Senin, 24 September 2012

Teori Konflik

TEORI KONFLIK

Oleh : Budhi Baihakki (1111054000010)

Jurusan : PMI 3

Tugas ke 2

Dalam kehidupan sosial dikenal dua hubungan, yaitu harmonis dan disharmonis , atau menurut Gilin dan Gilin ada hubungan yang assosiatif dan dissosiatif. Istilah disharmonis atau dissosiatif juga dikenal dengan konflik . Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya. Tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.

Teori konflik muncul sebagai reaksi dari munculnya teori struktural fungsional. Pemikiran yang paling berpengaruh atau menjadi dasar dari teori konflik ini adalah pemikiran Karl Marx. Pada tahun 1950-an dan 1960-an, teori konflik mulai merebak. Teori konflik menyediakan alternatif terhadap teori struktural fungsional. Pada saat itu Marx mengajukan konsepsi mendasar tentang masyarakat kelas dan perjuangannya. Marx tidak mendefinisikan kelas secara panjang lebar tetapi ia menunjukkan bahwa dalam masyarakat, pada abad ke- 19 di Eropa di mana dia hidup, terdiri dari kelas pemilik modal (borjuis) dan kelas pekerja miskin sebagai kelas proletar. Kedua kelas ini berada dalam suatu struktur sosial hirarkis, kaum borjuis melakukan eksploitasi terhadap kaum proletar dalam proses produksi. Eksploitasi ini akan terus berjalan selama kesadaran semu eksis (false consiousness) dalam diri proletar, yaitu berupa rasa menyerah diri, menerima keadaan apa adanya tetap terjaga. Ketegangan hubungan antara kaum proletar dan kaum borjuis mendorong terbentuknya gerakan sosial besar, yaitu revolusi. Ketegangan tersebut terjadi jika kaum proletar telah sadar akan eksploitasi kaum borjuis terhadap mereka.

Ada beberapa asumsi dasar dari teori konflik ini. Teori konflik merupakan antitesis dari teori struktural fungsional, dimana teori struktural fungsional sangat mengedepankan keteraturan dalam masyarakat. Teori konflik melihat pertikaian dan konflik dalam sistem sosial. Teori konflik melihat bahwa di dalam masyarakat tidak akan selamanya berada pada keteraturan. Buktinya dalam masyarakat manapun pasti pernah mengalami konflik-konflik atau ketegangan-ketegangan. Kemudian teori konflik juga melihat adanya dominasi, koersi, dan kekuasaan dalam masyarakat. Teori konflik juga membicarakan mengenai otoritas yang berbeda-beda. Otoritas yang berbeda-beda ini menghasilkan superordinasi dan subordinasi. Perbedaan antara superordinasi dan subordinasi dapat menimbulkan konflik karena adanya perbedaan kepentingan.

 

 

 

Teori konflik juga mengatakan bahwa konflik itu perlu agar terciptanya perubahan sosial. Ketika struktural fungsional mengatakan bahwa perubahan sosial dalam masyarakat itu selalu terjadi pada titik ekulibrium, teori konflik melihat perubahan sosial disebabkan karena adanya konflik-konflik kepentingan. Namun pada suatu titik tertentu, masyarakat mampu mencapai sebuah kesepakatan bersama. Di dalam konflik, selalu ada negosiasi-negosiasi yang dilakukan sehingga terciptalah suatu konsensus.

Menurut teori konflik, masyarakat disatukan dengan "paksaan". Maksudnya, keteraturan yang terjadi di masyarakat sebenarnya karena adanya paksaan (koersi). Oleh karena itu, teori konflik lekat hubungannya dengan dominasi, koersi, dan power. Terdapat dua tokoh sosiologi modern yang berorientasi serta menjadi dasar pemikiran pada teori konflik, yaitu Lewis A. Coser dan Ralf Dahrendorf.

a.    Sebab-sebab terjadinya konflik
Setiap fenomena yang ada di dunia ini merupakan suatu kausalitas. Begitu juga dengan konflik, ada sebab dan ada juga akibatnya. Sebab-sebab dari konflik antara lain :
a.    Perbedaan antar individu-individu. perbedaan pendirian dan perasaan.
b.    Perbedaan kebudayaan
c.    Perbedaan kepentingan
d.    Perubahan sosial

b.    Pertentangan mempunyai beberapa bentuk khusus, antara lain :

1.    Pertentangan pribadi, terjadi antara 2 orang sejak mulai berkenalan sudah saling tidak menyukai. Apabila permulaan yang buruk tadi dikembangkan, maka akan timbul rasa saling membenci. Masing-masing pihak berusaha memusnahkan pihak lawannya. Maki-makian diucapkan, penghinaan dilontarkan dan seterusnya sampai mungkin timbul suatu perkelahian fisik. Apabila perkelahian dapat dilerai untuk sementara, maka seolah-olah untuk seterusnya  kedua-duanya tak mungkin berhadapan muka lagi.
2.    Pertentangan rasial. Dalam hal ini pun para pihak akan menyadari betapa adanya perbadaan-perbadaan antara mereka yang seringkali menimbulkan pertentangan. Contoh dari konflik Sambas, Konflik di Sampit daln lain-lain.
3.    Pertentangan antar kelas-kelas sosial. Pada umumnya ini disebabkan oleh perbedaan kepentingan, misalnya perbedaan kepentingan antara majikan dan buruh.
4.    Pertentangan politik.  Biasanya pertentangan ini menyangkut antara golongan-golongan dalam masyarakat.
Akibat-akibat dari Konflik
a.    Tambahnya solidaritas in-group. Apabila suatu kelompok bertentangan dengan kelompok lain, maka solidaritas antara warga-warga kelompok biasanya akan bertambah erat. Mereka bahkan bersedia berkorban demi keutuhan kelompoknya.
b.    Apabila bertentangan antara golongan-golongan terjadi dalam satu kelompok tertentu, akibatnya adalah sebaliknya, yaitu goyah dan retaknya persatuan kelompok tersebut.
c.    Perubahan kepribadian para individu.
d.    Hancurnya harta benda dan jatuhnya korban manusia.
e.    Akomodasi, dominasi dan takluknya salah satu pihak.

 

 

 

Karl Marx (Teori Konflik Kelas)

Karl Marx hidup pada masa pergolakan kapitalisme yang sangat ketat di Jerman, serta perkembangan industrialisasi yang pesat. Dimana orang-orang dipaksa untuk meninggalkan keterampilan bertani dan pekerjaan tangan  untuk bekerja di pabrik yang syarat-syaratnya sering tidak manusiawi, antara lain jam kerja yang panjang, upah yang kecil hingga terjadi alienasi pada diri pekerja sendiri. Karl Mark adalah seorang teoritisi konflik paling besar dan menjadi rujukan dalam setiap kali pembahasan mengenai konflik. Bangunan utama pemikiran Marx berdasarkan anggapan bahwa pelaku utama dalam masyarakat adalah kelas-kelas sosial dan komoditas adalah inti dari masyarakat.

Marx paling suka dengan istilah kelas untuk menggambarkan sekelompok orang yang berada dalam situasi yang sama dalam hubungannya dengan control mereka terhadap alat-alat produksi . Pada hal ini kelas selalu diberlakukan oleh Mark untuk mengidentifikasi potensi konflik. Menurut dia, manusia selalu membentuk kelas sepanjang mereka berada didalam suatu konflik dengan individu lain.

Menurut Marx, sebuah kelas benar-benar eksis hanya karena orang menyadari kalau dia sedang berkonflik dengan kelas-kelas yang lain. Tanpa kesadaran ini, mereka hanya akan membentuk apa yang disebut dengan kelas didalam dirinya sendirinya. Ketika mereka menyadari konflik, maka mereka menjadi kelas yang sebenarnya, suatu kelas untuk dirinya.
Ada dua macam 2 (dua) macam kelas yang ditemukan oleh Marx ketika menganalisa kapitalisme, yaitu kelas borjuis dan proletar. Kelas borjuis merupakan nama khusus untuk para kapitalis dalam ekonomi modern. Mereka memiliki alat-alat produksi dan mempekerjakan pekerja upahan serta yang paling menjadi tujuan mereka adalah uang dan keuntungan  . Proletar adalah para pekerja upahan yang menjual kerja mereka dan tidak memiliki modal dan alat-alat produksi atau komoditi, mereka juga merupakan konsumen dari produksi karena mereka tidak memiliki modal untuk memproduksi kebutuhan-kebutuhan mereka sendiri. Hidup mereka tergantung pada upahnya untuk bertahan hidup. Hal inilah yang membuat kaum proletariat tergantung pada boujuis yang memberi upah.
Hal ini menghasilkan ekploitasi terhadap kaum proletariat, hingga menjadi kebiasaan dan paksaan dianggap tidak sebagai kekerasan. Kapitalis membayar para pekerja kurang dari nilai yang mereka hasilkan dan meraup keuntungan bagi kaum kapitalis . Hal inilah yang menyebabkan terjadinya konflik kelas antara kelas borjuis dan proletar.

 

 

 

 

 

 

http://id.wikipedia.org/wiki/Teori_konflik

Ritzer, G. dan Goodman, DJ., Teori Sosiologi Modern, Jakarta: Kencana, 2003

Sanderson, SK., Makro Sosiologi: Sebuah Pendekatan Terhadap Realitas Sosial (edisi kedua), PT. Raja Grafindo Persada, 2003.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini