Minggu, 12 Oktober 2014

Thabitha Dhiraja/1112051000141/KPI5E/UTS Etika dan Filsafat Komunikasi

Nama : Thabitha N Dhiraja

NIM : 1112051000141

Kelas : KPI 5E

UTS Etika dan Filsafat Komunikasi  

Meninjau Persoalan Etika pada Lembaga Komunikasi

 

       I.            Latar Belakang

Secara etimologi (bahasa) "etika" berasal dari kata bahasa Yunani "ethos". Dalam bentuk tunggal, "ethos" berarti tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan, adat, akhlak, perasaan, cara berpikir. Dalam bentuk jamak, ta etha berarti adat kebiasaan. Dalam istilah filsafat, etika berarti ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, etika adalah ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak. Etika dibedakan dalam tiga pengertian pokok, yaitu ilmu tentang apa yang baik dan kewajiban moral, kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak, dan nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat. Maka etika dapat diartikan sebagai nilai-nilai atau norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.

Etika sering disebut filsafat moral. Etika merupakan cabang filsafat yang berbicara mengenai tindakan manusia dalam kaitannya dengan tujuan utama dalam hidupnya. Etika membahas baik buruk atau benar atau tidaknya tingkah laku dan tindakan manusia serta sekaligus menyoroti kewajiban-kewajiban manusia. Etika mempersoalkan bagaimana seharusnya manusia berbuat atau bertindak.

Tindakan manusia ditentukan oleh macam-macam norma. Etika menolong manusia untuk mengambil sikap terhadap semua norma dari luar dan dari dalam, supaya manusia mencapai kesadaran moral yang otonom. Etika  menyelidiki dasar semua norma moral. Dalam etika biasanya dibedakan antara etika deskriptif dan etika normatif. Etika deskriptif memberikan gambaran dari gejala kesadaran moral, dari norma, dan konsep-konsep etis. Etika normatif tidak berbicara lagi tentang gejala, melainkan tentang apa yang sebenarnya harus merupakan tindakan manusia. Dalam etika normatif, norma dinilai dan setiap manusia ditentukan.

Dalam hal ini maka, penulis akan membahas persoalan nilai etika yang terdapat di sebuah lembaga PAUD yang terletak di daerah Depok. PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) adalah jenjang pendidikan sebelum jenjang pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut, yang diselenggarakan pada jalur formal, non-formal, dan informal.

Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitikberatkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan lima perkembangan, yaitu : perkembangan moral dan agama, perkembangan fisik (koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan/kognitif (daya pikir, daya cipta), sosio emosional (sikap dan emosi) bahasa dan komunikasi, sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan sesuai kelompok usia yang dilalui oleh anak usia dini seperti yang tercantum dalam Permendiknas No. 58 Tahun 2009.

Sebuah PAUD yang terletak di daerah Citayam, Depok merupakan PAUD yang menekankan pembelajaran nilai-nilai Islami sejak usia dini. Dalam rangka mengikuti ajaran-ajaran Islam yang telah diperintahkan oleh Allah SWT dan mengikuti sunnah dari Rasulullah SAW, maka pada bulan Juni tahun 2007 beberapa orang pengurus DKM Al-Ikhlas bersepakat untuk mendirikan TPA mengingat banyak anak-anak berusia dini di lingkungan Gg. Bhakti Jl. Raya Citayam Kelurahan Depok ini. Selain itu, mulai menjamurnya kontrakan baru yang sangat diminati oleh pasangan keluarga muda yang berusia produktif dan sebagian besar adalah warga pindahan dari kota Jakarta sehingga akan lahir tunas-tunas baru sebagai generasi penerus di era globalisasi. Maka merupakan suatu kewajiban bagi para pendidik untuk bersama melatih dan mengisi perkembangan jiwa dan pikiran mereka agar terisi dengan konsep-konsep keagamaan, budi pekerti, dan pengetahuan yang bermanfaat bagi dirinya di masa mendatang.

Pada bulan Agustus 2008, beberapa orang pengurus DKM Al-Ikhlas beserta beberapa orang lainnya yang mempunyai tujuan dan visi yang sama membentuk suatu kepengurusan dan dikumpulkanlah anak-anak di lingkungan mesjid Al-Ikhlas untuk diberikan pengajaran dan bimbingan mengenai keagamaan dengan tidak dipungut biaya, sehingga mereka ditangani oleh adanya beberapa orang guru yang bersifat sukarelawan. Baru setelah pertengahan tahun, beberapa orang sukarelawan tersebut diberikan uang sebagai rasa terima kasih dari hasil infak para pengurus.

Berasal dari rasa solidaritas dan kepribadian tersebut terhadap masalah pendidikan anak usia dini di lingkungan, dengan keterbatasan biaya (ekonomi) dari keluarga yang tidak mampu menyekolahkan anak-anaknya untuk masuk ke dalam dunia pendidikan pra-dasar (kelompok bermain atau TK) yang formal dengan biaya yang cukup besar, maka timbul keinginan untuk dapat menyelesaikan masalah tersebut. Selain itu juga sebagai tuntutan kewajiban untuk memberikan suatu kebutuhan yang mereka harapkan karena pendidikan anak usia dini merupakan awal dari masa pembelajaran untuk bekal mereka di kemudian hari menuju jenjang pendidikan dasar selanjutnya.

Sehingga kasus yang akan diangkat dan diteliti dari sebuah lembaga tersebut adalah mengukur nilai baik buruknya dari akibat timbal balik sebuah PAUD Islam yang didirikan di daerah kecil yang minim akan pendidikan anak usia dini. Dan juga untuk mengukur sebanyak mungkin manfaat yang diperoleh banyak orang/ masyarakat sekitar, sehingga dlembaga ini dapat dikatakan melakuka tindakan yang baik dan bermanfaat, yang juga disebut utility.

 

    II.            Teori Etika

Teori yang digunakan dalam penulisan ini adalah teori Utilitarianisme. Utilitarianisme berasal dari kata latin Utilis, kemudian menjadi kata Inggris utility yang berarti bermanfaat. Menurut teori ini suatu tindakan dapat dikatakan baik jika membawa manfaat bagi sebanyak mungkin anggota masyarakat atau dengan istilah yang terkenal "The Greatest Happiness of The Greatest Number". Perbedaan paham utilitarianisme dengan paham egoisme etis terletak pada siapa yang memperoleh manfaat. Egoisme etis melihat dari sudut pandang kepentingan individu sedangkan paham utilitarianisme melihat dari sudut kepentingan orang banyak (kepentingan bersama, kepentingan masyarakat).

Paham utilitarianisme dapat diringkas sebagai berikut :

1.      Tindakan harus dinilai benar atau salah hanya dari konsekuensinya (akibat, tujuan atau hasilnya).

2.      Dalam mengukur akibat dari suatu tindakan, satu-satunya parameter yang penting adalah jumlah kebahagiaan atau jumlah ketidakbahagiaan.

3.      Kesejahteraan setiap orang sama pentingnya.

Dalam hal ini penulis akan mengukur nilai etika pada keberadaan PAUD An-Nahl yang berdiri ditengah lingkungan yang masih mini dengan pendidikan anak usia dini. Dengan paham teori utilitarianisme penulis mengukur kebergunaan, kebermanfaatan dan keuntungan yang sebesar-besarnya kepada masyarakat sekitar.

 III.            Metedologi

Metode yang digunakan adalah metode kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian tentang riset yang bersifat deskripsi dan cenderung menggunakan analisis. Proses dan makna (perspektif subyek) lebih ditonjolkan dalam penelitian kualitatif. Landasan teori dimanfaatkan sebagai pemandu agar fokus penelitian sesuai dengan fakta di lapangan. Selain itu landasan teori juga bermanfaat untuk memberikan gambaran umum tentang latar penelitian dan sebagai bahan pembahasan hasil penelitian. Terdapat perbedaan mendasar antara peran landasan teori dalam penelitian kuantitatif dengan penelitian kualitatif. Dalam penelitian kuantitatif, penelitian berangkat dari teori menuju data, dan berahir pada penerimaan  atau penolakan terhadap teori yang digunakan. Sedangkan, dalam penelitian kualitatif peneliti bertolak dari dat, memanfaatkan teori yang adasebagai bahan penjelas, dan berakhir dengan suatu teori.

Penelitian kualitatif jauh lebih subyektif daripada penelitian atau survei kuantitatif dan menggunakan metode sangat berbeda dari mengumpulkan informasi, terutama individu, dalam menggunakan wawancara secara mendalam dan grup fokus. Sikap dari jenis penelitian ini adalah penelitian dan penjelajahan terbuka berakhir dilakukan dalam jumlah relatif kelompok kecil yang diwawancarai secara mendalam.

 IV.            Kesimpulan

PAUD An-Nahl yang di dirikan di sebuah lingkungan yang masih dapat dibilang minim akan kesadaran untuk pendidikan usia dini merupakan sebuah jalan yang sangat baik untuk msyarakat sekitarnya. Alasan-alasan PAUD ini di dirikan ialah karena masih banyaknya anak-anak usia dini di lingkungan Gg. Bhakti dan masjid Al-ikhlas yang kurang mengenal akan pendidikan di seusia mereka. Pada lingkungan sekitar mulai banyak terdapat keluarga-keluarga pendatang baru yang juga tidak sedikit dari mereka yang mempunyai kendala dalam kebutuhan ekonomi. Salah satu alasannya lagi ialah timbul rasa kewajiban dan keinginan dalam membantu serta memberikan pendidikan agama dan pengetahuan yang sesuai untuk generasi mendatang.

Menurut salah seorang wali murid mengatakan bahwa adanya PAUD Islam yang lebih menekankan tentang ajaran-ajaran di agama Islam masih tergolong baru, dan memang belum banyak terdapat di sekitar wilayah Depok khususnya. Tapi dengan adanya PAUD yang mempunyai tujuan khusus keIslaman ini, akan semakin memberikan kepercayaan kepada warga sekitar khususnya orantua/wali murid yanng akan menyekolahkan anaknya, agar anaknya tidak hanya ditanamkan nilai-nilai mengenai pokok yang umum saja tapi juga dari segi keagamaan yang justru memiliki kewajiban yang sama untuk diketahui.

Sama dengan penuturan orangtua/wali murid sebelumnya, salah seorang pengajar PAUD An-Nahl juga mengatakan hal sedemikian rupa bahwa kewajiban dalam mendidik bukan hanya dalam pengetahuan secara umum saja, tetapi juga pengetahuan secara agama. Karena itu, sebuah keharusan bagi pendidik untuk mengajarkan pengetahuan dari sudut pandang agama, itulah yang sedang dibangun dan dipertahankan dalam lembaga PAUD An-Nahl .

Tidak semua tanggapan yang datang bersifat positif dan baik, tetapi ada juga sedikitnya tanggapan negatif yang datang kepada PAUD ini. Meskipun dibangun dengan landasan niat yang baik, tidak menutup kemungkinan tidak adanya komentar yang kadang negatif seperti lokasi yang kurang luas dan kurang menyiratkan keberadaannya sebagai salah suatu lembaga pendidikan, fasilitas dan area permainan yang kurang memadai dan sebagainya.

Maka dari itu teori utilitarianisme berlaku dalam kasus ini, bahwa kaidah moral yang baik lebih besar dibanding dengan nilai buruknya. Semua hal hal tersebut di ukur dari segi akibat, hasil dan manfaat yang terjadi. Jelas sudah bahwa keberadaan PAUD ini sangat bermanfaat bagi warga sekitar, karena dapat membantu warga-warga kurang mampu dan memberikan pendidkan keagamaan yang lebih dibandinkan lembaga PAUD lainnya. Hasil yang didapat setelah berjalannya PAUD An-Nahl sekarang tersedia tempat pendidikan anak usia dini yang berlokasi lebih dekat dengan rumah anak-anak tersebut, dan juga anak-anak yang dididik di lingkungan sekitar menjadi lebih terarah. Dengan adanya lembaga yang menampung anak-anak, mereka dapat mengeksplor kreatifitasnya dalam bermain dan belajar.

 

 

 

 

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini