MITOS POHON BERINGIN KEMBAR
DI ALUN-ALUN KERATON
YOGYAKARTA
Nama : Muhammad Ali Nurdin
NIM : 1112052000017
Kelas : BPI 6
Pada tanggal 7 Agustus 2014 hingga 10 Agustus 2014 yang lalu, saya dan rekan saya semasa di pondok pesantren dahulu, Ahmad Fauzi namanya, pergi berlibur plus silaturahmi ke Daerah Istimewa Yogyakarta. Dikatakan berlibur karena memang tujuan saya dan rekan mau menghilangkan penat sibuknya aktivitas perkuliahan, meskipun rekan saya berbeda universitas dengan saya. Dikatakan silaturahmi karena salah satu rekan kami berdua ada yang kuliah di UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, Jalaludin namanya. Jalal, biasa kami memanggilnya, tinggal di salah satu kos-kosan di kawasan Gowok, tidak jauh dari kampus UIN Yogya.
Selama saya dan rekan berada di Yogya, kami tinggal di kos-kosan yang ditempati Jalal tersebut. Dia juga mengikhlaskan motor kesayangannya yang dibawa dari rumahnya di Gunung Putri, Bogor digunakan sebagai alat transportasi untuk keliling Yogyakarta selam kami di sana. Dia beralasan, posisi dia sebagai tuan rumah dan kami sebagai tamu yang harus dilayani.
Kami tiba di daerah Yogyakarta pada hari Jumat, tanggal dini hari. Harusnya kami diturunkan di terminal Giwangan, namun karena bus yang kami tumpangi hanya tersisa 6 orang, kebetulan 4 penumpang selain kami turun di pasar Gamping Sleman, maka terpaksa kami diturunkan paksa di pasar tersebut sekitar jam 3 dini hari.
Kami mencoba menghubungi Jalal, namun tidak diangkat. Mungkin sedang tidur pulas. Akhirnya, kami putuskan untuk menunggu sampai waktu subuh tiba di salah satu warung pinggir pasar, sambil mengobrol dengan beberapa bapak-bapak yang kebetulan asli Sleman. Kami diceritakan banyak hal tentang Yogyakarta, tentang Sultan Yogya, tentang keadaan ekonomi serta beberapa tempat yang harus kami kunjungi kalau sudah sampai di Yogyakarta, katanya. Salah satu yang direkomendasikan bapak tersebut adalah merasakan 'Masangin' yang meruapakang singkatan dari Masuk pohon beringin di alun-alun utara keraton Yogyakarta.
Akhirnya, kami sampai juga di kawasan alun-alun utara Yogyakarta pada hari kedua kami di Yogyakarta (9 Agustus 2014), tepatnya malam minggu pukul 18.40 WIB, setelah kami puas dari sore hari berada di sekitaran jalan Malioboro dan titik 0 Kilometer.
Di alun-alun utara keraton Yogyakarta tersebut, kami tidak bertiga, namun ada sekitaran 70 orang saat itu juga berada di sana dan mencoba ritual Masangin.
Ritual Masangin adalah berjalan di lapangan alun-alun utara keraton Yogyakarta dengan mata tertutup memasuki diantara 2 pohon beringin yang berdiri seolah berpasangan. Dimana kepercayaan masyarakat sekitar adalah barang siapa yang bisa melewati kedua pohon beringin tersebut dengan mata tertutup tanpa melenceng akan terpenuhi segala permintaannya. Sayangnya banyak yang sudah mencoba berkali-kali tetapi tetap saja gagal mencoba tradisi itu hingga bisa menyebrang dengan sempurna.
Awal Mula Tradisi Masangin
Tradisi masangin yang sudah dilakukan sejak lama tidak tumbuh tanpa sebab musabab. Menurut legenda lama dari Jogja, tradisi tersebut diawali oleh permintaan putri Sultan Hamengku Buwono VI yang akan dinikahkan akan tetapi tidak begitu menyukai calon yang sudah dipilihkan oleh sang ayah. Maka dari itu sang putri memberi syarat jika pria tersebut bisa melewati ke dua pohon beringin dengan mata tertutup maka dia bersedia menikah. Ternyata syarat yang diberlakukan sang putri tidak bisa dilakukan oleh pria tersebut. Hingga akhirnya sultan memberikan maklumat bahwa siapa saja pria yang bisa melewati 2 pohon beringin tersebut berarti memiliki hati yang benar-benar tulus dan akan dinikahkan dengan sang putri. Entah sudah berapa banyak pria yang mencoba hingga pada akhirnya ada satu pria yang bisa menaklukan tantangan tersebut yakni putra pangeran dari prabu siliwangi. Begitulah mitos yang sampai saat ini masih beredar di kalangan wisatawan yang datang ke Yogyakarta.
Sebagai Penangkal Kerajaan/ Mitos lainnya
Tak hanya itu saja, sebagian besar masyarakat juga percaya jika 2 pohon beringin tersebut merupakan gerbang ghaib yang menghubungkan keraton Jogja dengan pantai selatan yakni istana ratu Nyi Roro Kidul. Konon katanya hal itulah yang menyebabkan banyak tentara penyerang keraton Jogja yang kehilangan kekuatannya setelah melewati 2 pohon beringin tersebut. Sehingga kerajaan tetap aman hingga sekarang. Bahkan mereka juga menganggap bahwa pohon beringin tersebut merupakan jimat khusus bagi kerajaan dan raja. Karena itu, siapa saja yang ingin mencelakai raja dan kerajaan akan gagal karena kekuatan akan hilang begitu melewati 2 pohon beringin tersebut.
Pohon Beringin Sebagai Pertanda
Tak hanya sebagai penangkal bagi keamanan raja dan kerajaan. Pohon beringin yang berdiri kokoh ini juga dipercaya masyarakat sebagai pertanda akan adanya kejadian yang tidak menyenangkan. Tak main-main, kejadian tak menyenangkan tersebut bukan hanya terjadi di Jogja bahkan berskala nasional. Misalnya saja ketika beberapa puluh tahun yang lalu terjadi kebakaran di salah satu pohon beringin, selang 4 tahun kemudian Indonesia mengalami serangan mendadak yang dikenal dengan G30SPKI tahun 1965. Dan juga pernah terjadi kejadian mengejutkan saat meninggalnya Sultan Hamengku Buwono IX dimana tiba-tiba salah satu pohon beringin roboh tanpa sebab. Hal ini tentunya menjadi kehawatiran tersendiri bagi masyarakat Jogja.
Pertanda yang diperlihatkan oleh pohon beringin tersebut tak berhenti di situ, sekitar pertengahan tahun 2014 kemarin salah satu pohon beringin mengalami kebakaran yang membuat warga sekitar geger. Memang ada sebagian yang merasa ada pertanda buruk yang akan terjadi. Dan hasilnya, akhir-akhir ini di Yogyakarta sedang kisruh tentang Sabda Raja yang membuat geger seantero Yogyakarta bahkan nasional. Jika kita menarik hikmahnya adalah semakin berkurangnya kepedulian manusia terhadap lingkungan. Karena kebakaran yang terjadi kemungkinan besar disebabkan oleh orang yang teledor membuang puntung rokok sembarangan. Maka dari itu sangat memprihatinkan jika manusia sudah tidak lagi memiliki rasa ingin menjaga keindahan dan kenyamanan lingkungan.
Terlepas dari semua mitos dan kepercayaan masyarakat, ada banyak hal yang bisa kita ambil hikmah dari tradisi masangin dan keberadaan pohon beringin tersebut. Seperti misalnya kepercayaan siapa yang mampu melewati 2 pohon beringin itu artinya orang yang berhati suci, mungkin bisa di artikan siapa saja yang ingin melewati 2 pohon beringin tersebut dengan niat yang serius, fokus dan tidak memikirkan hal-hal yang aneh akan mampu melewatinya. Sedangkan siapa yang hanya asal-asalan dan tidak fokus otomatis akan gagal melewatinya. Maka dari itu, tak perlu terpengaruh dengan apa yang terjadi dengan 2 pohon tersebut. Kita harus tetap bisa berfikir positif akan misteri pohon beringin kembar di alun-alun yogyakarta[1].
Sewaktu kami disana, kami tak menyia-nyiakan mencoba 'masangin' beberapa kali, namun saya dan teman saya tak merasakan hawa/ getaran apapun yang berbau mistis. Hanya saja, ketika kami mengabadikan keberadaan kami di sana dengan berfoto-foto, hasil gambar dari foto yang menggunakan camera digital tersebut terdapat banyak Orbs/ bintik-bintik bulat putih dari yang ukurannya kecil sampai yang agak besar berwarna putih yang melayang di atas pohon, di atas genteng gedung yang berada tepat di depan lapangan alun-alun dan pohon beringin, serta di pohon beringinnya sendiri.
Orbs yang konon katanya menandakan bahwa makhluk halus tertangkap kamera tersebut rata-rata melayang di atas kepala dan sangat jelas terlihat di hasil foto yang kami dapatkan. Ini menambah kuat mitos yang beredar dan membuat kami agak merinding sepulang dari sana.
Rasionalisasi dari mitos yang beredar menurut saya adalah bahwa setiap sesuatu di alam ini sebenarnya punya kekuatan, apalagi pohon tua yang dari zaman kerajaan masih berjaya sudah tumbuh. Jadi, kehidupan di luar kehidupan manusia maupun benda-benda seperti pohon, gunung, dll yang hidup di alam dunia pasti memiliki kekuatan tersendiri. Itu tidak bisa dipungkiri dan tidak bisa dihilangkan, sepanjang hidup manusia dia akan tetap ada. Dan hal-hal mistis pun tidak bisa hilang dari manusia.
Ambil saja hikmahnya, ambil manfaat dari mitos, jangan sampai mebuat kemusyrikan, dan ambil pelajaran dari mitos yang beredar. Karena Allah tidak menciptakan sesuatu apapun di dunia yang sia-sia dan tidak ada apa-apa dibaliknya. Wa Allahu A'lam bi as-Shawaab...