INTERAKSIONISME SIMBOLIK DALAM KARYA ERVING GOFFMAN
A. Sketsa Biografis Erving Goffman
Goffman lahir di Alberta, Canada, 11 Juni 1922 (Williams, 1986). Ia menerima gelar doktornya dari Universitas Chicago dan sebagai teoritisi interaksionisme simbolik. Tetapi ketika ia ditanya tak lama sebelum meninggal apakah ia seorang interaksionis simbolik, ia menjawab bahwa nama itu terlalu samar untuk memungkinkannya menempatkan dirinya ke dalam kategori itu (Manning, 1992). Kenyataannya, sulit memasukkan karyanya ke dalam kategori tunggal manapun. Dalam menciptakan perspektif teoritisnya, Goffman menggunakan berbagai sumber dan menciptakan sebuah orientasi khusus.
Collins (1986b; Williams, 1986) lebih menghubungkan Goffman kepada antropologi sosial ketimbang kepada interaksionisme simbolik. Ketika belajar S1 di Universitas Toronto, Goffman telah belajar dengan seorang antropolog dan ketika di Chicago, kontrak utamanya bukanlah dengan teoritisi interaksionisme simbolik, tetapi dengan W.L. Wamer (antropolog), (Collins, 1986b:109).
Goffman berpengaruh besar terhadap interaksionisme simbolik. Collins melihat Goffman sebagai tokoh kunci dalam pembentukan etnometodologi dan metode analisis percakapan. "Goffmanlah yang memprakarsai studi empiris yang teliti tentang kehidupan sehari-hari, walaupun ia melakukannya dengan mata telanjang sebelum ramainya pemakaian tape-recorder dan video-recorder" (1986:111).
Salah satu karya yang cukup penting tentang Self nampak dalam karya Goffman yang berjudul Presentation of Self in Everyday Life (1959). Konsep Goffman tentang self sangat dipengaruhi oleh George Mead, khususnya dalam diskusi tentang ketegangan antara I (sebagai aspek diri yang spontan) dan Me ( sebagai aspek diri yang dibebani oleh norma-norma sosial).
B. Interaksionisme Simbolik Dalam Karya Erving Goffman
Goffman cenderung melihat kehidupan sosial sebagai satu seri drama atau pertunjukkan dimana para aktor memainkan peran tertentu. Pendekatan sedemikian ini disebutnya dengan pendekatan dramaturgi.
Dalam pendekatan ini, ia membandingkan kehidupan sosial sebagai sebuah pertunjukkan diatas panggung. Dalam pertunjukkan itu, panggung berarti lokasi atau tempat dimana kehidupan sosial itu berlangsung, sedangkan aktor atau aktris adalah posisi- posisi atau status- status di dalam masyarakat.
1. Hakikat Self dalam Karya Goffman
Goffman melihat self sebagai hasil interaksi antara aktor dan penonton. Artinya, self mengarahkan tingkah lakunya sesuai dengan harapan penonton yang diperoleh aktor ketika berinteraksi dengan penonton.
Gofman mempunyai asumsi bahwa ketika individu-individu berinteraksi atau memainkan lakon-lakon dalam panggung sandiwara, maka mereka ingin supaya diri mereka diterima. Tetapi, di pihak lain, ketika mereka memainkan peran-perannya mereka tetap menyadari kemungkinan akan adanya penonton yang bisa mengganggu pertunjukan mereka. Oleh karena itu para aktor harus selalu menyesuaikan dirinya dengan keinginan dan harapan penonton, terutama menyangkut elemen-elemen hal yang bisa mengganggu.
Para aktor itu berharap bahwa Self atau Diri yang mereka tampilkan dalam pertunjukan itu, cukup kuat atau mengesankan sehingga para penonton bisa memberikan definisi tentang diri mereka itu sesuai dengan keinginan aktor-aktor itu sendiri.
2. Bagian Depan Panggung
Front stage (panggung depan) bagian pertunjukan yang berfungsi mendefinisikan situasi penyaksi pertunjukan. Front stage dibagi dua, setting pemandangan fisik yang harus ada jika aktor memainkannya dan front personal berbagai macam perlengkapan sebagai pembahasan perasaan dari aktor. Front personal dibagi dua, yaitu penampilan berbagai jenis barang yang mengenalkan status sosial aktor, dan gaya mengenalkan peran macam apa yang dimainkan aktor dalam situasi tertentu.
Menurut Goffman, dalam interaksi terkadang orang menampilkan kondisi ideal di depan umum dan menyembunyikan hal-hal tertentu dengan alasan: 1) Aktor ingin mengubur kebiasaan buruk masa lalu yang bertentangan dengan prestasi masa kini. 2) Aktor ingin menyembunyikan kesalahan yang telah dilakukan dan menyiapkan untuk memperbaiki kesalahan tersebut. 3) Aktor memberikan gambaran hasil yang baik dan menyembunyikan proses yang terlibat dan menghasilkannya. 4) Aktor merasa perlu menyembunyikan keterlibatan tindakan kotor dalam upaya menghasilkan petunjukan. 5) Aktor mungkin menyelipkan standar lain dalam melakukan sesuatu. 6) Aktor mungkin menyembunyikan penghinaan atasnya atau setuju dihina asalkan kegiatan yang diinginkan dapat terus berjalan.
3. Bagian Belakang Panggung
Goffman juga mendiskusikan tentang back stage (bagian belakang panggung), di mana bermacam-macam tindakan atau tinggkah laku non-formal, boleh mucul. Dalam dunia sosial, back stage ini adalah tempat atau situasi di mana seorang individu tidak perlu bertingkah laku sesuai dengan harapa-harapan orang dari statusnya itu.
C. Contoh Implementasi Interaksionisme Simbolik dalam Kehidupan Sehari- hari
Bercakap-cakap secara online telah menjadi suatu kegiatan favorit jutaan orang. Para remaja mengungkit-ungkit peristiwa sehari-hari dengan teman-temannya, para kakek nenek berhubungan dengan cucu, para pengusaha mengukuhkan perjanjian mereka dengan sebuah klik pada suatu tombol "kirim". Mereka semua mencintai kecepatan komunikasi online. Mereka mengirimkan surat elektronik ( email) atau memasang suatu catatan pada chat room, dan dalam sekejap orang diseluruh negara dapat membaca atau menanggapinya.
Untuk mendukung tren ini, para pemakai komputer telah mengembankan simbol untuk menyampaikan rasa humor, kekecewaan, sarkasme, dan suasana hati lainnya. Meskipun simbol ini tidak sedemikian bervariasi atau spontan seperti isyarat non verbal pada interaksi tatap muka,simbol-simbol tersebut tetap bermanfaat.
Daftar Pustaka
George Ritzer & Douglas J. Goodman. 2007. TEORI SOSIOLOGI MODERN. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group.
Raho, Bernard SVD. 2007. Teori Sosiologi Modern. Jakarta : Prestasi Pustakaraya
http://lauraerawardani.blogspot.co.id/2014/04/interaksionisme-simbolik.html diakses pada tanggal 05 Oktober 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar