Sabtu, 25 Oktober 2014

Nurul Latifah_Tugas 5_KPI 5D

Nurul Latifah_1112051000118_kpi 5D
ETIKA DALAM KOMUNIKASI DAN KEBUDAYAAN
Memahami Dimensi Etik dalam Ruang Kebudayaan
Menurut Purwasito (2003) komunikasi bersifat dinamik, artinya komunikasi adalah aktivitas orang - orang yang berlangsung terus menerus dari generasi ke generasi dan mengalami perubahan perubahan pada pola, isi dan salurannya.
Budaya dan komunikasi tidak dapat dipisahkan oleh karena budaya tidak hanya menentukan siapa bicara dengan siapa, tentang apa, dan bagaimana orang menyampaikan pesan, makna yang ia miliki untuk pesan, dan kondisi kondisinya untuk mengirim, memperhatikan dan menafsirkan pesan.
Sebenarnya seluruh perbendaharaan perilaku manusia sangat bergantung pada budaya tempat dibesarkan. Konsekuensinya, budaya merupakan landasan komunikasi. Bila budaya beraneka ragam, maka beraneka ragam pula praktek-praktek komunikasi. Untuk memahami interaksi antarbudaya, terlebih dahulu harus memahami komunikasi manusia. Memahami komunikasi manusia berarti memahami apa yang terjadi selama komunikasi berlangsung, mengapa itu terjadi, apa yang dapat terjadi, akibat dari apa yang terjadi, dan akhirnya apa yang dapat diperbuat untuk mempengaruhi dan memaksimalkan hasil-hasil dari kejadian tersebut.
Pemahaman yang berbeda mengenai nilai-nilai etika yang ada membuat setiap orang dapat memiliki penilaian yang berbeda terhadap setia etika komunikasi. Dalam komunikasi antar pribadi penggunaan etika haruslah berhati-hati karena bukanlah tidak mungkin bahwa pemahaman etika kita berbeda dengan komunikan. Kurangnya pemahaman antar sesama dapat memunculkan miss communication yang akan berujung pada timbulnya berbagai macam prasangka dan salah paham.
Dalam berbagai macam perbedaan tersebut, kita harus mampu beradaptasi dengan cepat. Nilai-nilai yang membentuk etika harus kita pahami dengan benar karena sebenarnya tidak ada komunikasi yang tidak menggunakan nilai-nilai etika di dalamnya, setiap bentuk komunikasi selalu menggunakan etika walaupun dalam kadarnya masing-masing sesuai dengan konteks, tujuan dan situasi yang ada.
Kebudayaan dapat dilihat bagaimana warga berbuat sesuatu yang bermakna (sebagai proses) dan hasil perbuatan (produk). Kebudayaan memang praktik warga sehari-hari. Makna kebudayaan yang pada hakikatnya mengandung nilai positif bagi kehidupan dikembangkan dalam tiga dimensi, yaitu keilmuan, etika, dan estetika. Dimensi keilmuan dilihat dari capaian-capaian pengetahuan dan teknologi, etika dengan penghayatan kebaikan universal dan multikultural dalam kehidupan nasional, serta estetika dengan apresiasi keindahan yang meningkatkan harkat kehidupan.
Begitulah kegiatan budaya pada hakikatnya bagaimana warga berkiprah dan menghasilkan sesuatu yang bermakna dalam ketiga dimensi tersebut. Maka, persoalan kebudayaan adalah bagaimana menghadirkan warga dengan kapasitas tertentu untuk dapat terlibat di dalamnya.
DAFTAR PUSTAKA
L.Johansen, Richard. 1996. Etika Komunikasi, Penerbit Rosda, Bandung
Dr, Alo Liliweri, M.S. 2007.  Makna Budaya dalam Komunikasi Antar Budaya, (Yogyakarta: LKis Yogyakarta)

Tugas 5: Etika dalam Komunikasi dan Kebudayaan

Nama                                      : Syifa Maulidina

NIM                                        : 1112051000150

Semester/ Prodi/ Kelas          : 5/ KPI/ E

Memahami Dimensi Etik dalam Ruang Kebudayaan

            Etika komunikasi tampak jelas dalam peranan atau fungsi komunikasi. Komunikasi berfungsi menyampaikan informasi mengenai suatu kebenaran. Tetapi dari suatu kepentingan dengan cara apa pun juga kebenaran yang dimaksud sesungguhnya hanya dimanfaatkan untuk mengejar kepentingan itu. Kebenaran disederhanakan menjadi semacam kepercayaan yang dianggap masuk akal dalam batas-batas pengetahuan atau cara berpikir tertentu.

Anggapan bahwa media komunikasi adalah sarana pendidikan dan pembentuk kebudayaan masyarakat memang masih bisa dibenarkan. Berdasarkan keterkaitan media komunikasi, maka dapat dilihat tiga fungsi komunikasi, yaitu:

1.      Mengikat dan menyeragamkan

2.      Memproduksi dan memperbaharui

3.      Mendistribusikan dan mengontrol

Untuk mengikat kelompok penerima komunikasi dan menyeragamkan informasi yang hendak disampaikan diperlukan pemahaman yang cukup luas tentang apa yang dimaksud dengan kebudayaan, pemahaman akan aneka warna kebudayaan dan relavitas kebudayaan milik sendiri dan pemahaman akan segi-segi positif dari kebudayaan milik masyarakat yang lain.

Untuk dapat berkomunikasi secara efektif setiap orang dalam sebuah masyarakat bersistem diandaikan mempunyai kebebasan untuk menafsir dan mempunyai orientasi nilai kebudayaan yang kurang lebih sama. Karena itu, salah satu fungsi penting dari media komunikasi bisa dipandang sebagai bahan perekat yang mampu mengikat warga sebuah kelompok atau masyarakat tertentu. Media komunikasi menyediakan perangkat asumsi atau pemikiran yang sejenis untuk menghasilkan sebuah identitas bersama.

Lebih lanjut penyebaran pengetahuan dan informasi itu sedapat mungkin diusahakan secara terikat dan seragam. Tujuan pokoknya adalah untuk menjangkau populasi manusia pada umumnya secara maksimal. Diumpamakan seperti pemilik modal dan produsen barang bekerja sama dengan para distributor dan pihak-pihak lain yang berkaitan agar para konsumen mereka di setiap negara atau lokasi geografis mempunyai kebudayaan atau adat yang seragam.

Melalui media komunikasi sebuah realitas nyata, atau menolaknya karena menganggapnya sebagai sebuah takhayul atau khayalan ideologis belaka. Mengarahkan masyarakat kepada masa depan dengan menghadirkan dalam masa kini melalui pertukaran kata-kata dan pesan. Media komunikasi juga dapat menghasilkan (memproduksi) perubahan dan memperbaharuinya dengan cara menyediakan beragam informasi, menyebarluaskan dan mendesakkan pendapat tertentu.

Media komunikasi menyaring, memilih mana yang perlu atau yang tidak perlu, memolesnya dan mengatur informasi. Dengan cara menentukan berita, peristiwa atau nilai-nilai mana yang layak disampaikan dan direncanakan untuk disampaikan selanjutnya ini merupakan fungsi mengontrol. Sebuah kontrol yan mampu mempengaruhi bentuk dan isi adat atau kebudayaan seseorang seperti ini dapat juga berbuah lebih jauh. Sebuah media berperan mendistribusikan informasi yang masuk dan yang keluar kepada konsumen, serta  menentukan siapa-siapa saja yang boleh menerima informasi.

Bentuk dan isi komunikasi mau pun media komunikasi akan menunjukkan siapakah dan macam apakah masyarakat yang bersangkutan itu. Komunikasi dan media yang dipergunakan dapat juga dijadikan pegangan bagi orang lain untuk mengetahui bagaimana caranya masuk dalam kehidupan masyarakat yang bersangkutan. Komunikasi mempunyai kekuatan untuk mengubah, selain dapat berfungsi sebagai penyampai berita tetapi juga mampu sebagai pengarah bagaimana sebuah berita seharusnya diterima. Masalahnya sekarang ini media komunikasi cenderung tidak lagi menyajikan makna dan pesan yang komunikatif. Tidak lagi bertujuan untuk mencari dan menemukan sebuah kualitas kemanusiaan yang lebih tinggi, melainkan hanya untuk menghasilkan sebuah dunia atau gambar rekaan untuk sebuah gaya hidup tertentu. Apalagi hal itu pun dihasilkan oleh salah satu hasil (jerat) rekayasa kebudayaan. Maka dari itu tidak heran jika kebudayaan tradisional atau tradisi-tradisi mulai memudar dan tergeserkan. Terjadi kemerosotan di tengah-tengah kehidupan manusia. Kenyataannya sekarang ini, Indonesia menjadi negara yang diarah-tentukan oleh pola pandang keilmuan dan pola pandang kehidupan orang asing (kafir). Indonesia terjebak masuk dalam dalam pola penjajahan karena kebodohannya sendiri.

Fitri Permata Sari / KPI 5 E / Tugas Etika 5

Nama              : Fitri Permata Sari
NIM                : 1112051000151
Kelas               : KPI 5/E
Tugas              : Etika dan Filsafat Komunikasi
 
Etika dalam Komunikasi dan Kebudayaan
(Memahami Dimensi Etik dalam Ruang Kebudayaan)
            Media komunikasi, khususnya media iklan, memang sangat bersinggungan dengan masalah etika atau moral. Melalui simbol-simbol imajinatif media komunikasi massa jelas sangat memperhitungkan dan memanfaatkan nafsu, peranan, dan keinginan yang berada dalam kemanusiaan kita. Sesungguhnya media iklan dalam arti tertentu berlaku juga untuk media elektronik dan cetak sangat mempermainkan dan mengeksploitasi nafsu terdalam manusia.
            Etika komunikasi juga tampak jelas dalam peranan fungsi komunikasi. Komunikasi berfungsi untuk menyampaikan informasi mengenai suatu kebenaran. Kebenaran disederhanakan menjadi semacam kepercayaan yang dianggap masukakal dalam batas-batas pengetahuan atau cara berfikir tertentu. Karena itu, dalam arti tertentu apa yang dimaksud sebagai kebenaran ilmiah juga akan sangat tergantung pada pihak-pihak yang mampu merekayasa, menguasai dan mendayagunakan simbol-simbol dalam media komunikasi itu.
            Berdasarkan keterkaitan media, peran kebenaran yang mau disampaikan dan kekuasaan, maka dapat dilihat fungsi komunikasi massa, yaitu:
1.      Mengikat dan menyeragamkan.
2.      Memproduksi dan memperbaharui.
3.      Mendistribusikan dan mengontrol.
Diperlukan pemahaman yang cukup luas tentang apa yang dimaksud kebudayaan yaitu pemahaman akan aneka warna kebudayaan milik sendiri dan pemahaman akan segi-segi positif dari kebudayaan milik masyarakat yang lain.
Untuk dapat berkomunikasi secara efektif setiap orang dalam sebuah masyarakat bersistem diandaikan mempunyai kebebasan untuk menafsir dan mempunyai orientasi nilai kebudayaan yang kurang lebih sama.
Beberapa fungsi penting dari media komunikasi yaitu:
1.      Bisa dipandang sebagai perekat yang mampu mengikat warga sebuah kelompok atau masyarakat tertentu.
2.      Media komunikasi berfungsi menawarkan sebuah sintesis.
3.      Media komunikasi berfungsi menyediakan sarana untuk menghasilkan sebuah pengetahuan atau kebenaran.
4.      Media komunikasi dapat juga membuat orang kreatif.
5.      Media komunikasi juga dapat menghasilkan perubahan (transformasi) dengan cara menyediakan beragam informasi, menyebarluaskan dan mendesakkan pendapat tertentu.
6.      Media komunikasi berfungsi mendistribusikan dan mengontrol.
Media dapat saja menentukan siapa-siapa saja yang boleh menerima informasi, dan informasi macam mana yang akan dibagi-bagikan kepada oranglain. Media komunikasi menyaring, memilih mana yang perlu atau tidak perlu, memolesnya dan mengatur atau mendistribusikan informasi yang masuk dan keluar. Sebuah kontrol dilakukan untuk mempengaruhi bentuk, isi adat atau kebudayaan seseorang.
Jika fungsi-fungsi media komunikasi diatas tidak dipahami dengan cermat, maka timbulah banyak kode etik yang tampil sebagai ide yang berbeda-beda karena mereka berasal dari kebudayaan yang berbeda pula. Dengan memberikan prioritas perhatian pada perbedaan etika maka akan mengetahui apa yang patut dan tidak patut dilakukan dalam kebudayaan kita terhadap orang lain. Menatap orang lain yang lebih tua umumnya diperkenankan menurut satu budaya, namun dalam kebudayaan lain merupakan hal tabu.  
Dalam arti tertentu bahasa, adat dan agama memang merupakan produk sosial akal budi dari sebuah komunitas. Tetapi yang terjadi pada saat ini, media komunikasi cenderung tidak lagi menyajikan makna dan pesan yang komunikatif. Media komunikasi saat ini lebih berfungsi untuk menghasilkan berbagai macam rekaan sebuah gaya hidup.
Ketiadaan kebebasan menggunakan akal budi sesungguhnya adalah sebuah obsesi, khayalan, atau bahkan preokupasi. Tanpa kebebasan berpikir dan berbincang-bincang tentang berbagai macam informasi komunikatif yang disampaikan bisa jadi itilaj kemanusiaan yang dimiskinkan. Apalagi hal itupun dihasilkan oleh salah satu hasil (jerat) rekayasa kebudayaan manusia.

Falahul Mualim Yusuf 1112051000087 KPI 5C

ETIKA DALAM KOMUNIKASI DAN KEBUDAYAAN: Memahami Dimensi Etik dalam Ruang Kebudayaan

 

Dalam kehidupan bermasyarakat terdapat suatu sistem yang mengatur tentang tata cara manusia bergaul. Tata cara pergaulan untuk saling menghormati biasa kita kenal dengan sebutan sopan santun, tata krama, protokoler, dan lain-lain. Tata cara pergaulan bertujuan untuk menjaga kepentingan komunikator dengan komunikan agar merasa senang, tentram, terlindungi tanpa ada pihak yang dirugikan kepentingannya dan perbuatan yang dilakukan sesuai dengan adat kebiasaan yang berlaku serta tidak bertentangan dengan hak asasi manusia secara umum. Tata cara pergaulan, aturan perilaku, adat kebiasaan manusia dalam bermasyarakat dan menentukan nilai baik dan nilai tidak baik, dinamakan etika.

Etika bermaksud membantu manusia untuk bertindak secara bebas dan dapat dipertanggungjawabkan karena setiap tindakannya selalu lahir dari keputusan pribadi yang bebas. Etika membantu manusia untuk mengambil sikap dan bertindak secara tepat dalam menjalani hidup. Oleh karena itu etika merupakan bagian dari wujud pokok budaya yang pertama yaitu gagasan atau ide. Budaya dimaksud adalah budaya seperti yang dikemukan oleh Koentjaraningrat yaitu komplek gagasan, perilaku dan hasil karya manusia yang dijadikan milik dari dan dipergunakan untuk memenuhi hidup yang didapat dengan belajar secara terus-menerus.

Dalam hal ini, antropolog Edward T. Hall (1973) berpendapat bahwa budaya adalah komunikasi dan komunikasi adalah  budaya. Dengan kata lain, "tak mungkin memikirkan komunikasi tanpa memikirkan konteks dan makna kulturnya"

Komunikasi dan kebudayaan merupakan dua konsep yang tidak dapat dipisahkan. Pusat perhatian komunikasi dan kebudayaan yang terletak pada variasi langkah dan cara manusia berkomunikasi melintasi komunitas manusia atau kelompok sosial. Pelintasan komunikasi itu menggunakan kode-kode pesan, baik secara verbal dan non-verbal, yang secara alamiah selalu digunakan dalam semua konteks interaksi.

            Semua masyarakat di dunia memiliki kebudayaan. Salah satu komponen kebudayaan adalah nilai. Nilai merupakan suatu referensi atau rujukan yang dipegang sebagai pedoman tingkah laku setiap anggota masyarakat atau kelompok budaya tertentu.

            Beberapa pakar menganjurkan pengembangan metaetika yang serba mencakup, transenden, untuk memandu komunikasi antara orang-orang yang berbeda budaya. Dean Barnlund menegaskan, " Sampai suatu etika dapat diartikulasikan dalam cara-cara yang memperoleh dukungan luas, atau hingga suatu metaetika yang sama muncul dari ribuan konfrontasi harian, kita akan terus menjalankan hubungan antarbudaya dalam kekosongan moral." Metaetika seperti itu ia percaya harus diciptakan, atau disentetis dari kode etik dalam budaya-budaya yang ada, untuk memperoleh konsesus minimum yang diperlukan untuk menghindari bentuk-bentuk interaksi destruktif paling besar sewaktu meningkatkan keanekaragaman perilaku dalam budaya-budaya itu.

            Manusia dalam memahami etika tentu saja melalui proses yang disebut enkulturasi. Enkulturasi adalah proses individu mempelajari dan menyesuaikan alam pikiran serta sikapnya dengan adat istiadat, norma dan peraturan-peraturan yang hidup dalam kehidupannya. Seringkali individu belajar dan meniru berbagai macam tindakan, perasaan dan nilai budaya yang member motivasi akan tindakan itu telah di internalisasi dalam kepribadiannya. Dengan berkali-kali meniru maka tindakannya menjadi suatu  pola yang mantap dan norma yang mengatur tindakannya "dibudayakan".

Dalam hal ini terdapat dimensi-dimensi Komunikasi Budaya, yaitu :

Pertama, tingkat masyarakat kelompok budaya dari para partisipan, kedua, konteks sosial tempat terjadinya Komunikasi budaya, dan ketiga, saluran yang dilalui oleh pesan-pesan yang disampaikan ( baik yang bersifat verbal maupun nonverbal)

Dimensi pertama menunjukkan bahwa istilah kebudayaan telah digunakan untuk merujuk pada macam-macam tingkat lingkupan dan kompleksitas dari organisasi sosial. Contoh dimensi pertama misalnya, komunikasi antarndividu dengan kebudayaan nasional yang berbeda (wirausaha Jepang dengan wirausaha Amerika atau Indonesia) atau antar individu dengan kebudayaan ras-etnik yang berbeda (seperti antar pelajar penduduk asli dengan guru pendatang.Bahkan ada yang mempersempit lagi pengertian pada "kebudayaan individual" karena setiap orang mewujudkan latar belakang yang unik.

Dimensi kedua menyangkut Konteks Sosial. Misal, konteks sosial Komunikasi Budaya pada: organisasi, bisnis, penddikan, akulturasi imigran, politik,   penyesuaian pelancong/pendatang sementara, perkembangan alih teknologi/pembangunan/difusi inovasi, konsultasi terapis. Dalam dimensi ini bisa saja muncul variasi kontekstual, misalnya, komunikasi antarorang Indonesia dengan Jepang dalam suatu transaksi dagang akan berbeda dengan komunikasi antarkeduanya dalam berperan sebagai dua orang mahasiswa dari suatu universitas. Dengan demikian konteks sosial khusus tempat terjadinya komunikasi budaya memberikan pada para partisipan hubungan-hubungan antarperan, ekspektasi-ekspektasi, norma-norma, dan aturan-aturan tingkah laku yang khusus.

Dimensi ketiga, yaitu berkaitan dengan saluran komunikasi. Secara garis besar, saluran dapat dibagi atas yaitu:

Antarpribadi/orang dan Media massa

Bersama-sama dengan dua dimensi sebelumnya, saluran komunikasi juga memengaruhi proses dan hasil keseluruhan dari Komunikasi Budaya. Misalnya, orang Indonesia menonton melalui TV keadaan kehidupan di Afrika akan memiliki pengalaman yang berbeda dengan keadaan apabila ia sendiri berada di sana dan melihat dengan mata kepala sendiri. Umumnya, pengalaman komunikasi  antarpribadi dianggap memberikan dampak yang lebih mendalam.Komunikasi melalui media kurang dalam feedback langsung antarpartisan dan oleh karena itu, pada pokoknya bersifat satu arah.Sebaliknya, saluran antarpribadi tidak dapat menyaingi kekuatan saluran media dalam mencapai jumlah besar manusia sekaligus bersifat antarbudaya bila partisipan-partisipannya berbeda latar belakang budayanya.

 

Tugas 5/ Etika dalam komunikasi dan kebudayaan/ Apik Sopankatanya/ 1112051000162/ KPI 5E

Tugas 5/ Etika dalam komunikasi dan kebudayaan/ Apik Sopankatanya/ 1112051000162/ KPI 5E

 

ETIKA DALAM KOMUNIKASI DAN KEBUDAYAAN :

Memahami Dimensi Etik dalam Ruang Kebudayaan

 

            Burhanudin Salam (1987:1) menyebutkan bahwa etika adalah sebuah cabang filsafat yang berbicara mengenai nilai dan norma moral yang menentukan perilaku manusia dalam hidupnya. Sebagai cabang filsafat, etika sangat menekankan pendekatan yang kritis dalam melihat nilai dan norma moral tersebut serta permasalahan-permasalahan yang timbul dalam kaitannya dengan nilai dan norma moral tersebut.

            Etika bermaksud membantu manusia untuk bertindak secara bebas dan dapat dipertanggungjawabkan karena setiap tindakannya selalu lahir dari keputusan pribadi yang bebas. Etika membantu manusia untuk mengambil sikap dan bertindak secara tepat dalam menjalani hidup. Oleh karena itu etika merupakan bagian dari wujud pokok budaya yang pertama yaitu gagasan atau ide. Budaya dimaksud adalah budaya seperti yang dikemukan oleh Koentjaraningrat yaitu komplek gagasan, perilaku dan hasil karya manusia yang dijadikan milik dari dan dipergunakan untuk memenuhi hidup yang didapat dengan belajar secara terus-menerus.

            Semua masyarakat di dunia memiliki kebudayaan. Salah satu komponen kebudayaan adalah nilai. Nilai merupakan suatu referensi atau rujukan yang dipegang sebagai pedoman tingkah laku setiap anggota masyarakat atau kelompok budaya tertentu.

            Beberapa pakar menganjurkan pengembangan metaetika yang serba mencakup, transenden, untuk memandu komunikasi antara orang-orang yang berbeda budaya. Dean Barnlund menegaskan, " Sampai suatu metaetika… dapat diartikulasikan dalam cara-cara yang memperoleh dukungan luas, atau hingga suatu metaetika yang sama muncul dari ribuan konfrontasi harian, kita akan terus menjalankan hubungan antarbudaya dalam kekosongan moral." Metaetika seperti itu ia percaya harus diciptakan, atau disentetis dari kode etik dalam budaya-budaya yang ada, untuk memperoleh konsesus minimum yang diperlukan untuk menghindari bentuk-bentuk interaksi destruktif paling besar sewaktu meningkatkan keanekaragaman perilaku dalam budaya-budaya itu.[1]

            Filsuf S. Jack Odell menyatakan sebuah masyarakat tanpa etika sebenarnya adalah masyarakat yang menjelang kehancuran. Dia mengatakan bahwa konsep dan teori dasar etika memberikan kerangka yang dibutuhkan setiap orang untuk melaksanakan kode etik dan moral. Dan prinsip-prinsip etika adalah prasyarat wajib bagi keberadaan sebuah komunitas sosial. Tanpa prinsip etika mustahil manusia bisa hidup harmonis dan tanpa ketakutan ( Richard L. Johannesen, 1996, hlm.6)[2]

            Manusia dalam memahami etika tentu saja melalui proses yang disebut enkulturasi. Enkulturasi adalah proses individu mempelajari dan menyesuaikan alam pikiran serta sikapnya dengan adat istiadat, norma dan peraturan-peraturan yang hidup dalam kehidupannya. Seringkali individu belajar dan meniru berbagai macam tindakan, setalag perasaan dan nilai budaya yang member motivasi akan tindakan itu telah di internalisasi dalam kepribadiannya. Dengan berkali-kali meniru maka tindakannya menjadi suatu  pola yang mantap dan normma yang mengatur tindakannya "dibudayakan".

            Mempelajari komunikasi antarbudaya berarti kita mempelajari (termasuk membandingkan) kebudayaan oranglain, mempelajari satu atau lebih nilai kebudayaan lain, sekurang-kurangnya yang ditunjukkan oleh tampilan perilaku mereka. Jika perilaku antarbudaya merupakan wujud nilai yang di dalamnya mengandung etika suatu masyarakat maupun komunitas, maka perkenalan terhadap nilai budaya orang lain juga sangat perlu. Kita berusaha membentuk suatu masyarakat bersama yang beretika, yakni masyarakat yang bisa hidup harmonis dan tanpa ketakutan.

           

 

 

 



[1] Richard L.Johannesen, Etika Komunikasi,Judul Asli :  Ethics in Human Communication (Third Edition), (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1996),hlm.229

[2] Dr, Alo Liliweri, M.S, Makna Budaya dalam Komunikasi Antar Budaya, ( Yogyakarta: LKis Yogyakarta, 2007) hlm.35-37

Cari Blog Ini