Emile Durkheim
The Divison Of Labor In Society
The Divison Of Labor In Society (1893/1964) dikenal sebagai karya sosiologi klasik pertama. Didalamnya Durkheim melacak perkembangan modern relasi individu dengan masyarakat. Durkheim juga berpendapat bahwa pembagian kerja yang tinggi bukannya menandai keruntuhan moral sosial, melainkan melahirkan moralitas sosial jenis baru.
Tesis The Divison Of Labor In Society adalah bahwa masyarakat modern tidak diikat oleh kesamaan antara orang-orang yang melakukan pekerjaan yang sama, akan tetapi pembagian kerjalah yang megikat masyarakat dengan memaksa mereka agar tergantung satu sama lain.
Durkheim berpendapat bahwa "fungsi ekonomi yang dimainkan oleh pembagian kerja ini menjadi tidak penting dibandingkan dengan efek moralitas yang dihasilkannya. Maka fungsi sesungguhnya dari pembagian kerja adalah untuk menciptakan solidaritas antara dua orang atau lebih"
Solidaritas Mekanis dan Organis
Durkheim membagi dua tipe solidaritas yaitu mekanis dan organis. Masyarakat yang ditandai oleh solidaritas mekanis menjadi satu dan padu karena seluruh orang adalah generalis. Ikatan dalam masyarakat seperti ini terjadi karena mereka terlibat dalam aktivitas yang sama dan memiliki tanggung jawab yang sama. Sebaliknya, masyarakat yang ditandai oleh solidaritas organis bertahan bersama justru dengan perbedaan yang ada didalamnya, dengan fakta bahwa semua orang memiliki pekerjaan dan tanggung jawab yang berbeda-beda.
Dalam pandangan Durkhheim, masyarakat modern dipertahankan bersama oleh spesialisasi orang dan kebutuhan mereka akan jasa sekian banyak orang. Spesialisasi ini tidak hanya pada tingkat individu saja, akan tetapi juga kelompok, struktur, dan institusi.
Durkheim berpendapat bahwa masyarakat primitif memiliki kesadaran kolektif yang lebih kuat,yaitu pemahaman, norma dan kepercayaan bersama.peningkatan pembagian kerja menyebabkan menyusutnya kesadaran kolektif. Kesadaran kolektif kurang signifikan dalam masyarakat yang ditopang oleh solidaritas organis daripada masyarakat yang ditopang oleh solidaritas mekanis.
Masyarakat modern lebh mungkin bertahan bersama dengan pembagian kerja dan membutuhkan fungsi-fungsi yang dimiliki orang lain daripada bertahan dengan kesadaran kolektif bersama dan kuat. Oleh karena itu, meskipun masyarakat organis memiliki kesadaran kolektif, namun dia adalah bentuk yang lemah yang tidak memungkinkan terjadinya perbedaan individual.
Didalam masyarakat yang dibentuk oleh solidaritas mekanis, masyarakat kolektif melingkupi seluruh masyarakat, sangat diyakini, sangat rigid dan seluruh anggotanya dan isinya bersifat religius. Sementara dalam masyarakat yang memiliki solidaritas organis, kesadaran kolektif dibatasi pada sebagian kelompok, tidak terlalu meningkat, kurang rigrid dan isinya adalah kepentingan individu yang lebih tinggi dari pada pedoman moral.
Dinamika Penduduk
Bagi Durkheim, pembagian kerja adalah fakta sosial material karena merupakan bagian dari interaksi dalam dunia sosial. Oleh karena itu, fakta sosial mesti dijelaskan fakta sosial yang lain. Durkheim meyakini bahwa perubahan solidaritas mekanis menjadi solidaritas organis disebabkan oleh dinamika penduduk.
Perbedaan terkahir antara solidaritas mekanis dengan solidaritas organis adalah bahwa dalam masyarakat dengan solidaritas organis, kompetisi yang kurang dan diferensasi yang tinggi memungkinkan orang bekerja sama dan sama-sama ditopang oleh sumber daya yang sama. Oleh karena itu, diferensasi justru menciptakan ikatan yang lebih erat dibanding persamaan. Selain itu, masyarakat yang dibentuk solidaritas organis mengarah pada bentuk yang lebih solid dan lebih individual daripada masyarakat yang dibentuk masyarakat mekanis. Individualitas, bukannya menghancurkan keeratan ikatan sosial,&nbs p;ia malahan dibutuhkan untuk memperkuat ikatan tersebut.
Hukum Repretif dan Restetutif
Durkheim berpendapat bahwa masyarakat dengan solidaritas mekanis dibentuk oleh hukum repretif. Karena anggota masyarakat jenis ini memiliki kesamaan satu sama lain dan karena mereka cenderung sangat percaya pada moralitas bersama, apapun pelanggaran terhadap sistem nilai tidak bersama tidak akan dinilai main-main oleh setiap individu.
Sebaliknya, masyarakat dengan solidaritas organis dibentuk oleh hukum restetutif , dimana seseorang yang melanggar mesti melakukan restetusi untuk kejahatan mereka.
Normal dan Patologi
Jika masyarakat tidak berada dalam kondisi yang biasanya mesti dimilikinya, maka bisa jadi masyarakat itu sedang mengalami Patologi. Durkheim menggunakan ide patologi untuk mengkritik beberapa bentuk "abnormal" yang ada dalam pembagian kerja masyarakat modern, yaitu :
1. Pembagian Kerja Anomik
Adalah tidak adanya regulasi dalam masyarakat yang merhagai individualitas yang terisolasi dan tidak mau memberitahu masyarakat tentang apapun yang mereka kerjakan.
2. Pembagian Kerja yang Dipaksakan
Patologi kedua ini merajuk pada fakta bahwa norma yang ketinggalan zaman dan harapan-harapan bisa memaksa individu, kelompok dan kelas masuk kedalam posisi yang tidak sesuai bagi mereka.
3. Pembagian Kerja yang Terkoordinasi dengan Buruk
Fungsi-fungsi khusus yang dilakukan oleh orang yang berbeda-beda tidak diatur dengan baik.
Keadilan
Masyarakat modern tidak lagi disatukan oleh pengalaman dan kepercayaan bersama, melainkan melalui perbedaan yang terdapat didalamnya, sejauh perbedaan tersebut mendorong perkembangan tempat terjadinya kesalingtergantungan. Bagi Durkheim kata kunci untuk persoalan ini adalah keadilan sosial.
Elementary Forms Of Religious Life
Durkheim selalu percaya bahwa kekuatan sosial berhubungan dengan kekuatan alam dan ia juga percaya ide kolektif memengaruhi praktik sosial dan sebaliknya. Durkheim sebenarnya khawatir bahwa ia akan dilihat sebagai seseorang yang materialistis karena ia beramsusi bahwa kepercayaan agama tergantung pada praktik sosial yang konkret seperti ritual-ritual.
Teori Agama –yang sakral dan yang profan
Durkheim menemukakan hakikat abadi agama dengan cara memisahkan yang-skral dan yang-profan. Yang-sakral tercipta memalui ritual-ritual yang mengubah kekuatan moral masyarakat menjadi simbol-simbol religius yang mengikat individu dalam suatu kelompok. Argumen Durkheim yang sangat berani adalah bahwa ikatan morl ini kemudian berubah menjadi ikatan kognitif karena kategori-kategori pemahaman, semisal klasifikasi, waktu, tempat dan penyebab, senuanya berasal dari ritual keagamaan.
Masyarakat (melalui individu) menciptakan agama dengan mendefinisikan fenomena tertentu sebagai sesuatu yang sakral sementara yang lain sebagai profan. Asperk realitas sosial yang didefinisikan dan dianggap sakral inilah –yaitu suatu yang terpisah dari peristiwa sehari hari- yang membentuk esensi agama. Segala sesuatu yang selainnya didefinisikan dan dianggap profan –tempat umum, suatu yang bisa dipakai, aspek kehidupan duniawi. Disatu pihak, yang-sakral melahirkan sifat hormat, kagum dan bertanggung jawab. Dipihak lain, sikap sikap terhadap fenomena-fenomena inilah yang membuatnya dari profan menjadi sakral.
Durkheim tidak percaya bahwa agama itu tidak ada sama sekali karena tak lebih dari sekedar ilusi. Durkheim tidak percaya dengan realitas supranatural apapun yang menjadi sumber persamaan agama. Namun ada sesuatu kekuatan moral yang yang superior yang memberi inspirasi kepada pengikut, dan kekuatan ini adalah masyarakat, bukan tuhan. Durkheim berpendapat bahwa secara simbolis masyarakat menubuh ke dalam masyarakat itu sendiri. Agama adalah sistem simbol yang dengannya masyarakat dapat menyadari dirinya. Inilah satu-satunya cara yang bisa menjelaskan kenapa setiap&nbs p;masyarakat memiliki kepercayaan agama, akan tetapi masing-masing kepercayaan tersebut berbeda satu sama lain.
Perbedaan antara yang-sakral dan yang-profan serta terangkatnya beberapa aspek kehidupan sosial ke level yang-sakral memang merupakan syarat yang mutlak bagi keberadaan agama, namun belum cukup sebagai syarat kemungkinannya. Tiga syarat lain yang dibutuhkan adalah :
1. Kepercayaan
Adalah representasi yang mengespresikan hakikat hal yang sakral dan hubungan yang mereka miliki, baik dengan sesama hal yang sakral atau dengan hal yang profan.
2. Ritual Agama
Yaitu aturan tingkah laku yang mengatur sebagaimana seorang manusia mesti bersikap terhadap hal-hal yang sakral.
3. Gereja
Agama membutuhkan gereja atau suatu komunitas moral yang melingkupi seluruh anggotanya.
Kenapa Primitif?
Sumber utama dari datanya adalah studi tentang suku Arunta di Australia, yang menurut Durkheim merupakan representasi budaya primitif. Meskipun sekarang ini kita bersikap skeptis tentang ide bahwa sebagian budaya lebih primitif dari yang lain, Durkheim ingin mempelajari agama dalam budaya "primitif" karena :
1. Dia percaya bahwa lebih mudah memperoleh pengetahuan tentang hakikat agama dalam budaya primitif karena sistem ide agama primitif kurang berkembang ketimbang agama modern, yang menyebabkan ia kurang dikenal.
2. Bentuk agama dalam masyarakat primitif bisa "dilihat dalam seluruh keaslian mereka" dan tidak membutuhkan "usaha keras untuk mengungkapnya".
3. Dalam masyarakat modern memiliki bentuk yang bermacam macam, dalam masyarakat primitif agama memiliki "persamaan intelektual dan moral"
Totemisme
Totemisme adalah sistem agama dimana sesuatu, bisa binatang dan tumbuhan, dianggap sakral dan menjadi simbol klan. Durkheim memandang Totemisme sebagai bentuk agama yang paling sederhana dan paling primitif dan percaya bahwa Totemisme terkait dengan bentuk paling sederhana dari organisasi sosial, sebuah klan.
Sosiologi Pengetahuan
Durkheim ingin membuktikan bahwa sosiologi mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan yang tak tertanggulangi oleh filsafat. Filsafat telah mengajukan dua model umum tentang bagaimana manusia mampu mengembangkan konsep dari pencerapan indra mereka.
1. Empirisisme
Yang mengatakan bahwa konsep adalah generalisasi dari pencerapan indra. Persoalan yang diidap oleh filsafat empirisisme adalah bahwa kita terlebih dahulu harus punya konsep-konsep awal seperti ruang, waktu dan kategori-kategori agar kita bisa mengelompokkan cerapan-cerapan indra untuk kemudian digeneralisasikan.
2. Apriosisme
Mengatakan bahwa sejak lahir kita sudah dilengkapi dengan kategori-kategori pemahaman awal.
Kategori Pemahaman
Asal usul sosial dari enam kategori fudamental yang telah diidentifikasi oleh filsuf sebagai suatu yang esensial bagi pemahaman manusia : waktu, tempat, klasifikasi, kekuatan, kausalitas dan totalitas.
Waktu berasal dari irama kehidupan sosial.Kategori tempat dikembangkan dari pembagian tempat yang ditempati oleh masyarakat.Klasifikasi diletakkan pada kelompok manusia.Kekuatan berasal dari pengalaman dengan kekuatan sosial.Ritual imitasi adalah asal konsep kausalitas.Masyarakat adalah respresentasi totalitas.
Semangat Kolektif
Dalam pengertian umum, momen paling bagus dalam sejarah adalah ketika kolektivitas menerima kegairahan kolektif baru yang levelnya lebih tinggi yang kemudian bisa mendorong terjadinya perubahan yang baik dalam struktur masyarakat. Semangat kolektif ini bisa saja terjadi dalam ruang kelas. Selama periode semangat kolektif inilah anggota suku menciptakan totemisme. Semangat kolektif menentukan momen formatif perkembangan sosial. Semangat sosial adalah fakta sosial sejak awal.
Sumber: TEORI SOSIOLOGI, Dari Teori Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Mutakhir Teori Sosiologi Postmodern. Edisi Terbaru. George Ritzer, Douglas J. Goodman