Blog tempat mengirimkan berbagai tugas mahasiswa, berbagi informasi dosen, dan saling memberi manfaat. Salam Tantan Hermansah
Senin, 17 November 2014
Arif Syahrizal 1112051000133 KPI 5 E
tugas pmi 3
NAMA : ZAENAL ARIFIN
NIM : 1113054000029
JURUSAN : PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM
EKSKLUSI DAN INKLUSI SOSIAL
Eksklusi atau kriteria pengecualian adalah kriteria atau standar yang ditetapkan sebelum penelitian atau penelaahan. Kriteria eksklusi digunakan untuk menentukan apakah seseorang harus berpartisipasi dalam studi penelitian atau apakah penelitian individu harus dikecualikan dalam tinjauan sistematis. Kriteria eksklusi meliputi usia, perawatan sebelumnya, dan kondisi medis lainnya. Kriteria membantu mengidentifikasi peserta yang sesuai.
Istilah Inklusi digunakan sebagai sebuah pendekatan untuk membangun dan mengembangkan sebuah lingkungan yang semakin terbuka; mengajak masuk dan mengikut sertakan semua orang dengan berbagai perbedaan latar belakang, karakteristik, kemampuan, status, kondisi, etnik, budaya dan lainnya. Terbuka dalam konsep lingkungan inklusi, berarti semua orang yang tinggal, berada dan beraktivitas dalam lingkungan keluarga, sekolah ataupun masyarakat merasa aman dan nyaman mendapatkan hak dan melaksanakan kewajibannya.
Jadi, lingkungan inklusi adalah lingkungan sosial masyarakat yang terbuka, ramah, meniadakan hambatan dan menyenangkan karena setiap warga masyarakat tanpa terkecuali saling menghargai dan merangkul setiap perbedaan. Masyarakat inklusi adalah kita semua dalam wilayah tertentu, yang saling bertanggung jawab untuk mengupayakan dan menyediakan kemudahan berupa bantuan layanan dan sarana agar masing-masing di antara kita dapat terpenuhi kebutuhannya, melaksanakan kewajiban dan mendapatkan haknya.
Misalnya, dalam konteks sekolah, masyarakat inklusi tercermin dalam kelas yang beragam dengan siswa-siswi yang unik dan berbeda. Seorang guru kelas dianggap tahu dan memahami cara belajar dari setiap siswa-siswinya. Bila di kelas, ada siswa yang sulit belajar secara abstrak, maka guru mempunyai tanggung jawab untuk menggunakan dan menyediakan media pembelajaran konkrit untuk siswa tersebut, seperti menggunakan kumpulan lidi untuk belajar konsep penjumlahan.
Oleh karena itu, dalam masyarakat inklusi kita bertemu dan melakukan interaksi sosial dengan pribadi-pribadi individu yang memiliki keunikan dan perbedaan. Keunikan dan perbedaan dapat dilihat dari etnik, agama dan kepercayaan, warna kulit, postur tubuh, status sosial-ekonomi, latar belakang pendidikan, profesi dan jabatan, budaya seperti bahasa, tradisi, adat istiadat, karakteristik dan masih banyak lagi perbedaan yang ditemukan. Dalam masyarakat inklusi, yang terbuka bagi semua, kita tidak hanya bertemu dan melakukan hubungan sosial dengan mereka yang memiliki keunikan dan perbedaan pada umumnya. Kita tidak dapat menghindari pertemuan dengan pribadi-pribadi individu yang memiliki ciri-ciri khusus dengan perbedaan yang sangat menonjol. Mereka memiliki perbedaan dalam kemampuan berpikir, cara melihat, mendengar, bicara, berjalan, dan ada yang berbeda kemampuan dalam cara membaca, menulis dan berhitung, serta ada juga yang berbeda dalam mengekspresikan emosi, melakukan interaksi sosial dan memusatkan perhatiannya
Jadi, masyarakat inklusi adalah masyarakat yang terbuka dan universal serta ramah bagi semua, yang setiap anggotanya saling mengakui keberadaan, menghargai dan mengikutsertakan perbedaan. Setiap warga masyarakat inklusi, baik yang memiliki perbedaan pada umumnya maupun yang memiliki perbedaan khusus yang sangat menonjol, punya tanggung jawab lewat perannya masing-masing dalam mengupayakan kemudahan, agar setiap warga masyarakat secara inklusif dapat memenuhi kebutuhannya, melaksanakan kewajibannya dan mendapatkan haknya terhadap semua bidang kehidupan bermasyarakat dan berbangsa.
tugas pmi 3. zaenal arifin
NAMA : ZAENAL ARIFIN
NIM : 1113054000029
JURUSAN : PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM
EKSKLUSI DAN INKLUSI SOSIAL
Eksklusi atau kriteria pengecualian adalah kriteria atau standar yang ditetapkan sebelum penelitian atau penelaahan. Kriteria eksklusi digunakan untuk menentukan apakah seseorang harus berpartisipasi dalam studi penelitian atau apakah penelitian individu harus dikecualikan dalam tinjauan sistematis. Kriteria eksklusi meliputi usia, perawatan sebelumnya, dan kondisi medis lainnya. Kriteria membantu mengidentifikasi peserta yang sesuai.
Istilah Inklusi digunakan sebagai sebuah pendekatan untuk membangun dan mengembangkan sebuah lingkungan yang semakin terbuka; mengajak masuk dan mengikut sertakan semua orang dengan berbagai perbedaan latar belakang, karakteristik, kemampuan, status, kondisi, etnik, budaya dan lainnya. Terbuka dalam konsep lingkungan inklusi, berarti semua orang yang tinggal, berada dan beraktivitas dalam lingkungan keluarga, sekolah ataupun masyarakat merasa aman dan nyaman mendapatkan hak dan melaksanakan kewajibannya.
Jadi, lingkungan inklusi adalah lingkungan sosial masyarakat yang terbuka, ramah, meniadakan hambatan dan menyenangkan karena setiap warga masyarakat tanpa terkecuali saling menghargai dan merangkul setiap perbedaan. Masyarakat inklusi adalah kita semua dalam wilayah tertentu, yang saling bertanggung jawab untuk mengupayakan dan menyediakan kemudahan berupa bantuan layanan dan sarana agar masing-masing di antara kita dapat terpenuhi kebutuhannya, melaksanakan kewajiban dan mendapatkan haknya.
Misalnya, dalam konteks sekolah, masyarakat inklusi tercermin dalam kelas yang beragam dengan siswa-siswi yang unik dan berbeda. Seorang guru kelas dianggap tahu dan memahami cara belajar dari setiap siswa-siswinya. Bila di kelas, ada siswa yang sulit belajar secara abstrak, maka guru mempunyai tanggung jawab untuk menggunakan dan menyediakan media pembelajaran konkrit untuk siswa tersebut, seperti menggunakan kumpulan lidi untuk belajar konsep penjumlahan.
Oleh karena itu, dalam masyarakat inklusi kita bertemu dan melakukan interaksi sosial dengan pribadi-pribadi individu yang memiliki keunikan dan perbedaan. Keunikan dan perbedaan dapat dilihat dari etnik, agama dan kepercayaan, warna kulit, postur tubuh, status sosial-ekonomi, latar belakang pendidikan, profesi dan jabatan, budaya seperti bahasa, tradisi, adat istiadat, karakteristik dan masih banyak lagi perbedaan yang ditemukan. Dalam masyarakat inklusi, yang terbuka bagi semua, kita tidak hanya bertemu dan melakukan hubungan sosial dengan mereka yang memiliki keunikan dan perbedaan pada umumnya. Kita tidak dapat menghindari pertemuan dengan pribadi-pribadi individu yang memiliki ciri-ciri khusus dengan perbedaan yang sangat menonjol. Mereka memiliki perbedaan dalam kemampuan berpikir, cara melihat, mendengar, bicara, berjalan, dan ada yang berbeda kemampuan dalam cara membaca, menulis dan berhitung, serta ada juga yang berbeda dalam mengekspresikan emosi, melakukan interaksi sosial dan memusatkan perhatiannya
Jadi, masyarakat inklusi adalah masyarakat yang terbuka dan universal serta ramah bagi semua, yang setiap anggotanya saling mengakui keberadaan, menghargai dan mengikutsertakan perbedaan. Setiap warga masyarakat inklusi, baik yang memiliki perbedaan pada umumnya maupun yang memiliki perbedaan khusus yang sangat menonjol, punya tanggung jawab lewat perannya masing-masing dalam mengupayakan kemudahan, agar setiap warga masyarakat secara inklusif dapat memenuhi kebutuhannya, melaksanakan kewajibannya dan mendapatkan haknya terhadap semua bidang kehidupan bermasyarakat dan berbangsa.
tugas pmi 3
Nama : irsyadi farhan
Nim : 1113054000028
Jurusan : pengembangan masyarakat islam
Tugas sosiologi inklusi dan eksklusi
Pengertian inklusi digunakan sebagai sebuah pendekatan untuk membangun dan mengembangkan sebuah lingkungan yang semakin terbuka; mengajak masuk dan mengikutsertakan semua orang dengan berbagai perbedaan latar belakang, karakteristik, kemampuan, status, kondisi, etnik, budaya dan lainnya. Terbuka dalam konsep lingkungan inklusi, berarti semua orang yang tinggal, berada dan beraktivitas dalam lingkungan keluarga, sekolah ataupun masyarakat merasa aman dan nyaman mendapatkan hak dan melaksanakan kewajibannya. Jadi, lingkungan inklusi adalah lingkungan sosial masyarakat yang terbuka, ramah, meniadakan hambatan dan menyenangkan karena setiap warga masyarakat tanpa terkecuali saling menghargai dan merangkul setiap perbedaan.
Awal istilah Eksklusi Sosial muncul di Prancis Prancis 1974 yakni semua orang atau individu yang tidak masuk dalam sistem jaminan sosial. Definisi ini mengalami perluasan dalam makna, termasuk orang-orang baik individu atau kelompok yang tidak tercakup dalam kelompok sasaran kebijakan pemerintah pada umumnya. Rene Lenoir (French Government) yang mengemukakan adanya sepuluh kategori penduduk Prancis yang terekslusikan, yakni : cacat fisik mental, orang-orang putus asa (suicidal people), para jompo, anak-anak korban perilaku kekerasan, penyalahguna zat-zat, kenakalan, orangtua single, berbagai persoalan rumah tangga (multi-problem households), marjinal, orang-orang asosial, dan masalah sosial lainnya. Dalam perkembangannya, dinamakan "Socially Excluded" sebagaimana yang dikemukakan oleh Hilary Silver dalam Reconceptualizing Disadvantage bahwa daftar dari beberapa literatur mengenai masyarakat yang di eksklusikan.
Berdasarkan yang kita liat dari (anak) mungkin tidak bisa digeneraliasikan, tapi hal ini dapat memberikan kesan bahwa pendidikan seharusnya bersifat inklusi bukan eksklusi, Pendidikan harus merangkul semua anak, termasuk anak-anak marjinal secara intelektual atau sosial, juga apakah dia cacat secara fisik maupun mental. Peringkat sekolah berdasarkan nilai ujian nasional serta peringkat anak berdasarkan sistem ranking seharusnya dihapus agar lebih merangkul semua anak dari berbagai kalangan. Pendidikan bukan saja harus berkualitas tetapi juga harus berkeadilan.maka dari itu system rangking pembelajaran pada anak seharusnya di ubah menjadi inklusi.
Tugas ke 7_ Syifa Fauziah_ KPI 5C
- penangkal terhadap setiap bentuk ancaman militer dan ancaman bersenjata dari luar dan dalam negeri terhadap kedaulatan, keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa;
- penindak terhadap setiap bentuk ancaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a; dan
- pemulih terhadap kondisi keamanan negara yang terganggu akibat kekacauan keamanan.
(2) Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), TNI merupakan komponen utama sistem pertahanan negara
Much Mugni Noorrachman (NIM. 11.12.051.000.104) – KPI 5D – Etika dan Filsafat Komunikasi – Tugas VII “Analisis Landasan Etik”
Much Mugni Noorrachman (NIM. 11.12.051.000.104) – KPI 5D – Etika dan Filsafat Komunikasi – Tugas VII "Analisis Landasan Etik"
LANDASAN ETIK
بسم الله الرØÙ…ٰÙ† الرØيم
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) sebagai
Landasan Etik Himpunan Mahasiswa Islam (HMI)
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Himpunan Mahasiswa Islam berperan sebagai Landasan Hukum dan Landasan Etik bagi setiap kader HMI. Dari BAB I Pasal 1 hingga BAB X Pasal 20, dituliskan di Anggaran Dasar. Dan di bagian Anggaran Rumah Tangga terdapat BAB I pasal 1 hingga BAB VIII pasal 63.
Kajian Etika merupakan cabang dari Filsafat, dalam mengkaji sesuatu menggunakan Filsafat tidak terlepas dari tiga aspeknya. Aspek Ontologi yang berbicara tentang Apa, Epistimologi yang berbicara tentang Sumber atau sejarah, dan aspek terakhir Aksiologi Manfaat apa yang didapat dari apa yang dikaji tersebut.
Ontologi
Tentunya Ontologi tak jauh dari Nama sebagai identitas sebuah lembaga. Di Aanggara Dasar (AD) HMI Bab I Pasal 1 (Nama) disebutkan "Organisasi ini bernama Himpunan Mahasiswa Islam." Berkaitan dengan Ontologi selain ini adalah Bab III Pasal 6 tentang Sifat, Bab IV Pasal 7 tentang Status, Bab IV Pasal 9 tentang Peran, dll.
Epistimologi
Epistimologi berbincang tentang Sejarah atau Sumber. Dalam AD HMI sendiri pembahasan Epistimologi disebutkan dalam Bab I Pasal 2 (Waktu dan Tempat kedudukan) "HMI didirikan di Yogyakarta pada tanggal 14 Rabiul Awal 1366 H bertepatan dengan tanggal 5 Februari 1947 untuk waktu yang tidak ditentukan dan berkedudukan di tempat Pengurus Besar."
Selain di Bab I pasal 2 tentang Waktu dan Tempat Kedudukan, di Anggaran Dasar HMI yang berkaitan dengan Epistimologi adalah Bab II Azas Pasal 3 "HMI berazaskan Islam," Bab III Tujuan, Usaha dan Sifat Pasal 4 (Tujuan), dll.
Aksiologis
Dimensi Aksiologis sebagai Wujud dari HMI disebutkan salah satunya di Bab III Pasal 5 (Usaha) yang terdapat dalam point a sampai dengan point g. Yang termasuk dalam dimensi aksiologis lain di antaranya Bab III Pasal 8 tentang Fungsi, Bab V Keanggotaan, dll.
Pengkajian ini hanya berfokus di Anggaran Dasar dikarenakan Anggaran Rumah Tangga merupakan Penafsiran dari Anggaran Dasar. HMI sebagai Organisasi Mahasiswa yang Besar dan berumur, membatasi dan memberikan pedoman sebagai anggota dengan adanya Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga. Selain itu AD/ART HMI dijadikan sebagai Landasan Hukum dan Landasan Konstitusi Organisasi.
Sumber
Modul Latihan Kader I (LK-1) Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Ciputat Periode 2013-2014
tugas 7_fathimah azzahra (1112051000125)_kpi 5D
Analisis Etika Lembaga Konsultan Humas
Konsultan humas adalah praktik pemberian jasa pelayanan kreatif dan teknik-teknik khusus yang dilakukan oleh lembaga atau individu yang berhak melakukannya berdasarkan pengalaman, kemampuan, keahlian, kepemilikan, identitas, atau berbadan hukum untuk tujuan usaha jasa konsultan Humas. Lembaga Humas seperti konsultan PR merupakan salah satu lembaga komunikasi yang dibutuhkan untuk mengatasi masalah kehumasan perusahaan atau organisasi. Dalam kinerjanya lembaga humas juga membutuhkan suatu kode etik untuk standar moral kerjanya yang sesuai dengan bidangnya, kode etik untuk profesi humas ini sangat banyak, diantaranya International Public Relations Association (IPRA), Kode etik profesi yang dikeluarkan oleh Asosiasi Perusahaan Public Relations, Kode Etik kehumasan Indonesia yang dikeluarkan oleh Persatuan Hubungan Masyarakat Indonesia (Perhumas), dsb. Dalam analisis ini penulis akan membahas kode etik kehumasan indonesia yang akan dibagi kedalam ontologi, epistemologi dan aksiologi.
Ontologi
kode etik kehumasan ialah aturan sikap atau perilaku bagi seorang humas dalam menjalani profesinya, yang dibuat oleh anggota perhimpunan hubungan masyarakat indonesia. Kode etik kehumasan ini didasari berdasarkan pancasilla dan undang-undang 1945. dan dilandasi oleh deklarasi Asean pada tanggal 8 agustus 1967 sebagai pemersatu bangsa bangsa asia tenggara. Kode etik kehumasan ini dibuat agar terwujudnya sikap dan perilaku kehumasan secara profesional
Epistemologi
di dalam kode etik kehumasan ada beberapa cara agar terwujudnya sikap dan perilaku bagi seorang humas profesional, diantaranya terdapat di pasal 2, 3, dan 4. di pasal 2 dijelaskan bagaimana cara bersikap terhadap klien dan atasan, yaitu berlaku jujur dalam berhubungan kepada klien maupun atasan, seorang humas juga harus menjamin rahasia serta kepercayaan yang diberikan oleh klien atau atasan, maupun yang pernah diberikan oleh mantan klien atau mantan atasan, selain itu humas tidak boleh melakukan tindak atau mengeluarkan ucapan yang cenderung merendahkan martabat, klien atau atasan, maupun mantan klien atau mantan atasan, dst. Dan di pasal 3 dijelaskan cara seorang humas berperilaku terhadap masyarakat dan media, aturan caranya diantaranya menjalankan kegiatan profesi kehumasan dengan memperhatikan kepentingan masyarakat serta harga diri anggota masyarakat, dan tidak melibatkan diri dalam tindak memanipulasi integritas sarana maupun jalur komunikasi massa, dsb. Dan pada pasal yang ke 4 dijelaskan cara humas bersikap kepada temen sejawat atau sesama profesi humas.
Aksiologi
manfaat dari kode etik kehumasan ini selain sebagai mewujudkan sikap dan perilaku seorang humas yang profesional juga dapat menciptakan hubungan antar warga negara indonesia yang serasi, karena pada dasarnya kegiatan seorang humas berhubungan kepada masyarakat, Seperti yang tertulis di kode etik kehumasan dalam pasal 1 bagian C yang berbunyi "Menumbuhkan dan mengembangkan hubungan antar warga Negara Indonesia yang serasi dan selaras demi terwujudnya persatuan dan kesatuan bangsa".
Gilang_Sakti/1112051000161/KPI_5D/Tugas_7
Gilang Sakti Perdana
1112051000161
KPI 5D/Tugas_7
Analisis Landasan Etik Pendidika Dan Pengajar
KODE ETIK GURU INDONESIA
A. Ontologi
BAGIAN SATU
Pengertian, Tujuan, dan Fungsi
Pasal 1
1. Kode Etik Guru Indonesia adalah norma dan asas yang disepakati dan diterima oleh guru-guru Indonesia sebagai pedoman sikap dan perilaku dalam melaksanakan tugas profesi sebagai pendidik, anggota masyarakat, dan warga negara.
2. Pedoman sikap dan perilaku sebagaimana yang dimaksud pasa ayat (1) pasal ini adalah nilai-nilai moral yang membedakan perilaku guru yang baik dan buruk, yang boleh dan tidak boleh dilaksanakan selama menunaikan tugas-tugas profesionalnya untuk mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik, serta pergaulan sehari-hari di dalam dan di luar sekolah.
Pasal 2
1. Kode Etik Guru Indonesia merupakan pedoman sikap dan perilaku bertujuan menempatkan guru sebagai profesi terhormat, mulia, dan bermartabat yang dilindungi undang-undang.
2. Kode Etik Guru Indonesia berfungsi sebagai seperangkat prinsip dan norma moral yang melandasi pelaksanaan tugas dan layanan profesional guru dalam hubungannya dengan peserta didik, orangtua/wali siswa, sekolah dan rekan seprofesi, organisasi profesi, dan pemerintah sesuai dengan nilai-nilai agama, pendidikan, sosial, etika, dan kemanusiaan.
B. Epistemologi
Guru sebagai pendidik adalah jabatan profesi yang mulia. Oleh sebab itu, moralitas guru harus senantiasa karena martabat dan kemuliaan sebagai unsur dasar moralitas guru itu terletak pada keunggulan perilaku, akal budi dan pengabdian.
Guru merupakan pengemban tugas kemanusiaan dengan mengutamakan kebajikan dan mencegah manusia dari kehinaan serta kemungkaran dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membangun watak serta budaya, yang mengantarkan bangsa Indonesia paa kehidupan masyarakat yang maju, adil dan makmur, serta beradab berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Guru dituntut untuk menjalankan profesinya dengan ketulusan hati dan menggunakan keandalan kompetensi sebagai sumber daya dalam mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu berkembangnya potensi peserta didik menjadi manusia utuh yang beriman dan bertakwa serta menjadi warga Negara yang baik, demokratis, dan bertanggung jawab.
Pelaksanaan tugas guru Indonesia terwujud dan menyatu dalam prinsip "ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani". Untuk itu, sebagai pedoman perilaku guru Indonesia dalam melaksanakan tugas keprofesionalan perlu ditetapkan Kode Etik Guru Indonesia.
Adapun nilai-nilai dasar dalam Kode Etik Guru Indonesia teratur dalam;
Pasal 5
Kode Etik Guru Indonesia bersumber dari:
(1) Nilai-nilai agama dan Pancasila.
(2) Nilai-nilai kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.
(3) Nilai-nilai jatidiri, harkat, dan martabat manusia yang meliputi perkembangan kesehatan jasmaniah. emosional, intelektual, sosial, dan spiritual,
C. Aksiologi
Pasal 6
1. Hubungan Guru dengan Peserta Didik:
a. Guru berprilaku secara profesional dalam melaksanakan tugas mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran.
b. Guru membimbing peserta didik untuk memahami, menghayati, dan mengamalkan hak-hak dan kewajibannya sebagai individu, warga sekolah, dan anggota masyarakat.
c. Guru mengakui bahwa setiap peserta didik memiliki karakteristik secara individual dan masing-masingnya berhak atas layanan pembelajaran.
d. Guru menghimpun informasi tentang peserta didik dan menggunakannya untuk kepentingan proses kependidikan.
e. Guru secara perseorangan atau bersama-sama secara terus-menerus berusaha menciptakan, memelihara, dan mengembangkan suasana sekolah yang menyenangkan sebagai lingkungan belajar yang efektif dan efisien bagi peserta didik.
f. Guru menjalin hubungan dengan peserta didik yang dilandasi rasa kasih sayang dan menghindarkan diri dari tindak kekerasan fisik yang di luar batas kaidah pendidikan.
g. Guru berusaha secara manusiawi untuk mencegah setiap gangguan yang dapat mempengaruhi perkembangan negatif bagi peserta didik.
h. Guru secara langsung mencurahkan usaha-usaha profesionalnya untuk membantu peserta didik dalam mengembangkan keseluruhan kepribadiannya, termasuk kemampuannya untuk berkarya.
i. Guru menjunjung tinggi harga diri, integritas, dan tidak sekali-kali merendahkan martabat peserta didiknya.
j. Guru bertindak dan memandang semua tindakan peserta didiknya secara adil.
k. Guru berperilaku taat asas kepada hukum dan menjunjung tinggi kebutuhan dan hak-hak peserta didiknya.
l. Guru terpanggil hati nurani dan moralnya untuk secara tekun dan penuh perhatian bagi pertumbuhan dan perkembangan peserta didiknya.
m. Guru membuat usaha-usaha yang rasional untuk melindungi peserta didiknya dari kondisi-kondisi yang menghambat proses belajar, menimbulkan gangguan kesehatan, dan keamanan.
n. Guru tidak membuka rahasia pribadi peserta didiknya untuk alasan-alasan yang tidak ada kaitannya dengan kepentingan pendidikan, hukum, kesehatan, dan kemanusiaan.
o. Guru tidak menggunakan hubungan dan tindakan profesionalnya kepada peserta didik dengan cara-cara yang melanggar norma sosial, kebudayaan, moral, dan agama.
p. Guru tidak menggunakan hubungan dan tindakan profesional dengan peserta didiknya untuk memperoleh keuntungan-keuntungan pribadi.
Gilang Sakti Perdana
1112051000161
KPI 5D/Tugas_7
Analisis Landasan Etik Pendidika Dan Pengajar
KODE ETIK GURU INDONESIA
A. Ontologi
BAGIAN SATU
Pengertian, Tujuan, dan Fungsi
Pasal 1
1. Kode Etik Guru Indonesia adalah norma dan asas yang disepakati dan diterima oleh guru-guru Indonesia sebagai pedoman sikap dan perilaku dalam melaksanakan tugas profesi sebagai pendidik, anggota masyarakat, dan warga negara.
2. Pedoman sikap dan perilaku sebagaimana yang dimaksud pasa ayat (1) pasal ini adalah nilai-nilai moral yang membedakan perilaku guru yang baik dan buruk, yang boleh dan tidak boleh dilaksanakan selama menunaikan tugas-tugas profesionalnya untuk mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik, serta pergaulan sehari-hari di dalam dan di luar sekolah.
Pasal 2
1. Kode Etik Guru Indonesia merupakan pedoman sikap dan perilaku bertujuan menempatkan guru sebagai profesi terhormat, mulia, dan bermartabat yang dilindungi undang-undang.
2. Kode Etik Guru Indonesia berfungsi sebagai seperangkat prinsip dan norma moral yang melandasi pelaksanaan tugas dan layanan profesional guru dalam hubungannya dengan peserta didik, orangtua/wali siswa, sekolah dan rekan seprofesi, organisasi profesi, dan pemerintah sesuai dengan nilai-nilai agama, pendidikan, sosial, etika, dan kemanusiaan.
B. Epistemologi
Guru sebagai pendidik adalah jabatan profesi yang mulia. Oleh sebab itu, moralitas guru harus senantiasa karena martabat dan kemuliaan sebagai unsur dasar moralitas guru itu terletak pada keunggulan perilaku, akal budi dan pengabdian.
Guru merupakan pengemban tugas kemanusiaan dengan mengutamakan kebajikan dan mencegah manusia dari kehinaan serta kemungkaran dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membangun watak serta budaya, yang mengantarkan bangsa Indonesia paa kehidupan masyarakat yang maju, adil dan makmur, serta beradab berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Guru dituntut untuk menjalankan profesinya dengan ketulusan hati dan menggunakan keandalan kompetensi sebagai sumber daya dalam mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu berkembangnya potensi peserta didik menjadi manusia utuh yang beriman dan bertakwa serta menjadi warga Negara yang baik, demokratis, dan bertanggung jawab.
Pelaksanaan tugas guru Indonesia terwujud dan menyatu dalam prinsip "ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani". Untuk itu, sebagai pedoman perilaku guru Indonesia dalam melaksanakan tugas keprofesionalan perlu ditetapkan Kode Etik Guru Indonesia.
Adapun nilai-nilai dasar dalam Kode Etik Guru Indonesia teratur dalam;
Pasal 5
Kode Etik Guru Indonesia bersumber dari:
(1) Nilai-nilai agama dan Pancasila.
(2) Nilai-nilai kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.
(3) Nilai-nilai jatidiri, harkat, dan martabat manusia yang meliputi perkembangan kesehatan jasmaniah. emosional, intelektual, sosial, dan spiritual,
C. Aksiologi
Pasal 6
1. Hubungan Guru dengan Peserta Didik:
a. Guru berprilaku secara profesional dalam melaksanakan tugas mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran.
b. Guru membimbing peserta didik untuk memahami, menghayati, dan mengamalkan hak-hak dan kewajibannya sebagai individu, warga sekolah, dan anggota masyarakat.
c. Guru mengakui bahwa setiap peserta didik memiliki karakteristik secara individual dan masing-masingnya berhak atas layanan pembelajaran.
d. Guru menghimpun informasi tentang peserta didik dan menggunakannya untuk kepentingan proses kependidikan.
e. Guru secara perseorangan atau bersama-sama secara terus-menerus berusaha menciptakan, memelihara, dan mengembangkan suasana sekolah yang menyenangkan sebagai lingkungan belajar yang efektif dan efisien bagi peserta didik.
f. Guru menjalin hubungan dengan peserta didik yang dilandasi rasa kasih sayang dan menghindarkan diri dari tindak kekerasan fisik yang di luar batas kaidah pendidikan.
g. Guru berusaha secara manusiawi untuk mencegah setiap gangguan yang dapat mempengaruhi perkembangan negatif bagi peserta didik.
h. Guru secara langsung mencurahkan usaha-usaha profesionalnya untuk membantu peserta didik dalam mengembangkan keseluruhan kepribadiannya, termasuk kemampuannya untuk berkarya.
i. Guru menjunjung tinggi harga diri, integritas, dan tidak sekali-kali merendahkan martabat peserta didiknya.
j. Guru bertindak dan memandang semua tindakan peserta didiknya secara adil.
k. Guru berperilaku taat asas kepada hukum dan menjunjung tinggi kebutuhan dan hak-hak peserta didiknya.
l. Guru terpanggil hati nurani dan moralnya untuk secara tekun dan penuh perhatian bagi pertumbuhan dan perkembangan peserta didiknya.
m. Guru membuat usaha-usaha yang rasional untuk melindungi peserta didiknya dari kondisi-kondisi yang menghambat proses belajar, menimbulkan gangguan kesehatan, dan keamanan.
n. Guru tidak membuka rahasia pribadi peserta didiknya untuk alasan-alasan yang tidak ada kaitannya dengan kepentingan pendidikan, hukum, kesehatan, dan kemanusiaan.
o. Guru tidak menggunakan hubungan dan tindakan profesionalnya kepada peserta didik dengan cara-cara yang melanggar norma sosial, kebudayaan, moral, dan agama.
p. Guru tidak menggunakan hubungan dan tindakan profesional dengan peserta didiknya untuk memperoleh keuntungan-keuntungan pribadi.