Rabu, 25 September 2013

Egha Fridha Agatha_KPI 1C_Tugas 3 Emile Durkheim

Emile Durkheim

A. The Division of Labor in Society
The Division of Labor in Society (Durkheim. 1893/ 1964) dikenal sebagai karya sosiologi klasik pertama (Tiryakian, 1994). Didalamnya, Durkheim melacak perkembangan modern relasasi individu denganmasyarakat. Dalam karya ini Durkheim terutama ingin menggunakan ilmu sosiologis barunya untuk meneliti sesuatu yang sering dilihat sebagai krisis moralitas. Pada pendahuluan edisi pertama karyanya ini, Durkheim memulai dengan ungkapan, " Buku ini adalah sebuah karya yang membahas fakta kehidupan moral berdasarkan metode ilmu positivistik.

zuyin arwani_PMI 3_ teori kontruksifisme

Pengertian konstruksi sosial  menurut Max Weber dan Berger
 1.  Kritik terhadap teori Marxian
Teori kritis ini merasa sangat tergangu oleh pemikir Marxian penganut determinisme ekonomi yang mekanistis diantara mereka adalah habermas yang mengkritik mengenai determinisme yang tersirat dibagian tertentu dari pemikiran asli marx, tatepi kritik mereka sangat ditekankan pada neo-marxis terutama karena mereka telah menafsirkan pemikiran marx terlalu mekanistis. Teoritisi kritis bahwa determinis ekonomi keliru, ketika memusatkan perhatian pada bidang ekonomi, tetapi karena mereka seharusnya juga memusatkan perhatian pada aspek kehidupan sosial yang lain[2].2

Firizky Alfatah KPI 1A_Tugas3_Emile Durkheim

EMILE DURKHEIM
THE DEVISION OF LABOR IN SOCIETY

The Devision of Labor in Society (Durkheim, 1893/1964) dikenal sebagai karya sosiologi klasik pertama (Tiryakian, 1994)
Pada pendahuluan karyanya ini, Durkheim memulai dengan ungkapan "Buku ini adalah sebuah karya yang membahas fakta kehidupan moral berdasarkan metode positivisti."

Tesis The Devision of Labor adalah bahwa masyarakat modern tidak diikat oleh kesamaan antara orang-orang yang melakukan pekerjaan yang sama, akan tetapi pembagian kerjalah yang mengikat masyarakat dengan memaksa mereka agar terrgantung satu sama lain.


Intan Afrida Rafni KPI1B_Tugas3_Emile Durkheim 2

EMILE DURKHEIM II
A.    THE DIVISION OF LABOR IN SOCIETY
Dalam buku The Division of Labor in Society(Durkheim, 1893/1964) yang dikenal sebagai karya sosiologi kalsik pertama (Tiyakian,1994), Durkheim melacak perkembangan modern relasi individu dengan masyarakat. Dalam karya ini Durkheim terutama ingin menggunakan ilmu sosiologi barunya untuk meneliti sesuatu yang sering dilihat sebagai krisis moralitas. Pada pendahuluan edisi pertama karyanya ini, Durkheim memulai dengan ungkapan, "Buku ini adalah sebuah karya yang membahas fakta kehidupan moral berdasarkan metode ilmu positivistik."

Ayu Triana PMI3_Tugas3_Konsumtivisme Menurut Max Weber dan Peter L. Berger


Konsumtivisme menurut Max Weber dan Peter L. Berger
Kesederhanaan muncul ketika kita serius untuk mengasihi Tuhan dan kasih itu selalu murah hati, sabar dan tidak cemburu. Kasih itu sendiri menimbulkan konsekuensi kesederhanaan karena dibandingkan untuk memegahkan diri, Ia lebih terpanggil untuk bermurah kepada orang lain dibandingkan kemewahan dan gaya hidup yang konsumtif. Memenuhi kebutuhan pribadi adalah sesuatu yang seharusnya dilakukan tetapi memenuhi keinginan pribadi jelas berbeda. keinginan pribadi bisa sangat merusak pada saat kita tidak lagi bisa membedakan antara kebutuhan dan keinginan sehingga merelakan diri kita terjerumus dalam nafsu-nafsu sesaat. Oleh karena itu, wajarlah saya katakan gaya hidup konsumtif ini adalah ciri dari masyarakat yang individualis dan membutakan mereka dalam memenuhi kebutuhan sesama.
      

Afifah_KPI 1C_Tugas 3_Teori Sosiologi_emile durkheim 2


The Division of Labour in Society (Durkheim, 1893/1964) dalam karya ini Durkheim terutama ingin menggunakan ilmu sosiologi barunya untuk meneliti sesuatu yang sering dilihat sebagai krisis moralitas. Pada pendahuluan edisi pertamanya, Durkheim memualai dengan ungkapan, "Buku ini adalah sebuah karya yang membahas fakta kehidupan moral berdasarkan metode ilmu positivistik."

Ahmad_Lutfi_Andalusi_KPI_1-A_Tugas-3_Sosiologi

EMILE DURKHEIM
THE DEVISION OF LABOR IN SOCIETY
The Devision of Labor in Society (Durkheim, 1893/1964) dikenal sebagai karya sosiologi klasik pertama (Tiryakian, 1994). Didalamnya, Durkheim melacak perkembangan modern relasi individu dengan masyarakat.dalam karya ini Durkheim terutama ingin menggunakan ilmu sosiologi barunya untuk meneliti sesuatu yang sering dilihat sebagai krisis moralitas. Pada pendahuluan edisi pertama karyanya ini, Durkheim memulai dengan ungkapan, "Buku ini adalah sebuah karya yang membahas fakta kehidupan moral berdasarkan ilmu postivistik."

Aris Burhanuddin_KPI 1 B_Tugas 3_Emile Durkheim

THE DIVISION OF LABOR ON SOCIETY
    The Division of Labor in Society (1893/1964)  adalah karya monumental dari Durkheim dan merupakan karya sosiologi klasik yang pertama. Di dalamnya, Durkheim melacak perkembangan modern relasi individu dengan masyarakat. Dalam karya ini Durkheim ingin menggunakan ilmu sosiologi barunya untuk meneliti sesuatu yang sering dilihat sebagai krisis moralitas. Selama hidupnya, Durkheim merasa adanya krisis moralitas di Perancis akibat adanya revolusi Perancis.
   

khairul anam pmi 3_tugas 3_ kritis dan konstrutif

KRITIS DAN KONTRUKTIF
v  Kritis
Teori kritis dikemukakan oleh sekelompok ilmuan dan sekolah Frankfurt (Frankfurt school), seperti max horkheimer (1895-1973), theodor adorno (1903-1969) erich fromm (1898), Herbert Marcuse (1990-?), dan jugen habernas (1921), aliran ini disebut Frankfurt school karena para pendukungnya bekerja pada institut riset sosial universitas frankfrurt kebanyakan mereka berasal dari kelas menengah yahudi dan pada waktu perang dunia dunia kedua mereka melarikan diri ke amerika serikat. Teori yang mereka kemukakan disebut "teori kritis" karena dalam karya-karyanya mereka mengeritik berbagai hal di dalam masyarakat. Berikut ini akan diuraikan pandangan-pandangan yang beriksikan kritik terhadap berbagai hal masy

Anjani Naka Murti KPI 1A_Tugas3_Emile Durkheim

THE DIVISION OF LABOR IN SOCIETY
           
The division of labor in society dikenal sebagai karya sosiologi klasik pertama. Pada pendahuluan karyanya ini, Durkheim memulai dengan ungkapan "Buku ini adalah sebuah karya yang membahas fakta kehidupan moral berdasarkan metode positivisti."
Tesis The division of labor in society adalah bahwa masyarakat modern tidak diikat oleh kesamaan antara orang-orang yang melakukan pekerjaan yang sama, akan tetapi pembagian kerjalah yang mengikat masyarakat dengan memaksa mereka agar tergantung satu sama lain.

R. Ahmad Nabhan/ PMI III. Tugas ke-3 : Teori Konstruksivisme Peter L Berger, Thomas Luckmann dan Max Weber

Teori Konstruktivisme
Peter L Berger, Thomas Luckmann dan Max Weber

Istilah konstruksi sosial atas realitas (social construction of reality) didefinisikan sebagai proses sosial melalui tindakan dan interaksi dimana individu menciptakan secara terus-menerus suatu realitas yang dimiliki dan dialami bersama secara subyektif.[1]
Asal usul kontruksi sosial dari filsafat Kontruktivisme yang dimulai dari gagasan-gagasan konstruktif kognitif. Menurut Von Glasersfeld, pengertian konstruktif kognitif muncul dalam tulisan Mark Baldwin yang secara luas diperdalam dan disebarkan oleh Jean Piaget. Namun apabila ditelusuri, sebenarnya gagasan-gagsan pokok Konstruktivisme sebenarnya telah dimulai oleh Giambatissta Vico, seorang epistemologi dari Italia, ia adalah cikal bakal Konstruktivisme[2].

muhammad firdaos_PMI 3_Tugas 3_konstruktivisme

Kontruktivisme menurut MAX WEBER dan BERGER
            Pada umumnya teori dalam paradigma definisi sosial sebenarnya berpandangan bahwa manusia adalah aktor yang kreatif dari realitas sosialnya. Dalam arti, tindakan manusia tidak sepenuhnya ditentukan oleh norma-norma, kebiasaan-kebiasaan, nilai-nilai dan sebagainya, yang kesemuanya itu tercakup dalam fakta sosial yaitu tindakan yang menggambarkan struktur dan pranata sosial (Ritzer dalam Bungin, 2008 : 187).
           

Suci Robiatus S KPI1c_tugas 3_ E. Durkheim 2

The Division of Labor In Society
The Division o f Labor
In Society (Durkheim, 1893/1964) dikenal sebagai karya sosiologi klasik pertama (TIRYAKIAN, 1994). Di dalamnya, Durkheim melacak perkembangan modern relasi individu dengan masyarakat. Dalam karya ini Durkheim terutama ingin menggunakan ilmu sosiologi barunya untuk meneliti sesuatu yang sering dilihat
sebagai krisis moralitas.

Mayani Saimima KPI 1C_Tugas3_Karya Emile Durkheim (2)

 The Division Of Labor in Society
The Division Of Labor in Society (Durkheim, 1893/1964) sebagai karya sosiologi klasik pertama.  Durkheim ingin melacak perkembangan modern relasi individu dengan masyarakat, terutama ingin menggunakan ilmu sosiologi barunya untuk meneliti sesuatu yang sering dilihat sebagai krisis moralitas. Tesis The Division Of Labor in Society adalah bahwa masyarakat modern tidak diikat oleh kesamaan antara orang-orang yang melakukan pekerjaan yang sama, akan tetapi pembagian kerjalah yang mengikat masyarakat dengan memaksa mereka agar tergantung satu sama lain. Selain itu Durkheim berpendapat bahwa fungsi ekonomis yang dimainkan oleh pembagian kerja ini menjadi tidak penting dibandingkan dengan efek moralitas yang dihasilkannya.

Rizka Fitriana Sari KPI 1C_Tugas 3_E. Durkheim 2

1. The Division of Labour in Society
The division of labour in society (Durkheim, 1893/1964) dikenal sebagai karya sosiologi klasik pertama (Tiryakian, 1994). Didalamnya,  Durkheim melacak perkembangan modern relasi individu dengan masyarakat.  Ia ingin menggunakan ilmu sosiologi barunya untuk meneliti sesuatu yang sering dilihat sebagai krisis moralitas. Durkheim memulai dengan ungkapan, "Buku ini adalah sebuah karya yang membahas fakta kehidupan moral berdasarkan metode ilmu positivistik." Durkheim merasakan adanya krisis moral yang terpusat pada hak-hak individual sebagai serangan terhadap otoritas tradisional dan keyakinan religius.
Tesis The division of labour adalah bahwa masyarakat modern tidak diikat oleh kesamaan antara orang-orang yang melakukan pekerjaan yang sama, tetapi pembagian kerjalah yang mengikat masyarakat dengan memaksa mereka agar tergantung satu sama lain. Durkheim (1893/2964: 17) berpendapat "Fungsi ekonomis yang dimainkan oleh pembagian kerja ini menjadi tidak penting dibandingkan dengan efek moralitas yang dihasilkannya. Pembagian kerja adalah untuk menciptakan solidaritas antara dua orang atau lebih."

Desty Aryani kpi 1b_Tugas 3_Emile Durkheim 2

The Division Of Labor In Society (1893/1964)
The Division Of Labor In Society adalah sebuah karya dari Durkheim yang perhatiannya tertuju pada upaya mengenai apa yang membuat masyarakat bisa dikatakan berada dalam keadaan primitif dipersatukan terutama oleh fakta sosial nonmaterial, khususnya oleh kuatnya ikatan moralitas bersama, atau dengan apa yg disebut sebagai kesadaran kolektif yang kuat. Tetapi, karena kompleksitas masyarakat modern terjadi kemunduran kekuatan kesadaran kolektif.

Moch. Daniel Halim B_KPI 1B_Tugas 3_Sosiologi

The Division of Labor in Society

    The Division of Labor in Society adalah karya monumental dari Durkheim dan merupakan karya sosiologi klasik yang pertama. Di dalamnya Durkheim memanfaatkan ilmu sosiologi untuk meniliti sesuatu yang disebut sebagai krisis moralitas. Selama hidupnya, Durkkheim merasa adanya krisis moralitas di Perancis akibat adanya revolusi Perancis.
   Revolusi Perancis telah mendorong orang untuk terpusat pada hak-hak individual, yang merupakan reaksi kontra terhadap dominasi gereja. Durkheim melihat bahwa krisis moralitas (individualisme) berakibat pada pembagian kerja yang memaksa individu-individu tertuntut secara ekonomis dan mengancam moralitas sosial, oleh sebab itulah dibutuhkan moralitas sosial yang baru.

Siti Utami P KPI 1A Tugas3_Emile Durkheim2

A.     The Division of Labor in Society
The Division of Labor in Society dikenal sebagai karya sosiologi klasik pertama. Dalam karyanya ini Durkheim melacak perkembangan modern relasi individu dengan masyarakat. Disamping itu Durkheim ingin menggunakan ilmu sosiologi barunya untuk meneliti sesuatu yang sering dilihat sebagai krisis moralitas. Pada pendahuluan edisi pertama karya ini. Durkheim memulai dengan ungkapan, " buku ini adalah sebuah karya yang membahas fakta kehidupan moral berdasarkan metode ilmu positivistik." The Division of Labor menyatakan bahwa masyrakat modern tidak diikat oleh kesamaan antara orang-orang yang melakukan pekerjaan yang sama, akan tetapi pembagian kerjalah yang mengikat masyarakat dengan memaksa mereka agar tergantung satu sama lain.

Rusnawati sani KPI 1 C_Tugas3_Buku Emile Durkheim (2)

BUKU EMILE DURKHEIM (2)
1.      The Division of Labor in Society
Buku ini di kenal sebagai karya sosiologi klasik pertama. Di dalamnya, Durkheim melacak perkembangan modern relasi individu dengan masyarakat. Dalam karya ini Durkheim terutama ingin menggunakan ilmu sosiologi barunya untuk meneliti sesuatu yang sering dilihat krisis moralitas. Pada pendahuluan edisi pertamanya ini, Durkheim memulai dengan ungkapan, "Buku ini adalah sebuah karya yang membahas fakta kehidupan moral berdasarkan metode ilmu positivistik."

inamul hasan_KPI 1C_Tugas 3_Emil durkheim

Emile Durkheim

The division of labor  in society

The division of labor in society (Durkheim) daam karya ini Durkheim menggunakan ilmu sosiologibbarunya untuk meneliti sesuatu yang dilihat sebagai krisis moralitas. Pada pendahuluan edisi pertama karyanya. Durkheim memulai dengan ungkapan "buku ini adalah sebuah karya yang membahas fakta kehidupan moral berdsarkan metode ilmu positivistik.durkheim berpendapat bahwa pembagian kerja tinggi bukannya menandai keruntuhan moral sosial, melainkan melahirkan moralitas sosial jenis baru.
Tesis the division of labor in society adalah bahwa masyarakat modern tidak diikat oleh kesamaan antara orang orang yang melakukan pekerjaan yang sama, akan tetapi pembagian kerjalah yang mengikat masyarakat dengan memaksa mereka agar tergantung satu sama lain. Kelihatannya pembagian kerja memang menjafi tuntutan ekonomi yamg merusak solidritas sosial. Akan tetapi Durkheim berpendapat bahwa "fungsi ekonomi yang dimainkan oleh pembagian kerja ini tidak penting dibandingkan dengan efek moralitas yang dihasilkannya. Maka fungsi sesungguhnya dari pembagian kerja adalah untuk menciptakan solidaritas antara dua orang atau lebih.

Solidaritas mekanis dan organis                                                         

Perubahan dalam pembagian kerja memilik implikasi yang sangat besar lagi struktur masyarakat. Durkheim sangat tertarik dengan perubahan cara dimana solidaritas sosial terbentuk, dengan kata lain,  perubahan cara cara masyarakat bertahan dan bagaimana anggotanya melihat diri mereka sebagai bagaian yang utuh. Masyarakat yang ditandai oleh solidaritas mekanis menjadi satu dan padu karena seluruh orang adalah generalis.

Hukum represif dan restitutif

Durkheim berpendapat bahwa masyarakat dengan solidaritas mekanis dibentuk oleh hukum refresif. Karena anggota masyarakat jenis ini memiliki satu sama lain dan karena mereka cenderung sangat percaya pada moralitas bersama. Maka pelanggar tersebut akan dihukum atas pelanggarannya terhadap sistem moral kolektif. Pencurian akan melahirkan hukum berat,seperti potong tangan; penghinaan akan dihukum dengan potong lidah. Meskipun pelanggaran terhadap sistem moral hanya pelanggaran kecil namun mungkin saja akan dihukum dengan hukuman yang berat.
Sebaliknya masyarakat dengan solidaritas organis oleh hukum  restitutif, dimana seseorang yang melanggar mesti melakukan restitusi untuk kejahatan mereka. dalam masyarakat seperti ini,pelanggaran dilihat sebagai serangan terhadap individu tertentu atau segmen tertentu dari masyarakat dan bukannya terhadap sistem moral itu sendiri. Karena kurang moral bersama, kebanyakan orang tidak melakukan reaksi secara emosional terhadap pelanggaran hukum. Alih-alih menjatuhkan hukuman yang berat kepada setiap orang yang melanggar moralitas bersama, para pelanggar dalam masyarakat organis akan dituntut untuk membuat restitusi untuk siapa saja yang telah diganggu oleh perbuatan mereka. Meskipun beberapa hukum represif tetap ada dalam masyarakat dengan solidaritas organis (misal, hukum mati ) namun hukum restitusi dapat dikatakan lebih menonjol, khususnya bagi pelanggaran ringan

Normal dan patologi

Ada sebuah pendapat menarik yang dikemukakan Durkheim dalam argument ini, pendapat bahwa criminal adalah sesuatu  normal dan bukan patologis. Menurut dia karena ditemukan  dalam stiap masyarakat. Criminal adalah sesuatu yang normal dan memiliki sebuah fungsi yang bermanfaat.
Durkheim menggunakan ide patologi untuk mengkritik beberapa bentu abnormal yang ada dalam pembagian kerja masyarakat modern. Dia membedakan tiga bentuk perilaku abnormal: (1) Pembagian kerja anomik (2) pembagian kerja yang dipaksakan (3) pembagian kerja yang terkoordinasi dengan buruk.

Elementary forms of religious life

Dalam buku ini, Durkheim menempatkan  sosiologi agama dan teori pengetahuan di bagian depan. Sosiologi agamanya terdiri dari usaha mengidentifikasi hakikat agama yang paling primitive. Sementara pengetahuannya berusaha menghubungkan ketegori fundamental pikiran manusia dengan asal muasal sosial mereka. Dengan komitmennya terhadap ilmu empiris untuk mengemukakan pemikirannya tentang agama dalam bentuk data yang dipublikasikan. Sumber utama dari datanay adalah studi tentang suku arunta di Australia, yang menurut Durkheim merupakan representasi budaya primitif.

Tetomisme

Karena Durkheim percaya bahwa masyarakat adalah sumber agama , dia terutama berminat pada totemisme dalam masyarkat arunta di Australia. Totemisme adalah sistem agama  dimana sesuatu bisa binatang dan tumbuhan yang dianggap sakral dan jadi simbol klan. Durkhem memandang  totemisme sebagai bentuk agama yang paling sederhan dan paing primitive dan percaya bahwa totemisme terkait dengan bentuk paling sederhan dari organisasi sosial sebuah klan.

Vicky Dianiya_KPI 1A_Tugas 3_Emile Durkheim2

TEORI EMILE DURKHEIM
THE DIVISION OF LABOR IN SOCIETY
The Division of Labor in Society (Durkheim, 1893/1964) dikenal sebagai karya sosiologi klasik pertama. Di dalamnya, Duurkheim melacak perkembangan modern relasi individu dengan masyarakat. Dalam karya ini Durkheim terutama ingin menggunakan ilmu sosiologi barunya untuk meneliti sesuatu yang sering dilihat sebagai krisis moralitas. Pada pendahuluan edisi pertama karyanya ini, Durkheim memulai dengan ungkapan, "Buku ini adalah sebuah karya yang membahas fakta kehidupan moral berdasarkan metode ilmu positivistik."

Rini Astuti KPI 1 B_Tugas 3_Emile Durkheim

1.    The Division Of Labor In Society

Tesis The Division Of Labor In Society adalah bahwa masyarakat modern tidak diikat oleh kesamaan antara orang-orang yang melakukan pekerjaan yang sama, akan tetapi pembagian kerjalah yang mengikat masyarakat dengan memaksa mereka agar tergantung satu sama lain. Kelihatannya pembagian kerja memang menjadi tuntutan ekonomi yang merusak solidaritas sosial, akan tetapi Durkheim berpendapat bahwa "fungsi ekonomis yang dimainkan oleh pembagian kerja ini menjadi tidak penting dibandingkan dengan efek moralitas yang dihasilkannya. Maka fungsi sesungguhnya dari pembagian kerja adalah untuk menciptakan solidaritas antara dua orang atau lebih."

Dwiko Maxi Rianto PMI3 _ TUGAS 3 _ Struktur Sosial MENURUT MAX WEBER DAN PETER BERGER

Pengertian Struktur Sosial menurut Max Weber dan Berger

  1. 1.    Menurut Max Weber
Max Weber mengungkapkan bahwa dunia sebagaimana kita saksikan terwujud karena tindakan sosial. Manusia melakukan sesuatu karena mereka memutuskan untuk melakukan itu, untuk mencapai apa yang mereka kehendaki. Setelah memilih sasaran, mereka memperhitungkan keadaan, kemudian memilih tindakan.
Bagi Max Weber, struktur sosial adalah produk (hasil) dari tindakan itu, cara hidup adalah produk dari pilihan yang dimotivasi. Memahami realitas sosial yang dihasilkan oleh tindakan itu berarti menjelaskan mengapa manusia menentukan pilihan. Teori sosiologi bukanlah teori mengenai sistem sosial yang memiliki dinamikanya sendiri, melainkan mengenai makna dibalik tindakan individu. Max Weber menyebut metode yang dikembangkannya sebagai verstehen.

Aanisa Natasya Wulandari KPI 1A_Tugas 3_Emile Durkheim 2


A.   The Division of Labor in Society (1893/1964)
Karya Emile Durkheim yang satu ini dikenal sebagai karya sosiologi klasik pertama (Tiryakian, 1994). Durkheim menulis karya ini dengan tujuan melacak perkembangan modern relasi individu dengan masyarakat. Pada karya ini juga utamanya Durkheim ingin menggunakan ilmu sosiologi baru untuk meneliti sesuatu yang sering dilihat sebagai sebuah krisis moralitas. Pada pendahuluan karya ini, Durkheim memulainya dengan sebuah ungkapan yaitu, "Buku ini adalah sebuah karya yang membahas fakta kehidupan moral berdasarkan metode ilmu positivistik."

diqu zarobi alfadia_pmi3_tugas ke-3_teori konstruktivisme menurut weber dan berger

KONSTRUKTIVISME  
 
Menurut Max Weber
 
Konstruktivisme adalah perspektif terbaru dalam Studi Hubungan Internasional. Konstruktivisme merupakan perspektif alternatif yang menawarkan penjelasan yang berbeda dari perspektif utama dalam Hubungan Internasional. Ketika Perang Dingin berakhir, neorealist sebagai perspektif utama dalam Hubungan Internasional tidak bisa menjelaskan fenomena tersebut. Konstruktivis yang berakar dari disiplin ilmu Sosiologi menjadi salah satu perspektif yang dipinjam oleh Hubungan Internasional untuk menjelaskan berakhirnya Perang Dingin.
Berakar dari pemikiran Emile Durkheim dan Max Weber, Konstruktivis berfokus pada kekuatan ide yang menjadi kesepakatan bersama. Asumsi dasarnya adalah bahwa ide membentuk realitas. Karena itu realitas bukan hal yang bersifat objektif dan terpisah dari pengamat. Maka dari itu realitas sosial adalah sebuah konstruksi sosial yang intersubjektif.
Dari asumsi di atas maka suatu sistem internasional adalah sebuah ciptaan manusia. Manusia mempunyai ide bahwa di atas negara terdapat sistem internasional. Ide tersebut menjadi suatu kebenaran yang intersubjektif. Maka dari itu sistem internasional tidak dibentuk oleh materi tapi dibentuk ole ide. Ide tersebut mencakup sistem norma dan pemikiran. Pada dasarnya terdapat pluralitas ide. Ide itu menjdai berbeda di setiap masyarakat dan waktu tertentu. Maka dari itu tidak ada kebenaran yang bersifat universal. Kalaupun ada maka kebenaran itu adalah subjektifitas yang sama antar pengamat. Jika suatu realitas – sistem – dibentuk oleh ide, maka realitas jug adapt dirubah dengan cara ide atau pemikiran yang baru mengenai sebuah realitas.
Terjadi perbedaan antara Rasionalis dan Konstruktivis dalam memandang sebuah fenomena. Rasionalis memandang fenomena melalui logika konsekuensi. Seorang actor akan mempertimbangkan untung rugi dalam mengambil sebuah tindakan atau beraksi atas lingkungan. Sedangkan Konstruktivis akan memandang sebuah fenomena dengan logika kelayakan. Seorang actor akan bertindak sesuai dengan konstruksi sosial yang membentuk identitas mereka. Hal ini menimbulkan kerancuan apabila identitas itu mengendalikan logika konsekuen seorang actor. Karena pada dasarnya kedua logika di atas dapat berlangsung secara sekaligus.
Konstruktivis mengkritik positivis dengan aspek ontologis, epistimologis, dan metodologis. Secara ontologis, konstruktivis melihat bahwa realitas bukan berada di luar pengamat. Realitas sosial dikonstruksi oleh masyarakat. Secara epistimologis, pengamat bukan bersikap pasif terhadap realitas, namun terdapat ide atau pemikiran yang telah dikonstruksi masyarakat ketika menganalisis sebuah fenomena. Secara metodologis, konstruktivis menkritik empirisisme yang diajukan positivis. Karena setiap kelompok masyarakat di waktu dan tempat tertentu mempunyai ide an konstruksi pikiran yang berbeda-beda, maka tidak ada universalitas kebenaran.
 
 
 Menurut Peter L.beger
 
Perspektif Berger tak dapat dilepaskan dari situasi sosiologi Amerika era 1960-an. Saat itu, dominasi fungsionalisme berangsur menurun, seiring mulai ditanggalkannya oleh sosiolog muda. Sosiolog muda beralih ke perspektif konflik (kritis) dan humanisme. Karena itu, gagasan Berger yang lebih humanis (Weber dan Schutz) akan mudah diterima, dan di sisi lain mengambil fungsionalisme (Durkheim) dan konflik (dialektika Marx). Berger mengambil sikap berbeda dengan sosiolog lain dalam menyikapi 'perang' antar aliran dalam sosiologi. Berger cenderung tidak melibatkan dalam pertentangan antar paradigma, namun mencari benang merah, atau mencari titik temu gagasan Marx, Durkheim dan Weber. Benang merah itu bertemu pada; historisitas. Selain itu, benang merah itu yang kemudian menjadikan Berger menekuni makna (Schutz) yang menghasilkan watak ganda masyarakat; masyarakat sebagai kenyataan subyektif (Weber) dan masyarakat sebagai kenyataan obyektif (Durkheim), yang terus berdialektika (Marx). Lalu, dimana posisi teori Berger? Masuk dalam positif, humanis, atau kritis?
Dalam bab kesimpulan di bukunya; Konstruksi Sosial atas Kenyataan: sebuah Risalah tentang Sosiologi Pengetahuan, Berger secara tegas mengatakan bahwa sosiologi merupakan suatu disiplin yang humanistik. Hal ini senada dengan Poloma yang menempatkan teori konstruksi sosial Berger dalam corak interpretatif atau humanis. Hanya saja, pengambilan Berger terhadap paradigma fakta sosial Durkheim menjadi kontroversi ke-humanis-annya. Pengambilan itu pula yang membuat Douglas dan Johnson menggolongkan Berger sebagai Durkheimian: Usaha Berger dan Luckmann merumuskan teori konstruksi sosial atas realitas, pada pokoknya merupakan usaha untuk memberi justifikasi gagasan Durkheim berdasarkan pada pandangan fenomenologi (Hanneman Samuel, 1993: 42)Selain itu, walaupun Berger mengklaim bahwa pendekatannya adalah non-positivistik, ia mengakui jasa positivisme, terutama dalam mendefinisikan kembali aturan penyelidikan empiris bagi ilmu-ilmu sosial (Berger dan Luckmann, 1990: 268).
Upaya yang paling aman (lebih tepat) dalam menggolongkan sosiolog tertentu, rupanya adalah dengan menempatkan sosiolog dalam posisinya sendiri. Dengan mendasari dari pemikiran interaksionisme simbolik, bahwa setiap orang adalah spesifik dan unik. Demikian halnya sosiolog, sebagai seorang manusia, tentu memiliki pemikiran yang unik dan spesifik. Namun hal ini bukan menempatkan sosiolog terpisah dan tidak tercampuri oleh sosiolog lain. Karena itu yang lebih tepat dilakukan adalah dengan mencari jaringan pemikiran (teori) antar sosiolog, bukan menggolong-golongkan. Dalam kasus Berger, maka pemikiran sosiolog sebelumnya yang kentara mempengaruhi teorinya adalah (sebagaimana disinggung di atas): Max Weber, Emile Durkheim, Karl Marx, dan Schutz, serta George Herbert Mead. Pengaruh Weber nampak pada penjelasannya akan makna subyektif yang tak bisa diacuhkan ketika mengkaji gejala yang manusiawi. Tentang dialektika (individu adalah produk masyarakat, masyarakat adalah produk manusia) Berger rupanya meminjam gagasan Marx. Sedang masyarakat sebagai realitas obyektif –yang mempunyai kekuatan memaksa, sekaligus sebagai fakta sosial, adalah sumbangan Durkheim. Schutz rupanya lebih mewarnai dari tokoh lainnya, terutama tentang makna dalam kehidupan sehari-hari (common sense). Secara umum, dalam masalah internalisasi, termasuk tentang 'I' and 'me' dan significant others, Mead menjadi rujukan Berger.
Sejauh ini ada tiga macam Konstruktivisme yakni konstruktivisme radikal; realisme hipotesis;  dan konstruktivisme biasa.
1.      Konstruktivisme radikal hanya dapat mengakui apa yang dibentuk oleh pikiran kita. Bentuk itu tidak selalu representasi dunia nyata. Kaum konstruktivisme radikal mengesampingkan hubungan antara pengetahuan dan kenyataan sebagai suatu kriteria kebenaran. Pengetahuan bagi mereka tidak merefleksi suatu realitas ontologism obyektif, namun sebuah realitas yang dibentuk oleh pengalaman seseorang. Pengetahuan selalu merupakan konstruksi dari individdu yang mengetahui dan tdak dapat ditransfer kepada individu lain yang pasif karena itu konstruksi harus dilakukan sendiri olehnya terhadap pengetahuan itu, sedangkan lingkungan adalah saran terjadinya konstruksi itu.
2.      Realisme hipotesis, pengetahuan adalah sebuah hipotesis dari struktur realitas yang mendekati realitas dan menuju kepada pengetahuan yang hakiki.
3.      Konstruktivisme biasa mengambil semua konsekuensi konstruktivisme dan memahami pengetahuan sebagai gambaran dari realitas itu. Kemudian pengetahuan individu dipandang sebagai gambaran yang dibentuk dari realitas objektif dalam dirinya sendiri.
Dari ketiga macam konstruktivisme, terdapat kesamaan dimana konstruktivisme dilihat sebagai sebuah kerja kognitif individu untuk menafsirkan dunia realitas yang ada karena terjadi relasi sosial antara individu dengan lingkungan atau orang di dekitarnya. Individu kemudian membangun sendiri pengetahuan atas realitas yang dilihat itu berdasarkan pada struktur pengetahuan yang telah ada sebelumnya, inilah yang oleh Berger dan Luckmann disebut dengan konstruksi sosial.

Vivi Aulia Rahmawati_kpi 1b_tugas 3_Emile Durkheim

Emile Durkheim
The Divison Of  Labor In Society
The Divison Of  Labor In Society (1893/1964) dikenal sebagai karya sosiologi klasik pertama. Didalamnya Durkheim melacak perkembangan modern relasi individu dengan masyarakat. Durkheim juga berpendapat bahwa pembagian kerja yang tinggi bukannya menandai keruntuhan moral sosial, melainkan melahirkan moralitas sosial jenis baru.
Tesis The Divison Of  Labor In Society adalah bahwa masyarakat modern tidak diikat oleh kesamaan antara orang-orang yang melakukan pekerjaan yang sama, akan tetapi pembagian kerjalah yang megikat masyarakat dengan memaksa mereka agar tergantung satu sama lain.
Durkheim berpendapat bahwa "fungsi ekonomi yang dimainkan oleh pembagian kerja ini menjadi tidak penting dibandingkan dengan efek moralitas yang dihasilkannya. Maka fungsi sesungguhnya dari pembagian kerja adalah untuk menciptakan solidaritas antara dua orang atau lebih"
Solidaritas Mekanis dan Organis
Durkheim membagi dua tipe solidaritas yaitu mekanis dan organis. Masyarakat yang ditandai oleh solidaritas mekanis menjadi satu dan padu karena seluruh orang adalah generalis. Ikatan dalam masyarakat seperti ini terjadi karena mereka terlibat dalam aktivitas yang sama dan memiliki tanggung jawab yang sama. Sebaliknya, masyarakat yang ditandai oleh solidaritas organis bertahan bersama justru dengan perbedaan yang ada didalamnya, dengan fakta bahwa semua orang memiliki pekerjaan dan tanggung jawab yang berbeda-beda.
Dalam pandangan Durkhheim, masyarakat modern dipertahankan bersama oleh spesialisasi orang dan kebutuhan mereka akan jasa sekian banyak orang. Spesialisasi ini tidak hanya pada tingkat individu saja, akan tetapi juga kelompok, struktur, dan institusi.
Durkheim berpendapat bahwa masyarakat primitif memiliki kesadaran kolektif yang lebih kuat,yaitu pemahaman, norma dan kepercayaan bersama.peningkatan pembagian kerja menyebabkan menyusutnya kesadaran kolektif. Kesadaran kolektif kurang signifikan dalam masyarakat yang ditopang oleh solidaritas organis daripada masyarakat yang ditopang oleh solidaritas mekanis. 
Masyarakat modern lebh mungkin bertahan bersama dengan pembagian kerja dan membutuhkan fungsi-fungsi yang dimiliki orang lain daripada bertahan dengan kesadaran kolektif bersama dan kuat. Oleh karena itu, meskipun masyarakat organis memiliki kesadaran kolektif, namun dia adalah bentuk yang lemah yang tidak memungkinkan terjadinya perbedaan individual.
Didalam masyarakat yang dibentuk oleh solidaritas mekanis, masyarakat kolektif melingkupi seluruh masyarakat, sangat diyakini, sangat rigid dan seluruh anggotanya dan isinya bersifat religius. Sementara dalam masyarakat yang memiliki solidaritas organis, kesadaran kolektif dibatasi pada sebagian kelompok, tidak terlalu meningkat, kurang rigrid dan isinya adalah kepentingan individu yang lebih tinggi dari pada pedoman moral.
Dinamika Penduduk
Bagi Durkheim, pembagian kerja adalah fakta sosial material karena merupakan bagian dari interaksi dalam dunia sosial. Oleh karena itu, fakta sosial mesti dijelaskan fakta sosial yang lain. Durkheim meyakini bahwa perubahan solidaritas mekanis menjadi solidaritas organis disebabkan oleh dinamika penduduk.
Perbedaan terkahir antara solidaritas mekanis dengan solidaritas organis adalah bahwa dalam masyarakat dengan solidaritas organis, kompetisi yang kurang dan diferensasi yang tinggi memungkinkan orang bekerja sama dan sama-sama ditopang oleh sumber daya yang sama. Oleh karena itu, diferensasi justru menciptakan ikatan yang lebih erat dibanding persamaan. Selain itu, masyarakat yang dibentuk solidaritas organis mengarah pada bentuk yang lebih solid dan lebih individual daripada masyarakat yang dibentuk masyarakat mekanis. Individualitas, bukannya menghancurkan keeratan ikatan sosial,&nbs p;ia malahan dibutuhkan untuk memperkuat ikatan tersebut.
Hukum Repretif dan Restetutif
Durkheim berpendapat bahwa masyarakat dengan solidaritas mekanis dibentuk oleh hukum repretif. Karena anggota masyarakat jenis ini memiliki kesamaan satu sama lain dan karena mereka cenderung sangat percaya pada moralitas bersama, apapun pelanggaran terhadap sistem nilai tidak bersama tidak akan dinilai main-main oleh setiap individu.
Sebaliknya, masyarakat dengan solidaritas organis dibentuk oleh hukum restetutif , dimana seseorang yang melanggar mesti melakukan restetusi untuk kejahatan mereka.
Normal dan Patologi
Jika masyarakat tidak berada dalam kondisi yang biasanya mesti dimilikinya, maka bisa jadi masyarakat itu sedang mengalami Patologi. Durkheim menggunakan ide patologi untuk mengkritik beberapa bentuk "abnormal" yang ada dalam pembagian kerja masyarakat modern, yaitu :
1. Pembagian Kerja Anomik
Adalah tidak adanya regulasi dalam masyarakat yang merhagai individualitas yang terisolasi dan tidak mau memberitahu masyarakat tentang apapun yang mereka kerjakan.
2. Pembagian Kerja yang Dipaksakan
Patologi kedua ini merajuk pada fakta bahwa norma yang ketinggalan zaman dan harapan-harapan bisa memaksa individu, kelompok dan kelas masuk kedalam posisi yang tidak sesuai bagi mereka.
3. Pembagian Kerja yang Terkoordinasi dengan Buruk
Fungsi-fungsi khusus yang dilakukan oleh orang yang berbeda-beda tidak diatur dengan baik. 
Keadilan
Masyarakat modern tidak lagi disatukan oleh pengalaman dan kepercayaan bersama, melainkan melalui perbedaan yang terdapat didalamnya, sejauh perbedaan tersebut mendorong perkembangan tempat terjadinya kesalingtergantungan. Bagi Durkheim kata kunci untuk persoalan ini adalah keadilan sosial.
Elementary Forms Of Religious Life
Durkheim selalu percaya bahwa kekuatan sosial berhubungan dengan kekuatan alam dan ia juga percaya ide kolektif memengaruhi praktik sosial dan sebaliknya. Durkheim  sebenarnya khawatir bahwa ia akan dilihat sebagai seseorang yang materialistis karena ia beramsusi bahwa kepercayaan agama tergantung pada praktik sosial yang konkret seperti ritual-ritual.
Teori Agama –yang sakral dan yang profan
Durkheim menemukakan hakikat abadi agama dengan cara memisahkan yang-skral dan yang-profan. Yang-sakral tercipta memalui ritual-ritual yang mengubah kekuatan moral masyarakat menjadi simbol-simbol religius yang mengikat individu dalam suatu kelompok. Argumen Durkheim yang sangat berani adalah bahwa ikatan morl ini kemudian berubah menjadi ikatan kognitif karena kategori-kategori pemahaman, semisal klasifikasi, waktu, tempat dan penyebab, senuanya berasal dari ritual keagamaan.
Masyarakat (melalui individu) menciptakan agama dengan mendefinisikan fenomena tertentu sebagai sesuatu yang sakral sementara yang lain sebagai profan. Asperk realitas sosial yang didefinisikan dan dianggap sakral inilah –yaitu suatu yang terpisah dari peristiwa sehari hari- yang membentuk esensi agama. Segala sesuatu yang selainnya didefinisikan dan dianggap profan –tempat umum, suatu yang bisa dipakai, aspek kehidupan duniawi. Disatu pihak, yang-sakral melahirkan sifat hormat, kagum dan bertanggung jawab. Dipihak lain, sikap sikap terhadap fenomena-fenomena inilah yang membuatnya dari profan menjadi sakral.
Durkheim tidak percaya bahwa agama itu tidak ada sama sekali karena tak lebih dari sekedar ilusi. Durkheim tidak percaya dengan realitas supranatural apapun yang menjadi sumber persamaan agama. Namun ada sesuatu kekuatan moral yang yang superior yang memberi inspirasi kepada pengikut, dan kekuatan ini adalah masyarakat, bukan tuhan. Durkheim berpendapat bahwa secara simbolis masyarakat menubuh ke dalam masyarakat itu sendiri. Agama adalah sistem simbol yang dengannya masyarakat dapat menyadari dirinya. Inilah satu-satunya cara yang bisa menjelaskan kenapa setiap&nbs p;masyarakat memiliki kepercayaan agama, akan tetapi masing-masing kepercayaan tersebut berbeda satu sama lain.
Perbedaan antara yang-sakral dan yang-profan serta terangkatnya beberapa aspek kehidupan sosial ke level yang-sakral memang merupakan syarat yang mutlak bagi keberadaan agama, namun belum cukup sebagai syarat kemungkinannya. Tiga syarat lain yang dibutuhkan adalah :
1. Kepercayaan
Adalah representasi yang mengespresikan hakikat hal yang sakral dan hubungan yang mereka miliki, baik dengan sesama hal yang sakral atau dengan hal yang profan.
2. Ritual Agama
Yaitu aturan tingkah laku yang mengatur sebagaimana seorang manusia mesti bersikap terhadap hal-hal yang sakral.
3. Gereja
Agama membutuhkan gereja atau suatu komunitas moral yang melingkupi seluruh anggotanya.
Kenapa Primitif?
Sumber utama dari datanya adalah studi tentang suku Arunta di Australia, yang menurut Durkheim merupakan representasi budaya primitif. Meskipun sekarang ini kita bersikap skeptis tentang ide bahwa sebagian budaya lebih primitif dari yang lain, Durkheim ingin mempelajari agama dalam budaya "primitif" karena : 
1. Dia percaya bahwa lebih mudah memperoleh pengetahuan tentang hakikat agama dalam budaya primitif karena sistem ide agama primitif kurang berkembang ketimbang agama modern, yang menyebabkan ia kurang dikenal. 
2. Bentuk agama dalam masyarakat primitif bisa "dilihat dalam seluruh keaslian mereka" dan tidak membutuhkan "usaha keras untuk mengungkapnya".
3. Dalam masyarakat modern memiliki bentuk yang bermacam macam, dalam masyarakat primitif agama memiliki "persamaan intelektual dan moral"
Totemisme 
Totemisme adalah sistem agama dimana sesuatu, bisa binatang dan tumbuhan, dianggap sakral dan menjadi simbol klan. Durkheim memandang Totemisme sebagai bentuk agama yang paling sederhana dan paling primitif dan percaya bahwa Totemisme terkait dengan bentuk paling sederhana dari organisasi sosial, sebuah klan.
Sosiologi Pengetahuan
Durkheim ingin membuktikan bahwa sosiologi mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan yang tak tertanggulangi oleh filsafat. Filsafat telah mengajukan dua model umum tentang bagaimana manusia mampu mengembangkan konsep dari pencerapan indra mereka. 
1. Empirisisme
Yang mengatakan bahwa konsep adalah generalisasi dari pencerapan indra. Persoalan yang diidap oleh filsafat empirisisme adalah bahwa kita terlebih dahulu harus punya konsep-konsep awal seperti ruang, waktu dan kategori-kategori agar kita bisa mengelompokkan cerapan-cerapan indra untuk kemudian digeneralisasikan.
2. Apriosisme
Mengatakan bahwa sejak lahir kita sudah dilengkapi dengan kategori-kategori pemahaman awal.
Kategori Pemahaman
Asal usul sosial dari enam kategori fudamental yang telah diidentifikasi oleh filsuf sebagai suatu yang esensial bagi pemahaman manusia : waktu, tempat, klasifikasi, kekuatan, kausalitas dan totalitas.
Waktu berasal dari irama kehidupan sosial.Kategori tempat dikembangkan dari pembagian tempat yang ditempati oleh masyarakat.Klasifikasi diletakkan pada kelompok manusia.Kekuatan berasal dari pengalaman dengan kekuatan sosial.Ritual imitasi adalah asal konsep kausalitas.Masyarakat adalah respresentasi totalitas.
Semangat Kolektif
Dalam pengertian umum, momen paling bagus dalam sejarah adalah ketika kolektivitas menerima kegairahan kolektif baru yang levelnya lebih tinggi yang kemudian bisa mendorong terjadinya perubahan yang baik dalam struktur masyarakat. Semangat kolektif ini bisa saja terjadi dalam ruang kelas. Selama periode semangat kolektif inilah anggota suku menciptakan totemisme. Semangat kolektif menentukan momen formatif perkembangan sosial. Semangat sosial adalah fakta sosial sejak awal.
Sumber: TEORI SOSIOLOGI, Dari Teori Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Mutakhir Teori Sosiologi Postmodern. Edisi Terbaru. George Ritzer, Douglas J. Goodman  

Cari Blog Ini