Kamis, 20 September 2012

tugas 2

TUGAS 2
A.Pengertian sosiologi
Sosiologi berasal dari bahasa Latin yaitu Socius yang berarti kawan, teman sedangkan Logos berarti ilmu pengetahuan. Ungkapan ini dipublikasikan diungkapkan pertama kalinya dalam buku yang berjudul "Cours De Philosophie Positive" karangan August Comte (1798-1857). Walaupun banyak definisi tentang sosiologi namun umumnya sosiologi dikenal sebagai ilmu pengetahuan tentang masyarakat.
Masyarakat adalah sekelompok individu yang mempunyai hubungan, memiliki kepentingan bersama, dan memiliki budaya. Sosiologi hendak mempelajari masyarakat, perilaku masyarakat, dan perilaku sosial manusia dengan mengamati perilaku kelompok yang dibangunnya Sebagai sebuah ilmu, sosiologi merupakan pengetahuan kemasyarakatan yang tersusun dari hasil-hasil pemikiran ilmiah dan dapat di kontrol secara kritis oleh orang lain atau umum.
Kelompok tersebut mencakup keluarga, suku bangsa, negara, dan berbagai organisasi politik, ekonomi, sosial.
    B. Pelopor-pelopor Sosiologi

Talcott Parsons: Teori Struktur Fungsional
 
Talcott Parsons
Talcott Parsons lahir di Spring, Colorado pada tanggal  13  Desember 1902 dan meninggal di Munchen, Bayern pada tanggal 18 Mei 1979.  Ayahnya bernama Edward Smith Parsons dan ibunya bernama  Marry Augusta Parsons.  Ayahnya seorang pendeta, professor dan kemudian menjadi rektor sebuah perguruan tinggi kecil. Parson mendapatkan gelar sarjana muda dari Universitas Amherst tahun 1924 dan menyiapkan disertasinya di London School of Economics.  Disamping itu ia dilengkapi oleh  teori fungsional antropologi dari Bronislaw- Malinosky. Di tahun berikutnya ia pindah ke Universitas Heidelberg Jerman. Parson sangat dipengaruhi karya Weber dan akhirnya menulis disertasi diHeidelberg, yang sebagian menjelaskan karya Weber. Parson mengajar di Harvard pada tahun 1927-1979. Kemajuan karirnya tidak begitu cepat, ia tidak mendapatkan jabatan professor hingga tahun 1939.
 
Auguste Comte: Kemajuan Budaya
 
Auguste Comte
Banyak tokoh-tokoh sosiologi yang ada dan yang telah mengutarakan pokok-pokok pemikirannya, tetapi untuk kali ini diparkan salah satu tokoh atau filsuf dari Perancis yang telah meletakan dasar dari bidang Ilmu Pengetahuan, yaitu Auguste Comte. Sebagaimana yang diungkapkan oleh tokoh sejarah ilmu dari Amerika Serikat, George Sarton, peletak dasar bidang pengetahuan itu adalah filsuf Perancis Auguste Comte yang menulis buku berjudul "Cours de Philosophie Positive" (1830-1842).
Kelahiran dan Pendidikannya
Auguste Comte lahir di Mountpelier, Perancis 19 Januari 1798, keluarganya beragama Khatolik dan berdarah bangsawan, tetapi Comte tidak memperlihatkan loyalitasnya. Ayahnya menjadi seorang pegawai kerajaan, tepatnya pegawai lokal kantor pajak dan sekaligus seorang penganut Khatolik yang saleh.


B.     Hukum Tiga Tahap
Meskipun perspektif teoritis comte mencakup statika dan dinamika sosial, (ahli sosiologi sekarang lebih menyebutnya struktur dan perubahan). Comte menjelaskan bahwa tujuannya yang menyeluruh adalah "untuk menjelaskan setepat mungkin gejala perkembangan yang besar dari umat manusia dengan semua aspeknya yang penting, yakni menemukan mata rantai yang harus ada dari perubahan-perubahan umat manusia mulai dari kondisi yang hanya sekedar lebih tinggi daripada suatu masyarakat kera besar, secara bertahap menuju ke tahap peradapan eropa sekarang ini.
Hukum tiga tahap merupakan usaha comte untuk menjelaskan kemajuan evolusioner umat manusia dari masa primitif sampai modern. Ini membawa kita kepada landasan pendekatan comte yakni teori evolusinya atau tiga tahap tingkatan. Teori ini mengemukakan adanya tiga tingkatan intelektual yang harus dilalui dunia di sepanjang sejarahnya.[5]
Menurut comte proses evolusi ini melalui tiga tahapan utama:
1.    Tahapan teologis, yaitu akal budi manusia, yang mencari kodrat manusia, yakni sebab pertama dan sebab akhir dari segala akibat – singkatnya, pengetahuan absolute, mengandaikan bahwa semua gejala dihasilkan oleh tindakan langsung dari hal-hal supranatural.
2.    Tahapan metafisis, dalam fase metafisik, atau tahap transisi antara tahap teologis dan positivis. Tahap ini ditandai dengan suatu kepercayaan akan hukum-hukum alam yang asasi yang dapat ditemukan dengan akal budi. Atau dengan kata lain akal budi mengandaikan bukan hal supranatural, melainkan kekuatan-kekuatan abstrak, hal-hal yang benar-benar nyata melekat pada semua benda.
3.    Tahapan positivistic, yaitu akal budi telah meninggalkan pencarian yang sia-sia terhadap pengertian-pengertian yang absolut, asal dan tujuan alam semesta, serta sebab-sebab gejala dan memusatkan perhatiannya pada studi tentang hukum-hukumnya – yakni hubungan-hubungan urutan dan persamaanya yang tidak beubah. Penalaran dan pengamatan, digabungkan secara tepat, merupakan sarana-sarana pengetahuan ini.
Oleh karena itu, comte memandang seluruh pengetahuan sebagai ilmu sosial alam dalam pengertianya yang luas karena ia menggambarakan perkembangan konteks sosial, khususnya sebagai salah satu dari tiga tahapan intelektual tersebut
Jelas bahwa dalam teorinya tentang dunia, comte memusatkan perhatian pada faktor intelektual. Ia mengatakan bahwa kekacauan intelektual menyebabkan kekacauan social.[6] Kekacauan ini berasal dai sistem gagasan terdahulu (teologi dan metafisik) yang terus ada dalam era positif (ilmiah). Pergolakan social baru akan berakhir apabila kehidupan masyarakat sepenuhnya dikendalikan oleh positivisme. Positivisme akan muncul meski tak secepat yang diharapkan orang.
Comte juga membagi sistem social menjadi dua bagian penting, yaitu masyarakat dan hukum-hukum keberadaan manusia sebagai makhluk social dan yang kedua adalah dinamika social atau hukum-hukum perubahan social. Yang mendasari system ini adalah naluri kemanusiaan yang terdiri dari atas tiga faktor utama.
1.    Naluri-naluri pelestarian (naluri seksual maupun material)
2.    Naluri-naluri perbaikan (dalm bidang militer dan industry)
3.    Naluri social (kasih sayang, pemujaan dan cinta semesta )
Diantara ketiganya ada naluri kebanggaan dan kesombongan.


Annisa Novianti, Jurnalistik IA

PANDANGAN KARL MARKS
Pertentangan Kelas
            Mark sering memakai istilah kelas didalam tulisan-tulisannya, tetapi dia tidak pernah mendefinisikan secara sistematis apa yang dia maksud dengan istilah ini. Biasanya dia menggunakannya untuk menyatakan sekelompok orang yang berada dalam situasi yang sama dalam hubungannya dengan kontrol mereka terhadap alat-alat produksi. Namun, hal ini belumlah merupakan deskripsi yang sempurna dari istilah kelas sebagaimana yang digunakan Marx. Kelas bagi Marx, selalu didefinisikan berdasarkan potensinya terhadap konflik. Individu-individu membentuk kelas sepanjang mereka berada didalam suatu konflik biasa dengan individu-individu yang lain tentang nilai surplus. Di dalam kapitalisme terdapat konflik kepentingan yang inheren antara orang yang memberi upah para buruh dan para buruh yang kerja mereka diubah kembali menjadi nilai-nilai surplus. Konflik inheren inilah yang membentuk kelas-kelas(Ollman, 1976). Karena kelas didefinisikan sebagai sesuatu yang berpotensi menimbulkan konflik, maka konflik ini berbeda-beda baik secara teoritis maupun historis. Sebelum mengidentifikasi sebuah kelas, diperlukan suatu teori tentang dimana suatu konflik berpotensi terjadi dalam sebuah masyarakat. Bagi Marx, sebuah kelas benar-benar eksis hanya ketika orang menyadari kalau dia sedang berkonflik dengan kelas-kelas yang lain. Tanpa kesadaran ini, mereka hanya akan membentuk apa yang disebut Marx dengan suatu kelas didalam dirinya. Ketika mereka menyadari konflik, maka mereka menjadi suatu kelas yang sebenarnya, suatu kelas untuk dirinya. Ada dua macam kelas yang ditemukan Marx ketika menganalisis kapitalisme, borjuis, dan proletar. Kelas borjuis, merupakan nama khusus untuk para kapitalis dalam ekonomi modern. Mereka memiliki alat-alat produksi dan memperkerjakan pekerja upahan. Konflik antar kelas borjuis dan kelas proletar adalah contoh lain dari kontradiksi material yang sebenarnya. Kontradiksi ini berkembang sampai menjadi kontradiksi antara kerja dan kapitalisme. Tidak satupun dari kontradiksi kontradiksi-kontradiksi ini yang bisa diselesaikan kecuali dengan mengubah struktur kapitalis. Bahkan sampai perubahan tersebut tercapai, kontradiksi makin memburuk. Masyarakat akan semakin berisi pertentangan dua kelas besar yang berlawanan. Kompetisi dengan took-toko besar dan rantai monopoli akan mematikan bisnis-bisnis kecil dan independen, mekanisasi akan menggantikan buruh tangan yang cekatan, dan bahkan beberapa kapitalis akan ditekan melalui cara-cara ampuh untuk monopoli, misalnya melakukan merger. Semua orang yang digantikan ini akan terpaksa turun kelas menjadi proletariat. Marx menyebut pembengkakan yang tak terlelakan di dalam jumlah proletariat ini dengan proletarianisasi.
            Sebagai tambahan, karena kapitalis telah mengganti para pekerja dengan mesin-mesin yang menjalankan serangkaian operasi yang sederhana, maka mekanisasi menjadi semakin mudah. Sebagai jalannya mekanisasi maka akan semakin banyak orang yang keluar dari pekerjaan dan terjatuh dari protelatariat ke "tentara cadangan" industri. Akhirnya Marx meramalkan suatu situasi dimana masyarakat akan terdiri atas secuil kalangan kapitalis eksploratif dan kelas proletariat serta "tentara cadangan" industri yang sangat besar. Dengan mereduksi banyak orang, kedalam k0ndisi ini kapitalisme menciptakan massa yang akan membawanya kepada keruntuhan. Makin terpusatnya kerja pabrik, sebagaimana kepulihannya memperhebat kemungkinan resistensi yang terorganisasi terhadap kapitalisme. Kemudian daripada itu, hubungan internasional pabrik-pabrik dan pasar-pasar menganjurkan para pekerja untuk menyadari lebih dari sekadar kepentingan local mereka sendiri. Inilah yang akan membawa sebuah revolusi.
 
Agama
            Marx juga melihat agama sebagai sebuah ideologi. Dia merujuk agama sebagai candu masyarakat, namun berikut adalah kutipan catatan Marx :
Kesukaran agama-agama pada saat yang sama merupakan ekspresi dari kesukaran yang sebenarnya dan juga protes melawan kesukaran yang sebenarnya. Agama adalah napas lega makhluk yang tertindas, hatinya dunia yang tidak punya hati, spiritnya kondisi yang tanpa spirit. Agama adalah candu masyarakat. (Marx, 1843/1970)
            Marx percaya bahwa, agama seperti halnya ideologi merefleksikan suatu kebenaran, namun terbalik. Karena orang-orang tidak bisa melihat bahwa kesukaran dan ketertindasan mereka diciptakan oleh sistem kapitalis, maka mereka diberikan suatu bentuk agama, pada hakikatnya, melainkan menolak suatu sistem yang mengandung ilusi-ilusi agama.
            Bentuk keagamaan ini, mudah dikacaukan dan oleh karena itu selalu berkemungkinan untuk menjadi dasar suatu gerakan revolusioner. Kita juga melihat bahwa gerakan-gerakan keagamaan sering berada digarda depan dalam melawan kapitalisme. Meskipun demikian, Marx merasa bahwa agama khususnya menjadi bentuk kedua ideologi dengan menggambarkan ketidak adilan kapitalisme sebagai sebuah ujian bagi keyakinan dan mendorong perubahan revolusioner ke akhirat. Dengan cara ini, teriakan orang-orang tertindas justru digunakan untuk penindasan selanjutnya.
 
Ideologi
            Perubahan-perubahan yang penting untuk perkembangan kekuatan-kekuatan produksi tidak hanya cenderung dicegah oleh relasi-relasi yang sedang eksis, akan juga oleh relasi-relasi pendukung, institusi-institusi, dan khususnya, ide-ide umum. Ketika ide-ide umum menunjukkan fungsi ini, Marx memberikan nama khusus terhadapnya : ideologi. Marx tidak selalu persis tentang penggunaan kata ideologi. Dia menggunakan kata tersebut untuk menunjukkan ide-ide yang berhubungan. Pertama, ideologi merujuk kepada ide-ide yang secara alamiah muncul setiap saat didalam kapitalisme, akan tetapi yang karena hakikat kapitalisme, merfleksikan realitas di dalam suatu cara yang terbalik. Untuk hal ini, dia menggunakan metafora kamera obscura, yang menggunakan optik quirk untuk menunjukkan bayang-bayang nyata yang nampak terbalik. Inilah tipe ideology yang direpresentasikan oleh fetisisme komoditas atau oleh uang. Meskipun kita mengetahui bahwa yang hanyalah potongan kertas yang memiliki nilai hanya karena relasi-relasi social yang mendasarinya, akan tetapi didalam kehidupan sehari-hari kita harus memperlakukan uang seolah-olah memiliki nilai sendiri. Walaupun pada hakikatnya kitalah yang memberi nilai kepada uang tersebut, akan tetapi yang sering terlihat adalah bahwa uanglah yang member kita nilai.  Tipe ideology ini mudah terganggu karena didasarkan pada kontradiksi-kontradiksi material yang mendasarinya. Nilai manusia tidak benar-benar tergantung pada uang, dan kita sering menemui orang yang hidup membuktikan kontradiksi-kontradiksi itu. Faktanya, disinilah level yang kita sering menjadi sadarakan kontradiksi-kontradiksi material yang diyakini Marx akan membawa kapitalisme ke fase selanjutnya. Misalnya kita menjadi sadar bahwa ekonomi bukanlah sebuah sistem objektif dan independen, melainkan sebuah ranah politis. Kita menjadi sadar bahwa kerja kita bukan sekadar komoditas, dan bahwa penjualannya melalui upan menimbulkan alienasi. Atau jika kita tidak menyadari kebenaran yang mendasar tersebut, setidaknya kita menyadari kekacauan karena gerakan politis yang terang-terangan didalam pengalamatan gangguan-gangguan inilah penggunaan kedua dari ideologi relevan.
            Ketika gangguan-gangguan muncul dan kontradiksi-kontradiksi material mendasar terungkap, tipe kedua ideology akan muncul. Di sini Marx menggunakan istilah ideologi untuk merujuk kepada sistem-sistem aturan ide-ide yang sekali lagi berusaha menyembunyikan kontradiksi-kontradiksi yang berada di pusat sistem kapitalis. Pada kebanyakan kasus, mereka melakukan hal ini dengan salah satu dari tiga cara berikut :
1.        Mereka menghadirkan suatu sistem ide, sistem agama, filsafat, literature, hukum yang menjadikan kontradiksi-kontradiksi tampak koheren.
2.       Mereka menjelaskan pengalaman-pengalaman tersebut yang mengungkapkan kontradiksi –kontradiksi, biasanya sebagai problem-problem personal atau keanehan-keanehan individual, atau
3.       Mereka menghadirkan kontradiksi kapitalis sebagai yang benar-benar menjadi suatu kontradiksi pada hakikat manusia dan oleh karena itu satu hal yang tidak bisa dipenuhi oleh perubahan sosial.
Secara umum, golongan-golongan yang berkuasa mencuptakan tipe kedua ideology ini. Misalnya Marx merujuk kepada ekonom-ekonom borjuis yang merepresentasikan filsuf-filsuf borjuis, seperti hegel, karena menganggap bahwa kontradiksi-kontradiksi material bisa diatasi dengan mengubah cara berpikir. Bagaimanapun, ploteratiat pun bisa menciptakan tipe ideology ini. Namun, persoalannya bukan siapa yang menciptakan, akan tetrapi bahwa ideology-ideologi selalu menguntungkan golongan yang berkuasa dengan menyembunyikan kontradiksi-kontradiksi yang akan membawa perubahan sosial.
 
 
Modal Produksi
            Di dalam produksi sosial eksistensi, manusia menjalin hubungan dengan tertentu yang dibutuhkan dan bebas sesuai keinginan mereka. Hubungan- hubungan produksi ini berkaitan dengan level tertentu yang terkait dengan perkembangan tenaga produksi material. Keseluruhan kebutuhan ini membentuk struktur ekonomi masyarakat, sebagai pondasi riil yang menjadi dasar berdirinya bangunan yuridis dan politik, dan sebagai jawaban atas bentuk-bentuk tertentu dalam kesadaran sosial. Cara produksi dalam kehidupan material pada umumnya mendominasi perkembangan kehidupan sosial, politik dan intelektual. Bukan kesadaran manusia yang menentukan eksistensinya, namun sebaliknya, eksistensi sosial mereka menentukan kesadaran tersebut. Pada taraf perkembangan tertentu tenaga kerja produksi material dalam masyarakat berbenturan dengan hubungan produksi yang ada, mulailah era revolusi sosial. Perubahan dalam pondasi ekonomi disertai dengan kekacauan bangunan besar itu cepat atau lambat. Terdapat kekacauan dalam kondisi-kondisi produksi ekonomi. Namun ada juga bentuk-bentuk yuridis, politik, religius, artistik, dan filosofis, pendeknya bentuk-bentuk ideologis tempat manusia didalamnya memperoleh kesadaran akan adanya konflik itu dan akan mendorongnya hingga ke ujung akhir. Jika direduksi hingga ke garis-garis besarnya, maka cara produksi ala asia, kuno, feudal, dan borjuis tampak sebagai zaman progresif terbentuknya ekonomi dalam masyarakat. Hubungan hubungan produksi model borjuis adalah bentuk antagonis terakhir dalam proses sosial produksi. Masa prasejarah kemanusiaan berakhir dengan sistem sosial ini.
 
 

Annisa Novianti, Jurnalistik IA

PANDANGAN KARL MARKS
Pertentangan Kelas
            Mark sering memakai istilah kelas didalam tulisan-tulisannya, tetapi dia tidak pernah mendefinisikan secara sistematis apa yang dia maksud dengan istilah ini. Biasanya dia menggunakannya untuk menyatakan sekelompok orang yang berada dalam situasi yang sama dalam hubungannya dengan kontrol mereka terhadap alat-alat produksi. Namun, hal ini belumlah merupakan deskripsi yang sempurna dari istilah kelas sebagaimana yang digunakan Marx. Kelas bagi Marx, selalu didefinisikan berdasarkan potensinya terhadap konflik. Individu-individu membentuk kelas sepanjang mereka berada didalam suatu konflik biasa dengan individu-individu yang lain tentang nilai surplus. Di dalam kapitalisme terdapat konflik kepentingan yang inheren antara orang yang memberi upah para buruh dan para buruh yang kerja mereka diubah kembali menjadi nilai-nilai surplus. Konflik inheren inilah yang membentuk kelas-kelas(Ollman, 1976). Karena kelas didefinisikan sebagai sesuatu yang berpotensi menimbulkan konflik, maka konflik ini berbeda-beda baik secara teoritis maupun historis. Sebelum mengidentifikasi sebuah kelas, diperlukan suatu teori tentang dimana suatu konflik berpotensi terjadi dalam sebuah masyarakat. Bagi Marx, sebuah kelas benar-benar eksis hanya ketika orang menyadari kalau dia sedang berkonflik dengan kelas-kelas yang lain. Tanpa kesadaran ini, mereka hanya akan membentuk apa yang disebut Marx dengan suatu kelas didalam dirinya. Ketika mereka menyadari konflik, maka mereka menjadi suatu kelas yang sebenarnya, suatu kelas untuk dirinya. Ada dua macam kelas yang ditemukan Marx ketika menganalisis kapitalisme, borjuis, dan proletar. Kelas borjuis, merupakan nama khusus untuk para kapitalis dalam ekonomi modern. Mereka memiliki alat-alat produksi dan memperkerjakan pekerja upahan. Konflik antar kelas borjuis dan kelas proletar adalah contoh lain dari kontradiksi material yang sebenarnya. Kontradiksi ini berkembang sampai menjadi kontradiksi antara kerja dan kapitalisme. Tidak satupun dari kontradiksi kontradiksi-kontradiksi ini yang bisa diselesaikan kecuali dengan mengubah struktur kapitalis. Bahkan sampai perubahan tersebut tercapai, kontradiksi makin memburuk. Masyarakat akan semakin berisi pertentangan dua kelas besar yang berlawanan. Kompetisi dengan took-toko besar dan rantai monopoli akan mematikan bisnis-bisnis kecil dan independen, mekanisasi akan menggantikan buruh tangan yang cekatan, dan bahkan beberapa kapitalis akan ditekan melalui cara-cara ampuh untuk monopoli, misalnya melakukan merger. Semua orang yang digantikan ini akan terpaksa turun kelas menjadi proletariat. Marx menyebut pembengkakan yang tak terlelakan di dalam jumlah proletariat ini dengan proletarianisasi.
            Sebagai tambahan, karena kapitalis telah mengganti para pekerja dengan mesin-mesin yang menjalankan serangkaian operasi yang sederhana, maka mekanisasi menjadi semakin mudah. Sebagai jalannya mekanisasi maka akan semakin banyak orang yang keluar dari pekerjaan dan terjatuh dari protelatariat ke "tentara cadangan" industri. Akhirnya Marx meramalkan suatu situasi dimana masyarakat akan terdiri atas secuil kalangan kapitalis eksploratif dan kelas proletariat serta "tentara cadangan" industri yang sangat besar. Dengan mereduksi banyak orang, kedalam k0ndisi ini kapitalisme menciptakan massa yang akan membawanya kepada keruntuhan. Makin terpusatnya kerja pabrik, sebagaimana kepulihannya memperhebat kemungkinan resistensi yang terorganisasi terhadap kapitalisme. Kemudian daripada itu, hubungan internasional pabrik-pabrik dan pasar-pasar menganjurkan para pekerja untuk menyadari lebih dari sekadar kepentingan local mereka sendiri. Inilah yang akan membawa sebuah revolusi.
 
Agama
            Marx juga melihat agama sebagai sebuah ideologi. Dia merujuk agama sebagai candu masyarakat, namun berikut adalah kutipan catatan Marx :
Kesukaran agama-agama pada saat yang sama merupakan ekspresi dari kesukaran yang sebenarnya dan juga protes melawan kesukaran yang sebenarnya. Agama adalah napas lega makhluk yang tertindas, hatinya dunia yang tidak punya hati, spiritnya kondisi yang tanpa spirit. Agama adalah candu masyarakat. (Marx, 1843/1970)
            Marx percaya bahwa, agama seperti halnya ideologi merefleksikan suatu kebenaran, namun terbalik. Karena orang-orang tidak bisa melihat bahwa kesukaran dan ketertindasan mereka diciptakan oleh sistem kapitalis, maka mereka diberikan suatu bentuk agama, pada hakikatnya, melainkan menolak suatu sistem yang mengandung ilusi-ilusi agama.
            Bentuk keagamaan ini, mudah dikacaukan dan oleh karena itu selalu berkemungkinan untuk menjadi dasar suatu gerakan revolusioner. Kita juga melihat bahwa gerakan-gerakan keagamaan sering berada digarda depan dalam melawan kapitalisme. Meskipun demikian, Marx merasa bahwa agama khususnya menjadi bentuk kedua ideologi dengan menggambarkan ketidak adilan kapitalisme sebagai sebuah ujian bagi keyakinan dan mendorong perubahan revolusioner ke akhirat. Dengan cara ini, teriakan orang-orang tertindas justru digunakan untuk penindasan selanjutnya.
 
Ideologi
            Perubahan-perubahan yang penting untuk perkembangan kekuatan-kekuatan produksi tidak hanya cenderung dicegah oleh relasi-relasi yang sedang eksis, akan juga oleh relasi-relasi pendukung, institusi-institusi, dan khususnya, ide-ide umum. Ketika ide-ide umum menunjukkan fungsi ini, Marx memberikan nama khusus terhadapnya : ideologi. Marx tidak selalu persis tentang penggunaan kata ideologi. Dia menggunakan kata tersebut untuk menunjukkan ide-ide yang berhubungan. Pertama, ideologi merujuk kepada ide-ide yang secara alamiah muncul setiap saat didalam kapitalisme, akan tetapi yang karena hakikat kapitalisme, merfleksikan realitas di dalam suatu cara yang terbalik. Untuk hal ini, dia menggunakan metafora kamera obscura, yang menggunakan optik quirk untuk menunjukkan bayang-bayang nyata yang nampak terbalik. Inilah tipe ideology yang direpresentasikan oleh fetisisme komoditas atau oleh uang. Meskipun kita mengetahui bahwa yang hanyalah potongan kertas yang memiliki nilai hanya karena relasi-relasi social yang mendasarinya, akan tetapi didalam kehidupan sehari-hari kita harus memperlakukan uang seolah-olah memiliki nilai sendiri. Walaupun pada hakikatnya kitalah yang memberi nilai kepada uang tersebut, akan tetapi yang sering terlihat adalah bahwa uanglah yang member kita nilai.  Tipe ideology ini mudah terganggu karena didasarkan pada kontradiksi-kontradiksi material yang mendasarinya. Nilai manusia tidak benar-benar tergantung pada uang, dan kita sering menemui orang yang hidup membuktikan kontradiksi-kontradiksi itu. Faktanya, disinilah level yang kita sering menjadi sadarakan kontradiksi-kontradiksi material yang diyakini Marx akan membawa kapitalisme ke fase selanjutnya. Misalnya kita menjadi sadar bahwa ekonomi bukanlah sebuah sistem objektif dan independen, melainkan sebuah ranah politis. Kita menjadi sadar bahwa kerja kita bukan sekadar komoditas, dan bahwa penjualannya melalui upan menimbulkan alienasi. Atau jika kita tidak menyadari kebenaran yang mendasar tersebut, setidaknya kita menyadari kekacauan karena gerakan politis yang terang-terangan didalam pengalamatan gangguan-gangguan inilah penggunaan kedua dari ideologi relevan.
            Ketika gangguan-gangguan muncul dan kontradiksi-kontradiksi material mendasar terungkap, tipe kedua ideology akan muncul. Di sini Marx menggunakan istilah ideologi untuk merujuk kepada sistem-sistem aturan ide-ide yang sekali lagi berusaha menyembunyikan kontradiksi-kontradiksi yang berada di pusat sistem kapitalis. Pada kebanyakan kasus, mereka melakukan hal ini dengan salah satu dari tiga cara berikut :
1.        Mereka menghadirkan suatu sistem ide, sistem agama, filsafat, literature, hukum yang menjadikan kontradiksi-kontradiksi tampak koheren.
2.       Mereka menjelaskan pengalaman-pengalaman tersebut yang mengungkapkan kontradiksi –kontradiksi, biasanya sebagai problem-problem personal atau keanehan-keanehan individual, atau
3.       Mereka menghadirkan kontradiksi kapitalis sebagai yang benar-benar menjadi suatu kontradiksi pada hakikat manusia dan oleh karena itu satu hal yang tidak bisa dipenuhi oleh perubahan sosial.
Secara umum, golongan-golongan yang berkuasa mencuptakan tipe kedua ideology ini. Misalnya Marx merujuk kepada ekonom-ekonom borjuis yang merepresentasikan filsuf-filsuf borjuis, seperti hegel, karena menganggap bahwa kontradiksi-kontradiksi material bisa diatasi dengan mengubah cara berpikir. Bagaimanapun, ploteratiat pun bisa menciptakan tipe ideology ini. Namun, persoalannya bukan siapa yang menciptakan, akan tetrapi bahwa ideology-ideologi selalu menguntungkan golongan yang berkuasa dengan menyembunyikan kontradiksi-kontradiksi yang akan membawa perubahan sosial.
 
 
Modal Produksi
            Di dalam produksi sosial eksistensi, manusia menjalin hubungan dengan tertentu yang dibutuhkan dan bebas sesuai keinginan mereka. Hubungan- hubungan produksi ini berkaitan dengan level tertentu yang terkait dengan perkembangan tenaga produksi material. Keseluruhan kebutuhan ini membentuk struktur ekonomi masyarakat, sebagai pondasi riil yang menjadi dasar berdirinya bangunan yuridis dan politik, dan sebagai jawaban atas bentuk-bentuk tertentu dalam kesadaran sosial. Cara produksi dalam kehidupan material pada umumnya mendominasi perkembangan kehidupan sosial, politik dan intelektual. Bukan kesadaran manusia yang menentukan eksistensinya, namun sebaliknya, eksistensi sosial mereka menentukan kesadaran tersebut. Pada taraf perkembangan tertentu tenaga kerja produksi material dalam masyarakat berbenturan dengan hubungan produksi yang ada, mulailah era revolusi sosial. Perubahan dalam pondasi ekonomi disertai dengan kekacauan bangunan besar itu cepat atau lambat. Terdapat kekacauan dalam kondisi-kondisi produksi ekonomi. Namun ada juga bentuk-bentuk yuridis, politik, religius, artistik, dan filosofis, pendeknya bentuk-bentuk ideologis tempat manusia didalamnya memperoleh kesadaran akan adanya konflik itu dan akan mendorongnya hingga ke ujung akhir. Jika direduksi hingga ke garis-garis besarnya, maka cara produksi ala asia, kuno, feudal, dan borjuis tampak sebagai zaman progresif terbentuknya ekonomi dalam masyarakat. Hubungan hubungan produksi model borjuis adalah bentuk antagonis terakhir dalam proses sosial produksi. Masa prasejarah kemanusiaan berakhir dengan sistem sosial ini.
 
 

Cari Blog Ini