Rabu, 18 Maret 2015

"Isu Isu pedesaan" Oleh Ahmad Awal Barizqy

ISU-ISU PEDESAAN OLEH AHMAD AWAL BARIZQY
 
 
Definisi Masalah Sosial dan Jenis Masalah Sosial dalam Masyarakat
Menurut Soerjono Soekanto masalah sosial adalah suatu ketidaksesuaian antara unsur-unsur kebudayaan atau masyarakat, yang membahayakan kehidupan kelompok sosial. Jika terjadi bentrokan antara unsur-unsur yang ada dapat menimbulkan gangguan hubungan sosial seperti kegoyahan dalam kehidupan kelompok atau masyarakat.
Masalah sosial muncul akibat terjadinya perbedaan yang mencolok antara nilai dalam masyarakat dengan realita yang ada. Yang dapat menjadi sumber masalah sosial yaitu seperti proses sosial dan bencana alam. Adanya masalah sosial dalam masyarakat ditetapkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan khusus seperti tokoh masyarakat, pemerintah, organisasi sosial, musyawarah masyarakat, dan lain sebagainya.
Masalah sosial dapat dikategorikan menjadi 4 (empat) jenis faktor, yakni antara lain :
1. Faktor Ekonomi : Kemiskinan, pengangguran, dll.
2. Faktor Budaya : Perceraian, kenakalan remaja, dll.
3. Faktor Biologis : Penyakit menular, keracunan makanan, dsb.
4. Faktor Psikologis : penyakit syaraf, aliran sesat, dsb
Masyarakat Pedesaan
Masyarakat pedesaan selalu memiliki ciri-ciri atau dalam hidup bermasyarakat, yang biasanya tampak dalam perilaku keseharian mereka. Pada situasi dan kondisi tertentu, sebagian karakteristik dapat digeneralisasikan pada kehidupan masyarakat desa di Jawa. Namun demikian, dengan adanya perubahan sosial religius dan perkembangan era informasi dan teknologi, terkadang sebagian karakteristik tersebut sudah "tidak berlaku".
Masyarakat pedesaan juga ditandai dengan pemilikan ikatan perasaan batin yang kuat sesama warga desa, yaitu perasaan setiap warga/anggota masyarakat yagn amat kuat yang hakekatnya, bahwa seseorang merasa merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat dimanapun ia hidup dicintainya serta mempunyai perasaan bersedia untuk berkorban setiap waktu demi masyarakatnya atau anggota-anggota masyarakat, karena beranggapan sama-sama sebgai masyarakat yang saling mencintai saling menghormati, mempunyai hak tanggung jawab yang sama terhadap keselamatan dan kebahagiaan bersama di dalam masyarakat.
Adapun yang menjadi ciri masyarakat desa antara lain :
Didalam masyarakat pedesaan di antara warganya mempunyai hubungan yang lebih mendalam dan erat bila dibandingkan dengan masyarakat pedesaan lainnya di luar batas wilayahnya.
Sistem kehidupan umumnya berkelompok dengan dasar kekeluargaan
Sebagian besar warga masyarakat pedesaan hidup dari pertanian
Masyarakat tersebut homogen, deperti dalam hal mata pencaharian, agama, adapt istiadat, dan sebagainya.
Masalah yang ada pedesaan
Pendidikan
Pada dasarnya, pendidikan yang baik itu haruslah mampu menciptakan proses belajar mengajar yang efektif dan bermanfaat serta menjadikan masyarakat pedesaan lebih terbuka dan akses terhadap pendidikan. Seiring perkembangan zaman, pengertian pendidikan pun mengalami perkembangan.
Sehingga, pengertian pendidikan menurut beberapa ahli (pendidikan) berbeda, tetapi secara esenssial terdapat kesatuan unsur-unsur atau faktor-faktor yang terdapat di dalamnya, yaitu bahwa pendidikan menunjukkan suatu proses bimbingan, tuntunan atau pimpinan yang didalamnya mengandung unsur-unsur seperti pendidik, anak didik, tujuan dan lainnya.
Umumnya masyarakat pedesaan kurang begitu sadar akan pentingnya pendidikan, Mereka lebih memilih mengajak anak-anak mereka berkebun atau bertani, ketimbang menyekolahkan mereka. Alhasil banyak dari masyarakat pedesaan yang buta tulis dan hitung. Oleh karena itu taraf hidup masyarakat pedesaan relative
Salah satu kendala yang telah disadari oleh pemerintah dalam bidang pendidikan di tanah air adalah kesenjangan dan ketidakadilan dalam mengakses terutama pendidikan. Hal ini yang menyebabkan kesadaran masyarakat di desa sangat kurang dan tidak antusias serta memahami akan pentingnya pendidikan.
Selain itu, kendala lain negara berkembang termasuk Indonesia, untuk masa yang lama menghadapi empat hambatan besar dalam bidang pendidikan, yaitu:
1. Peninggalan penjajah dengan masyarakat yang tingkat pendidikannya sangat rendah,
2. Anggaran untuk bidang pendidikan yang rendah dan biasanya kalah bersaing dengan kebutuhan pembangunan bidang lainnya,
3. Anggaran yang rendah biasanya diarahkan pada bidang-bidang yang justru menguntungkan mereka yang relatif kaya,
4. Karena anggaran rendah, dalam pengelolaan pendidikan biasanya timbul pengelolaan yang tidak efisien.
Hal ini terlihat dimana pemerintah tidak saja mampu merancang penerapan kebijakan yang disukainya, tetapi juga menafsirkan ulang teks kebijakan sesuai preferensi kebijakannya, termasuk dalam bidang pendidikan. Dimana kebijakan disetujui, diterima, dan dilaksanakan oleh pranata pemerintah.
Manfaat pendidikan bagi masyarakat pedesaan sebagai instrumen pembebas, yakni membebaskan masyarakat pedesaan dari belenggu kemiskinan, keterbelakangan, kebodohan, dan penindasan. Selain itu, pendidikan yang baik seharusnya berfungsi pula sebagai sarana pemberdayaan individu dan masyarakat desa khususnya guna menghadapi masa depan. Pendidikan difokuskan melalui sekolah, pesantren, kursus-kursus yang didirikan di pedesaan yang masyarakatnya masih 'buta' akan ilmu.
            Masyarakat pedesaan yang terberdayakan sebagai hasil pendidikan yang baik dapat memiliki nilai tambah dalam kehidupan yang tidak dimiliki oleh masyarakat yang tidak mengenyam pendidikan sama sekali. Sehingga jelas, peranan pendidikan sebagai kebutuhan pokok yang mendasar dan haruslah terpenuhi bagi masyarakat pedesaan dalam manfaat lainnya untuk meningkatkan taraf hidup dan kesajahteraan hidup yang berkelanjutan.
Tingginya angka kemiskinan
Dalam upaya percepatan pembangunan di segala bidang masih terdapat beberapa kendala,antara lain masih tingginya angka penduduk miskin, walaupun selama empat tahun
terakhir jumlah penduduk miskin mengalami penurunan sekitar 19,51% dari jumlah
penduduk miskin tahun 2001 yaitu sebanyak 164.125 jiwa. Dari penurunan jumlah
penduduk miskin tersebut sampai pada tahun 2005  jumlah penduduk miskin
masih sebanyak 132.125 jiwa atau 24,28 %. 

Tugas 1 Sosped_Iqbal Z Mutaqin_Isu-isu penting pedesaan

Isu-Isu Penting Pedesaan

 Iqbal Z. Mutaqin

11140540000003

Pendahuluan

Banyak orang berpendapat pedesaan itu hanya identik dengan sawah dan pertanian. Banyak sekali sebenarnya yang hal-hal mengenai pedesaan. Disini saya selaku penulis akan membahas isu-isu yang terdapat di masyarakat pedesaan diantaranya adalah: Keterbatasan pengetahuan, keterbatasan modal usaha, kurang potensialnya jenis pekerjaan yang dimiliki, posisi wanita dalam struktur sosial masyarakat pedesaan, kebijaksaan pembangunan pertanian. Untuk memahami persoalan ini maka ada baiknya kita terlebih dahulu seperti apakah isu yang banyak mewarnai masyarakat pedesaan di Indonesia yang pada akhirnya menimbulkan persoalan baru khususnya pada petani perempuan di pedesaan

 

a.      Keterbatasan pengetahuan

Pendidikan pada dasarnya merupakan suatu kebutuhan dasar (basic need) bagi masyarakat dalam upaya meningkatkan taraf kehidupannya. Secara keseluruhan tampaknya kelemahan petani sebagai faktor penyebab kemiskinan mereka berkaitan dengan metode bertani. Petani tradisional kurang memiliki penguasaan metode bertani. Kelemahan ini ber­kaitan dengan kurangnya pendidikan atau training yang dimiliki. Pada umumnya rumah tangga miskin yang berprofesi sebagai petani memiliki tingkat pendidikan yang rendah. Untuk itu disinilah diharapkan fungsi penyuluh pertanian di la­pangan agar dapat menguat­kan aspek pengetahuan pe­tani. Karena itu, ke depan aspek pening­katkan kemampuan adopsi dan intervensi teknologi ke proses pertanian petani harus di­tingkatkan melalui berbagai regulasi. Seperti memudahkan akses petani ke teknologi, mem­berikan subsidi alat-alat pertanian dan mengadakan paket-paket training secara priodik dan terarah yang langsung berdampak pada peningkatan kapasitas pro­duksi bagi petani.

Nelayan yang miskin umumnya belum banyak tersentuh teknologi modern, kualitas sumber daya manusia rendah dan tingkat produktivitas hasil tangkapannya juga sangat rendah. Tingkat pendidikan nelayan berbanding lurus dengan teknologi yang dapat dihasilkan oleh para nelayan, dalam hal ini teknologi di bidang penangkapan dan pengawetan ikan. Ikan cepat mengalami proses pembusukan dibandingkan dengan bahan makanan lain disebabkan oleh bakteri dan perubahan kimiawi pada ikan. Oleh karena itu, diperlukan teknologi pengawetan ikan yang baik. Selama ini, nelayan tradisional hanya menggunakan cara yang sangat sederhana untuk mengawetkan ikan. Hal tersebut salah satunya disebabkan karena rendahnya tingkat pendidikan dan pengusaaan nelayan terhadap teknologi.

 

b.      Keterbatasan modal usaha

Rumah tangga miskin khususnya di peredesaan dan pesisir terhadap kredit berbunga lunak. Tetapi, ini bukan berarti setiap pemberian bantuan modal usaha berbunga lunak kepada rumah tangga miskin selalu berfungsi efektif. Pelaksanaan pemberian kredit secara efektif mengalami beberapa hambatan, diantaranya karena amat beragamnya kelompok sasaran yang hendak dijangkau, dan kesukaran mengkompromikan kriteria efisiensi dan efektivitas kredit. Selain itu, kendala lainnya disebabkan oleh kurangnya akses warga miskin atas lembaga keuangan yang ada di sekitarnya, dan yang tidak kalah pentingnya adalah tidak adanya barang jaminan yang dimiliki warga miskin yang dapat dijadikan sebagai agunan pada suatu lembaga keuangan.

Bagi rumah tangga miskin, kredit merupakan sarana untuk menciptakan pendapatan melalui bekerja dan berusaha berdasarkan potensi sumber daya manusia yang dimiliki dan potensi lingkungan ekonomi dimana ia berada. Kredit yang tepat, murah, dan mudah yang dikelola berdasarkan adat dan budaya setempat merupakan salah satu sarana penting yang amat membantu melancarkan kegiatan perekonomian. Ringkasnya, fungsi kredit adalah untuk membantu meningkatkan kesejahteraan rumah tangga miskin, khususnya yang tergolong miskin dan mendekati miskin (near poor).

 

c.       Kurang potensialnya jenis pekerjaan yang dimiliki

Keterbatasan pengetahuan menyebabkan rumah tangga miskin melakoni jenis pekerjaan yang relatif kurang potensial. Keterbatasan mengakses lapangan pekerjaan yang menjanjikan serta banyaknya masyakarakat yang bekerja pada lapangan kerja yang kurang produktif berakibat pada rendahnya pendapatan sehingga mereka tergolong miskin atau tergolong pada pekerja yang rentan jatuh di bawah garis kemiskinan (near poor). Pada umumnya informasi yang diperoleh sangat jelas menunjukkan bahwa rumah tangga miskin cenderung tidak memiliki pekerjaan tetap, namun tidak juga dapat dikategorikan tidak bekerja atau pengangguran terbuka karena dari sisi jam kerja melebihi jam kerja normal (35 jam/minggu). Hanya saja, jika dikaji dari sisi kemampuan produktivitas dengan kaitannya dengan upaya pemenuhan kebutuhan dasar tampaknya masih menemui kendala. Karena itu perlu ada jenis pekerjaan yang lebih menjanjikan bagi rumah tangga miskin. Pada umumnya rumah tangga miskin bekerja apa saja dalam kurun waktu yang singkat demi memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, entah mau menjadi buruh bangunan, buruh tani, maupun tukang ojek.

Disinilah peran stakeholders untuk menggerakkan sektor-sektor ekonomi yang menjadi potensi lokal. Di sektor perikanan dapat diupayakan jenis pekerjaan baru berupa pengolahan ikan menjadi abon, mengolahan kulit kerang menjadi hiasan yang bernilai tambah, usaha rumput laut, dan tentu masih banyak lagi jenis yang dapat dikembangkan. Di sektor pertanian misalnya dapat diupayakan pengolahan VCO (virgin coconut oil), pembuatan sapu dari sabuk kelapa, dan berbagai jenis pekerjaan lainnya yang membutuhkan ketrampilan. Untuk menggerakkan potensi ini, maka tidak dapat dilepaskan dengan tingkat pengetahuan masyarakat, penyediaan modal dasar, dan penguatan kelembagaan.

 

d.      Posisi wanita dalam struktur sosial masyarakat pedesaan

Posisi wanita dalam struktur sosial masyarakat pedesaan umumnyaberkaitandengan kepemilikan tanah dan sistem hak kepemilikan keluarga. Seharusnya wanita yang sudah menikah, mereka saling memiliki satu sama lain. Pada kenyataannya, mesiipun wanita memiliki harta yang melimpah sebelum menikah, maka setelah menikah kewenangan sepenuhnya dipegang oleh suaminya.

Emansipasi dan persamaan hak antara laki-laki dan perempuan ditafsirkan berasarkan kepentingan laki-laki. Tidak ada hubungan yang signifikan atara kepemilikan tanah, kekayaan, pendidikan dan posisi wanita dalam struktur sosial masyarakat pedesaan. Apapun yang telah dicapai wanita pasti dia akan diposisikan dibawah laik-laki. Di masyarakat pedesaan pada umumnya masih berlangsung pandangan bahwa kaum wanita secara alamiah terbatas gerak-geriknya dan peranan mereka adalah disektor rumah tangga. Peran gender yang memilah-milah peran perempuan dan laki-laki pada kenyataanya telah dibakukan oleh negara dalam berbagai kebijakan yang dilahirkan oleh pemerintahan orde baru. Kebijakan-kebijakan tersebut pada akhirnya menyisakan ketidakadilan pada perempuan.

 

e.       Kebijaksaan pembangunan pertanian

Pembangunan dalam sektor pertanian di pedesaan  merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan nasional. Usaha pertanian dipandang sebagai kegiatan yang berorientasi pada peningkatan produksi, namun disisi lain dipandang tidak terkain erat dengan perekonomian makro maupun sektor riil lainnya sehingga menyebabkan kecenderungan melemahnya kemampuan pertanian di daerah pedesaan. Pembangunan pertanian yang dilaksanakan di Indonesia telah membawa keberhasilan berupa peningkatan produktivitas tanaman pangan. Bangsa Indonesia telah berhasil mewujudkan swasembada beras pada tahun 1984. Kebijakan pembangunan pertanian yang dilakukan pemerintah adalah dengan melakukan modernisasi pertanian dengan jalan introduksi teknologi ke daerah pedesaan.

Tak pelak lagi, isu-isu kaum tani hampir seluruhnya berhubungan dengan lembaga pemerintah diberbagai negara. Dalam implementasinya, lembaga Bank Dunia, IMF dan WTO ini kerap mengintervensi negara dan selanjutnya menjadi hegemoni rezim dalam kontelasi global.

 

Kesimpulan

Dari uraian di atas dapat kita simpulkan bahwa masalah yang terdapat di masyarakat pedesaan keterbatasan pengetahuan, keterbatasan modal usaha, kurang potensialnya jenis pekerjaan yang dimiliki, posisi wanita dalam struktur sosial masyarakat pedesaan, kebijaksaan pembangunan pertanian. Dengan demikian, kita sebagai mahasiswa jurusan Pengembangan Masyarakat Islam khususnya, kita dapat membangun masyarakat pedesaan agar lebih maju lagi.

Daftar Pustaka

Salam, Syamsir dan Amir Fadilah, 2009. Sosiologi Pembangunan: Pengantar Studi Pembangunan Lintas Sektoral. Jakarta. Lembaga Penelitian UIN.

http://lensasosiologi.blogspot.com/2012/03/kemiskinan-pedesaan.html

 

Salam, Syamsir dan Amir. 2008. Sosiologi Pedesaan. Jakarta. Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah.

Tugas 1.Sosped_Dwi Aryurini_Isu-isu Penting Tentang Pedesaan

Nama    :    Dwi Aryurini (11140540000005)
Kelas    :     PMI 2
Isu-isu Penting Tentang Pedesaan
Pendahuluan
Masyarakat desa sering kali dipahami dalam keterkaitannya dengan kegiatan pertanian, alasannya asal muasal desa karena pengenalan cocok tanam. Akan tetapi hal tersebut tidak cukup memadai, sebab kita juga harus mengaitkannya dengan konteks perubahan dan perkembangan dunia karena desa juga merupakan bagian integral dari kehidupan dunia yang kini perubahan masyarakat pedesaan menjadi modern. Secara umum masyarakat desa merupakan komunitas yang kecil sehingga antara orang yang satu dengan yang lainnya terdapat kemungkinan yang besar untuk saling berhubungan secara langsung dan saling mengenal secara "pribadi". Pada pembahasan ini komunitas desa diartikan sebagai komunitas kecil yang relatif masih bersahaja, yang masih jelas memiliki ketergantungan terhadap tempat tinggal (lingkungan) mereka entah sebagai petani, nelayan atau yang lainnya. Pola kebudayaan masyarakat desa termasuk pola kebudayaan tradisional, yaitu merupakan produk dari benarnya pengaruh alam terhadap masyarakat yang hidupnya tergantung pada alam.
Pembahasan
Desa sering dikaitkan dengan masyarakat agraris karena ciri utama yang melekat pada desa adalah fungsinya sebagai tempat tinggal (menetap) dari suatu kelompok masyarakat yang relatif kecil yaitu merupakan kesatuan tempat tinggal, tanah pertanian, pangonan. Tipologi masyarakat desa menurut Buku Petunjuk Pengembangan Desa (dalam Sami'an, 1997: 75) dikenal ada 8 tipologi desa berdasarkan pada mata pencahariannya, yaitu :
           1.   Tipe desa nelayan
           2.   Tipe desa persawahan
           3.   Tipe desa perladangan
           4.   Tipe desa perkebunan
           5.   Tipe desa peternakan
           6.   Tipe desa kerajinan/industry kecil
           7.   Tipe desa industry sedang dan besar
           8.   Tipe desa jasa dan perdagangan
    Modernisasi yang dilakukan di Indonesia membawa dampak pada timbulya ketimpangan antara petani kaya dan petani miskin. Mekanisasi pertanian juga memunculkan masalah baru. Yang semula identik dengan padat karya kini menjadi padat modal dan teknologi. Penggunaan teknologi mekanisasi pada usaha tani telah menyebabkan kemampuan lahan dalam menampung tenaga kerja menjadi berkurang. Ketidakmampuan sektor pertanian menampung tenaga kerja menyebabkan timbulnya gejala migrasi desa kota yang semakin meningkat. Migrasi desa kota juga disebabkan oleh ketimpangan pembangunan yang oleh pemerintah. disparitas antara desa dan kota semakin lebar dan menimbulkan bentuk kota sebagai pusat sedangkan desa sebagai pinggiran. Kalau kejadian tersebut terus berlangsung tanpa adanya solusi maka lama kelamaan akan menyebabkan tingginya angka kriminalitas akibat tidak tersedianya lahan dan lapangan pekerjaan yang layak bagi masyarakat desa.
     Sistem Ekonomi Masyarakat Pedesaan
Berbicara ekonomi masyarakat desa berarti berbicara tentang bagaimana masyarakat desa memenuhi kebutuhan jasmaniah. Sistem ekonomi masyarakat desa terkait erat dengan sistem pertaniannya menunjukkan bahwa masyarakat desa menyikapi sistem pertaniannya sebagai way of life. Sehubungan dengan sistem ekonomi maka sistem pertanian meliputi tiga era, yaitu era bercocok tanam yang bersahaja, era pertanian prakapitalistik, dan era pertanian kapitalistik. Dalam sistem ekonomi desa terdapat tiga faktor determinan yaitu keluarga, lahan pertanian, dan pasar. Ekonomi petani prakapitalistik (peasan) merupakan ekonomi keluarga pada pengertian ini laba berbeda dengan laba perekonomian kapitalistik, faktor determinan lahan pertanian terkait dengan kepemilikan dan penggunaan lahan namun kondisi fisik juga jenis tanaman sangat berpengaruh, sedangkan faktor determinan pasar menunjukkan adanya hubungan antara masyarakat desa dengan pihak-pihak lainnya yang juga bersifat sosial dan budaya. Hukum adat pada masyarakat pedesaan yang integritasnya didasarkan pada ikatan darah. Melemahnya tradisi serta hukum adat salah satu yang utama disebabkan oleh intervensi yang dilancarkan oleh kekuatan-kekuatan luar desa (supra desa) yang merupakan faktor penyebab masyarakat pedesaan melupakan ikatan yang terjalin antara masyarakat pedesaan demi mengejar nafkah untuk mencari kebutuhan dan keinginan di duniawi yang lebih yang ada pada hidup mereka yaitu masyarakat pedesaan yang ada pada saat ini.
Perubahan dan Pembangunan Masyarakat Pedesaan
      Perubahan sosial menyangkut faktor-faktor penyebab terjadinya proses perubahan yang dibedakan atas faktor internal dan faktor eksternal. Kekuatan internal yang mengubah masyarakat desa adalah pertambahan penduduk, sedangkan kekuatan pengubah eksternalnya adalah masuknya kebudayaan modern serta sistem ekonomi uang (kapitalitik). Pada era globalisasi modernisasi yang semakin terbuka saat ini mempercepat perubahan dan pembangunan pada masyarakat pedesaan yang berdampak pada berubahnya pola hidup, adat istiadat maupun kebiasaan yang dimiliki oleh masyarakat pedesaan. Program-program pembangunan masyarakat desa meliputi pembangunan lembaga-lembaga, pembangunan sektor pertanian, dan pembangunan sektor-sektor lainnya. Pembangunan pertanian yang dilancarkan di dunia disebut Revolusi Hijau (Green Revolution) yaitu gerakan internasional yang bertujuan untuk meningkatkan produktivitas lahan melalui pengenalan teknologi modern (ilmiah) untuk tanaman pangan (padi-padian).
Penutup
Secara umum sering kali terdapat persepsi yang salah tentang keberadaan masyarakat desa, dimana masyarakat desa cenderung dipandang rendah. Padahal kenyataannya masyarakat desa mempunyai peranan yang penting dalam sejarah pembentukan dan perkembangan peradaban manusia. Sebelum dikenal kegiatan bercocok tanam yang merupakan cikal bakal terbentuknya komunitas masyarakat desa, maka sejarah kehidupan manusia secara umum mengalami proses perkembangan yang sangat lamban. Namun pada dewasa ini karakteristik dan keistimewaan yang ada di desa tidak lah sama seperti yang dulu karena perkembangan zaman dan faktor-faktor lainnya yang ada pada saat ini.
Daftar Pustaka
Rahardjo. 2001. Materi Pokok Sosiologi Pedesaan. Jakarta: Universitas Terbuka.
Syamsir Salam dan Amir Fadhilah. 2008. Sosiologi Pedesaan. Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Koentjaraningrat. 1964. Masyarakat Desa di Indonesia Masa Ini. Jakarta: Yayasan Badan Penerbit Fakultas Ekonomi UI.
Kansil, CST. 1988. Desa Kita. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Tugas1_Sosped_Daimatul Mawaddah_Isu-isu Penting Perdesaan

Daimatul Mawaddah
PMI 2
11140540000020
 
Pendahuluan
 
Isu adalah suatu peristiwa atau kejadian yang dapat diperkirakan terjadi atau tidak terjadi pada masa mendatang yang menyangkut ekonomi, sosial, politik, hukum, pembangunan nasional, moneter, bencana alam, hari kiamat, kematian ataupun tentang krisis. Isu juga sering disebut rumor, kabar burung dan gossip.
 
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa, disebut bahwa Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.Isu-isu pedesaan adalah peristiwa yang dapat diperkirakan terjadi atau tidak di dalam sebuah pedesaan.
 
A.    Kehidupan Masyarakat Desa
Kehidupan dalam masyarakat bisa dilihat dari berbagai macam aspek sesuai dengan bidang yang dibutuhkan. Kebanyakan yang termasuk di dalam pedesaan hidup dari pertanian, perikanan dan sebagainya. Usaha-usaha sangat dipengaruhi oleh hukum dan kehendak-kehendak alam. Dalam tempat tinggal itu terdapat ikatan keluarga yang rapat, ketaatan pada tradisi dan kaidah-kaidah sosial. Jiwa keagamaan yang tumbuh dengan kuat, buat sebagian disebabkan oleh perasaan tergantung pada alam
Warga desa dalam berhubungan sosialnya demikian erat hingga kenal satu dengan yang lain sampai dengan nama seseorang. Hal ini disebabkan karena mereka hidup dalam tempat tinggal terbatas, dukuh, desa. Sesuai dengan letak geografis, desa adalah bukan tempat persimpangan ataupun pertemuan aktivitas perdagangan yang memberi pengaruh dalam perekonomian-dagang, warga desa sangat tergantung pada sawah dan ladang. Padanya mata pencaharian bergantung.
 
B.     Ciri-Ciri Kehidupan Masyarakat Pedesaan
 
1.      Konflik dan Persaingan.
 
Pertama-tama orang kota suka membayangkan masyarakat desa sebagai tempat orang yang bergaul dengann rukun, tenang dan selaras. Pelukisan-pelukisan dalam bab ini terutama desa-desa Celapar di Jawa Tengah menunjukan bahwa sering juga di dalam masyarakat desa tempat orang hidup berdekatan dengan orang-orang tetangga terus menerus, kesempatan untuk pertengkaran amat banyak. Sumber dari banyak pertengkaran dalam masyarakat pedesaan di Indonesia rupa-rupanya berkisar hal tanah, sekitar masalah kedudukan dan gengsi, sekitar hal perkawinan, sekitar hal perbedaan antar kaum tua dan kaum muda dan sekitar perbedaan antara pria dan wanita.
 
Ahli antropologi telah banyak mengumpulkan bahan tentang pertengkaran-pertengkaran dalam masyarakat-masyarakat yang mereka teliti dan tidak hanya mengenai pertengkaran atau konflik, tetapi juga mengenai pertentangan atau kontroversi dan persaingan atau kompetisi. Ada juga ahli antropologi yang pernah meneliti masalah pertengkaran dipandang dari beberapa sudut yang khusus. Misalnya dipandang berdasarkan konsep-konsep perubahan kebudayaan, berdasarkan konsep-konsep psikologi atau dalam hubungan guna-guna dan ilmu dukun. Adapun ahli-ahli hukum adat baik di Indonesia maupun di lain-lain tempat di dunia tidak lain hanya memperhatikan masalah-masalah pertengkaran dalam masyarakat kecil, terutama mengenai adat istiadat dan proses untuk memecahkan pertentangan dan pertengkaran.
 
2.      Musyawarah dan jiwa musyawarah
 
Musyawarah adalah salah satu gejala sosial yang ada dalam banyak masyarakat pedesaan umumnya dan khususnya di Indonesia. Artinya ialah bahwa keputusan-keputusan yang diambil dalam rapat-rapat tidak berdasarkan suatu mayoritas, yang menganut suatu pendirian yang tertentu, melainkan seluruh rapat, seolah-olah sebagai suatu badan. Hal ini tentu berarti bahwa baik pihak mayoritas maupun pihak minoritas mengurangi pendirian mereka masing-masing, sehingga bisa dekat-mendekati.
 
Sebagai suatu cara berapat yang tertentu, musyawarah itu rupa-rupanya harus ada kekuatan atau tokoh-tokoh yang dapat mendorong proses mencocokkan dan mengintegrasikan pendapat itu. Mencocokkan berarti bahwa pendapat-pendapat yang berbeda itu masing-masingnya sedikit atau banyak diubah supaya bisa saling mendekati; sedangkan mengintegrasikan berarti bahwa pendapat-pendapat yang berbeda-beda itu dilebur seluruhnya ke dalam suatu konsepsi yang baru sehingga timbul suatu sintese.
 
C.    Tipologi Pedesaan
 
Undang-undang Negara Republik Indonesia No. 22/19/48 menjelaskan bahwa desa adaah bentuk daerah otonom yang terendah sesudah kota. Konsep desa tersebut dengan sendirinya berubah lagi bersamaan dengan lahirnya Undang-undang No. 5/1975. Undang-undang ini menciptakan tipologi desa di Indonesia (Deppen, 1984).
 
Tipologi yang diketengahkan oleh Undang-undang No. 5/1975 tersebut dimulai dengan bentuk (pola) desa yang paling sederhana sampai bentuk pemukiman yang paling kompleks namun masih tetap dikategorikan sebagai pemukiman dalam bentuk desa. Bentuk yang paling sederhana disebut sebagai pemukiman sementara, tepatnya mungkin hanya tempat persinggahan dalam satu perjalanan dalam kebiasaan orang-orang yang sering berpindah-pindah. Pola pemukiman seperti ini mempunyai ciri yang khas. Hampir tak ada orang atau keluarga yang tinggal menetap di sana . semua penghuninya akan pindah lagi pada saat panen selesai atau bila lahan sebagai sumber penghidupan utama tidak lagi memberi hasil yang memadai.
 
Bentuk desa yang berada pada tingkat yang lebih baik disebut swadaya. Desa ini bersifat sedenter, artinya sudah ada kelompok (keluarga) tertentu yang bermukim secara menetap disana. Pemukiman ini umunya masih tradisional dalam arti bahwa sumber penghidupan utama para pedesa masih berkaitan erat dengan usaha tani termasuk meramu hasil hutan dan berternak yang mungkin diiringi dengan pemeliharaan ikan di tambak-tambak kecil tradisional. Tingkat pendidikan sebagai salah satu indikator tipologi desa itu elum berkembang. Hampir tidak ada penduduk yang telah menyelesaikan pendidikan sekalipun tingkat Sekolah Dasar sajapun.
 
Bentuk desa ketiga yang tingkatnya dianggap lebih baik adalah desa swakarya. Adat yang merupakan tatanan hidup bermasyarakat sudah mulai mendapatkan perubahan-perubahan sesuai dengan perubahan yang terjadi dalam aspek kehidupan sosial budaya lainnya. Adopsi teknologi tertentu sering merupakan salah satu sumber perubahan. Adat tidak lagi terlalu ketat mempengaruhi atau menentuka pola perilaku anggota masyarakat. Salah satu contohnya yaitu perkawinan. Yang tadinya perkawinan dikendalikan oleh keluarga mulai melonggar dengan memberikan kesempatan bagi para calon perumah tangga untuk memilih dan menetukan jodohnya sendiri-sendiri. Pengaruh unsur  luar (asing, luar desa) sudah mulai ikut mempengaruhi atau mebentuk perilaku masyarakat yang baru.
 
Bentuk desa yang keempat adalah desa swasembada, pola desa yang terbaik dari bentuk-bentuk desa yang terdahulu. Prasarana desa sudah baik, beraspal dan terpelihara pula dengan baik. Bentuk rumah sudah mulai bervariasi, tetapi rata-rata sudah memenuhi syarat pemukiman yang baik. Para pemukim disana pun sudah banyak yang berpendidikan setingkat Sekolah Menengah Atas atau SMA. Masyarakat desa swasembada adalah masyarakat yang sudah terbuka dalam kaitannya dengan masyarakat di luar desanya. Oleh karena itu, masyarakat berorientasi ke luar desa. Pengaruh dari luar itu terlihat dalam perilaku orang-orang desa, teknologi yang mulai canggih, alat transportasi bermesin beroda dua atau beroda empat, angkutan umum yang relatif mudah didapat, alat komunikasi yang mulai canggih, ada pesawat televisi,dan ada pula pemukim yang berpendidikan sarjana.
 
Kesimpulan
 
Desa adalah salah satu bentuk kuno dari kehidupan bersama seperti tinggal bersama sebanyak-banyak beberapa ribu orang yang hampir semua saling mengenal. Kebanyakan yang termasuk di dalam pedesaan hidup dari pertanian, perikanan. Ciri-ciri kehidupan masyarakat pedesaan antara lain terjadi konflik dan persaingan dan masyarakat pedesaan sangat mempunyai jiwa musyawarah. Terdapat 4 tipologi pedesaan yang diketengahkan oleh Undang-undang No. 5/1975 tersebut dimulai dengan bentuk (pola) desa yang paling sederhana, desa swadaya yang bersifat sedenter, artinya sudah ada kelompok (keluarga) tertentu yang bermukim secara menetap disana, desa swakarya yaitu bentuk desa ketiga yang tingkatnya dianggap lebih baik dan terakhir desa swasembada yaitu pola desa yang terbaik.
 
Daftar Pustaka
 
Sugihen. Bahrein (1997).  Sosiologi Perdesaan (Suatu Pengantar). Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Pranowo, DJOKO. (1985). Masyarakat Desa Tinjauan Sosiologi. Surabaya: PT. Bina Ilmu.
Padjawati.Sajogyo.(1995). Sosiologi Perdesaan. Yogjakarta:Gajah Mada University Press
 

Tugas 1_SOSIOLOGIPEDESAAN_Yuyunyunena_Isu-isutentangpedesaan

Nama    : Yuyun yunena
Jurusan : Pengembangan Masyarakat Islam

Pendahuluan
Secara umum, seperti yang kita dengar sehari-hari, desa selalu dipandang sebagai daerah yang masih belum  maju, belum modern, atau berbagai pencitraan lain yang menunjukan keterbelakangan. Pada umumnya pengertian desa sering dikaitkan dengan sector pertanian, alasannya asal muasal desa karena pengenalan cocok tanam. Isu penting tentang pedesaan diantaranya adalah kurangnya perhatian pemerintah terhadap petani-petani kecil. Ketika adanya pesta demokrasi, semua peserta berlomba-lomba mencari petani dan memberikan janji-janji nya untuk kepentingan sesaat. Setelah pesta selesai giliran yang paling dilupakan adalah petani, apalagi petani-petani kecil yang ada desa.
Pembahasan
Setelah sekian lama, akhirnya pada tanggal 9 Juli 2013, RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Petani disahkan menjadi Undang-Undang. Lahirnya UU ini disemangati kesadaran bahwa selama ini petani belum memperoleh perlindungan yang semestinya. Meskipun disambut gembira, kelahiran UU ini masih mendapat banyak catatan, misalnya belum menegaskan posisi tentang "petani kecil" di dalamnya. Sejak Orde Baru, petani hanya menjadi obyek berbagai UU, kebijakan, dan program yang hampir tak melibatkan petani dalam perumusannya. Hampir semua UU terkait pertanian dan turunannya tak berpihak kepada petani (Santosa, 2011).
Petani  gurem adalah petani kecil yang memiliki luas lahan 0,25 ha. Petani ini merupakan kelompok petani miskin yang memiliki sumber daya terbatas. Menurut Van der Ploeg (2009) ciri petani kecil adalah "self-controlled resource base," "coproduction" or interaction between humans and nature, cooperative relations that allow peasants to distance themselves from monetary relations and market exchange, and an ongoing "struggle for autonomy" or "room for maneuver" that reduces dependency and aligns farming "with the interests and prospects of the… producers".  Pertanian yang disebut dengan "peasant farming" ini berskala kecil (small scale) dan lebih intensif. Mereka menanami lahan dengan berbagai tanaman sekaligus (intercropping), dan sebelum panen selesai juga sudah mulai penanaman tanaman baru. Indeks pertanaman lahan dalam setahun bisa lebih dari 500 persen, terutama pada usahatani palawija dan hortikultura.
Berdasarkan hasil penelitian yang saya lakukan pada saat semester satu di daerah Indramayu desa jengkok  dan dibantu oleh Lembaga Pemberdaya Petani setempat sangat jelas bahwa perhatian pemerintah terhadap petani kecil sangat minim.  Perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan ternyata tidak membawa manfaat bagi para petani di desa Jengkok tersebut. Persawahan di  Kabupaten Indramayu layaknya potret sempurna wajah Indonesia sebagai Negara agraris. Indramayu merupakan salah satu daerah penghasil padi di daerah jawa barat, berdasarkan catatan Dinas Pertanian Indramayu tahun 2011, produksi padi Indramayu mencapai 1,5 juta ton dari luas lahan sekitar 120.000 Hektar, tetapi dibalik tingginya produksi padi di Indramayu ternyata masih banyak petani yang hidup dalam kemiskinan fakta ini pun tidaklah sulit untuk ditemui salah satunya tampak didesa Jengkok Kec. Kertasemaya Kab. Indramayu, lebih dar 50 % penduduk desa Jengkok adalah petani yang memiliki sawah sendiri, namun tingginya biaya menggarap sawah membuat petani sulit lepas dari kemiskinan. Mahalnya harga pupuk benih dan obat hama padi membuat keuntungan dari hasil panen semakin sedikit sementara harga padi sering kali anjlok akibat permainan harga para tengkulap. Al hasil kesejahteraan para petani pun diangan-angan belaka. Ketika musim kemarau para petani harus mengeluarkan biaya ekstra sekitar Rp 1.300.000  untuk biaya memompa air mengairi sawah selama musim tanam, biaya itu akan bertambah jika sawah petani jauh dari pengairan. Menurut seorang lembaga pemberdaya petani, anggaran pertanian untuk kab. Indramayu 2014, mencapai sebanyak  Rp. 21 M, tapi kemana semua itu? Patut di pertanyakan.
Dari uraian diatas cukup jelas bahwa peran pemrintah sangatlah kurang untuk mensejahterakan para petani kecil, padahal petani kecil pun mempunyai hak dan perlakuan yang baik . Berikut adalah beberapa Hak dan Perlakuan kepada petani kecil di Indonesia :
1.      Hak Petani terhadap Lahan Usaha
Persoalan lahan mungkin jauh lebih penting dari masalah-masalah lain. Karena itulah penetapan Hari Tani Nasional sama dengan hari dikeluarkannya UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Kebijakan ini yang diperkuat dengan Keputusan Presiden Soekarno No 169/1963 menyebutkan bahwa "petani sebagai tulang punggung bangsa".
2.      Hak Petani terhadap Pengetahuan dan Teknologi Pertanian
Petani kecil disebutkan memiliki pola pemikiran yang lemah, sehingga  pemerintah merasa perlu memajukan pola pikir petani yang rendah tersebut (Badan SDM Pertanian, 2011).
3.      Hak atas Pangan
Meskipun petani adalah yang menanam, memelihara dan memanen; namun bukan berarti ia berkuasa atas hasil panen tersebut. Sebagai misal, pada level mikro adalah jika ia seorang petani penyakap, maka hasil panen harus dibagi dengan pemilik tanah. Demikian pula dalam skala makto, dimana dengan struktur kekuasaan ekonomi politik yang ada petani memiliki akses yang rendah kepada hasil panennya sendiri. Misalnya, dengan nilai tukar yang rendah misalnya, maka secara ekonomi pangan yang dihasilkan petani menjadi tidak mampu mensejahterakannya.
4.      Hak dalam Berorganisasi
Sepintas, sepertinya pemerintah sangat mendorong petani untuk berorganisasi, dan bahkan begitu terbuka dan demokratis. Namun, jika dicermati lebih jauh, pendekatan organisasi yang dijalankan merupakan bentuk alat kekuasaan pemerintah kepada rakyatnya. Pengaruh pemerintah sangat besar dalam pembentukan dan berjalannya organisasi petani, tidak semua petani masuk organisasi formal. Petani dengan lahan sangat sempit dan buruh tani cenderung tidak masuk. Karena organisasi hanya untuk pelaksanaan program, maka petani yang berlahan sangat sempit yang biasanya tidak ikut dalam program, tidak akan masuk dalam organisasi (Syahyuti, 2012).
Penutup
Dapat disimpulkan bahwa  ada sekelompok petani, yakni "petani kecil" (small farmer), yang selalu tersingkirkan dari kebijakan pembangunan selama ini. Mereka tersingkir secara tidak sengaja, karena regulasi yang disusun tidak memberikan perhatian dan mengakomodasinya secara khusus. Dengan menerima dan menyadari kehadiran mereka dengan karakter sosiokultural yang khas, maka ini akan menjamin pemenuhan pangan bagi mereka yang sekaligus bermakna membantu Indonesia mencapai ketahanan pangan. Petani kecil sebagaimana telah diyakini PBB telah meyelamatkan banyak masyarakat dari kelaparan, dan mereka bertani tanpa banyak bergantung kepada pihak lain dan juga ramah lingkungan. 
Daftar Pustaka
Raharjo. 2001. Sosiologi Pedesaan. Jakarta : Universitas Terbuka.
 
Pudjiwati, Sajogyo. 1995. Sosiologi Pedesaan Kumpulan Bacaan.  Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Soetomo. 2008. Strategi-strategi Pembangunan Masyarakat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Salam, Syamsir dan Amir. 2008. Sosiologi Pedesaan. Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
 
 

Cari Blog Ini