Selasa, 30 September 2014

TUGAS_KESEHATAN_LINGKUNGAN_PMI_5

Nama              : Arif Rahman Hadi

NIM                : 1112054000026

Jurusan          : Pengembangan Masyarakat Islam "5 (Lima)"

 

1.      Menurunkan Fertilitas Dalam Program KB

A.    Pengertian Fertilitas

Fertilitas atau yang sering dikenal dengan kelahiran dapat diartikan sebagai hasil reproduksi yang nyata dari seorang wanita atau kelompok wanita. Fertilitas merupakan taraf kelahiran penduduk yang sesungguhnya berdasarkan jumlah kelahiran yang terjadi. Pengertian ini digunakan untuk menunjukkan pertambahan jumlah penduduk. Fertilitas disebut juga dengan natalitas.

Natalitas mempunyai arti yang sama dengan fertilitas hanya berbeda ruang lingkupnya. Fertilitas mencakup peranan kelahiran pada perubahan penduduk sedangkan natalitas mencakup peranan kelahiran pada penduduk dari reproduksi manusia.

Kemampuan fisiologis wanita untuk memberikan kelahiran atau berpartisipasi dalam reproduksi dikenal dengan istilah fekunditas. Tidak adanya kemampuan ini disebut infekunditas, sterilitas atau infertilitas fisiologis.  Pengetahuan yang cukup dapat dipercaya mengenai proporsi dari wanita yang tergolong subur dan tidak subur belum tersedia. Ada petunjuk bahwa di beberapa masyarakat yang dapat dikatakan semua wanita kawin dan ada tekanan sosial yang kuat terhadap wanita atau pasangan untuk mempunyai anak, hanya sekiat satu atau dua persen saja dari mereka yang telah menjalani perkawinan beberapa tahun tetapi tidak mempunyai anak. Seorang wanita dikatakan subur jika wanita tersebut pernah melahirkan paling sedikit seorang bayi.

Pengukuran fertilitas lebih kompleks dibandingkan dengan pengukuran mortalitas, karena seorang perempuan hanya meninggal satu kali, tetapi ia dapat melahirkan lebih dari seorang bayi. Disamping itu seseorang yang meninggal pada hari dan waktu tertentu, berarti mulai saat itu orang tersebut tidak mempunyai resiko kematian lagi. Sebaliknya seorang perempuan yang telah melahirkan seorang anak tidak berarti resiko melahirkan dari perempuan tersebut menurun.

B.     Tujuan Program Keluarga Berencana

Program KB bagaimana pun harus tetap berhasil, sehingga ledakan penduduk pada 2050 seperti yang diramalkan PBB tidak terjadi, yakni berjumlah sekitar 290 juta jiwa. Namun dengan keberhasilan menjaga program KB, jumlahnya diharapkan tidak sebesar itu. Penduduk Indonesia pada 2000 sekitar 205 juta, jauh di bawah proyeksi semula pada 1990 sebanyak 226 juta jiwa. Hal itu tidak terlepas dari keberhasilan program KB.

KB bukan prioritas pembangunan. Namun tanpa KB, pembangunan di bidang lain akan kurang bermakna, mengingat penduduk yang terlalu besar dengan pertumbuhan yang tidak terkendali, dibarengi kualitas yang rendah akan menjadi beban berat bagi pembangunan. Jadi, salah satu tujuan dari keluarga berencana yakni mampu mengendalikan laju pertumbuhan jumlah penduduk agar tidak terjadi ledakan penduduk yang secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh terhadap pembangunan suatu negara. Hal ini diartikan KB mampu menurunkan tingkat kelahiran kasar (CBR) pada suatu negara. Tidak hanya itu, program KB juga bertujuan untuk mengelola penduduk yang ada agar memperhatikan kualitas yang baik yang dimiliki suatu keluarga yang bahagia dan sejahtera.

Para orang tua akan tergerak untuk mementingkan kualitas daripada kuantitas anak, atau memberi kesempatan kepada istri dan ibu untuk bekerja demi menunjang pemeliharaan anak. Dengan demikian, salah satu cara untuk mendorong para keluarga agar menginginkan sedikit anak adalah dengan memperbesar kesempatan di bidang pendidikan dan membuka lapangan-lapangan pekerjaan berpenghasilan tinggi kepada kaum wanita. Semakin tinggi pendidikan semakin rendah kesuburan yang mengakibatkan penurunan pada fertilitas.

Masyarakat tentu lebih merasa bahagia dan sejahtera bukan karena tingkat fertilitas secara nasional telah turun dari keadaan masa lalu, tetapi dirinya sendiri, yaitu setiap keluarga bisa merasakan bahwa dengan adanya program KB yang melayani dirinya dengan baik, sebagai suatu keluarga yang tadinya tidak mengetahui apapun juga tentang program ini, sekarang bisa mengambil manfaat sebaik-baiknya. Kebahagiaan pribadi inilah yang kiranya jarang muncul ke permukaan karena setiap rakyat jelata yang beruntung biasanya bukan masuk dalam tatanan berita nasional, tetapi diam dan tenang saja sebagai bagian dari mayoritas diam yang jumlahnya jutaan keluarga.

Walaupun pertumbuhan yang pesat dan penggunaan paksaan untuk mengikuti program keluarga berencana (KB) dapat dianggap sebagai bagian dari penyebab turunnya tingkat fertilitas, ada penyebab lainnya termasuk meningkatnya jumlah perempuan yang melek huruf, perbaikan kesehatan anak, dan kesempatan kerja yang lebih besar bagi kaum perempuan.

 

 

 

C.    Kinerja Program Keluarga Berencana (KB) dalam Menurunkan Fertilitas

Keberhasilan program KB di Indonesia salah satunya ditunjukkan oleh penurunan TFR (Total Fertility Rate) dari 5.6 (awal tahun 2007) menjadi 2.6 (SDKI tahun 2002-2003).  Saat ini diproyeksikan wanita di Indonesia rata-rata melahirkan 2,4 anak, atau lebih dari 50 persen angka kelahiran telah diturunkan. Hasil pendataan keluarga menunjukkan rata-rata jiwa per keluarga adalah 3.82 (tahun 2006) dan 3.79 (tahun 2007).  Menurunnya angka kelahiran tersebut di atas, merupakan sebagian besar akibat dari meningkatnya kesertaan ber-KB dari sekitar hanya 5 persen pada awal tahun 70 menjadi sekitar 62 persen saat ini.

Integrasi program KB dan Kesehaan Reproduksi (KR) di Indonesia mengikuti ICPD (International Conference on Population and Development) di Cairo 1994. Sejak tahun 2004, terjadi perubahan visi program KB nasional dari keluarga kecil bahagia dan sejahtera menjadi keluarga berkualitas pada tahun 2015 (Anonym 2004). Kebijakan pengelolaan/pengendalian pertumbuhan penduduk, penurunan IMR dan MMR, dan peningkatan kualitas program KB tercantum dalam UU No 25 tahun 2000 tentang program pembangunan nasional

Penurunan angka kelahiran menyebabkan pergeseran distribusi penduduk menurut kelompok umur dimana proporsi penduduk muda semakin menurun, proporsi penduduk usia kerja meningkat pesat dan proporsi penduduk lansia naik secara perlahan sehingga rasio ketergantungan menjadi menurun. Kondisi tersebut berpotensi memberikan keuntungan ekonomis atau dikenal dengan bonus demografi.  Idealnya, penurunan proporsi penduduk muda mengurangi biaya untuk pemenuhan kebutuhannya, sehingga sumber daya dapat dialihkan untuk memacu pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Indonesia telah mengalami bonus demografi yang ditandai dengan menurunnya rasio ketergantungan mulai tahun 1971 hingga mencapai angka terendah pada tahun 2015-2020 yang merupakan jendela kesempatan (the window of opportunity) untuk melakukan investasi bagi pembangunan sumber daya manusia. Bonus demografi sebenarnya sudah mulai kelihatan sejak akhir tahun 2000  dimana beban ketergantungan yang diukur dari ratio penduduk usia anak-anak dan tua per penduduk usia kerja, telah menurun tajam, dari sekitar 85-90 per 100 di tahun 1970 menjadi sekitar 54-55 per 100 di tahun 2000.

Bonus demografi, atau juga the window of opportunity, hanya akan bermanfaat kalau mutu penduduk mendapat pemberdayaan yang memadai dan penyediaan lapangan kerja yang mencukupi. Oleh karenanya bonus demografis yang sudah dialami Indonesia ini belum memberi makna yang berarti karena kualitas penduduk Indonesia sangat rendah. Karena tingkat pendidikan penduduk yang rendah,  tidak bersekolah dan tidak bekerja, dengan jumlahnya yang membengkak sangat besar, sebenarnya bonus demografi yang mulai muncul dewasa ini telah berubah menjadi penyebab beban ketergantungan menganggur yang sangat tinggi. Kondisi tersebut menghilangkan dampak positif bonus demografi sebagai  akibat dari proses transisi demografi yang berkembang dengan baik.

 

 

2.      Pengaruh Mortalitas Terhadap  Kesehatan Masyarakat

Di dalam studi ilmu kependudukan terdapat sebuah komponen yang ikut mempengaruhi laju pertumbuhan penduduk di suatu wilayah yaitu kematian atau mortalitas. Peristiwa kematian dapat disebabkan oleh banyak faktor salah satunya adalah kesehatan. Suatu korelasi timbal balik antara mortalitas dengan kesehatan masyarakat ada dua macam, yaitu korelasi yang bersifat positif atau menguntungkan maupun korelasi yang bersifat negative atau merugikan.

Korelasi yang bersifat positif atau menguntungkan antara mortalitas dengan kesehatan masyarakat adalah dengan adanya mortalitas maka kelajuan pertumbuhan penduduk yang tidak dapat terkendali dapat ditekan dan secara otomatis kepadatan penduduk pun dapat berkurang sehingga terjadi pula perubahan fungsi lahan yang semula untuk perumahan menjadi fungsi lain yang lebih bermanfaat misalnya pertanian, lahan perkebunan, sumber lapangan pekerjaan, dan lain-lain. Dengan demikian kesejahteraan penduduk akan semakin meningkat begitu pula derajat kesehatan masyarakat. Sebagai ilustrasi pada suatu wilayah yang padat penduduknya maka letak bangunan yang satu dengan lainnya saling berhimpitan sehingga menimbulkan banyak permasalahan kesehatan, seperti sanitasi yang kurang memadai, kurangnya lahan sumber oksigen (tumbuh-tumbuhan), dan sebagainya.

Korelasi yang bersifat negative atau merugikan antara mortalitas dengan kesehatan masyarakat adalah terkait penyebab kematian di suatu wilayah itu sendiri. Dalam studi ilmu kesehatan masyarakat dipelajari berbagai faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat atau lebih dikenal dengan teori H.L. Blum, diantaranya adalah karena faktor perilaku individu atau masyarakat, pelayananan kesehatan, lingkungan, dan genetik. Kematian dapat disebabkan karena perilaku dan pola hidup yang tidak bersih dan sehat sehingga menimbulkan penyakit, apabila penyakit tersebut menyebar ke masyarakat maka dapat terjadi kematian penduduk dalam jumlah yang banyak. Kedua, kematian dapat disebabkan oleh pelayanan kesehatan yang kurang memadai, hal ini terkait dengan kebijakan kesehatan yang dikeluarkan oleh pemerintah, seperti adanya penyelewengan dana penyediaan alkes, pembagian jamkesmas yang tidak merata dan sesuai sasaran menyebabkan terjadinya kematian penduduk terutama penduduk yang ada di bawah garis kemiskinan. Ketiga, banyak penyakit yang bersumber dari lingkungan. Misalnya, lingkungan yang kumuh memiliki sedikit sumber oksigen (tumbuh-tumbuhan), sedikitnya lahan untuk membuang sampah rumah tangga sehingga mencemari tanah, air, dan udara. Keempat, banyaknya kematian juga dipengaruhi oleh factor genetic, di mana seorang bayi yang lahir cacat bahkan meninggal dunia dapat diakibatkan oleh gen orang tua yang mengandungnya, misalnya sang orang tua tidak gemar mengkonsumsi nutrisi yang baik bagi kandungannya atau terdapat penyakit keturunan yang dibawa oleh orang tuanya.

 

Nama   : Ahmad Nurul Macky
NIM      : 1112051000086
Kelas   : KPI 5 C
Tugas   : Etika dan Filsafat Komunikasi (Ke-2)
Istilah dan kerancuan istilah dari Etika dan moral, amoral dan immoral, etika dan etiket, moralitas, subjektif, dsb.
Etika adalah adalah sebuah sesuatu di mana dan bagaimana cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral. Etika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benarsalahbaikburuk, dan St. John of Damascus (abad ke-7 Masehi) menempatkan etika di dalam kajian filsafat praktis.
Sedangkan Moral adalah adalah istilah manusia menyebut ke manusia atau orang lainnya dalam tindakan yang memiliki nilai positif. Manusia yang tidak memiliki moral disebut amoral artinya dia tidak bermoral dan tidak memiliki nilai positif di mata manusia lainnya. Sehingga moral adalah hal mutlak yang harus dimiliki oleh manusia. Moral secara ekplisit adalah hal-hal yang berhubungan dengan proses sosialisasi individu tanpa moral manusia tidak bisa melakukan proses sosialisasi.
Amoral sama artinya dengan non moral adalah sesuatu yang tidak berhubungan dengan konteks moral, diluar suasana etis. Menurut KBBI amoral berati tidak bermoral atau tidak berakhlak. Sedangkan menurut bahasa latin artinya tidak mempunyai relevansi etis.
Imoral adalah sesuatu yang bertentangan dengan moralitas yang baik secara moral buruk atau tidak etis.
Etika dan etiket mempunyai batasan yang sangat tipis. Padahal dua terminologi sangat berbeda satu sama lain. Etika lebih menyangkut cara perbuatan yang harus dilakukan oleh seseorang atau kelompok tertentu. Sedangkan etiket memberikan cara yang benar dalam bertindak dan berperilaku.
Moralitas menurut Immanuel Kant adalah hal kenyakinan serta sikap batin dan bukan hanya hal sekedar penyesuaian dengan beberapa aturan dari luar, entah itu aturan berupa hukum negara, hukum agama atau hukum adat-istiadat. Selanjutnya dikatakan jika, kriteria mutu moral dari seseorang adalah hal kesetiaannya terhadap hatinya sendiri. Sedangkanmenurut W.Poespoprojo Moralitas adalah kualitas dalam perbuatan manusia yang menunjukkan bahwa perbuatan itu benar atau salah, baik atau buruk. Moralitas mencakup tentang baik-buruknya perbuatan manusia.
Subyektif menurut kamus adalah mengenai atau menurut pandangan (perasaan) sendiri, tidak langsung mengenai pokok atau halnya. Sedangkan norma subjektif adalah norma yang bersifat moral dan tidak dapat memberikan ukuran atau patokan yang memadai.
Membedakan etika deskriptif, etika formatif dan metaetika, hakikat etika filosofis.
Etika Deskrptif adalah etika yang menelaah secara kritis dan rasional tentang sikap dan perilaku manusia, serta apa yang dikejar oleh setiap orang dalam hidupnya sebagai sesuatu yang bernilai. Artinya etika deskriptif berbica mengenai fakta apa adanya, yakni mengenai nilai dan perilaku manusia sebagai suatu fakta yang terkait dengan situasi dan realitas membudaya.
Etika Normatif adalah etika yang menetapkan berbagai sikap dan perilaku yang ideal dan seharusnya dimiliki oleh manusia atau apa yang seharusnya dijalankan oleh manusia dan tindakan apa yang bernilai dalam hidup ini. Jadi etika normatif merupakan norma-norma yang dapat menuntun manusia agar bertindak secara baik dan menghindarkan hal hal buruk, sesuai dengan kaidah atau norma yang disepakati dan berlaku di masyarakat.
Awalan meta- (dari bahasa Yunani) mempunyai arti "melebihi", "melampaui". Istilah ini diciptakan untuk menunjukan bahwa yang dibahas disini bukanlah moralitas secara langsung, melainkan ucapan-ucapan kita dibidang moralitas.
 
Metaetika bergerak pada tataran bahasa, atau memelajari logika khusus dari ucapan-ucapan etis. Metaetika dapat ditempatkan dalam wilayah filsafat analitis, dengan pelopornya antara lain filsuf Inggris George Moore (1873-1958). Filsafat analitis menganggap analisis bahasa sebagai bagian terpenting, bahkan satu-satunya, tugas filsafat.
 
Metaetika merupakan hasil kajian dari etika deskriptif dengan etika normatif, menjelaskan tentang ciri-ciri serta istilah yang berkaitan dengan tindakan bermoral atau sebaliknya seperti kebaikan, kejahatan, tanggung jawab dan kewajiban.
Metaetika merupakan suatu bentuk analitik yang berkaitan dengan menganalisis semua peraturan yang berkaitan dengan tingkah laku, baik dan jahat. Kritikal yang berkaitan dengan mengkritik terhadap apa-apa yang telah di analisis. Metaetika mengkaji asal prinsip-prinsip etika dan penggunaannya. Pertanyaannya adalah: Adakah prinsip-prinsip etika yang merupakan suatu rekaan sosial? Adakah prinsip-prinsip etika sosial ini merupakan gambaran daripada emosi individu? Metaetikalah yang akan menjawab semua persoalaan ini yang memfokuskan kebenaran universal, ketentuan Tuhan, alasan kepada penilaian etika dan definisi istilah-istilah yang berkaitan dengan etika itu sendiri.
 
Metaetika sebagai suatu jalan menuju konsepsi atas benar atau tidaknya suatu tindakan atau peristiwa. Dalam metaetika, tindakan atau peristiwa yang dibahas dipelajari berdasarkan hal itu sendiri dan dampak yang dibuatnya
 
Hakikat Etika adalah dasar ilmu yang menanamkan tentang sebuah sesuatu di mana dan bagaimana cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian.     

 

Nama   : Ahmad Nurul Macky
NIM     : 1112051000086
Kelas   : KPI V/C
Tugas   : Ke – 1
 
A.                Etika dan Moral
Pengertian etika (etimologi) berasal dari bahasa Yunani, yaitu ethos yang berarti watak kesusilan atau adat istiadat (custom). Etika biasanya berkaitan erat dengan perkataan moral yang merupakan istilah dari bahasa latin, yaitu mos dalam bentuk jama adalah mores, yang berarti juga adat kebiasaan atau cara hidup seseorang dengan melakukan perbuatan yang baik dan menghindari dari tindaka-tindakan yang buruk.
Etika dan moral hampir sama pengertiannya, tetapi dalam kegiatan sehari-hari terdapat perbedaan. Moral atau moralitas digunakan untuk penilaian perbuatan yang dilakukan, sedangkan etika digunakan untuk pengkajian sistem nilai-nilai yang berlaku.
 
B.                Amoral dan Immoral
Amoral adalah sebuah tindakan tidak bermoral yang dilakukan oleh seseorang karena kurangnya pengetahuan, memiliki kelainan atau belum cukup umur. Seperti ketika melihat orang gila di jalan yang berjalan tanpa mengenakan busana apapun.
Sedangkan imoral adalah tindakan tidak bermoral yang dilakukan oleh seseorang walaupun orang tersebut sudah tahu bahwa hal tersebut memang salah dan tetap melakukannya. Contohnya adalah pencuri. Sudah tahu mencuri adalah tindakan yang buruk, tetap saja dilakukan.
 
C.                Etika dan Etiket
Etika adalah Ilmu yang membahas perbuatan baik dan perbuatan buruk manusia sejauh yang dapat dipahami oleh pikiran manusia. Etika itu adalah aturan yang mengatur perbuatan dari dalam diri kita,tampa ada paksaan dari pihak manapun
Istilah etika berkaitan dengan moral (mores), sedangkan etiket berkaitan dengan nilai sopan santun, tata karma dalam pergaulan formal. Persamaannya adalah mengenai perilaku manusia secara normatif yang etis. Artinya memberikan pedoman atau norma-norma tertentu, yaitu bagaimana seseorang melakukan perbuatan dan tidak melakukan perbuatan. Contoh : Memakai pakaian terbuka bagi budaya timur tengah tidak diperbolehkan tetapi bagi budaya barat itu hal yang biasa.
 
D.                Moralitas
Moralitas (dari kata sifat Latin moralis) mempunyai arti yang pada dasarnya sama dengan 'moral', hanya ada nada lebih abstrak. Berbicara tentang "moralitas suatu perbuatan", artinya segi moral suatu perbuatan atau baik buruknya perbuatan tersebut. Moralitas adalah sifat moral atau keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan dengan baik dan buruk.
 
E.                 Subjektif
Subjektif merupakan tindakan manusia dalam menilai sesuatu sesuai seleranya, hanya memacu pada penilaian dari sudut pandang satu dan berasal dari asumsi ataupun dugaan yang bersifat empiris (pengalaman). Sebagai  Contoh, ketika seseorang menilai orang lain, jelas penilaiannya dari diri sendiri. Bisa saja dari 5 orang, 2 di antaranya menilai cantik /gagah, 2 diantaranya mengakatan biasa – biasa saja, dan bahkan 1 mengatakan jelek. Jadi, bisa dikatakan subjektif ini bersifat yang relatif / penilaian secara sendiri – sendiri (menilai dari feeling / perasaan).
F.                 Etika Deskriptif
Etika yang menelaah secara kritis dan rasional tentang sikap dan perilaku manusia, serta apa yang dikejar oleh setiap orang dalam hidupnya sebagai sesuatu yang bernilai. Artinya, etika deskriptif tersebut berbicara mengenai fakta apa adanya, yakni mengenai nilai dan perilaku manusia sebagai suatu fakta yang terkait dengan situasi dan realitas yang membudaya. Dapat disimpulkan bahwa kenyataan dalam penghayatan nilai  atau tanpa nilai dalam suatu masyarakat yang dikaitkan dengan kondisi tertentu memungkinkan manusia dapat bertindak secara etis.
 
G.                Etika normatif
Etika yang menempatkan berbagai sikap dan perilaku yang ideal dan seharusnya dimiliki oleh manusia atau apa yang seharusnya dijalankan oleh manusia dan tindakan apa yang bernilai dalam hidup ini. Jadi etika normative merupakan norma-norma yang dapat menuntun manusia agar bertindak secara baik dan menghindarkan hal-hal yang buruk, sesuai dengan kaidah atau norma yang disepakati dan berlaku di masyarakat.
 
H.                Meta-Etika
Meta-etika tidak berkaitan fakta-fakta empiris atau historis, dan juga tidak melakukan penilaian evaluasi atau normatif. Meta-etika lebih suka mengkaji persoalan-persoalan etika, seperti pertanyaan: apa makna dari penggunaan ungkapan "benar" atau "salah"?. Merupakan etika yang berusaha memberikan arti istilah dan bahasa yang dipakai dalam pembicaraan etika, serta cara berfikir yang di pakai untuk membenarkan pernyataan-pernyataan etika.
I.                   Hakikat Etika Filosofis
Etika pada hakikatnya mengamati realitas moral secara kritis. Etika tidak memberikan ajaran melainkan memeriksa kebiasaan, nilai, norma, dan pandangan-pandangan moral secara kritis. Etika menuntut pertanggungjawaban dan mau menyingkatkan kerancuan (kekacauan). Etika tidak membiarkan pendapat-pendapat moral yang dikemukakan dipertanggungjawabkan. Etika berusaha untuk menjernihkan permasalahan moral, sedangkan kata moral selalu mengacu pada baik-buruknya manusia sebagai manusia. Bidang moral adalah bidang kehidupan manusia dilihat dari segi kebaikannya sebagai manusia. Norma-norma moral adalah tolak ukur untuk menentukan betul salahnya sikap dan tindakkan manusia dilihat dari segi baik buruknya sebagai manusia dan bukan sebagai pelaku peran tertentu dan terbatas.
 
 

Cari Blog Ini