Sabtu, 22 September 2012

Teori Karl Marx (Ridho Falah Adli KPI 1E)

Oleh Ridho Falah Adli (KPI 1E)

A.Pertentangan kelas

Karl Marx melihat bahwa ketegangan antara tenaga-tenaga produksi dan hubungan-hubungan produktif terungkap dalam ketegangan antar kelas dalam masyarakat. Satu kenyataan sosial yang tak terbantahkan yaitu bahwa di dalam masyarakat terdapat dua kelompok yang saling berhadapan secara tak terdamaikan yaitu antara kelas atas dan kelas yang tertindas.

Pertentangan kelas atas dan kelas yang tertindas tak dapat didamaikan karena bersifat obyektif. Pertentangan ini ada karena secara nyata dan tak terhindarkan masing-masing kelas ambil bagian dalam proses produksi. Di dalam proses produksi masing-masing kelas menempati kedudukannya masing-masing. Kelas atas berkepentingan secara langsung untuk menghisap dan mengeksploitasi kelas yang tertindas karena ia telah membelinya. Kelas atas menindas dan menghisap kelas bawah karena kedudukan dan eksistensi mereka tergantung dari cara kerja yang demikian. Sementara itu kelas yang tertindas berkepentingan untuk membebaskan diri dari penindasan dan bahkan berkepentingan menghancurkan kelas atas.

Perbaikan kelas-kelas tertindas tidak dapat dicapai melalui kompromi. Perbaikan tidak dapat diharapkan pula dari perubahan sikap kelas-kelas atas. Bagi Karl Marx, hanya ada satu jalan saja yang paling terbuka yaitu perjuangan kelas. "Sejarah semua masyarakat yang ada hingga sekarang ini adalah sejarah perjuangan kelas," demikian Karl Marx menegaskan dalam bukunya "Manifesto Komunis". Sejarah umat manusia ditentukan oleh perjuangan antara kelas-kelas. Perjuangan akan sungguh-sungguh apabila bersifat subyektif, yaitu apabila kelas-kelas yang tertindas menyadari keadaan mereka, menentangnya dan berusaha untuk mematahkan dominasi kelas-kelas yang berkuasa.

Pertentangan antar kelas terjadi karena adanya pertentangan kepentingan-kepentingan kelas-kelas yang ada. Satu jalan perjuangan kelas yaitu menghancurkan sistem yang menghasilkan kepentingan-kepentingan kelas atas. Tetapi, perubahan sistem itu dengan sendirinya pasti akan ditentang oleh kelas-kelas atas. Biasanya kelas atas mempertahankan sistem dengan cara memperalat kekuasaan negara. Kelas atas membenarkan kekuasaan negara secara moral dengan menyebarkan ideologi yang menunjukkan kesan bahwa negara dan tata-susunan masyarakat itu suci, tak terjamah dan perlu didukung demi kepentingan masyarakat.

B.Agama sebagai candu

Marx juga menaganggap agama sebagai ideologi. Dia merujuk pada agama sebagia candu masyarakat, kita simak catatannya:

Kesukaran agama-agama pada saat yang sama merupakan ekspresi dari kesukaran yang sebenarnya dan juga protes melawan kesukaran yang sebenarnya. Agama adalah nafaas lega mahkluk yang tertindas, hatinya dunia yang tak punya hati, spiritnya kondisi yang tanpa spirit. Agama adalah candu masyarakat.

Marx percaya agama seperti halnya ideologi, merefleksikan suatu kebenaran, namun terbalik. Karena orang-orang tidak bisa mellihat bahwa kesukaran dan ketertindasan mereka diciptakan oleh sistem kapitalis, maka mereka diberi suatu bentuk agama. Marx dengan jelas menyatakan bahwa dia tidak menolak agama pada hakikatnya, melainkan menolak suatu sistem yang mengandung ilusi-ilusi agama.

Bentuk keagamaan ini mudah dikacaukan dan oleh karena itu selalu berkemungkinan untuk menjadi dasar suatu gerakan revolusioner. Meskipun demikian, Marx merasa bahwa agama khususnya menjadi bentuk kedua ideologi  dengan menggambarkan ketidak adilan  kapitalisme sebagai sebuah ujian bagi keyakinan dan mendorong perubahan revolusioner ke akhirat. Dengan cara ini, teriakan orang-orang tertindas justru digunakan untuk penindasan selanjutnya.

C.Ideologi

 

Menurut Marx, ideologi merupakan ide-ide umum yang menunjukan prubahan-perubahan yang penting untuk perkembangab kekuatan-kekuatan produksi tidak hanya cenderung dicegah oleh relasi-relasi yang sedang eksis, akan tetapi juga oleh relasi-relasi pendukung, dan institusi-institusi.

 

Marx membagi ideology menjadi dua tipe. Tipe yang pertama, ideologi merujuk kepada ide-ide yang secara alamaih muncul setiap saat di dalam kapitalisme, akan tetapi  yang, karena hakikat kapitalisme, merefleksikan realitas di dalam suatu cara yang terbalik (Larrain, 1979). Untuk hal ini ia menggunakan metafora kamera obscura, yang menggunakan optic quirk untuk menunjukan bayang-bayang nyata yang nampak terbalik. Contohnya adlahuang. Kita tau uang hayalah potongan kertas yang memiliki nilai hanya karena relasi-relasi sosial yang mendasarinya, walaupun pada hakikatnya kitalah yang memberi nilai kepada uang tersebut, tetapi yang kita lihat adalah uang lah yang memberi kita nilai.

            Tipe yang kedua, ideology merujuk kepada sistem-sistem aturan ide-ide yang sekali lagi berusah menyembunyikan kontradiksi-kontradiksi yang berada di pusat sistem kapitalis. Pada kebanyakan kasus, mereka melakukan hal ini dengan salah satu dari tiga cara berikut:

(1) Mereka menghadirkan suatu sistem ide, agama, filsafat, literature, hukum, yang menjadikan kontradiksi-kontradiksi tampak koheren.

(2) Mereka menjelaskan pengalaman-pengalamam tersebut yang mengungkapkan kontradiksi-kontradiksi.

(3) Mereka menghadirkan kontradiksi kapitalis sebagai yang benar-benar menjadi suat kontradiksi pada hakikat manusia dan oleh karena itu satu hal yang tidak bias dipenuhi oleh perubahan sosial.

 

D.Modal produksi

 

Modal produksi merupakan gabungan antara kekuasaan produksi (forces of production) dan hubungan produksi (relation of production). Unsur hubungan produksi disini menunjuk pada hubungan institusional atau hubungan sosial dalam masyarakat yang pada artinya menunjuk pada struktur sosial. Karakteristik hubungan produksi ini sekaligus merupakan faktor penciri yang membedakan satu dan tipe lain dari moda produksi dalam masyarakat.
Tipe-tipe modal produksi, antara lain :

1. Produksi subsisten, yaitu usaha pertanian tanaman pangan dimana hubungan produksi terbatas dalam keluarga inti dan hubungan antara pekerja bersifat egaliter.

2. Produksi komersialis, yaitu usaha pertanian ataupun luar pertanian yang sudah berorientasi pasar dimana hubungan produksi menunjuk pada gejala eksploitasi surplus melalui ikatan kekerabatan dan hubungan sosial antara pekerja yang umumnya masih kerabat bersifat egaliter namun kompetitif.

Produksi kapitalis, yaitu usaha padat modal berorientasi pasar dimana hubungan produksi mencakup struktur buruh-majikan atau tenaga kerja-pemilik modal. Kapitalisme telah menyebabkan eksploitasi tenaga kerja besar-besaran. Upah yang diberikan oleh pemilik modal hanyalah upah semu saja, karena nilai lebih yang dihasilkan oleh barang industri tidaklah seimbang dengan "pengorbanan" yang dilakukan oleh buruh. Kapitalisme juga telah membelenggu krativitas buruh. Terlebih dengan adanya introduksi mesin-mesin industri menjadikan buruh semakin tersisih dan persaingan diantara buruh menjadi ketat. Akibat dari semua ini adalah ketidakberdayaan buruh dalam menolak upah rendah, yang ada adalah keterpaksaan bekerja dengan upah rendah daripada harus tidak menerima upah sama sekali.

Marx melihat pada modal produksi kapitalis bersifat labil dan pada akhirnya akan hilang. Hal ini disebabkan pola hubungan antara kaum kapitalis modal dan kaum buruh bercirikan pertentangan akibat eksploitasi besar-besaran oleh kaum kapitalis. Kaum buruh merupakan kaum proletar yang kesemuanya telah menjadi "korban" eksploitasi kaum borjuis. Marx meramalkan akan terjadi suatu keadaan dimana terjadi kesadaran kelas di kalangan kaum proletar. Kesadaran kelas ini membawa dampak pada adanya kemauan untuk melakukan perjuangan kelas untuk melepaskan diri dari eksploitasi, perjuangan ini dilakukan melalui revolusi.

SUMBER:

https://bambangguru.wordpress.com/2012/03/30/sejarah-singkat-karl-marx-1818-1883/

Teori Sosiologi Modern,George Ritzer&Douglas J.Goodman ( Jakarta:kencana)

 

 

TUGAS 3

Teori Konflik - Tugas Kedua

Nama               : Siti Nuraini – 1111054000013
Kelas               : PMI 3A
Study               :  Sosiologi Perkotaan
Materi              : Teori Konflik – Tugas Kedua

TEORI KONFLIK
Teori konflik muncul sebagai reaksi atas teori fungsionalisme structural yang kurang memperhatikan fenomena konflik di dalam masyarakat. Namun demikian, teori ini mempunyai akar dalam karya Karl Marx di dalam teori sosiologi klasik dan dikembangkan oleh beberapa pemikir sosial yang berasal dari masa-masa kemudian. Sebelum membahas tokoh-tokoh di balik teori konflik terlebih dahulu kita akan mengurangi tentang apa itu teori konflik.
Teori konflik adalah satu perspektif di dalam sosiologi yang memandang masyarakat sebagai satu sistem sosial yang terdiri dari bagian-bagian atau komponen-komponen yang mempunyai kepentingan yang berbeda-beda dimana komponen yang satu berusaha untuk menaklukkan komponen yang lain guna memnuhi kepentingannya atau memperoleh kepentingan sebesar-besarnya.
·       Teori konflik Karl Marx
Hakekat Kenyataan Sosial
Menurut Karl Marx, hakekat kenyataan sosial adalah konflik. Konflik adalah satu kenyataan sosial yang bisa ditemukan dimana-mana. Bagi Karl Marx, konflik sosial adalah pertentangan antara segmen-segmen masyarakat untuk memperebutkan asset-aset yang bernilai. Teori yang menonjol dari Marx adalah konflik yang disebabkan oleh cara produksi barang-barang material.
Cara Produksi Barang-Barang Material
Menurut Marx, dalam proses produksi barang-barang material, ada dua kelompok yang terlibat. Pertama adalah kelompok kapitalis. Mereka adalah orang-orang yang mempunyai modal dan menguasai sarana-sarana produksi. Kekhasan kelompok ini ialah bahwa jumlah mereka sedikit dan mereka menjual hasil-hasil produksi dengan harga-harga yang jauh lebih besar daripada biaya produksi sehingga mereka mendapat keuntungan sebesar-besarnya. Kedua adalah kaum proletariat atau kelompok pertama. Mereka ini menyerahkan tenaganya untuk menjalankan alat-alat produksi dan sebagai imbalannya mereka mendapatkan upah dan bukannya barang yang mereka hasilkan.
Konflik dan Aliensi
Proses produksi yang demikian menyebabkan dua hal. Pertama, kaum proletariat mengalami alienasi dari pekerjaannya karena mereka diperlakukan sebagai bagian alat produksi yang bersifat mekanik, alienasi dari hasil pekerjaannya karena mereka tidak mendapatkan apa yang mereka hasilkan melainkan upah, alienasi dari pekerja lainnya karena terasing dan bersaing dengan pekerja lain, dan alienasi dari kemampuan mereka terasing dari kemampuan manusiawi mereka dan tunduk karena mesin. Kedua, kaum kapitalis dan kaum proletariat terlibat dalam konflik yang tal terelakkan. Alasannya ialah karena guna mendapat keuntungan sebesar-besarnya, para kapitalis berusaha guna mendapatkan keuntungan besar, para pekerja juga berusaha untuk mendapatkan upah setinggi-tingginya.
Materialisme Marx
Pandangan Marx ini sering kali disebut juga materialism. Artinya, cara produksi barang-barang mempengaruhi masyarakat khususnya institusi-institusi lain di dalam masyarakat yang menganggap ekonomi sebagai infrastruktur atau landasan bagi institusi-institutsi lainnya seperti politik, hukum, pendidikan, media, dan lain-lain.
Pertama, institusi-institusi supra-struktur berdiri sendiri dalam arti sistem ekonomi tidak terlalu mendominasi institusi-institusi itu. Kedua, institusi ekonomi sebagai infra-struktur, seperti agama, hukum, atau polotik.
Kesadaran Palsu
Menurut Marx, kebanyakan anggota masyarakat kapasitalis tidak memandang sistem perundingan sebagai bagian dari sebab konflik yang sedang berlangsung. Marx menyebut konsep atau pemikiran ini sebagai kesadaran palsu. Kesadaran palsu ini seolah-olah membenarkan anggapan bahwa problem-problem sosial disebabkan oleh kesalahan-kesalahan individual dan bukannya karena struktur ekonomi makro yang menguntungkan kaum pemilik modal.
Revolusi Sebagai Jalan Keluar
Menurut Marx, satu-satunya cara yang ditempuh untuk keluar dari sistem kapitalis yang tidak adil itu ialah dengan melakukan revolusi. Pertama, kaum proletariat harus menyadari diri sebagai orang-orang yang tertindas. Kedua, mereka harus mengelompokkan diri dalam suatu wadah yakni organisasi buruh. Marx menyadari betapa sulitnya memperoleh tingkat kesadaran yang diinginkannya.
·       Teori Konflik Ralf Dahrendorf
Teori konflik yang dikemukakakn oleh Ralf Dahrendorf sering kali disebut teori konflik dialektik. Bagi Dahrendorf, masyarakat mempunyai dua wajah, yakni konflik dan consensus. Lewat teori itu, ia ingin menerjemahkan pikiran-pikiran Marx kedalah suatu teori sosiologi. Dia memulai teorinya dengan kembali bersandar pada fungsionalisme struktural. Dia mengatakan bahwa dalam fungsionalisme struktural, keseimbangan atau kestabilan bisa bertahan karena kerjasama yang suka rela atau karena consensus yang bersifat umum. Sedangkan dalam teori-teori konflik, kestabilan atau keseimbangan terjadi karena paksaan.
Kenyataan ini membawa Dahrendorf kepada tesis penting yang dikemukakannya yakni bahwa distribusi otoritas atau kekuasaan yang berbeda-bedda merupakan factor yang menentukan bagi terciptanya konflik sosial yang sistematis. Menurutnya, berbagai posisi yang ada di dalam masyarakat memilih otoritas atau kekuasaan dengan intensitas yang berbeda-beda. Kekuasaan atau otoritas selalu mengandung dua unsure, yakni penguasa dan orang yng dikuasai. Menurutnya juga, otoritas di dalam suatu perkumpulan bersifat dialetik.
·       Teori Konflik Jonathan Turner
Jonathan Turner berusaha merumuskan kembali teori konflik. Dia mengemukakan bahwa ada tiga soal utama dalam teori konflik. Pertama, tidak ada definisi yang jelas tentang apa itu konflik, yakni apa yang termasuk kedalam konflik dan apa yang bukan konflik. Kedua, teori konflik kelihatannya mengembang karena ia tidak menjelaskan unit analisa yang entahkah konflik antara individu, kelompok, organisasi, kelas-kelas, atau konflik antara bangsa-bangsa. Ketiga, oleh karena ia merupakan reaksi atas fungsionalisme struktural, maka sulit melepas diri dari teori itu.
·       Teori Konflik Lewis Coser
Teori konflik yang dikemukakan oleh Lewis Coser sering kali disebut teori fungsionalisme konflik karena ia menekankan fungsi konflik bagi sistem sosial atau masyarakat. Salah satu hal yang membedakan Coser dari pendukung teori konflik lainnya ialah bahwa ia menekankan pentingnya konflik untuk mempertahankan keutuhan kelompok.

Resume Demografi-Badzlia-PMI 5-Tugas 2

Judul              : Resume Tentang Sejarah Perkembangan Penduduk Dunia & Indonesia
Nama              : Badzlia Rusydina Framutami
Jurusan          : PMI 5
Fakultas         : Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Tugas              : 2 (dua)
BAB III
SEJARAH PERKEMBANGAN PENDUDUK DUNIA DAN INDONESIA
A.    Keseimbangan Lama dan Baru
Yang dimaksud dengan keseimbangan lama dari perkembangan penduduk adalah, ketika reit kematian  dan kelahiran dari penduduk suatu wilayah masing-masing berada pada tingkat yang tinggi, sehingga perkembangan jumlah penduduk sangat lambat, bahkan untuk sebagian besar periode, jumlah  kelahiran tak banyak berbeda dengan jumlah kematian.
Keseimbangan yang lama penduduk suatu negeri pada hakekatnya menunjukkan fase sebelum mulainya transisi demografi dari penduduk negeri yang bersangkutan.
Keseimbangan baru berarti keadaan di mana reit kelahiran dan kematian berada pada tingkat yang rendah. Sehubungan dengan reit kelahiran dan kematian, perserikatan bangsa-bangsa mengklasifikasikan penduduk-penduduk dalam tipe-tipe : kelahiran tinggi-kematian tinggi, kelahiran tinggi-kematian cukup tinggi atau sedang menurun, kelahiran tinggi-kematian rendah, kelahiran sedang menurun-kematian rendah, dan kelahiran rendah-kematian rendah.
B.     Angka-Angka Perkembangan Penduduk Dunia Pada Berbagai Periode
Seperti telah dikemukakan, fase perkembangan penduduk dunia yang sangat lambat berjalan untuk jangka waktu yang sangat lama. Bagi hampir keseluruhan periode adanya manusia di bumi, reit perkembangan penduduk tahunan dunia hampir-hampir mendekati nol. Sejak munculnya manusia hingga masa permulaan sejarah, reit perkembangan penduduk tahunan dunia mungkin hanya sekitar 0,002 persen pertahun atau 20  perjuta pertahun suatu reit perkembangan yang memerlukan waktu sekitar 35.000 tahun agar penduduk dunia pada masa itu menjadi lipat dua .
Fenomena perkembangan penduduk cepat (ledakan penduduk) merupakan fenomena yang muncul dalam abad-abad terakhir.
Kemajuan pesat dalam perkembangan jumlah manusia paralel dengan penemuan-penemuan besar yaitu penemuan sistem pertanian, mulai kehidupan perkotaan dan perdagangan, pengendalian kekuatan-kekuatan non-manusiawi, dan revolusi teknologi.
Jika pada permulaaan tahun masehi (AD1) penduduk bumi di taksir hanya sekitar 250 juta, dan pada tahun 1650 baru menjadi sekitar 500 juta, pada tahun 1975 telah mencapai sekitar 4 milyar dan pada tahun 1987 menjadi 5 milyar. Ini berarti sejak permulaan tahun masehi telah terjadi 4 kali kelipatan dua penduduk dunia.
Perkembangan penduduk yang cepat sedang terjadi di negara-negara berkembang. Namun, kecuali di kawasan Afrika reit perkembangan penduduk tahun di negara-negara berkembang secara keseluruhan tampak agak menurun dalam periode1980-an dibandingkan dengan dalam periode 1970-an. Reit perkembangan penduduk tahunan di Amerika Latin menurun dari 2,7 persen pertahun pada periode 1970-1975 menjadi 2,3 persen pada tahun 1985, dan di Asia Selatan juga menjadi 2,3 persen pada tahun 1985 dari 2,5 persen per tahun pada periode 1970-1975.
C.    Perkembangan Penduduk Jawa Abad ke-19
Di Indonesia, sekali pun untuk Jawa , informasi atau data Demografi abad ke-19 yang tersedia sangat terbatas, bahkan informasi yang sangat dasar seperti angka-angka jumlah penduduk sering merupakan sumber perdebatan. Angka-angka jumlah penduduk Jawa hasil perkiraan atau perhitungan resmi untuk tahun-tahun tertentu antara tahun 1795-1900, dan reit perkembangan tahunan untuk berbagai periode dalam masa itu. Para ahli pada umumnya berpendapat adanya under enumeration bagi angka-angka jumlah penduduk resmi awal abad ke-19. Namun angka-angka tersebut seperti angka "sensus" Raffles masih dipandang bermanfaat. Bahkan ada penulis-penulis yang walaupun mengakui angka Raffles terlalu rendah sebagai penduduk Jawa di permulaan abad ke-19, telah mengambil data "sensus" Raffles tersebut sebagai starting point.
Memang Jawa merupakan suatu ilustrasi klasik perkembangan penduduk bagi dunia, akan tetapi reit perkembangan tahunan sebesar angka di atas sukar untuk diterima. Widjojo Nitisastro, dengan menunjuk kelemahan-kelemahan pada berbagai angka penduduk publikasi resmi, seperti data Raffles, data untuk periode 1826-1831, data Blecker untuk tahun 1845, dan data untuk periode 1849-1879 berkesimpulan bahwa, kurang adanya bukti-bukti terjadinya perkembangan penduduk cepat antara 1815-1880 di Jawa. Reit sebesar 2,2 persen untuk jangka waktu yang cukup lama akan menempatkan Jawa sebagai suatu kasus yang "tanpa bandingan" dalam sejarah perkembangan demografi dunia.
Breman berpendapat bahwa angka-angka pertambahan penduduk Jawa abad ke-19 atas dasar angka-angka resmi lebih tinggi daripada kenyataan yang sesungguhnya walaupun dibandingkan dengan abad-abad sebelumnya dan dengan masyarakat praindustri lainnya, Jawa mengalami pertambahan penduduk yang sangat cepat.
Beberapa ahli telah mencoba untuk mengoreksi angka "sensus" penduduk Raffles yang diantaranya Breman (1971) dan Peper (1970). Menurut Breman suatu persentase kesalahan sebesar sebesar 34 persen dari angka jumlah penduduk yang dikemukakan Raffles akan berarti jumlah penduduk Jawa pada tahun1815 sebanyak 6,3 juta. Setelah membahas secara agak komprehensif data penduduk di Jawa abad ke-19 dengan terutama memberi perhatian pada bagian pertama abad yang bersangkutan, Peper berkesimpulan bahwa, jumlah penduduk Jawa sekitar tahun 1800 terletak antara 8-10 juta. Jawa tidaklah merupakan pengecualian dalam hal pola demografis masyarakat pra-industri periode 1800-1850. Dalam periode ini menurut Peper, dalam periode ini menurut Peper, reit perkembangan penduduk tahunan Jawa berkisar antara 0,5 hingga 1,0 persen. Peper merupakan orang pertama yang berani mengemukakan reit perkembangan penduduk tahunan serendah itu untuk periode di atas.
Alasan-alasan terpenting yang umumnya dikemukakan untuk menerangkan perkembangan penduduk cepat di Jawa berkisar pada :
1.      Terjadinya perbaikan tingkat hidup dari penduduk pribumi
2.      Meluasnya pelayanan kesehatan ; kongkritnya adalah introduksi vaksinasi cacar ; dan
3.      Perwujudan ketertiban dan perdamaian oleh pemerintah Belanda
Perkembangan penduduk dihubungkan dengan meningkatnya pengaruh sistem pemerintah kolonial Belanda terhadap berbagai lapangan kehidupan. Ungkapan-ungkapan seperti ekspansi statis dan kemiskinan berbagi patut pula disebut dalam rangka memahami perkembangan penduduk di Jawa. Perkembangan penduduk dan angkatan kerja yang luar biasa sebagai reaksi terhadap Western know how dibarengi oleh perluasan sistem pertanian ke daerah-daerah yang belum diusahakan.
D.    Penduduk Indonesia di Abad ke-20
Dalam zaman sebelum Indonesia merdeka pengumpulan data jumlah penduduk yang lebih seksama mencakup seluruh wilayah Indonesia dilaksanakan untuk pertama kali pada tahun 1920 yang dikenal sebagai sensus penduduk 1920. Jumlah penduduk Indonesia pada waktu itu diperkirakan sebanyak 49,3 juta, dan dan Jawa 35,0 juta. Reit perkembangan penduudk tahunan Jawa antara 1905-1920 mungkin lebih tinggi dari 1,0 persen, dan antara 1920-1930 mungkin sekitar 1,76 persen. Sesudah itu telah berlangsung lima kali pengumpulan data penduduk melalui sensus yaitu satu kali sebelum Indonesia merdeka pada tahun 1930, dan empat kali setelah Indonesia merdeka masing-masing pada tahun 1961,1971,1980, dan 1990. Data jumlah penduduk dari keempat sumber ini cukup dapat dipercaya.
Dalam masa 60 tahun terakhir antara 1930-1990 jumlah penduduk Indonesia hampir menjadi tiga kali lipat. Secara keseluruhan bagi Indonesia, reit perkembangan penduduk untuk sebelumnya 1,5 persen pertahun dalam periode 1930-1961, meningkat menjadi 2,1 persen pertahun dalam periode 1961-1971, dan meningkat lagi menjadi 2,3 persen pertahun. Suatu percepatan perkembangan penduduk telah terjadi di Indonesia dalam jangka waktu 5 dekade terakhir hingga tahun 1980.
Namun pada periode 1980-1990 reit perkembangan penduduk Indonesia secara keseluruhan telah menurun menjadi sekitar 2,0 persen pertahun. Reit perkembangan penduduk tahunan yang sedang berlangsung dewasa ini lebih rendah di Jawa dibandingkan dengan di kebanyakan pulau-pulau lain di luar Jawa. Pulau Sumatera yang telah berpenduduk sekitar 50,7 persen dari penduduk wilayah luar jawa pada tahun 1990, masih menunjukkan reit perkembangan penduduk yang sangat tinggi yaitu 2,7 persen pertahun pada periode 1980-1990.
DAFTAR PUSTAKA
Rusli,Said.1995.Pengantar Ilmu Kependudukan.Jakarta:LP3ES

Teori Konflik

Teori Konflik
Oleh : Syifa Thoyyibah (1111054000020)
PMI 3
Tugas ke-2

Teori Konflik
 
            Teori konflik muncul sebagai reaksi atas teori fungsionalisme struktural yang kurang memperhatikan fenomena konflik dalam masyarakat. Teori konflik adalah satu perspektif di dalam sosiologi yang memandang masyarakat sebagai satu sistem sosial yang terdiri dari bagian-bagia, atau komponen-komponen yang mempunyai kepentingan yang berbeda-beda di mana komponen yang satu berusaha untuk menaklukan komponen yang lain, guna memenuhi atau memperoleh kepentingan sebesar-besarnya[1].
            Teori konflik Karl Marx. Menurutnya hakekat kenyataan sosial adalah konfilk, karena konflik adalah satu kenyataan sosail yang bisa di temukan dimana-mana. Dan bagi Marx konflik sosial adalah pertentangan antara segmen-segmen masyarakat untuk memperebutkan aset-aset yang bernilai. Jenis dari konflik soaial ini bermacam-macam, yaitu : konflik antara individu, konflik antara kelompok,dan bahkan konflik antar bangsa. Akan tetapi konflik yang paling menonjol menurut Marx adalah konflik yang disebabkan oleh cara produksi barang-barang material[2].
            Definisi kelas menurut Marx yaitu :
1.      Kelas elit/borjuis : Selamanya berfikir bagaimana mempertahankan kekuasaannya.
2.      Kelas menengah/profesional : Selamanya berfikir tidak mau di dongkrak oleh kelas   bawah.
3.      Kelas Bawah/proletar : Yang berkehendak ingin menjadi elit.
 
Menurut Marx juga konflik terjadi karena sumber daya politik yang ingin memperebutkan kekuasaan, sumber daya sosial yang di kuasai oleh kaum elit, sumber daya ekonomi yang berkolaborasi antara kaum elit dan politik, dan sumber daya simbolik yang berkenaan dengan gelar seseorang.
Teori konflik Ralf Dahendrof. Teori Ralf sering kali disebut dengan teori dialektik. Menurut Ralf masyarakat mempunyai 2 wajah, yakni konflik dan konsensus[3]. Seseorang tidak mungkin mengalami konflik kalau sebelumnya tidak ada konsensus. Misalnya, si A dan si B, tidak mungkin mereka terlibat konflik karena mereka tidak pernah mengenal satu sama lain dan tidak hidup bersama. Demikian sebalik nya, konflik bisa menghantar orang kepada konsensus.
             Selanjutnya Ralf menjelaskan hubungan antara konflik dan perubahan. Menurutnya konflik berfungsi untuk menciptakan perubahan dan perkembangan. Ralf mengatakan bahwa sekali kelompok-kelompok yang bertentangan muncul, maka mereka akan terlibat dalam tindakan-tindakan yang terarah kepada perubahan di dalam struktur sosial. Jika konflik itu intensif[4], maka perubahan akan bersifat radikal[5]. Dan jika konflik itu dalam bentuk kekerasan maka perubahan struktural akan terjadi dengan tiba-tiba.
            Menurut teori konflik versi Ralf Dahrendorf masyarakat terdiri atas organisasi-organisasi yang didasarkan pada kekuasaan atau wewenang yang dinamakan dengan Imperatively coordinatd associations (asosiasi yang di koordinasi secara paksa). Dengan demikian konflik menurul Ralf, konflik merupakan sumber terjadinya perubahan sosial[6].
            Teori konflik Jonathan Turner. Turner mengemukakan  bahwa ada 3 soal utama dalam teori konflik, diantaranya :
1.      Tidak ada definisi  yang jelas tentang apa itu konflik, yakni, apa yang termasuk ke dalam konfil dan apa yang bukan konflik
2.      Teori konflik kelihatannya mengambang karena tidak menjelaskan unit analisa konflik antara individu, kelompok, organisasi, kelas-kelas, dan antar bangsa.
3.      Karena konflik merupakan reaksi atas fungsionalisme struktural, maka konflik sulit melepaskan diri dari teori.
Kemudian Turner memusatkan perhatiannya pada "konflik pada suatu proses dari peristiwa-peristiwa yang mengarah kepada interaksi yang disertai kekerasan antara dua pihak atau lebih". Lalu Ia menjelaskan sembilan tahap menuju konflik terbuka, dalam kesembilan tahap itu turner merumuskan kembali proses terjadinya konflik di dalam sebuah sistem sosial atau masyarakat. Dan pada akhirnya konflik yang terbuka antara kelompok-kelompok yang bertikai sangat bergantung kepada kemampuan masing-masing pihak untuk mendefinisikan kepentingan mereka secara obyektif[7] .
            Teori konflik Lewis Coser. Coser terkenal karena pandangannya bahwa konflik mempunyai fungsi positif bagi masyarakat. Ia mengenbangkan sejumlah proposisi mengenai fungsi konflik atas dasar asasyang ditegakkan oleh tokoh teori konflik lain, seperti George Simmel. Menurut definisinya, konflik adalah perjuangan mengenai nilai serta tuntutan atas status, kekuasaan dan sumber daya yang bersifat langka dengan maksud menetralkan, mencederai atau melenyapkan lawan[8].
Teori Coser sering kali disebut dengan teori fungsionalisme konflik, karena ia menekankan fungsi konflik bagi sistem sosial atau masyarakat. Di dalam bukunya yang berjudul The Functions of social conflicts Lewis Coser memusatkan perhatiannya pada fungsi-fungsi dari konflik. Berikut adalah beberapa fungsi dari konflik menurut Coser[9] :
1.      Konflik dapat memperkuat solidaritas kelompok yang agak longgar.
2.      Konflik dengan kelompok lain dapat menghasilkan solidaritas di dalam kelompok tersebut dan solidaritas itu bisa menghantarnya kepada aliansi-aliansi dengan kelompok-kelompok lain.
3.      Konflik juga bisa menyebabkan anggota-anggota masyarakat yang terisolir menjadi berperan secara aktif.
4.      Konflik juga bisa berfungsi untuk berkomunikasi.
 
Akan tetapi konflik juga menghasilkan ketidak-berfungsian atau disfungsi, yang artinya fungsi-fungsi yang disebutkan oleh Coser itu tidak seberapa dibandingkan dengan ketidak-stabilan atau kehancuran yang disebabkan konflik itu.
           
 
Teori konflik C. Wright Mills. Mills adlah salah satu sosiolog Amerika yang berusaha menggabunkan perspektif konflik dengan kritik terhadap keteraturan sosial[10]. Ia banyak dikritik karena karya-karyanya terlau berisifat polemis[11] dan menyerang kelompok-kelompok tertentu. Mills yakin bahwa mungkin menciptakan syuatu masyarakt yang baik di atas dasar pengetahuan dan bahwa kaum intelektual harus mengambil tanggung jawab ini, yakni menciptakan sebuah masyarakat yang baik.
            Jadi kesimpulannya, teori konflik itu elemen-elemen yang mempunyai kepentingan yang berbeda-beda sehingga mereka berjuang untuk saling mengalahkan satu sama lain guna meperoleh kepentingan yang sebesar-besarnya. Menurut karl Marx konflik merupakan salah satu kenyataan sosial yang bisa di temukan diman-mana, sedangkan menurut Ralf Dahendorf masyarakat mempunyai 2 wajah yakni konflik dan konsensus, kemudian menurut Jonathan Turner konflik sebagai suatu proses dari peristiwa-peristiwa yang mengarah pada interaksi yang disertai kekerasan antara dua pihak atau lebih, lalu menurut Lewis Coser Ia memusatkan perhatiannya pada fungsi-fungsi dari konflik, dan yang terakhir menurut C. Wright Mills Ia menggabungkan perspektif konflik dengan kritik terhadap keteraturan sosial.
 


[1] Bernard Raho, SVD, Teori sosiologi modern, prestasi pustaka, 2007, hal 71
[2] Dalam proses produksi barang-barang material ada dua kelompok yang terlibat yaitu : kaum kapitalis dan proletariat.
[3] Mengenal satu sama lain.
[4] Secara sungguh-sungguh dan terus menerus.
[5] Sangat keras menuntut perubahan.
[6] Kamanto Sunarto,  pengantar sosiologi, Lembaga penerbit Fakultas Ekonomi UI, 2004, hal 217
[7] mengenai keadaan yg sebenarnya tanpa dipengaruhi pendapat atau pandangan pribadi.
[8] Kamanto Sunarto,  pengantar sosiologi, Lembaga penerbit Fakultas Ekonomi UI, 2004, hal 219
[9] Bernard Raho, SVD, Teori sosiologi modern, prestasi pustaka, 2007, hal 83
 
[10] Bernard Raho, SVD, Teori sosiologi modern, prestasi pustaka, 2007, hal 90
[11] Perdebatan mengenai suatu masalah yang di kemukakan secara terbuka di media massa.



 

Trs: Arie Permana Jurnalistik 1A


----- Pesan yang Diteruskan -----
Dari: Arie Permana <arie17onay@yahoo.co.id>
Kepada: "kuliahtantan.posting@blogger.com" <kuliahtantan.posting@blogger.com>
Cc: "kuliahtantan@gmail.com" <kuliahtantan@gmail.com>
Dikirim: Minggu, 23 September 2012 0:58
Judul:

KARL MARX DALAM SOSIOLOGI
 
Karl Marx lahir di Trier, Prusia, 5 Mei 1818. Ayahnya, seorang pengacara, menafkahi keluarganya dengan relative baik, khas kehidupan kelas menengah. Orang tuanya adalah dari keluarga pendeta Yahudi (rabbi). Tetapi, karena alasan bisnis ayahnya menjadi penganut ajaran Luther ketika Karl Marx masih sangat muda. Tahun 1841 Marx menerima gelar doktor filsafat di Universitas Berlin, universitas yang sangat dipengaruhi oleh Hegel dan guru-guru muda penganut filsafat  Hegel, tetapi berpikiran kritis. Gelar doktor Marx didapat dari kajian filsafat yang membosankan, tetapi kajian itu mendahului berbagai gagasannya yang muncul kemudian. Setelah tamat ia menjadi penulis untuk sebuah koran liberal radikal dan dalam tempo 10 bulan ia menjadi editor kepala koran itu. Tetapi karena pendirian politiknya, koran itu kemudian ditutup oleh pemerintah. Esai-esai awal yang diterbitkan dalam periode ini mulai mencerminkan sejumlah pendirian yang membimbing Marx sepanjang hidupnya. Esai-esai tulisan Marx itu secara bebas ditaburi prinsip-prinsip demokrasi, kemanusiaan dan idealisme awal. Ia menilak keabstrakan filsafat Hegelian, mimpi naif komunis utopian dan gagasan aktivis yang mendesakkan apa yang ia anggap sebagai tindakan politik prematur. Dalam menolak gagasan aktivis ini, Marx meletakkan landasan bagi gagasan hidupnya sendiri :
 Upaya praktis bahkan dengan mengerahkan massa sekalipun, akan dijawab dengan meriam saat upaya itu dianggap berbahaya. Tetapi, gagasan yang dapat mengalahkan intelektual kita dan yang menaklukkan keyakinan kita, gagasan yang dapat membekukan kesadaran kita, merupakan belenggu-belenggu dimana seseorang hanya bisa lepas darinya dengan mengorbankan nyawanya; gagasan-gagasan itu seperti setan sehingga orang hanya dapat mengatasinya dengan menyerahkan kepadanya (Marx, 1842/1977:20).
Marx menikah pada 1843 dan tak lama kemudian ia terpaksa meninggalkan Jerman untuk mendapatkan suasana yang lebih liberal di Paris. Di Paris ia terus bergulat dengan gagasan Hegel dan pendukungnya,  tetapi ia juga menghadapi dua kumpulan gagasan baru sosialisme Perancis dan ekonomi politik Inggris. Dengan cara yang unik ia menggabungkan Hegelianisme, sosialisme dan ekonomi politik yang kemudian menentukan orientasi intelektualnya. Hal yang sangat penting pula adalah pertemuannya dengan orang yang kemudian menjadi teman seumur hidupnya, donatur dan kolaboratornya yakni Fredrich Engels (Carver, 1983).
Tahun 1894 ia pindah ke London dan, mengingat kegagalan revolusi politik tahun 1848, ia mulai menarik diri dari aktivitas revolusioner dan beralih ke kegiatan riset yang lebih rinci tentang peran sistem kapitalis. Studi ini akhirnya menghasilkan tiga jilid buku das Kapital. Jilid pertama diterbitkan tahun 1867; kedua jilid lainnya diterbitkan sesudah ia hidup dalam kemiskinan, membiayai hidupnya secara sederhana dari honorarium tulisannya dan bantuan dana dari Engels. Tahun 1864 Marx terlibat kembali dalam kegiatan politik, bergabung dengan "The International", sebuah gerakan buruh internasional. Ia segera menonjol dalam gerakan itu dan mencurahkan perhatian selama beberapa tahun untuk gerakan itu. Ia mulai mendapat popularitas, baik sebagai pemimpin internasional maupun sebagai penulis das Kapital. Perpecahan gerakan Internasional tahun 1876, kegagalan berbagai gerakan revolusioner dan penyakit-penyakit, akhirnya membuat Mark ambruk. Istrinya wafat tahun 1881, anak perempuannya tahun 1882 dan Marx sendiri wafat di tahun 1883.
 
TEORI-TEORI KARL MARX
1.      PERTENTANGAN SOSIAL
Teori Kelas adalah motor dari segala perubahan dan kemajuan, kelasnya lebih merupakan pokok-pokok interpretasi sejarah ekonomi menurut Marx. Teori-teori Marx dan Engeles tentang perjuangan kelas disebut teori-teori sosiologis yang paling esensial,bahwa sejarah kehidupan manusia hanyalah merupakan pertentangan antar kelas atau pertentangan antar golongan, yaitu golongan atau kelas yang terdiri dari orang-orang bebas merdeka dengan budak-budak, juga pertentangan antara kelas penindas dengan yang ditindas.
Menurut Marx, usaha-usaha pemenuhan untuk mendapatkan sarana-sarana produksi tidak selalu menjadi penyebab pertikaian antar kelas karena sebenarnya tiap golongan masyarakat mempunyai karakteristik yang dapat menimbulkan konflik antar golongan atau kelas. Ada tiga masyarakat yang dibedakan berdasarkan peranannya dalam sistem produksi dengan faktor produksi yang dikuasai yaitu kelas pemilik tanah(land owner) yang sumber pendapatannya dari pemasukan upah, laba, dan semua tanah, pemilik modal (alat-alat produksi dan sumber-sumber daya alam), dan pekerja.
Marx sangat terkenal dengan dialektika materialistik dan dialektika historisnya. Kekuatan yang mendorong manusia dalam sejarah yaitu cara manusia berinteraksi dengan manusia lain dalam perjuangan yang abadi untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Pandangan Marx tentang manusia yaitu bahwa manusia sesungguhnya merupakan makhluk(binatang) yang tidak akan pernah merasa puas. Keinginan manusia untuk memenuhi sandang, pangan, dan papan yang pada awalnya menjadi paling utama, tidak akan pernah berhenti pada saat kebutuhan2 dasar tersebut telah tercapai, tetapi justru akan menciptakan kebutuhan2 baru. Teori kelas Marx didasarkan pada pemikiran bahwa, sejarah dari segala masyarakat dahulu sampai sekarang adalah sejarah pertikaian antara golongan, mulai dari bentuk masyrakat yang primitif sampai pada periode-periode sejarah manusia selanjutnya.
Salah satu contoh dalam dunia Kapitalisme, intinya yaitu pertentangan antara golongan yaitu mereka yang mengeksploitir dan mereka yang dieksploitir, antara pembeli dan penjual, antara buruh dan majikan dan bukan merupakan suatu tempat terjadinya kerjasama yang fungsional, sehingga kepentingan golongan dan konfrontasi fisik yang dihasilkannya menjadi faktor utama dari proses sosial dalam sejarah.
 
2.      AGAMA
Ada beberapa poin tentang agama dari pendapat yang dikemukakan Marx :
1.      Dalam agama tidak ada bentuk realisasi diri yang sesungguhnya. Hal ini karena dalam agama manusia hanya boleh tunduk dan tidak terbuka bagi dialog yang memberikan kemungkinan bagi setiap individu untuk mengekspresikan dirinya. Agama tidak mengembangkan jati diri manusia secara utuh, karena manusia hanya tergantung pada otoritas semu yang diciptakannya sendiri.
 
2.      Agama yang hanya ciptaan kaum kapitalis untuk menindas dan 'meninabobokan' orang-orang kecil dengan doktrin-doktrin kesalehan. Di mana dalam doktrin itu orang diharuskan hidup saleh dengan olah tapa yang berat dan menerima penderitaan dengan sukarela agar dapat memperoleh kemenangan di surga. Di sini Marx melihat bahwa hal itu hanya merupakan ciptaan masyarakat, khususnya disebut oleh Marx: masyarakat penguasa, untuk memperkuat hegemoni kekuasaannya terhadap masyarakat kecil yang dipimpinnya.

3.      Agama memiliki peraturan yang dibuat manusia dan harus dipatuhi. Menurut Marx, ketika manusia masih hidup sebagai makhluk yang bebas –tanpa agama- ia dengan leluasa dapat membuat aturan-aturan, sanksi, ritus dan lain-lain; tetapi ketika ia masuk dan mulai meyakini suatu agama, manusia kemudian tunduk dengan aturan dan ritus yang dibuatnya sendiri. Pada saat itulah manusia terasing dari dirinya sendiri.
 
4.      Agama memberikan pembebasan dari penindasan yakni dengan sikap pasrah. Inilah yang disebut oleh Marx sebagai sifat fetisisme dengan merujuk pada benda-benda material yang memiliki kekuatan supranatural. Marx mengatakan bahwa fetisisme agama itu muncul ketika ilusi-ilusi dalam kehidupan diangkat menjadi doktrin yang mau tidak mau harus ditaati oleh setiap individu. Fetisisme ini akan melahirkan apa yang disebut oleh Marx sebagai 'harapan semu orang tertindas.' Fetisisme agama membuat masyarakat tidak mampu bergerak dengan leluasa untuk membebaskan dirinya dari cengkeraman kemiskinan. Ini yang semakin memantapkan keyakinan Marx yang menyebut agama tidak lain sebagai candu masyarakat.
 
3.      IDEOLOGI
Karl Marx mengartikan ideologi adalah merupakan alat untuk mencapai kesetaraan dan kesejahteraan bersama dalam masyarakat lebih tepatnya sebagai keseluruhan ide yang dominan dan diusung oleh masyarakat sebagai kelompok sosial dalam bingkai atau batasan ekonomi dan menjadi semacam refleksi atas bingkai. Oleh karenanya kaum Borjuis yang semakin menonjol telah menentukan pemikiran2 tentang kebebasan hak asasi manusia, kesetaraan di hadapan hukum (hak) dalam bingkai pergulatan menghadapi orde baru atau tatanan lama. Kaum borjuis cenderung memindahkan semua yang menjadi ekspresi kepentingan kelasnya menjadi nilai-nilai yang universal.
 
4.      MODAL PRODUKSI
Modal produksi merupakan gabungan antara kekuasaan produksi (forces of production) dan hubungan produksi (relation of production).  Unsur hubungan produksi disini menunjuk pada hubungan institusional atau hubungan sosial dalam masyarakat yang pada artinya menunjuk pada struktur sosial.  Antara lain :
1.       Produksi subsisten, yaitu usaha pertanian tanaman pangan dimana hubungan produksi terbatas dalam keluarga inti dan hubungan antara pekerja bersifat egaliter.
2.       Produksi komersialis, yaitu usaha pertanian ataupun luar pertanian yang sudah berorientasi pasar dimana hubungan produksi menunjuk pada gejala eksploitasi surplus melalui ikatan kekerabatan dan hubungan sosial antara pekerja yang umumnya masih kerabat bersifat egaliter namun kompetitif.
3.       Produksi kapitalis, yaitu usaha padat modal berorientasi pasar dimana hubungan produksi mencakup struktur buruh-majikan atau tenaga kerja-pemilik modal.

Yang poin 3 ini adalah yang menyebabkan banyak perubahan sosial karena kapitalisme menyebabkan eksploitasi tenaga kerja besar-besaran.  Upah yang diberikan kepada buruh sangat kecil dibandingkan hasil produksi, terlebih dengan adanya mesin-mesin pabrik "hasil" dari revolusi industri semakin tersisih dan persaingan antar buruh semakin ketat. Akibat dari semua ini adalah ketidakmampuan buruh menolak upah rendah. Dari pada tidak dapat kerja sama sekali sehingga yang ada hanya keterpaksaan.
Dari sini Marx meramalkan akan terjadi suatu keadaan dimana terjadi kesadaran kelas di kalangan kaum proletar. Kesadaran kelas ini membawa dampak pada adanya kemauan untuk melakukan perjuangan kelas untuk melepaskan diri dari eksploitasi, perjuangan ini dilakukan melalui revolusi.


Cari Blog Ini