Selasa, 21 Agustus 2012

SAJARAH BANTEN oleh Gunawan Yusuf

Sajarah Banten I

Sumber seratan tina buku Sejarah dan Obyek Spiritual Banten oleh Tb Ismet,
Sejarah Syech Mansur Cikadueun
punten teu disundakeun.

SALAKANAGARA

ada tahun 130 M di daerah Gunung Pulosari, Pandeglang, Banten hidup seorang
tua yang bernama Aki Tirem, beliau kedatangan seorang tamu dari India
bernama Dewawarman. Dewawarman terusir dari negaranya di India akibat perang
saudara, dia kemudian menikah dengan cucu Aki Tirem yang bernama Nyai Pohaci
kemudian berdiri sebuah kerajaan pertama di Nusantara yang ber- nama
Salakanagara adapun lokasinya adalah sekitar gunung Pulosari Pan deglang.
Kemudian keturuanan dari Salakanegara ini berkembang menjadi kerajaan besar
di Nusantara seperti Tarumanegara, Sriwijaya, Kutai, dll.

Jika melihat silsilah kerajaan-kerajaan di Nusantara seperti Padjajaran,
Majapahit, Sriwijaya, dll, disitu akan terlihat leluhur raja-raja seperti
leluhur Prabu Siliwangi Maharaja ing Tatar Sunda yang merupakan kakek dari
sinuhun Sunan Gunung Jati disebutkan dalam babad cirebon beliau itu adalah
keturunan dari Parikesit anak Abimanyu anak Arjuna anak Pandudewanata yang
merupakan penguasa Kerajaan Hastinapura.


Jika silsilah di atas benar (?) maka ada kemungkinan Dewawarman itu adalah
keturunan Arjuna (jika kisah Mahabarata itu kisah nyata). Hanya sayang
cerita tentang Kerajaan Salakanegara ini sangat minim dan dalam sejarah
nasional tidak disebut, selama ini kerajaan tertua adalah Taruma- negara dan
Kutai padahal peninggalan Salakanegara ada di gunung Pulosari.


Berbicara tentang gunung pulosari, gunung ini merupakan tempat bersejarah
bagi kerajaan di tatar sunda karena di tempat ini juga kerajaan terbesar di
Tatar Sunda yaitu Padjajaran berakhir, karena setelah penyerbuan Banten ke
Pakuan Padjajaran, ibukota Padjajaran berpindah ke tempat ini.

Kerajaan Banten


Selama kurang lebih 1400 tahun setelah kerajaan Salakanagara di Banten tidak
ada kerajaan besar berdiri baru sekitar tahun 1552 berdiri Kesultanan Banten
dengan rajanya Maulana Hasanudin anak dari sinuhun sunan Gunung Jati
Cirebon.


Prabu Siliwangi yang merupakan Maharaja tatar sunda mempunyai beberapa anak
dari  kentring Manik Mayang sunda yang merupakan anak dari Prabu Susuk
Tunggal yaitu Prabu Sangyang Surawisesa yang merupakan raja di Pakuan, Sang
Surosowan yang dijadikan adipati di pesisir Banten. Dari Sang surosowan
mempunyai 2 orang anak yaitu . Sang Arya Surajaya dan nyai Kawung Anten.
Dalam babad Cirebon disebutkan ketika Syarif Hidayattulah baru datang dari
Mesir dan singgah di cirebon menemui Uwa-nya bernama Pangeran Cakrabuana,
mereka pergi ke Banten untuk menyebarkan agama Islam. Di Banten Syarif
Hidayattulah kemudian menikah dengan Nyai Kawung Anten yang merupakan anak
dari Sang surosowan jadi mereka itu adalah sama-sama cucu dari Prabu
siliwangi hanya lain ibu. Dari hasil perkawinan mereka mempunyai anak
Maulana Hasanudin lahir tahun 1478 Masehi, yang merupakan penyebar agama
Islam di Banten dan penguasa (Sultan Banten I).


Di samping Maulana Hasanudin di Banten ada seorang ulama yang lebih dahulu
menyebarkan agama Islam yaitu Syech Muhammad Soleh di Gunung Santri,
Cilegon, beliau pula yang ikut mendampingi Sultan Maulana Hasanudin
meyebarkan Islam di Banten. Maulana Hasanudin mempunyai nama lain yaitu
Pangeran Sabakingkin yang diberikan oleh kakeknya Sang surosowan ada juga
yang memanggil dengan Seda Kinkin yaitu Seda (rakyat berduka) Kinkin (rindu
akan kebijaksanaan) ketika beliau meninggal rakyat merasa bersedih. Ketika
Sang surosowan (nantinya nama beliau menjadi nama keraton) meninggal dalam
usia muda beliau digantikan oleh anaknya Arya surajaya ketika itu ibukota
Banten letaknya di pedalaman dengan sungai atau lebih dikenal dengan Banten
Girang. Pangeran Sabakingkin walaupun seorang keluarga kerajaan tetapi
beliau lebih dikenal seorang guru agama Islam yang hidup dengan rakyat
biasa, maka dari itu wibawa beliau mengalahkan Ua-nya yang menjadi penguasa
di Banten. suatu ketika beliau menerima kurir dari Bapaknya sunan Gunung
Jati yang menyebutkan adanya Pasukan Cirebon+Demak yang dipimpin Fadilah
Khan (Fatahillah) sedang berlayar ke Banten dalam rangka mengusir Portugis
di sunda Kelapa. Sebelum pasukan Cirebon datang Maulana Hasanudin membuat
kerusuhan di Banten yang mengakibatkan mengungsinya penguasa Banten Girang
(Aria surajaya) ke Pakuan, Banten berhasil ditaklukan sebelum Cirebon
datang. Mengenai penguasa Banten, disamping Aria surajaya ada juga yang
menyebut Prabu Pucuk Umun, Salaka Domas. Apakah mereka itu orang yang sama
atau berbeda kurang diketahui keberadaannya. Dalam babad Banten disebutkan
ketika Maulana Hasanudin menyebarkan agama islam beliau mendapat tantangan
adu ayam jago dari Prabu Pucuk Umun di lereng gunung karang, jika ayamnya
kalah maka Prabu Pucuk Umun akan memberikan kerjaan Banten ke Maulana
Hasanudin dan Prabu Pucuk Umun ternyata kalah, beliau beserta pengikutnya
mengungsi ke Banten Selatan dan Maulana Hasanudin memberikan izin agar
daerahnya tidak diganggu mereka lebih dikenal dengan suku Badui. Adapun asal
muasal kata Banten ialah dari masuknya agama Islam bagi masyarakat Banten
merupakan dampak yang sangat baik dan harus disyukuri. Hal ini ibarat
masyarakat Banten pada waktu itu seperti "kejatuhan intan" atau "Katiban
Inten" dari sini muncul istilah "Banten", ada juga yang mengambil kata dari
"Bantahan" karena dari dahulu orang Banten dikenal orang yang keras suka
mem"bantah" melanggar aturan agama dan negara mungkin dari Bantahan itu
muncul kata Banten, terkahir ada juga yang mengkaitkan dengan nama sebuah
sungai yang mengalir di kota Serang bernama "Cibanten"



Subject: sajarah Banten 2

SULTAN-SULTAN DI BANTEN



1. Maulana Hasanudin, Sultan Banten
I (1552-1570 M)

Namanya  adalah Pangeran Sebakingking, beliau adalah putera dari Sunan
Gunung Jati dari  pernikahannya dengan Nhay kawunganten. Sultan Hasanudin
berkuasa di kesultanan  Banten selama 18 tahun (1552-1570). Banyak kemajuan
yang dialami Banten pada  masa kepemimpinan Sultan Hasanudin. Daerah
kekuasaan pun meliputi seluruh daerah  Banten, Jayakarta, Kerawang, Lampung
dan Bengkulu. Seluruh kota dibentengi  dengan benteng yang kuat, yang
dilengkapi meriam di setiap sudutnya. Para  pedagang dari Arab, Persi,
Gujarat, Birma, Cina dan negara-negara lainnya datang  ke Banten untuk
melakukan transaksi jual beli.

Pada  saat itu di Banten terdapat tiga buah pasar yang ramai. Yang pertama
terletak  disebelah timur kota (Karangantu), disana banyak pedagang asing
dari Portugis,  Arab, Turki, India, Pegu (Birma), Melayu, Benggala, Gujarat,
Malabar, Abesinia  dan pedagang dari Nusantara. Mereka berdagang sampai
pukul sembilan pagi. Pasar  kedua terletak di alun-alun kota dekat masjid
agung. Pasar ini dibuka sampai  tengah hari bahkan hingga sore hari. Di
pasar ini diperdagangkan merica,  buah-buahan, senjata, tombak, pisau,
meriam kecil, kayu cendana, tekstil, kain,  hewan peliharaan, hewan ternak,
dan pedagang Cina menjual benag sulam, sutera,  damas, beludru, satin,
perhiasan emas dan porselen. Pasar ketiga berada di  daerah Pecinan, yang
dibuka hingga sampai malam hari.

Disamping itu Banten pun menjadi  pusat penyebaran Agama Islam, sehingga
tumbuhlah beberapa perguruan Islam di  daerah Banten, seperti di Kasunyatani
di tempat ini berdiri masjid Kasunyatan  yang umurnya lebih tua dari Masjid
Agung Banten. Disini pula tempat tinggal dan  mengajar Kyai Dukuh yang
bergelar Pangeran Kasunyatan (Guru dari Pangeran  Yusuf). Disamping
membangun Masjid Agung, Maulana Hasanudin juga memperbaiki  masjid di
Pecinan dan Karangantu.

Dari  pernikahannya dengan puteri Sultan Trenggano yang bernama Pangeran
Ratu atau  Ratu Ayu Kirana (Pada Tahun 1526), Sultan Hasanudin memiliki
putera/i sebagai  berikut : Ratu Pembayun (menikah dengan Ratu Bagus Angke
putera dari ki mas  Wisesa Adimarta, yang selanjutnya mereka menetap di
Jayakarta), Pangeran Yusuf,  Pangeran Arya, Pangeran Sunyararas, Pangeran
Pajajaran, Pangeran Pringgalaya,  Ratu Agung atau Ratu Kumadaragi, Pangeran
Molana Magrib dan Ratu Ayu Arsanengah.  Sedang dari istri yang lainnya,
Sultan Hasanudi memiliki putera/i sebagi berikut  : Pangeran Wahas, Pangeran
Lor, Ratu Rara, Ratu Keben, Ratu Terpenter, Ratu  Wetan dan Ratu Biru.

Sultan  Hasanudin wafat pada tahun 1570, dan beliau dimakamkan di samping
Masjid Agung  Banten. Kemudian sebagai Sultan Banten II di angkat puteranya
yang bernama  Pangeran Yusuf.



2.  Maulana Yusuf, Sultan Banten II (1570-1580 M)



Beliau  adalah Putera dari Sultan Hasanudin dari pernikahanannya dengan Ratu
Ayu Kirana.  Seperti juga ayahnya Maulana Yusuf ingin memajukan Banten. Tapi
pada masa  Maulana Yusuf disamping pendidikan agama, juga lebih ditekankan
pada bidang  pembangunan kota, keamananan dan pertanian.


Pada  masanya pulalah Ibukota Pajajaran (Pakuan) dapat ditaklukan oleh
banten. Para  ponggawa kerajaan Pajajaran lalu diislamkan dan masing-masing
memegang  jabatannya seperti semula. Pada masa pemerintahan Maulana Yusuf,
perdagangan di  Banten semakin maju. bahkan bisa dikatakan bahwa pada saat
itu Banten bagaikan  kota penimbunan barang-barang dari penjuru dunia yang
nantinya disebrakan ke  kerajaan-kerajaan yang ada di Nusantara. Sehingga
banten menjadi begitu ramai  dikunjungi, baik dari luar maupun oleh para
penduduk nusantara. Sehingga pada  masa pemerintahan Maulana Yusuf pulalah
dibuatnya peraturan penempatan penduduk  berdasarkan keahliannya dan asal
daerahnya.

Perkampungan untuk orang asing  biasanya ditempatkan diluar tembok kota.
seperti Kampung Pakojan terletak  disebelah barat pasar Karangantu, untuk
para pedagang dari Timur Tengah, Pecinan  terletak disebalh barat Masjid
Agung, untuk para pedagang dari Cina.Kampung  Panjunan (Untuk para Tukang
Belanga, gerabah, periuk dsb), Kampung Kepandean  (Untuk tukang Pandai
besi), Kampung Pangukiran (Untuk Tukang Ukir), Kampung  Pagongan (Untuk
tukang gong), Kampung Sukadiri (Untuk para pembuat senjata).  Demikian pula
untuk golongan sosial tertentu, misalkan Kademangan (untuk para  demang),
Kefakihan (Untuk para ahli Fiqih), Kesatrian (Untuk para Satria,  perwira,
Senopatai dan prajurit istana).

Pengelempokan pemukiman ini selain  dimaksudkan untuk kerapihan dan
keserasian kota, tapi lebih penting untuk  keamanan kota. Tembok kota pun
diperkuat dengan membuat parit-parit  disekelilingnya, dalam babad banten
disebutkan Gawe Kuta bulawarti bata kalawan  kawis Perbaikan Masjid Agung
Pun dikerjakannya, dan sebagai kelengkapan dibangun  sebuah menara dengan
bantuan Cek Ban Cut arsitek muslim asal  Mongolia

Disamping mengembangkan pertanian  yang sudah ada,sultanpun mendorong
rakyatnya untuk membuka daerah-daerahbaru  bagi persawahan.Oleh karenanya
sawah di Banten bertambah meluas sampai melewati  daerah Serang
sekarang.Sedangkan untuk memenuhi kebutuhan air bagi sawah-sawah
tersebut,dibuatnya terusan-terusan dan bendungan-bendungan.Bagi persawahan
yang  terletak disekitar kota,dibuatnya juga satu danau buatan yang disebut
Tasikardi.Air dari Sungai Cibanten dialirkan melalui terusan khusus ke danau
ini.Lalu dari sana dibagi ke daerah-daerah persawahan di sektarnya.Tasikardi
juga digunakanbagi penampungan air bersih bagi kebutuhan kota.Dengan melalui
pipa-pipa yang terbuat dari terakota,setelah dibersihkan/diendapkan air
tersebut  dialirkan kekeraton dan tempat-tempat lain di dalam kota.Di
tengah-tengah danau  buatan tersebut terdapat pulau kecil yang digunakan
untuk tempat rekreasi  keluarga keraton.

Dari  permaisuri Ratu Hadijah,Maulana Yusuf mempunyai dua orang anak yaitu
Ratu Winaon  dan Pangeran Muhammad.Sedangkan dari istri-istri
lainnya,baginda dikaruniai anak  antara lain :Pangeran Upapati,Pangeran
Dikara,Pangeran Mandalika atau Pangeran  Padalina,Pangeran Aria
Ranamanggala,Pangeran Mandura,Pangeran  Seminingrat,Pangeran Dikara ,Ratu
Demang atau Ratu Demak,Ratu Pacatanda atau  Ratu Mancatanda,Ratu Rangga,Ratu
Manis,Ratu Wiyos dan Ratu Balimbing

Pada  tahun 1580, Maulana yusuf mangkat dan kemudian dimakamkan di
Pekalangan Gede  dekat Kampung Kasunyatan. Setelah meninggalnya, Maulana
Yusuf diberi gelar  Pangeran Panembahan Pekalangan Gede atau Pangeran
Pasarean. Dan sebagai  penggantinya diangkatlah puteranya yang bernama
Pangeran  Muhammad
Subject: SAJARAH BANTEN 3

 3.  Sultan Muhammad, Sultan Banten III (1580-1596 M)



Pada masa pemerintahannya  sudah dikembangkan sistem cor dan tempa logam
dengan teknik metalurgi dalam  membuat perhiasan dan persenjataan. Salah
satu episode penting dalam  pemerintahannya tentang kedatnagan kapal Belanda
tahun 1596 di Pelabuahn Banten  dipimpin ornelis De Houtman.

Beliau diangkat ketika masih  berusia 9 Tahun. Para Kadhi menyerahkan
perwaliannya kepada Mangkubumi. Pangeran  Muhammad diangkat menjadi sultan
dengan gelar Kanjeng Ratu Banten Surosowan.  Ketika Maulana Muhammad
memimpin Banten, Kesultanan Banten menjadi semakin kuat  dan ramai.
Orang-orang dapat melayari kota dengan menyusuri banyak sungai yang
terdapat di Banten.

Mulai  dari pintu gerbang besar istana sampai luar, terdapat berbagai
bangunan : Made  Bahan tempat tambak baya melakukan jaga, Made Mundu dan
Made gayam, Sitiluhur  atau Sitinggil yang didekatnya terdapat bangunan
untuk gudang senjata dan  kandang kuda kerajaan. Pakombalan yaitu tempat
penjagaan wong Gunung. Disebelah  utara terdapat tempat perbendaharaan dan
disebelah barat berdiri masjid dengan  menara disampingnya. Selanjutnya
terdapat suatu perkampungan yang disebut Candi  raras yang diantaranya
terdapat bangunan-bangunan Made Bobot dan Made Sirap.  disebelah timur Made
Bobot terdapat Mandapat yaitu suatu bangunan terbuka yang  dipasangi meriam
Ki Jimat mengarah ke Utara. Dekat Srimanganti terdapat  WaringinKurung dan
Watu Gilang. Ditepi sungai terdapat Panyurungan atau galangan  kapal
kerajaan.

Dekat  Panyurungan terdapat tonggak tempat mengikta gajah raja yang bernama
Rara Kawi.  Disebelahnya terdapat jembatan besar dari kayu jati melintasi
sungai yang  selanjutnya jalan raya dengan pagar kembar menuju ke arah utara
ke perbentengan.  Perbentengan sebelah dalam atau Baluwarti Dalme disebut
Lawang Sadeni atau  Lawang Saketeng yang disebelah baratnya berdiri pohon
beringin besar dan  perbentengan Sampar lebu. (Halwany;Mudjahid
Chudari;"Masa lalu  Banten";1990:42)

Maulana  Muhammad dikenal dengan sebagai seorang yang Shaleh. Untuk
kepentingan  penyebaran agama Islam beliau banyak mengarang kitab agama yang
kemudian  dibagikan kepada yang memerlukannya. Untuk sarana ibadat beliau
banyak membangun  masjid sampai ke pelosok desa. beliau pun selalu menjadi
imam dan khatib pada  shalat Jum'at dan Hari raya. masjid Agung pun
diperindah. Temboknya dilapisi  porselen dan tiang atapnya dibuat dari kayu
cendana. Untuk para wanita  disediakan tempat khusus yang disebut Pawestren
atau  Pewadonan.

Peristiwa menarik pada masa Maulana  Muhammad adalah peristiwa penyerbuan ke
Palembang. Penyerbuan ini bermula dari  hasutan Pangeran Mas putera dari
Aria Pangiri. Pangeran Mas berkeinginan menjadi  raja di Palembang. Maulana
Muhammad yang masih muda dan penuh semangat  dihasutnya. Dikatakannya bahwa
Palembang dulunya adalah kekuasaan ayahnya  sewaktu menjadi sultan di Demak.
Disamping itu dikatakannya pula bahwa rakyat  Palebang saat itu masih banyak
yang kafir. Terdorong oleh darah muda dan  semangat untuk memakmurkan Banten
dan mengembangkan agama Islam ke seluruh  Nusantara, sultan pun dapat
dipengaruhinya. Saran Mangkubumi dan para pembesar  istana lainnya tidak
diindahkan. Sehingga penyerbuan ke Palembangpun harus  dilakukan.

Dengan  200 kapal perang berangkatlah pasukan Banten menuju Palembang.
pasukan ini  dipimpin langsung oleh Maulana muhammad didampingi Mangkubumi
dan Pangeran Mas.  Saat itu lampung, Seputih, dan Semangka (daerah-daerah
kekuasaan Banten)  diperintahkan untuk mengerahkan prajuritnya menyerang
Palembang melalui darat.  Pertempuran hebat terjadi di sungai Musi hingga
berhari-hari. Pasukan palembang  nyaris dapat dipukul mundur. Tapi dalam
keadaan yang hampir berhasil itu, Sultan  yang memimpin pasukan dari kapal
Indrajaldri tertembak oleh pasukan Palembang.  Dan Sultan pun wafat dalam
pertempuran tersebut. Penyerangan tidak dilanjutkan,  dan pasukan Banten
kembali tanpa hasil. Peristiwa gugurnya Sultan ini terjadi  menuru
sangsakala Prabu Lepas tataning prang atau pada Tahun 1596 M.

Maulana  Muhammad wafat pada Usia muda (kira-kira 25 Tahun). Beliau
meninggalkan seorang  putera yang bernama Abul Mafakhir Mahmud Abdul Kadir
yang baru berusia 5 Bulan  dari permaisurinya (Ratu wanagiri, puteri dari
mangkubumi). Anak inilah yang  nanti menggantikan dirinya. Setelah wafatnya,
Maulana Muhammad diberi gelar  Pangeran Seda Ing Palembang atau Pangeran
Seda Ing Rana. Belai dimakamkan di  serambi Masjid Agung. (Q)

4.  Sultan Abul Mafakhir Mahmud Abdul Kadir,


Sultan  Banten IV (1596-1651 M)



Abul  Mafakhir dinobatkan sebagai sultan ketika berusia 5 Bulan, sehingga
untuk  melaksanakan roda pemerintahan ditunjuklah Mangkubumi Jayanagara
sebagai wali.  Mangkubumu Jayanagara adalah juga yang pernah menjadi
Mangkubumi bagi Maulana  Muhammad, sehingga kesetiannya pada Kesultanan
Banten tidaklah diragukan lagi.  Mangkubumi ini adalah seorang tua yang
lemah lembut dan luas pengalamannya pada  bidang pemerintahan. Selain
Mangkubumi ditunjuk pula seorang wanita tua yang  bijaksana sebagai pengasuh
Sultan, yang bernama Nyai Embun Rangkun. Mangkubumi  Jayanagara mangkat,
setelah 6 Tahun (1602) menjadi Mangkubumi bagi Sultan Abul  Mafakhir, dan
jabatan Mangkubumi diserahkan kepada adiknya. Namun pada tanggal  17
Nopember 1602 dia dipecat karena kelakuanya dinilai tidak baik. Karena
perpecahan dan irihati para pangeran, maka diputuskan untuk tidak mengangkat
mangkubumi baru, dan untuk perwalian sultan diserahkan kepada ibunda sultan
Nyai  Gede Wanagiri.

Tidak  lama kemudian ibunda sultan menikah dengan seorang bangsawan keluarga
istana.  dan atas desakannya pula, suaminya ini diangkat sebagai mangkubumi.
Namun  mangkubumi yang baru ini tidak memiliki wibawa, bahkan sering
menerima suap dari  pedagang-pedagang asing. Sehingga banyak peraturan yang
tidak dapat diterapkan  di Banten. Situasi ini menimbulkan rasa tidak puas
dari sebagian pejabat istana  yang akhirnya menimbulkan kerusuhan dan
kekacauan. Bahkan diantara para pangeran  pun terjadi perselisihan, sebagian
lebih condong kepada para pedagang dari  Portugis, sedang yang lainnya lebih
condong ke Belanda. Sedangkan antara Belanda  da Portugis saat itu sedang
bermusuhan. wajar bila pertentangan ini  mengakibatkan banyak kekacauan.
 Pertentangan antar pangeran ini  berlangsung berkepanjangan, sehingga pada
bulan Oktober 1604 terjadi peristiwa  hebat, yang bermula dari tindakan
Pangeran Mandalika (Putera Maulana yusuf).  Pangeran Mandalika menyita
perahu Jung dari Johor.Patih Mangkubumi meminta  Pangeran Mandalika untuk
melepaskannya, namun perintah tersebut tidak  dipatuhinya.

Untuk  menjaga kalau-kalau pasukan kerajaan menyerang dirinya, maka Pangeran
Mandalika  bergabung dengan pangeran-pangeran lainnya. Mereka membuat
pertahanan sendiri di  luar kota. Makin lama kedudukan mereka makin kuat.
bahkan rakyatpun semakin  simpati pada pasukan Pangeran Mandalika.

Pada  bulan Juli 1605 datanglah Pangeran Jayakarta datang ke Banten untuk
menghadiri  acara khitanan Sultan Muda. Pangeran Jayakarta datang dengan
membawa para  pembesar kerajaan dan para pasukannya. Atas permintaan
Mangkubumi, Pangeran  Jayakarta bersedia membantu menumpas para pemberontak.
Pangeran Jayakarta dengan  dibantu pasukan dari Inggris dapat memukul mundur
para pemberontak. Tapi dengan  diusirnya para pemberontak keadaan Banten,
bukannya semakin membaik malah  semakin tegang. Puncak ketegangan terjadi
pada bulan Juli 1608.

Pada  tanggal 23 Agustus 1608, Syahbandar dan sekretarisnya dibunuh oleh
perusuh.  Tidak lama kemudian, yaitu pada tanggal 23 Oktober 1608, Patih
Mangkubumi  dibunuhnya pula. Peristiwa inilah yang mempercepat terjadinya
kerusuhan di  Banten yang dikenal dengan Peristiwa pailir. Selain peristiwa
Pailir , pada masa  sultan Abul Mafakhir juga terjadi peristiwa Pagarage
atau Pacerebonan yang  terjadi pada tahun 1650. Peristiwa ini terjadi
bermula dari kedatangan pasukan  dari Cirebon yang akan menyerbu Banten.
Peristiwa pertempuran ini dimenangkan  oleh pasukan dari Kesultanan banten.

Sultan  Abul Mafakhir mempunyai putera : Pangeran Pekik (Sultan Abul Maa'li
Akhmad) yang  wafat setelah peristiwa Pagarage (1650),makamnya terletak di
desa Kanari. Ratu  Dewi, Ratu Mirah, Ratu Ayu, dan Pangeran Banten.

Sultan  Abul Maa'li Akhmad (dari perkawinannya dengan Ratu Marta Kusumah
puteri Pangeran  Jayakarta) memiliki putera : Ratu Kulon, Pangeran Surya,
Pangeran Arya Kulon,  Pangeran Lor dan pangeran Raja. Dari perkawinannya
dengan Ratu Aminah (Ratu  Wetan) Sultan memiliki putera: Pangeran Wetan,
Pangeran Kidul, Ratu Inten, dan  Ratu Tinumpuk. Sedangkan dari isterinya
yang lain, sultan memiliki putera : Ratu  Petenggak, Ratu Wijil, Ratu
Pusmita, Pangeran Arya Dipanegara (Tubagus  Abdussalam/Pangeran
Raksanagara), Pangeran Arya Dikusuma(Tubagus  Abdurahman/Pangeran
Singandaru)

Sultan  Abul Mafakhir mangkat pada tanggal 10 Maret 1651. Jenazahnya
dimakamkan di  Kanari, dekat makam puteranya (Abul Ma'ali Akhmad). Sebagai
penggantinya  diangkatnya cucunya (Putera dari Abul Ma'ali Akhmad), yaitu
Pangeran Adipati  Anom Pangeran Surya Sebagai Sultan Banten V.

Subject: SAJARAH BANTEN 4

 5.  Pangeran Surya / Pangeran Adipati Anom (Sultan Ageng Tirtayasa),
Sultan  Banten V



Penobatan Pangeran Surya terjadi  pada tanggal 10 Maret 1651. seperti
tanggal surat ucapan selamat Gubernur  Kompeni Belanda Kepada Sultan. Untuk
memperlancar roda pemerintahan, sultan  mengangkat beberapa orang untuk
membantu dirinya. Jabatan Patih Mangkubumi  diserahkan kepada Pangeran
Mandura dengan wakilnya Tubagus Wiraatmaja, Sebagai  Kadhi atau Hakim Agung
Negara diserahkan kepada Pangeran JayaSentika. Tapi  Pangeran Jayasentika
tidak lama menjabat sebagai kadhi, beliau wafat dalam  perjalanan menunaikan
ibadah haji, maka jabatan Kadhi diserahkan kepada Entol  Kawista yang
kemudian dikenal dengan nama Faqih Najmudin. Faqih Najmudin adalah  menantu
dari Sultan Abul Mafakhir yang menikah dengan Ratu Lor. Untuk  mempermudah
pengawasan daerah kekuasaan, Sultan mengangkat beberapa Ponggawa  atau
Nayaka. Mereka berada di bawah pengawasan dan tanggung jawab Mangkubumi.
Selain itu Mangkubumi juga mengawasi keadaan para prajurit kerajaan.
Senjata-senjata di tambah. Rumah para Senoptai diatur sedemikian rupa, agar
mudah mengontrol para prajurit.

Dalam  pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa kedatangan, seorang ulama sufi
dari Bugis  bernama Syech Yusuf yang kemudian menikah dengan anak Sultan
Ageng selain itu  Syech Yusuf diangkat menjadi seorang Mufti di Kesultanan
Banten beliau pula yang  membantu dan memimpin perang melawan Belanda.

Pangeran Surya yang kemudian  bergelar Pangeran Ratu Ing Banten adalah
seorang ahli strategi perang. Hal ini  sudah dibuktikannya sejak beliau
menjadi putera mahkota. beliau lah yang  mengatur strategi perang gerilya
saat menyerbu belanda di  Batavia.

Seperti  juga kakeknya, Pangeran Surya pun tidak melepaskan dari
Kekhalifahan Islam di  Makkah. hubungan ini keharusan untuk memperkuat
kekuatan umat Islam dalam  menentang segala macam kesewenangan. Dari dari
Kekhalifahan pulalah Pangeran  mendapatkan gelar Sultan 'Abulfath
Abdulfattah. Dari hubungan ini Sultan  mengharapkan bantuan dari Khalifah
untuk mengirimkan guru agama ke Banten.

Selain  itu Sultan pun tidak setuju dengan pendudukan bangsa Asing atas
negaranya, dan  untuk memperkuat pertahanan (terutama dari serbuan Belanda
di Batavia), sultan  memperkuat pasukanya di Tangerang yang telah menjadi
benteng pertahanan terdepan  dalam menghadapi serangan Belanda. Dari
tangerang ini pulalah pada tahun 1652  Banten menyerbu Batavia. Melihat
situasi yang semakin memanas, pihak kompeni  mengajukan usul perdamaian.
Namun sultan bertekad untuk menghapuskan para  penjajah di bumi Nusantara,
sultan melihat berbagai kecurangan pada setiap  perjanjian yang diajukan
oleh pihak Belanda, sehingga Sultan pun menolaknya.  Pada tahun 1656 pasukan
Banten yang bermarkas di Angke dan Tangerang melakukan  gerilya
besar-besaran. Perusakan dan sabotase yang dilakukan para prajurit  Banten
banyak merugikan pihak Kompeni. Untuk menghadapi serangan Belanda yang
lebih besar, Sultan mempernaiki hubungan dengan Cirebon dana Mataram, bahkan
dari Inggris, Prancis dan Denmark, Sultan mendapat kemudahan memperoleh
senjata  api untuk peperangan. Daerah kekuasaan Banten (Lampung, Bangka,
Solebar,  Indragiri dan daerah lainnya) diminta mengirimkan prajuritnya
untuk bergabung  dengan para prajurit yang berada di Surosowan. Rakyatpun
mendukung langkah  Sultan untuk mengusir Penjajah. Mereka bertekad lebih
baik mati daripada  berdamai dnegan penjajah. Sedangkan kompeni mempekuat
pasukkannya dengan  prajurit-prajurit sewaan yang berasal dari Kalasi,
ternate, Bandan, kejawan,  Melayu, Bali, Makasar dan Bugis.

Pada  tanggal 29 April 1658 datang utusan Belanda ke Banten membawa surat
dari  Gubernur Jendral Kompeni yang berisi rancangan perjanjian perdamaian,
namun  Sultan kembali melihat kecurangan dibalik naskah perjanjian tersebut,
pihak  kompeni hanya mengharapkan keuntungan sendiri tanpa memperhatikan
kepentingan  rakyat Banten. Oleh karenanya pada tanggal 4 Mei 1658 Sultan
mengirimkan utusan  ke Batavia untuk melakukan perubahan perjanjian. Namun
perubahan dari Sultan di  tiolak oleh Belanda. Kompeni hanya menginginkan
Banten membeli rempah-rempah  dari Belanda dan itupun harus ditambah pajak.
Penolakan tersebut membuat Sultan  sadar, bahwa tidaklah mungkin ada
persesuaian pendapat antara dua musuh yang  saling berbeda kepentingan. Maka
pada tanggal 11 Mei 1658 Sultan mengirim surat  balasan yang menyatakan
bahwa "BANTEN dan KOMPENI TIDAK AKAN MUNGKIN BISA  BERDAMAI .

Maka  terjadilah pertempuran hebat di darat dan di laut. Pertempuran ini
berlangsung  tanpa henti sejak bulan Juli 1658 hingga tanggal 10 juli 1659.

Selain  di Tangerang, Sultan juga membuat kampung para prajurit di
Tirtayasa, bahkan  akhirnya sultan pun menyuruh mendirikan istana di kampung
tersebut. Yang  nantinya digunakan sebagai pusat kontrol kegiatan di
Tangerang dan Batavia  disamping untuk tempat peristirahatan. Maka dengan
demikian Tirtayasa dijadikan  penghubung antara Istana di Surosowan dengan
Benteng pertahanan di Tangerang.  Hal ini akan mempersingat jalur komunikasi
sultan. Disamping jalan darat yang  sudah ada, juga dibuat jalan laut yang
menghubungkan  Surosowan-Tirtayasa-Tangerang. Maka dibuatlah saluran tembus
dari  Pontang-Tanara-Sungai Untung Jawa menyusuri jalan darat - melalaui
sungai  CIkande sampai pantai Pasiliyan. Saluran ini dibuat cukup besar,
hingga mampu  dilewati kapal perang ukuran sedang. Saluran ini dibuat dari
tahun 1660 hingga  sekitar tahun 1678. Selain di Tirtayasa Sultan pun
berusaha menyempurnakan dan  memperbaiki keadaan didalam ibukota kerajaan.
Dengan bantuan beberapa ahli  bangunan dari Portugis dan Belanda yang sudah
masuk Islam, diantaranya adalah  Hendrik Lucasz Cardeel kemudian dikenal
dengan Pangeran Wiraguna diperbaikilah  bangunan istana Surosowan. Benteng
istana diperkuat dengan diberi Bastion,  disetiap penjuur mata angin dan
dilengkapi dengan 66 buah meriam yang diarahkan  ke segala penjuru.

Demikian juga dengan sungai  disekeliling benteng, Irigasi diperbaiki dan
diperluas jangkauannya, Sehingga  areal sawah mendapat pengairan dengan
baik. Daerah yang tadinya kesulitan air  menjadi subur. Padi dan tanaman
produksi lainnya sangat menunjang kemakmuran  rakyat Banten. Produksi Merica
mecapai 3.375.000 pon pada tahun 1680-1780.

Ketika  pasukan Sultan Ageng terdesak oleh Belanda mereka menyingkir ke
Tirtayasa  kemudian dengan menyusuri sungai Ciujung ke selatan mereka sampai
di Sajira  (Lebak). Dengan memakai tipu muslihat Belanda berhasil menangkap
Sultan Ageng  kemudian dibawa ke Batavia dan beliau meninggal dalam tahanan
di Batavia.  Sementara itu perjuangan dilanjutkan oleh Syech Yusuf beserta
anak-anak Sultan  Ageng seperti P Purbaya, P Kulon, P Kidul, dll. Mereka
bergerak ke arah barat  lebak dan menetap di Jasinga (Bogor), disini banyak
peniggalan laskar Banten.  Dari Jasinga rombongan yang dipimpin Syech Yusuf,
mengitari gunung Salak ke  daerah Jampang kemudian ke Padalarang dengan
tujuan Cirebon. Di Padalarang  laskar Banten yang dipimpin Syech Yusuf
dicegat Belanda, terjadilah perang besar  tapi Syech Yusuf dan rombongan
dapat meloloskan diri dengan mengitari Citarum ke  selatan masuk ke hutan ,
Belanda tidak bias mengejar karena medan pegunungan  yang sulit dilewati.
Syech Yusuf setelah sampai di Tasikmalaya melanjutkan ke  Ciamis, di Ciamis
laskar Banten menetap cukup lama bahkan banyak diantara laskar  Banten yang
menikah dan menjadi penduduk setempat menyiarkan agama Islam. Suatu  saat
dating seorang berpakaikan Arab dan berbahasa melayu, orang itu sebetulnya
adalah seorang Belanda yang akan menangkap Syech Yusuf. Orang belanda itu
berpura-pura ingin berunding dengan Syech Yusuf tapi di dalam perjalanan
Syech  Yusuf ditangkap beserta rombongannya kemudian dibawa ke Batavia dan
dibuang ke  Srilanka selanjutnya ke Afrika Selatan dan wafat disana,
sementara sisa-sisa  laskar Banten banyak menetap di daerah-daerah yang
pernah dilewatinya dan  menyebarkan agama Islam seperti di Jasinga, Bogor,
Cianjur, Ciamis,
dll


Subject: SAJARAH BANTEN 5






 Masa-masa Kehancuran Banten



Setelah  ditangkapnya Sultan Ageng Tirtayasa (14 Maret 1683 M), Sultan Ageng
Tirtayasa  wafat pada tahun 1692. dengan restu kompeni diangkatlah Sultan
Haji sebagi  Sultan Banten VI. Namun kedaulatan Kesultanan Banten sudahlah
tidak ada lagi.  Apalagi dengan ditandatanganinya perjanjian antara kompeni
dengan Sultan Haji  pada tanggal 17 April 1684 Perjanjian tersebut berisi
hal-hal yang merugikan  kesultanan dan rakyat Banten. Sehingga lenyaplah
kejayaan dan kemajuan Banten,  karena adanya monopoli dan penjajahan
Belanda.

Rakyat  semakin menderita karena tingginya pajak yang harus mereka bayar.
Sehingga  tidaklah mengherankan kalau pada saat itu banyak terjadi kerusuhan
dan  pemberontakan, karena ketidakpuasan rakyat. Bahkan pernah terjadi
pembakaran  hampir 2/3 bangunan-bangunan didalam kota. aaa

Untuk  keperluan keamanan dan pertahanannya, pihak kompeni membangun benteng
disebelah  utara dekat pasar Karangantu. Benteng tersebut diberinama
Speelwijk pada tahun  1682 dan kemudian disempurnakan pada tahun 1685.

Masa  pemerintahan Sultan Haji dipenuhi dengan pemberontakan dan kekacauan
disegala  bidang. Bahkan sebagian besar rakyat tidak mengakui dirinya
sebagai Sultan  Banten. Sehingga kehidupan sultan selalu diliputi dengan
kegelisahan dan  ketakutan Bagaimana pun juga sebagai manusia, ada rasa
sesal pada diri sultan  atas perlakuan dirinya terhadp ayahya (Sultan Ageng
Tirtayasa) Tapi semuanya  sudah terlanjur. Karena tekanan-tekanan itu
akhirnya beliau jatuh sakit hingga  meninggalnya pada tahun 1687. Dari
permaisuri Sultan Haji mempunyai beberapa  orang anak, diantaranya Pangeran
ratu dan PAngeran Adipati. Sedangakan menurut  Babad Banten, Sultan Haji
memiliki 10 orang putera, yakni :

1.  Pangeran Ratu (Sultan Abulfadl)

2.  Pangeran Adipati (Sultan Muhammad Zainul Abidin)

3.  Pangeran Muhammad thohir

4.  Pangeran Fadhluddin

5.  Pangeran Ja'farrudin

6.  Pangeran Muhammad Alim

7. Ratu  Rohimah

8. Ratu  Hamimah

9.  Pangeran Kesatrian

10.  Ratu Mumbay (ratu Bombay)

Setelah  wafatnya Sultan Haji, terjadilah perebutan kekuasaan diantara
puter-putera  Sultan Haji. Setan Van Imhoff turun tangan masalah ini dapat
terselesaikan.  Dengan diangkatnya Pangeran Ratu menjadi Sultan Banten VII
dengan gelar Sultan  Abulfadhl Muhammad Yahya (1687-1690). Beliau ternyata
termasuk Sultan yang benci  Belanda. Ditatanya kembali banten yang sudah
porak poranda itu. Namun baru tiga  tahun, beliau jatuh sakit yang
mengakibtakan kematiannya. Jenazahnya dimakamkan  disamping kanan makam
Sultan Hasanuddin di Pasarean.

karena  Sultan Abul Fadhl tidak memiliki putera, maka kesultanan diserahkan
kepada  adiknya Pangeran Adipati (1690-1733) dengan gelar Sultan Abul
Mahasin Muhammad  Zainul Abidin atau Kang Sinuhun Ing Nagari Banten. Putera
Sultan yang sulung  dibunuh orang, sehingga yang menggantikan posisinya
sebagai sultan Banten adalah  putera keduanya yang kemudian bergelar
Pangeran Abulfathi Muhammad Shifa Zainul  Arifin(1733-1747). Pada masa
pemerintahannya banyak terjadi pemberontakan oleh  rakyat, karena
ketidakpuasan rakyat terhadap kompeni yang memberlakukan kerja  rodi, tanam
paksa dan lainnya. Dalam pada itu dikeraton pun terjadi kekisruhan.  Sultan
Zainul Arifin banyak dipengaruhi oleh isterinya (Ratu Syarifah fatimah).
Ratu begitu dekat dengan kompeni.

Sultan  Zainul Arifin mengangkat Pangeran Gusti sebagai putera mahkota.
Penunjukan ini  tidak disetujui oleh isterinya, Permaisuri menginginkan yang
menjadi putera  mahkota adalah menantunya, yaitu Pangeran Syarif Abdullah.
Karena desakan oleh  isterinya, sultan menyurun Pangeran Gusti pergi ke
Batavia. Tapi atas usulan  Ratu Syarifah, Pangeran Gusti ditangkap dan
diasingkan ke Sailan oleh kompeni  (1747). Sehingga diangkatlah Pangeran
Syarif Abdullah sebagai Putera mahkota,  dengan persetujuan kompeni. Dan
atas fitnah isterinya pula, Sultan Zainul Arifin  ditangkap kompeni karena
dianggap gila. Sebagai gantinya diangkatlah Pangeran  Syarif Abdullah
sebagai Sultan banten dengan gelar Pangeran Syarifuddin Ratu  Wakil pada
tahun 1750. tapi yang berkuasa sebetulnya adalah Ratu Fatimah.

Melihat  hal ini rakyat merasa telah dihina dan dikhianati, maka rakyat pun
melakukan  perlawanan bersenjata. Dipimpin oleh Ki Topo dan Ratu Buang
mereka menyerbu  Surosowan. Pertempuranpun terjadi begitu hebat. Melihat hal
ini Gubernur Jendral  Kompeni Mossel segera memerintahkan menangkap Ratu
Syarifah dan Sultan  Syarifudin. Kemudian Belanda mengangkat Pangeran Arya
Adi Santika sebagai sultan  Banten dengan gelar Sultan Abul Ma'ali Muhammad
Wasi' Zainul Arifin Pada tahun  1752, dan Pangeran Gusti diangkat sebagi
putera mahkota. Enam bulan kemudian  Sultan menyerahkan kekuasaannya kepada
putera mahkota, karena banyaknya  perlawanan dari rakyat yang tidak suka
dengan perlakuan kompeni yang mendikte  sultan. Pangeran Gusti diangkat
dengan gelar Sultan Abul Nasr Muhammad 'Arif  Zainul Asiqin (1753-1773).
setelah sultan wafat maka kekuasan diserahkan kepada  putranya dengan gelar
Sultan Abul Mafakhir Muhammada Aliudin (1773-1799). Karena  tidak memiliki
putera maka setelah wafat Sultan Aliudin, kekuasaan dipegang oleh  adiknya
yang bernama Pangeran Muhiddin dengan gelar Sultan Abul Fath Muhammad
Muhiddin Zainal Shalihin (1799-1801). Pada tahun 1801 sultan dibunuh oleh
Tubagus Ali Seorang putera Sultan Aliudin. namun Tubagus Ali pun wafat
ditangan  pengawal sultan. Selanjutnya kesultanan dipegang oleh Sultan
Abulnasr Muhammad  Ishaq Zainul Muttaqin (1801-1802). Pada Tahun 1802
Kesultanan dipegang oleh  Sultan Wakil Pangeran Natawijaya yang kemudian
pada tahun 1803 Putera Sultan  Abul Mafakhir Muhammad Aliudin dengan gelar
Sultan Agiluddin atau Sultan  Aliyuddin II (1803-1808). Sultan inilah yang
berselisih paham dengan Herman  Wiliam Daendels. (Q)



PENGHANCURAN ISTANA SUROSOWAN



Pada  abad ke-18 VOC sedang mengalami kemunduran, sehingga dibutuhkan banyak
dana  untuk membiaya operasionalnya, banyak hutang yang ditanggung oleh VOC.
Sehingga  VOC menerapkan sistem kerja paksa/kerja rodi (Kerja tanpa diberi
upah) di tanah  jajahan. Ditanah Banten kerja rodi diawalai dengan membuat
pangkalan angkatan  laut di Ujung Kulon. untuk itu Daendlels memerintahkan
Sultan Banten (Sultan  Aliyuddin II) untuk mengirimkan pekerja
sebanyak-banyaknya. Tapi karena  daerahnya berawa-rawa, banyak pekerja yang
meninggal atau terserang penyakit  malaria. Sehingga banyak diantara pekerja
yang kabur. Keadaan ini membuat  Daedels murka dan menuduh Mangkubumi
Wargadiraja sebagai biang keladinya.  Daendels meminta kepada Sultan untuk :

1.  Mengirimkan 1000 pekerja rodi

2.  Menyerahkan Patih Mangkubumi wargadiraja

3.  Sultan harus memindahkan kesultanannya ke Anyer, karena di Surosowan
akan di  bangun Benteng Belanda.

Permintaan itu tentu ditolak oleh  sultan. Penolakan itu membuat murka
Daendels, maka dikirimnya pasukan dalam  jumlah besar ke Banten dengan
dipimpin oleh Daendels sendiri. Sebagai peringatan  kompeni mengutus
Komandeur Philip Pieter du Puy, namun dipintu gerbang istana  utusan
tersebut dibunuh oleh rakyat Banten yang sudah benci kepada Belanda.
Tindakan ini dibalas oleh Daendels. Diserangnya Surosowan pada hari itu juga
21  Nopember 1808. Dengan penuh semangat rakyat Banten mempertahankan tanah
tercintanya. Namun Daendels dapat menguasai Surosowan. Sultan ditangkap lalu
dibuang ke Ambon. Sedangkan Mangkubumi dihukum pancung oleh kompeni.
Selanjutnya  kompeni mengangkat Sultan Wakil Pangeran
Suramenggala(1808-1809) sebagai Sultan  Banten. Namun sultan tidak memiliki
kuasa apa-apa. Dia hanya menjadi pegawai  Belanda dengan gaji 15.000 real
setahun.

Tindakan kera Daendels membuat  kebencian rakyat semakin memuncak. Banyak
terjadi perampokan kapal-kapal  Belanda. Daendels mencuriga Sultan berada
dibalik segala kerusuhan. Oleh karena  itu, bersama pasukannya Daendels
datang ke Banten. Sultan ditangkap dan  dipenjarakan di Batavia, sedangkan
benteng dan istana Surosowan dihancurkan dan  dibakar. Peristiwa tersebut
terjadi pada tahun (1809). Pada tahun itu pula mulai  dilaksanakan proyek
pembuatan jalan dari Anyer sampai Panarukan, yang panjangnya  kira-kira 1000
Km, proyek tersebut diselesaikan dalam tempo 1 tahun dengan  banyak makan
beribu-ribu rakyat. Dan untuk melemahkan Banten, maka kompeni  membagi
Banten kedalam tiga daerah, yang statusnya sama dengan kabupaten. Ketiga
daerah tersebut diawasi oleh seorang Landros. yang berkedudukan diserang.
Ketiga  daerah tersebut adalah :

1.  Banten Hulu dipimpin oleh Sultan Muhammad Syafiuddin (1809-1813) putera
Sultan  Muhyiddin Zainul Shalihin, dengan kedudukan di Caringin.

2.  Banten Hilir

3.  Anyer



SILSILAH SULTAN BANTEN

SYARIF
HIDAYATULLAH - SUNAN GUNUNG JATI Berputera :

1. Ratu  Ayu Pembayun.
4. Maulana  Hasanuddin
2.  Pangeran Pasarean
5. Pangeran Bratakelana
3.  Pangeran Jaya Lelana
6. Ratu Wianon
7. Pangeran Turusmi

PANGERAN HASANUDDIN - PANEMBAHAN
SUROSOWAN(1552-1570) Berputera :

1. Ratu  Pembayu 8. Ratu Keben
2.  Pangeran Yusuf 9. Ratu Terpenter
3.  Pangeran Arya Japara 10. Ratu Biru
4.  Pangeran Suniararas 11. Ratu Ayu Arsanengah
5.  Pangeran Pajajara  12. Pangeran  Pajajaran Wado
6.  Pangeran Pringgalaya 13. Tumenggung Wilatikta
7.  Pangeran Sabrang LorPangeran 14. Ratu Ayu Kamudarage
  15. Pangeran Sabrang Wetan

MAULANA
YUSUF PANEMBAHAN PAKALANGAN GEDE(1570-1580) Berputra :

1.  Pangeran Arya Upapati 8. Ratu Rangga

2.  Pangeran Arya Adikara  9. Ratu Ayu  Wiyos

3.  Pangeran Arya Mandalika 10. Ratu Manis

4.  Pangeran Arya Ranamanggala 11. Pangeran Manduraraja

5.  Pangeran Arya Seminingrat 12. Pangeran widara

6. Ratu  Demang 13. Ratu Belimbing

7. Ratu  Pecatanda 14. Maulana Muhammad

MAULANA
MUHAMMAD PANGERAN RATU ING BANTEN(1580-1596)Berputra :

1.
Pangeran Abdul Kadir

SULTAN
ABUL MAFAKHIR MAHMUD 'ABDUL KADIR KENARI(1596-1651)Berputra :

1.  Sultan 'Abdul Maali Ahmad Kenari(Putra Mahkota) 19. Pangeran Arya
Wirasuta

2. Ratu  Dewi 20. Ratu Gading20.

3. Ratu  Ayu 21. Ratu Pandan

4.  Pangeran Arya Banten  22. Pangeran  Wirasmara

5. Ratu  Mirah 23. Ratu Sandi

6.  Pangeran Sudamanggala 24. Pangeran Arya Jayaningrat

7.  Pangeran Ranamanggala 25. Ratu Citra

8. Ratu  Belimbing 26. Pangeran Arya Adiwangsa

9. Ratu  Gedong 27. Pangeran Arya Sutakusuma

10.  Pangeran Arya Maduraja 28. Pangeran Arya Jayasantika

11.  Pangeran Kidul 29. Ratu Hafsah

12.  Ratu Dalem 30. Ratu Pojok

13.  Ratu Lor 31. Ratu Pacar

14.  Pangeran Seminingrat 32. Ratu Bangsal

15.  Ratu Kidul 33. Ratu Salamah

16.  Pangeran Arya Wiratmaka 34. Ratu Ratmala

17.  Pangeran Arya Danuwangsa 35. Ratu Hasanah

18.  Pangeran Arya Prabangsa 36. Ratu Husaerah

  37. Ratu Kelumpuk

  38. Ratu Jiput

  39. Ratu Wuragil

PUTRA
MAHKOTA SULTAN 'ABDUL MA'ALI AHMAD, Berputera:

1. Abul  Fath Abdul Fattah 8. Pangeran Arya Kidul

2. Ratu  Panenggak 9. Ratu Tinumpuk

3. Ratu  Nengah 10. Ratu Inten

4.  Pangeran Arya Elor 11. Pangeran Arya Dipanegara

5. Ratu  Wijil 12. Pangeran Arya Ardikusuma

6. Ratu  Puspita 13. Pangeran Arya Kulon

7.  Pangeran Arya Ewaraja 14. Pangeran Arya Wetan

  15. Ratu Ayu Ingalengkadipura

SULTAN
AGENG TIRTAYASA -'ABUL FATH 'ABDUL FATTAH(1651-1672)Berputra :

1.  Sultan Haji 16. Tubagus Muhammad 'Athif

2.  Pangeran Arya 'abdul 'Alim 17. Tubagus Abdul

3.  Pangeran Arya Ingayudadipura 18. Ratu Raja Mirah

4.  Pangeran Arya Purbaya 19. Ratu Ayu

5.  Pangeran Sugiri 20. Ratu Kidul

6.  Tubagus Rajasuta 21. Ratu Marta

7.  Tubagus Rajaputra  22. Ratu Adi

8.  Tubagus Husaen 23. Ratu Ummu

9.  Raden Mandaraka 24. Ratu Hadijah

10.  Raden Saleh 25. Ratu Habibah

11.  Raden Rum 26. Ratu Fatimah

12.  Raden Mesir 27. Ratu Asyiqoh

13.  Raden Muhammad 28. Ratu Nasibah

14.  Raden Muhsin 29. Tubagus Kulon

15.  Tubagus Wetan

SULTAN
ABU NASR ABDUL KAHHAR - SULTAN HAJI (1672-1687) Berputra :

1.  Sultan Abdul Fadhl 6. Ratu Muhammad Alim

2.  Sultan Abul Mahasin 7. Ratu Rohimah

3.  Pangeran Muhammad Thahir 8. Ratu Hamimah

4.  Pangeran Fadhludin 9. Pangeran Ksatrian

5.  Pangeran Ja'farrudin 10. Ratu Mumbay (Ratu Bombay)

SULTAN
ABUDUL FADHL (1687-1690) Berputra :

- Tidak
Memiliki Putera

SULTAN
ABUL MAHASIN ZAINUL ABIDIN(1690-1733 ) Berputra :

1.  Sultan Muhammad Syifa 31. Raden Putera

2.  Sultan Muhammad Wasi' 32. Ratu Halimah

3.  Pangeran Yusuf 33. Tubagus Sahib

4.  Pangeran Muhammad Shaleh 34. Ratu Sa'idah

5. Ratu  Samiyah  35. Ratu Satijah

6. Ratu  Komariyah 36. Ratu 'Adawiyah

7.  Pangeran Tumenggung 37. Tubagus Syarifuddin

8.  Pangeran Ardikusuma 38. Ratu 'Afiyah Ratnaningrat

9.  Pangeran Anom Mohammad Nuh 39. Tubagus Jamil

10.  Ratu Fatimah Putra 40. Tubagus Sa'jan

11.  Ratu Badriyah 41. Tubagus Haji

12.  Pangeran Manduranagara 42. Ratu Thoyibah

13.  Pangeran Jaya Sentika 43. Ratu Khairiyah Kumudaningrat

14.  Ratu Jabariyah 44. Pangeran Rajaningrat

15.  Pangeran Abu Hassan  45. Tubagus  Jahidi

16.  Pangeran Dipati Banten 46. Tubagus Abdul Aziz

17.  Pangeran Ariya 47. Pangeran Rajasantika

18.  Raden Nasut 48. Tubagus Kalamudin

19.  Raden Maksaruddin 49. Ratu SIti Sa'ban Kusumaningrat

20.  Pangeran Dipakusuma 50. Tubagus Abunasir

21.  Ratu Afifah 51. Raden Darmakusuma

22.  Ratu Siti Adirah 52. Raden Hamid

23.  Ratu Safiqoh 53. Ratu Sifah

24.  Tubagus Wirakusuma 54. Ratu Minah

25.  Tubagus Abdurrahman 55. Ratu 'Azizah

26.  Tubagus Mahaim 56. Ratu Sehah

27.  Raden Rauf 57. Ratu Suba/Ruba

28.  Tubagus Abdul Jalal 58. Tubagus Muhammad Said (Pg. Natabaya)

29.  Ratu Hayati

30.  Ratu Muhibbah

SULTAN
MUHAMMAD SYIFA' ZAINUL ARIFIN (1733-1750) Berputra :

1.Sultan Muhammad 'Arif 7. Ratu  Sa'diyah

2. Ratu  Ayu 8. Ratu Halimah

3.  Tubagus Hasannudin 9. Tubagus Abu Khaer

4.  Raden Raja Pangeran Rajasantika 10. Ratu Hayati

5.  Pangeran Muhammad Rajasantika 11. Tubagus Muhammad Shaleh

6. Ratu  'Afiyah


SULTAN  SYARIFUDDIN ARTU WAKIL(1750-1752 )

- Tidak  Berputera


SULTAN  MUHAMMAD WASI' ZAINUL 'ALIMIN(1752-1753)

- Tidak  Berputera

SULTAN
MUHAMMAD 'ARIF ZAINUL ASYIKIN(1753-1773) Berputra :

1.  Sultan Abul Mafakhir Muhammad Aliyudin 4. Pangeran Suralaya

2.  Sultan Muhyiddin Zainusholiohin 5. Pangeran Suramanggala

3 .  Pangeran Manggala

SULTAN  ABUL MAFAKHIR MUHAMMAD ALIYUDDIN(1773-1799) Berputra :

1.  Sultan Muhammad Ishaq Zainul Muttaqin 5. Pangeran Musa

2.  Sultan Agilludin (Sultan Aliyuddin II) 6. Pangeran Yali

3.  Pangeran Darma 7. Pangeran Ahmad

4.  Pangeran Muhammad Abbas

SULTAN
MUHYIDDIN ZAINUSHOLIHIN(1799-1801) Berputra :

1.  Sultan Muhammad Shafiuddin

Sultan  Muhammad Ishaq Zainul Muttaqin (1801-1802)

Sultan  Wakil Pangeran Natawijaya (1802-1803)

Sultan  Agilludin (Sultan Aliyuddin II) (1803-1808)

Sultan  Wakil Pangeran Suramanggala (1808-1809)

Sultan  Muhammad Syafiuddin (1809-1813)

Sultan  Muhammad Rafiuddin (1813-1820)

 GEGER CILEGON Peristiwa perlawanan yang mengesankan  pada awal abad 19
adalah peristiwa Geger Cilegon, yang terjadi pada tanggal 9  Juli 1888.
Peristiwa tersebut dipimpin oleh para alim ulama. Diantaranya adalah  : Haji
Abdul karim, Haji Tubagus Ismail, Haji Marjuki, dan Haji Wasid.  Sepulangnya
Haji Abdul Karim dari Makkah, beliau banyak mengajarkan tarekat di
kampungnya, Lempuyang. Selain itu beliau juga menanamkan nasionalisme kepada
para pemuda untuk melawan para penjajah yang kafir.

Sementara itu KH. Wasid yang pernah  belajar pada Syekh Nawawi Al Bantani
mengajarkan ilmunya di pesantrenya di  Beji-Bojonegara. Bersama teman
seperjuangannya yakni : Haji Abdurrahman, Haji  Akib, Haji Haris, Haji
Arsyad Thawil, Haji Arsyad Qashir dan Haji Ismail, mereka  menyebarkan
pokok-pokok ajaran Islam ke masyarakat. Pada saat itu Banten sedang
dihadapi bencana besar. Setelah meletusnya Gunung Karakatau pada tahun 1883
yang  merenggut 20.000 juta jiwa lebih, disusul dengan berjangkitnya wabah
penyakit  hewan (1885) pada saat itu masyarakat banyak yang percaya pada
tahayul dan  perdukunan. Di desa Lebak Kelapa terdapat satu pohon besar yang
sangat dipercaya  oleh masyarakat memiliki keramat. Berkali-kali H. Wasid
memperingati masyarakat.  Namun bagi masyarakat yang tidak mengerti agama,
fatwanya itu tidak diindahkan.  H. Wasid tidak dapat membiarkan kemusrikan
berada didepan matanya. Bersama  beberapa muridnya, beliau menebang pohon
besar tersebut. Kejadian inilah yang  menyebabkan beliau dibawa ke
pengadilan (18 Nopember 1887), belaiu didenda 7,50  gulden. Hukuman tersebut
menyinggung rasa keagamaan dan harga diri murid-murid  dan para
pendukungnya. Selain itu, penyebab terjadinya persitiwa berdarah, Geger
Cilegon adalah dihancurkannya menara langgar di desa Jombang Wetan atas
perintah  Asisten Residen Goebel. Goebel menganggap menara tersebut
mengganggu ketenangan  masyarakat, karena kerasnya suara. Selain itu Goebel
juga melarangang Shalawat,  Tarhim dan Adzan dilakukan dengan suara yang
keras. Kelakuan kompeni yang  keterlaluan membuat rakyat melakukan
pemberontakan.

Pada  tanggal 7 Juli 1888, diadakan pertemuan di rumahnya Haji Akhia di
Jombang Wetan.  Pertemuan tersebut untuk mematangkan rencana pemberontakan.
Pada pertemuan  tersebut hadir beberapa ulama dari berbagai daerah.
Diantaranya adalah : Haji  Said (Jaha), Haji Sapiudin (Leuwibeureum), Haji
Madani (Ciora), Haji Halim  (Cibeber), Haji Mahmud (Terate Udik), Haji Iskak
(Saneja), Haji Muhammad Arsad  (Penghulu Kepala di Serang) dan Haji Tb Kusen
(Penghulu Cilegon). Pada hari  Senin tanggal 9 Juli 1888 diadakan serangan
umum. Dengan memekikan Takbir para  ulama dan murid-muridnya menyerbu
beberapa tempat yang ada di Cilegon. Pada  peristiwa tersebut Henri Francois
Dumas - juru tulis Kantor Asisten residen -  dibunuh oleh Haji Tubagus
Ismail. Demikian pula Raden Purwadiningrat, Johan  Hendrik Hubert Gubbels,
Mas Kramadireja dan Ulrich Bachet, mereka adalah  orang-orang yang tidak
disenangi oleh masyarakat.Cilegon dapat dikuasio oleh  para pejuang "Geger
Cilegon". Tak lama kemudian datang 40 orang serdadu kompeni  yang dipimpin
oleh Bartlemy. Terjadi pertempuran habet antara para pejuang  dengan serdadu
kompeni. hingga akhirnya pemberontakan tersebut dapat dipatahkan.  Haji
Wasid dihukum gantung. Sedangkan yang lainnya dihukum buang. Diantaranya
adalah Haji Abdurrahman dan Haji Akib dibuang ke Banda. Haji Haris ke
Bukittinggi Haji Arsyad thawil ke Gorontalo, Haji Arsyad Qashir ke Buton,
Haji  Ismail ke flores, selainnya dibuang ke Tondano, Ternate, Kupang,
Manado, Ambon  dan lain-lain. (Semua pemimpin yang dibuang berjumlah 94
orang).

Subject: SAJARAH BANTEN 7 (SYECH MAULANA MANSYUR CIKADUEN /KI BUYUT
MANSYUR)






  (SYECH MAULANA MANSYUR CIKADUEN /KI BUYUT MANSYUR)

Syech  Maulana Mansyurudin kasohor nami Abu Nashr, Abdul Qohar, sareng
Sultan Haji,  anjeuna putra Sultan Agung Tirtayasa Abdul Fattah.

Ceuk sakaol  nalika taun 1651 M, Sultan Ageng Tirtayasa (Abdul Fattah) liren
tina kasultanan,  dipasrahkeun ka putrana nyaeta Maulana Mansurudin Sultan
katujuh Banten,  kinten-kinten 2 taun janten Sultan teras angkat ka Mekah.
Kasultanan  dipasrahkeun ka putrana nyaeta Sultan Abdul Fadli, nalika angkat
ka Mekah Syech  Maulana Mansur dipasihan wasiat ku ramana nyaeta upami
angkat ka Mekkah ulah  mampir ka tempat sejen kedah langsung ka Mekkah
lajeng ti Mekkah kedah langsung  ka Banten.

Dina  sajeroning lalampahan ka Mekkah Syech Mansur hilap ka wasiat sepuhna
anjeuna  singgah heula ka pulau Majeki, di dieu anjeuna nikah sareng ratu
jin gaduh putra  hiji.

Salami  Maulana Mansyur di pulau Majeki, Sultan  Adipati Ishaq di banten
kena rayuan Walanda nu antukna anjeuna janten diangkat  sultan ku Walanda.
Nanging sultan Abdul Fattah teu nyatujuan kedah ngantosan  Maulana Mansyur,
lajeng aya kakacauan nu ahirna dongkap kapal anu ngaku Maulana  Mansyur
sarta nyandak barang-barang ti Mekkah, dongkapna Sultan palsu ti  Palabuhan
Banten ka Surosowan karaton Banten tetep ngangken Sultan Haji Abu  Nashri nu
ahirna jalmi-jalmi percanten, mung Sultan Ageng nu teu percanten,  padahal
Sultan palsu the Raja Pendeta turunan Jin ti pulo Majeki. Sultan Agen
dipikahewa ku sarerea, lajeng aya peperangan antawis Sultan Ageng sareng
Sultan  Haji palsu, nu ngabela Sultan Ageng nyaeta Tubagus Buang. Salajengna
kabar ayana  perang ka Maulana Mansyur nu aya di pulo Majeki yen aya perang
ageing di Banten  lajeng anjeuna emut kana wasiat sepuhna nu tos dilanggar,
anjeuna angkat ti pulo  Majeki ka Mekkah nyuhunkeun dihampura tina sagala
dosa di  Baitullah.

Saparantos  kitu rupina tobat ti anjeuna ditampi ku Gusti Allah SWT sarta
dipasihan  sababaraha elmu panemu sareng karomah. Anjeuna emut ka Banten
sareng izin ti  Allah SWT anjeuna neuleum di sumur zam-zam lajeng muncul di
Cibulakan, Cimanuk  bari nyandak kitab suci  Al Qur #8217;an  dipanangana
lajeng eta Qur #8217;an janten batu nu aya tulisan Qur #8217;an eta tempat
ayeuna katelahna  #8220;Batu Qur #8217;an #8221; nu dikurilingan ku cai.

Sadongkapna  ka kampung Cikoromoy teras nikah ka Nyai Sarinten gaduh putra
namina Muhammad  Sholih jujulukna Kyai Abu Sholih, salami di Cikoromoy
anjeuna ngajarkeun syareat  Islam. Nyai Sarinten pupus teras dimakamkeun di
Pasarean Cikarayu Cimanuk. Syech  Maulana Mansyur pindah ka Cikadueun bari
nyandak khadam Ki Jemah teras nikah ka Ratu Jamilah ti Caringin  Labuan.
Dina hjiji waktos Syech Maulana Mansyur ngadangu soanten meong heras  pisan,
barang ditingali sihoreng eta meong dijapit ku kima, eta meong meredih
menta tulung ka Syech Mansyur sangkan ditulungan, kumargi Syech Mansyur wali
sareng ngartos kana basa sato sapada harita eta meong tiasa dilepaskeun tina
kima. Saparantos kitu eta meong dibeat ku Syech Mansyur  nu eusina kieu
#8220;Maneh meong ulah  ngaganggu ka sakur anak turunan kami #8221;, eta
meong dikalungan surat Yasin  dibehengna dipasihan nami si Pincang atanapi
Raden Langlang Buana, Ki Buyut  Kalam. Eta Meong janten rajana meong di 6
tempat nyaeta Ujung Kulon ratuna Ki  Maha Dewa, Gunung Inten ratuna Ki Bima
Laksana, Pakuwon Lumajang ratuna Raden  Singa baruang, Majau ratuna Raden
putrid, Manitung Nyayat nu sirahna dicalikan  ku Si Pincang. Syech Maulana
Mansyur pupus di Cikadueun, Pandeglang, Banten sarta dimakamkeun diditu taun
1672  M


Subject: SAJARAH BANTEN 8 (Syech Nawawi Al Bantani)


 ULAMA SUNDA NU NGADUNIA

Syeikh Nawawi Al-Bantani nu kasohor disebat  Sayyidu Ulama Hijaz (Pamingpin
Ulama di daerah Hijaz (Saudi Arabia) nyaeta urang  Indonesia nu lahir di
Banten sareng turunan ti Maharaja Tatar Sunda Prabu  Siliwangi. Anjeuna
seueur nyeepkeun waktosna kanggo ngajar sareng ngarang kitab  dina widang
tafsir, hadits, nahu, sharaf jst.

Ampir sadaya ulama Indonesia murid anjeuna  malihan aya murid-muridna nu
janten tokoh Nasional. Sanawis janten guru kanggo  ulama Indonesia anjeuna
oge guru kanggo ulama di Singapura, Malaysia, Fatani  (Thaland), jazirah
Arab, jst.

Kitab-kitab karangan anjeuna dugi ka ayeuna  seueur janten bahan literature
pengajian ku Lembaga Pendidikan Islam di nagara  sanes, contona di
Universitas Al Azhar Kairo Mesir.

Syech Nawawi Al-Bantani diwedalkeun dina taun  1813 M atanapi taun 1230 H di
desa Tanara Kacamatan Tirtayasa, Serang, Banten,  anjeuna turunan ti Sultan
Maulana Hasanudin ti Syarif Hidayatullah ti Rara  Santang ti Prabu
Siliwangi.

Dina yuswa anom keneh anjeuna guguru ka KH Shal  Banten sareng KH Yusuf
Purwakarta lajeng dina yuswa 15 taun anjeuna neraskeun  nyiar elmuna ka
Mekah Al Mukarommah sareng di ajar ka ulama sohor jaman harita  sapertos
Syech Sayyid Ahmad Nahrawi, Syech Ahmad Dimyati, Syech Ahmad Zaeni  Dahlan,
Sayyid Muhammad Hambal Al Hambali, Syech Khatib Sambas, Syech Abdul  Ghani
Bima, Syech Yusuf Sambulawani. Saparantos 3 taun anjeuna mulih deui ka
Tanara saparantos apal Al Qur #8217;an sareng elmu sanesna sapertos mantic,
kalam ,  hadits, jsb. Anjeuna linggih di kampungna teu lami lajeng dina taun
1830 mulih  deui ka Mekkah  Dina taun 1870  anjeuna janten anjeuna ngawulang
di masjidil haram seueur murid-muridna nu  dongkap ti Indonesia.

Murid-murid Syech Nawawi

 KH Kholil Bangkalan Madura, ulama    ageng nu gaduh pangaruh di jawa Timur
sareng nu ngalahirkeun ulama-ulama    besar



 KH Hasyim As #8217; ari (Pendiri NU,    akina Gus  Dur), anjeuna nu
ngadirikeun pasantren Tebu Ireng di Jawa Timur, sareng Pahlawan Nasional.



 KH Asnawi Kudus Jawa Tengah,    anjeuna ulama panutan nu pangaruhna sa pulo
Jawa sareng ngalahirkeun    ulama-ulama ageing.



 KH Asnawi Caringin Labuan Banten,    ulama nu dugi ka ayeuna makamna sok
dijarahan ku sakurna jalami ti    mana-mana.



 KH Tb Bakri Sempur Purwakarta,    anjeuna sohor disebat  #8220;Ajengan
Sempur #8221; nu santri-santrina seueur janten ulama    besar di Jawa Barat



 KH Dawud Perak, Kuala Lumpur,    Malaysia, ulama sohor di Kuala Lumpur
Malaysia.



Kitab-Kitab karangan Syech Nawawi Al-Bantani  seueurna 115 kitab sadayana
disusun nganngo bahasa Arab fushah hal ieu anu  nunjukeun yen anjeuna mahir
pisan dina bahasa Arab, ulama Timur Tengah nyalira  salut dina karangan
kitab-na nu nganggu bahasa Arab nu sae (fushah), anapon  kitab-kitab nu
dikarangna nyaeta :

Marah Labid (Tafsir Munir), Nihayatuzen, At  _tauseh, As Simarul Yaniah,
Tanqihul Qaul, Nurudh dhalam, Fathul Majid,  jrrd.

Syech Nawawi Al Bantani pupus dina kaping 25  syawal 1314 /1897 M di tempat
perkampungan Syech Ali Al Mukarammah Saudi Arabia  dina yuswa 84 taun,
anjeuna dimakamkeun di pemakaman Ma #8217;la caket makam Siti  Asmah puteri
Abu Bakar Shidiq sareng ulama ageing Syech Ibnu Hajar dugi ayeuna  makam
anjeuna dijarahan para jamaah ti Indonesia, Singapura, Thaland,  jrr.

--
tantan hermansah


www.jendelaterbuka.wordpress.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini