Senin, 08 September 2014

TUGAS 1_SOSIO PERKOTAAN

RAFI FAJRIN AHARI
PMI 3



1. Marx:

Marx bukanlah seorang sosiolog dan tak menganggap dirinya sebagai sosiolog. Meskipun karyanya terlalu luas untuk dicakup dalam pengertian sosiologi, namun ada satu teori sosiologi yang ditemukan dalam karya Marx yang masih menjadi kekuatan utama dalam penyusunan beberapa teori sosiologi (Gurney, 1981). Gagasan radikal Marx dan perubahan sosial radikal yang ia ramalkan dan yang ia coba kembangkan, menakutkan para pemikir konservatif. Pemikiran sosiologi Marx berseberangan dengan pemikiran sosiologi konservatif karena pemikiran Marx dianggap berbau ideologis (Worsley, 2002).

Pada dasarnya, premis inilah yang menyebabkan Marx merumuskan teori nilai tenaga kerja. Dalam teori ini, Marx menegaskan bahwa keuntungan kapitalis menjadi basis eksploitasi tenaga kerja. Kapitalis melakukan muslihat sederhana dengan membayar upah tenaga kerja kurang dari selayaknya yang mereka terima. Nilai surplus ini, yang disimpan dan diinvestasikan kembali oleh kapitalis, merupakan basis dari seluruh sistem kapitalis. Sistem kapitalis tumbuh melalui tingkatan eksploitasi terhadap tenaga kerja yang terus-menerus meningkat (dan karena itu jumlah nilai surplus pun terus meningkat) dengan menginvestasikan keuntungan untuk mengembangkan sistem.

Perbedaan yang menonjol dari teori Marx adalah mengenai landasan filosofisnya. Teoritisi Marx sangat dipengaruhi oleh filsafat Hegel yang lebih menganut dialektika ketimbang menurut pada hukum sebab-akibat. Orientasi filsafat Marx sendiri adalah materialisme dialektika yang menekankan pada hubungan dialektika dalam kehidupan materil. Dialektika dari Marx, antara lain, dapat membiasakan kita membayangkan pengaruh timbal-balik secara terus-menerus dari kekuatan sosial. Dengan demikian, yang sangat diperhatikan oleh Marx adalah masalah penindasan sistem kapitalis yang dilahirkan oleh Revolusi Industri. Secara tegas, Marx ingin mengembangkan teori yang dapat menjelaskan penindasan ini, dan yang dapat membantu meruntuhkan sistem kapitalis itu sendiri. Perhatian Marx tertuju pada revolusi, yang bertolak belakang dengan perhatian sosiolog konservatif yang menginginkan reformasi dan perubahan secara tertib tanpa merubah sistem yang ada (Ritzer & Goodman, 2003: 31).

2. Durkheim:

Secara politis, Durkheim adalah seorang liberal, tetapi secara intelektual ia tergolong lebih konservatif. Ketika Marx memandang bahwa masalah dunia modern adalah melekat dalam masyarakat, Durkheim justru tak berpendapat demikian. Gagasan Durkheim tentang keteraturan dan reformasi menjadi dominan ketika gagasan Marx tentang perlunya revolusi sosial merosot. Durkheim adalah salah satu perintis utama dalam fungsionalisme. Tentang ini dapat dicatat bahwa pendekatan fungsional menekankan konsensus nilai dan keharmonisan dari pada konflik dalam masyarakat. Sebagian besar karyanya tercurah pada studi tentang tertib sosial. Menurutnya, kekacauan sosial bukan keniscayaan dari kehidupan modern dan dapat dikurangi melalui reformasi sosial.

Perhatian Durkheim tertuju pada upaya membuat analisis komparatif menenai apa yang membuat masyarakat bisa dikatakan berada dalam keadaan primitif atau modern. Ia menyimpulkan bahwa masyarakat primitif dipersatukan terutama oleh fakta sosial non-material, khususnya oleh kuatnya ikatan moralitas bersama, atau oleh apa yang ia sebut sebagai kesadaran kolektif yang kuat. Tetapi, karena kompleksitas masyarakat modern, kekuatan kesadaran kolektif itu telah menurun. Menurutnya, pembagian kerja dalam masyarakat modern menimbulkan beberapa patologi. Dengan kata lain, pembagian kerja bukanlah metode yang memadai dan dapat membatu menyatukan masyarakat. Kecenderungan sosiologi konservatif Durkheim terlihat ketika ia menganggap revolusi dari Marx tidak diperlukan untuk menyelesaikan masalah. Menurut Durkheim, berbagai reformasi dapat memperbaiki dan menjaga sistem sosial modern agar tetap berfungsi. Meskipun ia mengakui bahwa tak mungkin kembali ke masa lalu, dimana kesadaran kolektif masih menonjol, namun ia menganggap bahwa dalam masyarakat modern moralitas bersama dapat diperkuat (Durkheim, 1964)

Durkheim berusaha menjelaskan asal-mula keadaan menurut persetujuan kontraktual yang dirembuk antar individu untuk kepentingan pribadi mereka selanjutnya mengenai: (1) perbedaan-perbedaan dalam tipe solidaritas dalam struktur sosial yang berbeda; (2) ancaman-ancaman terhadap solidaritas dan respon masyarakat; serta (3) munculya penguatan solidaritas melalui ritus-ritus keagamaan (Johnson, 1986: 181).

Dari semua fakta sosial yang ditunjuk dan didiskusikan oleh Durkheim, tak satu pun yang sedemikian sentralnya seperti konsep solidaritas sosial. Dalam satu atau lain bentuk, solidaritas membawahi semua karya utamanya. Istilah-istilah yang berhubungan erat dengan itu, misalnya integrasi sosial dan kekompakan sosial. Singkatnya, solidaritas menunjuk pada satu keadaan hubungan antara individu atau kelompok yang didasarkan pada perasaan moral dan kepercayaan yang dianut bersama dan diperkuat oleh pengalaman emosional bersama. Ikatan ini lebih mendasar daripada hubungan kontraktual yang dibuat atas persetujuan rasional, karena hubungan-hubungan serupa itu mengandaikan sekurang-kurangnya satu tingkat konsensus terhadap prinsip-prinsip moral yang menjadi dasar kontrak itu.

3. Weber:

Weber memandang Marx dan para penganut Marxis pada zamannya sebagai determinis ekonomi yang mengemukakan teori-teori berpenyebab tunggal tentang kehidupan sosial. Artinya, teori Marxian dilihat oleh Weber sebagai upaya pencarian semua perkembangan historis pada basis ekonomi dan memandang semua struktur kontemporer dibangun di atas landasan ekonomi semata. Salah satu contoh determinisme ekonomi yang menggangu pikiran Weber adalah pandangan yang mengatakan bahwa ide-ide hanyalah refleksi kepentingan materil (terutama kepentingan ekonomi), dan bahwa kepentingan materi menentukan ideologi (Ritzer & Goodman, 2003: 35).

Dalam hal ini, Weber lebih banyak mencurahkan perhatiannya pada gagasan dan pengaruhnya terhadap ekonomi. Weber memandang gagasan sebagai kekuatan otonom yang besar pengaruhnya terhadap dunia ekonomi.
Dalam The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism (1958), Weber membahas pengaruh gagasan keagamaan terhadap ekonomi. Ia memusatkan perhatian pada Protestanisme terutama sebagai sbuah sistem gagasan, dan pengaruhnya terhadap kemunculan sistem gagasan yang lain, yaitu semangat kapitalisme, dan akhirnya terhadap sistem

Analisis : menurut analisis saya teori marx weber durkheim berhubungan dengan kasus dalam sosiologi perkotaan yaitu :
marx berhubungan dengan matrealisme seperti gaya hidup orang perkotaan.

Durkheim berhubungan dengan teori solidarity (solidaritas) seperti hubungan antar warga perkotaan yang semakin merenggang.

 

  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini