilai-nilai kebersamaan dalam setiap gerak langkah koperasi. Koperasi harus secara konsisten dan rasional menumbuhkan nilai kebersamaan, melakukan proses penyadaran pemahaman berkoperasi yang ideal, menanamkan pemahaan mengapa koperasi diperlukan oleh oleh anggotanya dan apa fungsi dan peran koperasi bagi pengembangan pemenuhan ekonomi mereka serta memberikan pemahaman terhadap citra  dan jati diri koperasi yang ditampilkan sesuai cita-cita koperasi yang ideal.
Inti nilai dari kehidupan berkoperasi adalah menolong diri untuk memperbaiki keadaan (ekonomi) melalui kekuatan kolektif yang terorganisir legal atas dasar kesamaan derajat dan demi kepentingan mereka sendiri. Nilai kebersamaan yang ideal, koperasi dimodali dengan berbagai simpana internal bukan pinjaman dari pihak manapun. Dengan itu diharapkan koperasi agar lebih mandiri tidak tergantung dan dikendali pemilik modal. Oleh karena itu untuk menunjang asas kemandirian tersebut maka disusunlah nilai-nilai, norma dan prinsip-prinsip koperasi yang mewarnai perilaku setiap sendi kehidupan organisasi koperasi.  Citra koperasi yang sarat dengan nilai-nilai kebersamaan itu akan tertangkap antara lain dari keseluruhan mekanisme kerja dan perilaku orang-orang didalamnya.  Dalam hal ini diperlukan kepemimpinan dan kapabilitas kerja dari setiap personil yang menjalankan roda organisasi koperasi secara memadai, karena masalahnya berpusat pada pengelolaan organisasi, yang biasanya disebut sebagai manajemen koperasi. 
Prinsip Dasar Manajemen Koperasi
Pengalolan koperasi yang ideal mengacu pada pola manajemen modern yang mengedepankan pada masalah-masalah perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengarahan, pengendalian dan evaluasi.[7]  Keseluruhan fungsi-fungsi tersebut terjalin ke dalam satu kesatuan mekanisme kerja dan biasa disebut sebagai proses manajemen,. Proses manajemen idealnya dilandasi dengan nilai-nilai dasar perkoperasian.[8] Menurut Undang-Unang No. 25 Tahun 1992, prinsip-prinsip Koperasi, antara lain : keanggota sukarela dan terbuka;pengawasan dan penglolaan oleh angota secara demokratis, partisipasi anggota dalam kegiatan ekonomi, otonom dan mandiri.  Nilai-nilai tersebut ditetapkan sejalan dan dalam rangka menjamin tercapainya tujuan pokok yang sudah dirumuskan, yaitu meningkatkan kesejahteraan anggota.
Meningkatkan kesejahteranaan anggota merupakan  tujuan akhir dari gerakan koperasi sehingga nilai dasar ini tidak boleh terganggu dalam  proses manajemen pengelolaannya. Untuk itu semua potensi, sumber daya dan kemampuan yang ada digerakan  untuk mencapainya.  Landasan yang digunakan sebagai pondasi didirikannya suatu koperasi adalah membangun aktivitas ekonomi bersama berpijak pada kekuatan sendiri dan kesamaan derajat dalam rangka mencapai perbaikan kehidupan ekonomi bagi seluruh anggota.  Nilai dasar ini diterjemahkan ke dalam tujuan koperasi yaitu meningkatkan kesejahteraan anggota. Agar fungsi-fungsi manajemen koperasi berjalan secara operasional, maka tujuan meningkatkan kesejahteraan anggota atau promosi anggota yang masih bersifat abstrak, ditegaskan dengan terpenuhi kebutuhan pinjaman  dan menyediakan barang-barang kebutuhan konsumsi pokok dengan harga terjangkau, memberikan pinjaman dengan syarat-syarat ringan, cepat, dalam jumlah yang cukup dan bunga yang ringan" dan seterusnya". Sementara ciri khas manajemen koperasi yang lain yaitu  members' promotion (promosi anggota) dengan indikator terjadi kaderisasi kepemimpinan di koperasi.
Proses pengambilan keputusan dikoperasi  melibatakan seluruh komponen anggota  melalui Rapat Anggota. Keputusan-keputusan diambil dengan melibatkan semua pihak yang kompeten, sehingga keputusan lebih mirip merupakan kesepakatan yang mengikat.  Manajemen koperasi tidak dapat dilepaskan dari manajemen kelompok, yaitu mengintegrasikan keinginan banyak orang ke dalam suatu aksi.  Manajemen koperasi adalah wujud dari joint actions dari seluruh anggota yang tergabung di dalamnya.  Fungsi perusahaan koperasi adalah mengambil alih fungsi kegiatan yang seharusnya dapat dilaksanakan sendiri oleh anggota secara individual.  Koperasi menerima mandat dari anggota agar bekerja demi menunjang perbaikan ekonomi rumah tangga anggota.
  Koperasi merupakan perkumpulan dengan mandat promosi anggota, dimana posisi anggota adalah unik yaitu sebagai pemilik sekaligus pelanggan.  Anggota tidak sekedar menyetor modal, ikut mengambil keputusan dan mengontrol jalnnya koperasi, tetapi juga harus menjadi partner utama didalam aktivitas usaha koperasi.  Anggota adalah pemasok utama di dalam Koperasi Pengadaan dan nasabah utama di dalam Koperasi Simpan Pinjam. Dalam segi inilah maka citra diri koperasi terbentuk, yaitu melalui penetapan dan penerapan nilai-nilai, norma dan prinsip-prinsip koperasi.  Prinsip dasar koperasi berpusat pada identitas ganda anggota koperasi.[9] Prinsip dasar keanggotaan koperasi yang ideal bersifat sukarela, rapat anggota sebagai pemegang kekuasaan tertinggi, pembatasan bagi hasil atas modal tidak melebihi bunga bank. Dengan prinsip ini diharapkan koperasi akan tampil beda dari perusahaan yang kapitalistik. Bila identitas ganda anggota koperasi sebagai pemilik dang pengguna terabaikan diabaikan, maka kerancuan praktek koperasi telah kehilangan citra diri yang khas. Walaupun demikian, sekali lagi bukan berarti karena kepada anggota koperasi tidak boleh mencari keuntungan, karena koperasi harus berkembang dan maju untuk mencapai kesejahteraan anggota.
Untuk mendorong kegiatan usaha koperasi dan atau karena usaha koperasi sudah semakin luas dan kompleks,  penanganannya  harus dilakukan  secara profesional. Bila pengurus memiliki kesempatan dan keterampilan koperasi dimungkin dikelola oleh pengurus atau anggota untuk menangani usaha koperasi tersebut. Bahkan bila diperlukan bisa mengambil orang atau sekelompok orang di luar anggota koperasi yang benar-benar profesional untuk menangani usaha koperasi. Untuk kasus Koperasi UIN Jakarta tahun 2002-2008, dengan cara mengangkat manajer internal dari pengurus Koperasi yang paling memiliki kesempatan dan waktu. Manajer atau karyawan tidak harus anggota koperasi. Mereka bekerja karena ditugasi oleh pengurus, maka mereka juga bertanggung jawab kepada pengurus. Pengurus sebagai pemegang kebijakan dan manajer sebagai pelaksana operasional. Hal ini dengan tidak mengabaikan pertanggungjawaban pengurus. Pada dasar pertanggungjawaban pengelolaan koperasi pada tangan pengurus.
Hal yang membedakan manajemen koperasi dengan manajemen umum adalah terletak pada unsur-unsur manajemen koperasi yaitu rapat anggota, pengurus, dan pengawas. Adapun tugas masing-masing dapat diperinci sebagai berikut : Rapat anggota bertugas untuk menetapkan anggaran dasar, membuat kebijaksanaan umum, mengangkat/memberhentikan pengurus dan pengawas. Pengurus koperasi bertugas memimpin koperasi dan usaha koperasi sedangkan Pengawas tugasnya mengawasi jalannya koperasi.[10]
Menurut Soetrisno[11],  paling tidak ada tiga pola  perkembangan koperasi di Indonesia, salah satunya koperasi pada lembaga-lembaga pemerintah dalam hal ini  koperasi pegawai negeri dan koperasi fungsional lainnya; koperasi berbasis pertanian seperti: Koperasi Unit Desa dan koperasi pada  perusahaan negara maupun swasta berbentuk koperasi karyawan.[12] Data perkoperasian Indonesia sampai tahun 2006, dijelaskan Jauhari [13] didominasi oleh koperasi fungsional, seperti koperasi karyawan, koperasi pegawai dan lainnya yang dibentuk dalam lingkungan institusi tertentu baik pemerintah maupun swasta. Koperasi seperti itu jelas membatasi keanggotaan dan memiliki sifat stelsel pasif. Biasanya koperasi fungsional merupakan bentuk ekonomi intermediasi untuk memenuhi kebutuhan anggota, seperti swalayan, jasa simpan pinjam, perdagangan umum  dan lain-lain. Koperasi fungsional seperti ini juga memiliki sifat subordinasi, sehingga kadang-kadang kurang mandiri. Bahkan masih menurut Jauhari  bentuk koperasi fungsional sangat mungkin bertentangan dengan tiga prinsip keanggotaan sukarela dan terbuka,  kontrol anggota yang demokratis dan yaitu otonomi dan independen.
Belajar dari kasus ini, mulai tahun 2002  Koperasi UIN Jakarta, tidak otomatis  mengganggotakan karyawan dan dosen baru di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Sebelum tahun 2002, termasuk penulis pada tahun 1998 tidak mendaftar anggota tetapi langsung menjadi dianggotakan begitu menjadi pegawai negeri. Awal tahun 2007 walaupun awalnya koperasi fungsional, Koperasi UIN Jakarta juga  membuka peluang lebih luas dengan membuka diri menjadi Koperasi Sivitas Akademika, sehingga seluruh sivitas akademika, mahasiswa, masyarakat sekitar kampus, alumni dimungkinkan untuk menjadi anggota.
Anggota Sebagai Basis Kekuatan Koperasi
Koperasi ideal adalah koperasi yang didirikan atas kehendak sekelompok individu (anggota) untuk membangun kekuatan kolektif demi kemanfaatan bersama, bukan didirikan karena misalnya ada instruksi dari manapun datangnya. Koperasi menyelenggarakan kegiatan usaha karena usaha itu dikehendaki oleh anggota, bukan kehendak pihak lain atau pengurus semata‑mata. Posisi anggota koperasi adalah unik, pemilik sekaligus pelanggan koperasinya. Keunikan anggota tersebut harus menjadi kekuatan pokok dari koperasi, menjadi pilar koperasi. Koperasi yang lepas dari kepentingan anggota berarti telah melepaskan pilar penyangga kekuatannya sendiri.
Anggota koperasi adalah mereka yang harus memiliki kemampuan untuk berfungsi sebagai pemilik dan pelanggan koperasi. Karena itu langkah pembinaan tidak hanya diarahkan kepada organisasi dan perusahaan koperasinya saja. Pembinaan terhadap anggota dan atau calon anggota merupakan langkah awal yang harus ditempuh. Anggota yang berkualitas akan mampu memagari manajemen koperasi agar selalu berpijak kepada kepentingan mereka. Sekali rapat anggota memutuskan agar koperasi berbuat sesuatu untuk mereka, maka sebenarnya telah terjadi "kontrak" antara anggota dengan koperasinya. Untuk menjamin terlaksananya kontrak tersebut dapat ditempuh langkah‑langkah administratif sebagai pendukungnya.
Koperasi UIN Jakarta merupakan koperasi yang  berbentuk multipurpose.[14]  Koperasi memiliki usaha antara lain unit bisnis ritel dengan 7 (tujuh) toko, unit bisnis simpan pinjam, unit bisnis perdagangan umum dan mulai tahun 2008 ada unit pengembangan sumber daya manusia dan kaderisasi keangggotaan.
Prinsip jati diri koperasi  merupakan landasan utama bangunan teori koperasi.[15] Prinsip identitas harus tetap melekat di dalam diri organisasi koperasi, sejauh misi koperasi tidak bergeser dari tugas mempromosikan anggota.  Bila setiap koperasi sebagai unit ekonomi mikro secara nasional atau makro telah berhasil menjalankan tugasnya di dalam mempromosikan atau meningkatkan kesejahteraan anggota, maka gerakan koperasi dapat dijadikan sebagai soko guru perekonomian rakyat, menjadi alat pemerataan pembangunan ekonomi dan pemerataan distribusi hasil-hasil pembangunan.
Prinsip identitas sebagai landasan gerak koperasi berpijak kepada prinsip Self help dari para anggotanya, bukan orang lain.  Joint actions yang dikembangkan bersama merupakan wujud dari usaha kolektif yang dimaksudkan untuk mendukung dan memperbaiki perekonomian masing-masing rumah tangga ekonomi mereka sendiri. [16] Setiap anggota memikul tanggung jawab yang sama terhadap eksistensi dan berkembangnya koperasi.  Karena itu setiap keputusan yang bersifat mendasar harus ditetapkan di dalam rapat anggota berdasarkan prinsip satu anggota satu suara.  Boettcher[17] menyatakan bahwa fungsi pokok koperasi adalah untuk menunjang pencapaian tujuan ekonomi anggota dan untuk itu perlu dijalin kerja sama dengan berbagai pihak, berarti koperasi sebagai perusahaan dituntut untuk menyelenggarakan pelayanan-pelayanan yang diperlukan dan sesuai dengan kepentingan ekonomi individu anggota masyarakat didalam upaya meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat.  Pendapat Boettcher menekankan bahwa agar koperasi dapat berperan secara makro di dalam memajukan kesejahteraan masyarakat, maka setiap koperasi sebagai unit ekonomi mikro harus mampu bekerja mencapai tujuan utamanya meningkatkan kesejahteraan anggota.  Koperasi sebagai unit ekonomi mikro bukan merupakan perusahaan publik dan juga bukan perusahaan kapitalistik.  Koperasi adalah perusahaan yang berkarakteristik sebagai members promotion oriented, adalah perusahaan yang mendapat mandat untuk meningkatkan kesejahteraan anggota.
Koperasi merupakan organisasi ekonomi yang otonom, dimana sekelompok individu membangun usaha bersama dan diwadahi oleh organisasi koperasi atas dasar prinsip self help.  Dengan demikian, berbagai upaya untuk mempromosikan anggota harus menjadi fokus dari setiap gerak koperasi, tentu saja tanpa mengabaikan usaha-usaha untuk mengembangkan dan mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan koperasinya itu sendiri.  Kemampuan dan potensi promosi anggota justru akan dapat ditumbuhkan apabila koperasi dikelola secara efisien dan efektif, termasuk bila diperlukan untuk membangun jaringan kerja pada skala yang lebih besar melalui pendirian koperasi sekunder dan atau tersier.[18].
Daya saing dan kemampuan potensial koperasi dapat ditingkatkan bila pendayagunaan sumber-sumber daya ekonomi dan sumber daya manusia dilakukan secara efisien, termasuk kemungkinan menggunakan konsep skala ekonomi.  Menurut pandangan nilai-nilai koperasi klasik, maka bisnis koperasi dengan bukan anggota boleh ditempuh pada tingkat skala yang terbatas dan selalu dikaitkan dengan kebijakan untuk memperbesar potensi kemampuan koperasi di dalam mempromosikan anggota.
 Seperti ungkapan mayoritas anggota International Co-operative Alliance (ICA) bahwa koperasi akan menjadi yang terbaik bila mereka menjadi dirinya sendiri. Mengelola modal sendiri, sebagian besar  modal yang diputar milik sendiri, mengoptimalkan penggalaan simpanan anggota, merangsang  keaktifan anggota berpartisipasi  sebagai pemilik dan pengguna  jasa (owner & user) yang pada gilirannya menghasilkan sisa partisipasi hasil usaha yang memadai.[19] Realitas ini yang diharapkan dalam pengelolaan Koperasi UIN Jakarta masa yang akan datang.  
Penutup
Prinsip idealitas koperasi adalah  menolong diri sendiri, bertanggung jawab sendiri dan mengatur diri sendiri demi mencapai perbaikan ekonomi atas kekuatan sendiri, cenderung mulai menipis sejalan dengan semakin menguatnya kompetisi.  Realitas Koperasi UIN Jakarta, belum tumbuhnya  kesadaran Anggota dalam berkoperasi, lemahnya permodalan koperasi yang akhirnya dicover dengan pinjaman Bank Komersial.  Di dalam menyalurkan kredit dari  Bank Komersial koperasi menjadi perpanjangan tangan (baca: teller) atau mediasi sehingga tampil seperti layaknya perusahaan kapitalisitik.
 Koperasi menerima penyertaan modal dari  investor individual -investor swasta untuk bersama-sama memajukan koperasi dan koperasi cenderung terbawa arus menjadi perusahaan kapitalistik.    Bila koperasi berusaha menarik tambahan modal dari anggota maka yang ditawarkan oleh koperasi cenderung berupa insentif-insentif terhadap modal itu sendiri, bukan manfaat promosi anggota .Para pengelola koperasi lebih banyak mepraktekan praktek perusahaan kapitalistik dari pada koperasi yang sarat dengan nilai-nilai, sehingga meskipun prinsip-prinsip koperasi yang bersifat umum telah diterapkan, tetap tidak berhasil membangun citra diri koperasi yang konsisten dengan nilai-nilainya tersebut. Semoga kita segera kembali ke khittah koperasi membanun jatidiri koperasi yang berasal dari dan oleh serta untuk anggota. .
Agar gerakan koperasi Indonesia khusus di UIN Jakarta  tidak kehilangan momentum, seyogyanya perlu segera menempuh langkah-langkah perubahan. Semua komponen Koperasi UIN Jakarta harus memiliki tekad untuk mengubah diri menuju koperasi ideal dengan pilar peningkatan  kesejahteraan sebagai tolak ukur. Untuk itu maka strateginya adalah :
1)        Nilai dan prinsip-prinsip koperasi dijadikan sebagai pijakan untuk menyusun sistem kerja internal koperasi yang handal dan kokok.  Anggota adalah basis kelangsungan hidup koperai.
2)        Kriteria-kriteria pengukuran kinerja koperasi harus berlandaskan kepada tujuan pokok didirikannya koperasi.
3)        Pengembangan koperasi sebagai unit ekonomi mikro ditempatkan pada prioritas tertinggi.  Kebijakan makro ditempatkan sebagai faktor pendukung di dalam membentuk kemandirian koperasi.


CATATAN AKHIR:


[*] Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan Direktur Koperasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta masabakti 2008-2011.  Kontak: (021) 70727805. Email: lilibariadi_74@yahoo.com


[1] ICA adalah wadah para penggiat koperasi Internasional. ICA telah memiliki  tiga pernyataan berupa kesepakatan mengenai definisi, nilai-nilai dan prinsip koperasi yang diterima di seluruh dunia pada kongres ICA di Manchester pada September 1995, yaitu seluruh dunia. .
[2] Arifin, Ramudi. 2004. Nilai-Nilai Koperasi sebagai Landasan Pengelolaan Koperasi, INFOKOP edisi No. 24 tanggal 12 Juli 2004. 
[3] Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Koperasi Pegawai UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2006, Pasal 7.
[4] Wawancara Pribadi secara tidak langsung pada saat anggota tersebut menghadap dengan penulis sebagai Manajer Koperasi UIN Jakarta
[5] Lihat Djabarudin Djohan, (2007) Jaringan Koperasi Dalam Persaingan Global: Penguatan Jaringan Koperasi Primer dan Sekender. Makalah yang dipresentasikan pada Seminar Nasional "Perkoperasian Indonesia yang Berjatidiri: Refleksi Pemikiran Koperasi Masa Depan" Malang, 31 Juli 2007
[6] Laporan Keuangan Koperasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun buku  2007
[7]Sudarsono, Edilius, (2004) Manajemen Koperasi Indonesia, Jakarta : Rineka Cipta,  h. 67
[8] Lembaga Pengembangan Koperasi (2004) , Lebih Mengenal Koperasi
[9] IAI, Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan, Jakarta, Salemba Empat, 2002. PSAK No. 27 ,

[10] Lembaga Pengembangan Koperasi, (2004) Anggaran Dasar Koperasi
[14] Koperasi UIN Jakarta memiliki 3 unit bisnis utama, terdiri dari ritel, simpan pinjaman, perdagangan umum. Masing-masing unit memiliki Strategic Unit Bisnis, berupa took, warung telekomunikasi, fotokopi, kursus, pengadaan alat tulis kantor, dl.
[15]  Ariffin, Ramudi,(2003),  Ekonomi Koperasi, Bandung: Penerbit IKOPIN, h. 25
[16] International Co-operative Alliance, Ibnoe Soedjono, dkk (terjemahan) (2002) Jatidiri Koperasi, Jakarta: LSP2I, h.25
[17] Ibid.
[18] Ibid.
[19] Bandingkan dengan realitas pengelolaan Koperasi UIN Jakarta. Modal anggota berupa simpanan dan cadangan hanya 7,2% saja, sementara modal  pihak ketiga mencapai 92,8% dari total perputaran modal. Ini sangat tidak ideal.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini