NAMA: SYIFA NUROHMAH
NIM: 11140540000010
PRODI: PMI 3
BIOGRAFI SINGKAT TALCOTT PARSONS
(kelahiran, pendidikan, karya intelektual dan penghargaannya)
Talcott Parsons dilahirkan di Colorado Springs, Colorado, USA pada 13 Desember 1902 dan meninggal pada 8 Mei 1979 di Munich, Jerman pada usia 76 tahun. Dia adalah seorang sosiolog yang cukup terkenal dengan pemikiran-pemikirannya. Parsons lahir dalam sebuah keluarga yang memiliki latar belakang yang saleh dan intelek. Ayahnya adalah seorang pendeta gereja kongregasional, seorang profesor dan presiden dari sebuah kampus kecil. Pada tahun 1920 ia masuk ke Amherts College dan mendapatkan gelar sarjananya pada tahun 1924. Setelah itu, ia melanjutkan studi pasca sarjana di London School of Economics. Pada tahun 1925, Parsons pindah ke Heidelberg, Jerman. Di kota ini, ia ikut serta dalam sebuah pertemuan-pertemuan yang didirikan oleh MaxWeber yang wafat lima tahun sebelum kedatangannya. Parsons sangat dipengaruhi oleh karya Weber dan sebagian desertasi doktoralnya di Heidelberg membahas karya Weber. Pada tahun 1927, ia menjadi instruktur dalam ekonomi di Amherts. Parsons menjadi pengajar di Harvard pada tahun 1927, dan meskipun ia berpindah jurusan beberapa kali, Parsons tetap berada di Harvard sampai dengan ia wafat pada tahun 1979. Perjalanan kariernya tidak pesat. Ia tidak memperoleh posisi tetap sampai dengan tahun 1939. Dua tahun sebelumnya yakni pada 1937, ia mempublikasikan sebuah buku yang menjadi dasar bagi teori-teorinya, yaitu buku The Structure of Social Action. Satu buku yang tidak hanya memperkenalkan teoritisi-teoritisi sosial utama semisal Weber kepada sosiolog lain.
Sesudah itu karier akademis Parsons maju pesat. Sejak tahun 1944, ia menjadi ketua jurusan sosiologi di Harvard, Amerika Serikat. Pada tahun 1946, ia menjadi ketua jurusan hubungan sosial di universitas tersebut, yang tidak hanya memasukkan sosiolog, tetapi juga berbagai sarjana ilmu sosial lainnya. Pada tahun 1949, ia dipilih sebagai Presiden Assosiasi Sosiologi Amerika. Dan pada tahun 1951 ia menjadi tokoh dominan sosiologi Amerika seiring dengan terbitnya buku karyanya The Social System. Pada akhir 1960-an, Parsons mendapat serangan oleh sayap radikal sosiologi Amerika yang baru muncul, karena ia dipandang konservatif (dalam sikap politiknya maupun teori-teorinya). Selain itu teori-teorinya juga dipandang hanya sebagai skema kategorisasi panjang-lebar yang rumit.
Pada tahun 1980-an, teori-teorinya diminati di seluruh dunia. Menurut Holton dan Turner (1986), karya-karya Parsons memberikan kontribusi lebih besar bagi teori sosiologi, daripada Marx, Weber maupun Durkheim. Selain itu, ide-ide pemikiran Parsons maupun teori-teorinya, tidak hanya mempengaruhi para pemikir konservatif namun juga teoretisi Neo-Marxian (khususnya Jurgen Habermas) Setelah kematian Parsons, sejumlah bekas mahasiswanya, semuanya sosiolog sangat terkenal, merenungkan arti penting teorinya maupun pencipta teori itu sendiri. Robert Merton, adalah salah seorang mahasiswanya ketika Parsons baru saja mulai mengajar di Harvard. Merton menjadi teoritisi terkenal karena teori ciptaannya sendiri, menjelaskan bahwa mahasiswa pascasarjana yang datang ke Harvard, di tahun-tahun itu bukan hendak belajar dengan Parsons tetapi juga dengan Sorokin,salah seorang anggota senior jurusan sosiologi yang menjadi musuh utama Parsons. Celaan Merton mengenai kuliah pertama Parsons dalam teori juga menarik, terutama karena materi yang disajikan adalah basis untuk salah satu buku teori yang paling berpengaruh pada sosiologi. Berdasarkan semua hasil karyanya, Talcott Parsons adalah tokoh fungsionalis struktural modern terbesar hingga saat ini.
Dalam teorinya Parsons menganalogikan perubahan sosial dalam masyarakat seperti halnya pertumbuhan pada makhluk hidup. Komponen utama pemikiran Parsons adalah adanya proses diferensiasi. Parsons berpendapat bahwa setiap masyarakat tersusun dari sekumpulan subsistem yang berbeda berdasarkan strukturnya maupun berdasarkan makna fungsionalnya bagi masyarakat yang lebih luas. Ketika masyarakat berubah, umumnya masyarakat tersebut akan tumbuh dengan kemampuan yang lebih baik untuk menanggulangi permasalahan hidupnya. Dapat dikatakan, Parsons termasuk dalam golongan yang memandang optimis sebuah proses perubahan.
Talcott Parsons menggunakan pendekatan fungsional dalam melihat masyarakat, baik yang menyangkut fungsi dan prosesnya. Pendekatannya selain diwarnai oleh adanya keteraturan yang ada di Amerika, juga dipengaruhi oleh pemikiran Auguste Comte, Emile Durkheim, Vilfredo Pareto dan Max Weber. Hal tersebut di ataslah yang menyebabkan Teori Fungsionalisme Talcott Parsons bersifat kompleks. Teori Fungsionalisme Struktural mempunyai latar belakang kelahiran dengan mengasumsikan adanya kesamaan antara kehidupan organisme biologis dengan struktur social dan berpandangan tentang adanya keteraturan dalam masyarakat. Teori Fungsionalisme Struktural Parsons mengungkapkan suatu keyakinan yang optimis terhadap perubahan dan kelangsungan suatu sistem. Akan tetapi optimisme Parsons itu dipengaruhi oleh keberhasilan Amerika dalam Perang Dunia II dan kembalinya masa kejayaan setelah depresi yang parah itu. Bagi mereka yang hidup dalam sistem yang kelihatannya mencemaskan dan kemudian diikuti oleh pergantian dan perkembangan lebih lanjut maka optimism teori Parsons dianggap benar. Sebagaimana dinyatakan oleh Gouldner (1970:142) bahwa untuk melihat masyarakat sebagai sebuah firma, yang dengan jelas memiliki batas-batas strukturalnya, seperti yang dilakukan oleh teori baru Parsons, adalah tidak bertentangan dengan pengalaman kolektif, dengan realitas personal kehidupan sehari-hari yang sama-sama kita miliki.
Teori Struktural Fungsional mengasumsikan bahwa masyarakat merupakan sebuah sistem yang terdiri dari berbagai bagian atau subsistem yang saling berhubungan. Bagian-bagian tersebut berfungsi dalam segala kegiatan yang dapat meningkatkan kelangsungan hidup dari sistem. Fokus utama dari berbagai pemikir teori fungsionalisme adalah untuk mendefinisikan kegiatan yang dibutuhkan untuk menjaga kelangsungan hidup sistem sosial. Terdapat beberapa bagian dari sistem sosial yang perlu dijadikan fokus perhatian, antara lain: faktor individu, proses sosialisasi, sistem ekonomi, pembagian kerja dan nilai atau norma yang berlaku.
Pemikir fungsionalis menegaskan bahwa perubahan diawali oleh tekanan-tekanan kemudian terjadi integrasi dan berakhir pada titik keseimbangan yang selalu berlangsung tidak sempurna. Artinya, teori ini melihat adanya ketidakseimbangan yang abadi yang akan berlangsung seperti sebuah siklus yang akan mewujudkan keseimbangan baru. Variable yang menjadi perhatian teori ini adalah struktur sosial serta berbagai dinamikanya. Penyebab perubahan dapat berasal dari dalam maupun dari luar sistem sosial.
Pengaruh Teori ini dalam Kehidupan Sosial dan Pendidikan
Talcott Parsons dalam menguraikan teori ini menjadi sub-sistem yang berkaitan menjelaskan bahwa diantara hubungan fungsional-struktural cenderung memiliki empat tekanan yang berbeda dan terorganisir secara simbolis :
1. Pencarian pemuasan psikis
2. Kepentingan dalam menguraikan pengrtian-pengertian simbolis
3. Kebutuhan untuk beradaptasi dengan lingkungan organis-fisis, dan
4. Usaha untuk berhubungan dengan anggota-anggota makhluk manusia lainnya.
Sebaliknya masing-masing sub-sistem itu, harus memiliki empat prasyarat fungsional yang harus mereka adakan sehingga bias diklasifikasikan sebagai suatu istem. Parsons menekankan saling ketergantungan masing-masing system itu ketika dia menyatakan: "secara konkrit, setiap system empiris mencakup keseluruhan, dengan demikian tidak ada individu kongkrit yang tidak merupakan sebuah organisme, kepribadian, anggota dan sistem sosial, dan peserta dalam sistem cultural".
Walaupun fungsionalisme struktural memiliki banyak pemuka yang tidak selalu harus merupakan ahli-ahli pemikir teori, akan tetapi paham ini benar-benar berpendapat bahwa sosiologi adalah merupakan suatu studi tentang struktur-struktur social sebagai unit-unit yang terbentuk atas bagian-bagian yang saling tergantung.
Fungsionalisme struktural sering menggunakan konsep sistem ketika membahas struktur atau lembaga sosial. System ialah organisasi dari keseluruhan bagian-bagian yang saling tergantung. Ilustrasinya bisa dilihat dari system listrik, system pernapasan, atau system sosial. Yang mengartikan bahwa fungionalisme struktural terdiri dari bagian yang sesuai, rapi, teratur, dan saling bergantung. Seperti layaknya sebuah sistem, maka struktur yang terdapat di masyarakat akan memiliki kemungkinan untuk selalu dapat berubah. Karena system cenderung ke arah keseimbangan maka perubahan tersebut selalu merupakan proses yang terjadi secara perlahan hingga mencapai posisi yang seimbang dan hal itu akan terus berjalan seiring.
Pendekatan fungsional berusaha untuk melacak penyebab perubahan sosial sampai ketidakpuasan masyarakat akan kondisi sosialnya yang secara pribadi mempengaruhi diri mereka. Pendekatan ini merupakan suatu bangunan teori yang paling besar pengaruhnya dalam ilmu sosial di abad sekarang. Fungsionalisme struktural adalah sebuah sudut pandang luas dalam sosiologi dan antropologi yang berupaya menafsirkan masyarakat sebagai sebuah struktur dengan bagian-bagian yang saling berhubungan. Fungsionalisme menafsirkan masyarakat secara keseluruhan dalam hal fungsi dari elemen-elemen konstituennya; terutama norma, adat, tradisi dan institusi. Fungsi dikaitkan sebagai segala kegiatan yang diarahkan kepada memenuhi kebutuhan atau kebutuhan-kebutuhan dari sebuah sistem. Ada empat persyaratan mutlak yang harus ada supaya termasuk masyarakat bisa berfungsi. Keempat persyaratan itu disebutnya AGIL. AGIL adalah singkatan dari Adaption, Goal, Attainment, Integration, dan Latency. Demi keberlangsungan hidupnya, maka masyarakat harus menjalankan fungsi-fungsi tersebut, yakni;
1. Adaptasi (adaptation): supaya masyarakat bisa bertahan dia harus mampu menyesuaikan dirinya dengan lingkungan dan menyesuaikan lingkungan dengan dirinya.
2. Pencapain tujuan (goal attainment): sebuah sistem harus mampu menentukan tujuannya dan berusaha mencapai tujuan-tujuan yang telah dirumuskan itu.
3. Integrasi (integration): masyarakat harus mengatur hubungan di antara komponen-komponennya supaya dia bisa berfungsi secara maksimal.
4. Latency atau pemeliharaan pola-pola yang sudah ada: setiap masyarakat harus mempertahankan, memperbaiki, dan membaharui baik motivasi individu-individu maupun pola-pola budaya yang menciptakan dan mepertahankan motivasi-motivasi itu.
Kesimpulan
1. Masyarakat adalah satu kesatuan atas dasar kesepakatan dari para anggotanya terhadap nilai-nilai tertentu yang mampu mengatasi perbedaan-perbedaan sehingga masyarakat tersebut dipandang sebagai suatu system yang secara fungsional terintegrasi dalam suatu keseimbangan.
2. Ketika masyarakat berubah, umumnya masyarakat tersebut akan tumbuh dengan kemampuan yang lebih baik untuk menanggulangi permasalahan hidupnya.
3. Sistem sosial selalu cenderung bergerak ke arah keseimbangan yang bersifat dinamis, gradual (perlahan-lahan atau bertahap) melalui penyesuaian-penyesuaian dan tidak revolusioner.
4. Beberapa persyaratan atau kebutuhan fungsional yang harus dipenuhi agar sebuah sistem sosial bisa bertahan adalah harus memenuhi imperatif fungsional sebagai berikut: Adaptasi, Pencapaian Tujuan, Integrasi, dan Latensi atau yang biasa disingkat AGIL (Adaptation, Goal Attainment, Integration, Latency).
5. Bahwa tindakan manusia dipandang sebagai kenyataan sosial yang terkecil dan mendasar yang selalu didorong oleh kemauan (voluntaristik) untuk mencapai tujuan dengan mengindahkan nilai, ide dan norma yang disepakati.
Daftar Pustaka
Ferdi Nurdiansah. http://nurdiansahferdi.blogspot.co.id/2014/01/teori-fungsionalisme-struktural-dalam.html
Soekanto, Soerjono. Mengenal Tujuh Tokoh Sosiologi. Jakarta: Rajawali Pres, 2011.