Sabtu, 29 September 2012

tgs resum buku pengantar ilmu kependudukan_fikri dzulkarnain_1110054000032_pmi 5

BAB III
SEJARAH PERKEMBANGAN PENDUDUK: DUNIA DAN INDONESIA
 
Keseimbangan Lama dan Baru
Keseimbangan lama dari perkembangan penduduk adalah ketika reit kematian dan kelahiran penduduk suatu wilayah masing-masing berada pada tingkat yang tinggi, sehingga perkembangan jumlah penduduk sangat lambat, bahkan untuk sebagian besar periode, jumlah kelahiran tidak banyak berbeda dengan jumlah kematian. Fluktuasi reit kematian yang besar sering terjadi sementara reit kelahiran relatif stabil pada tingkat yang tinggi. Keseimbangan lama penduduk suatu negara pada hakikatnya menunujukkan fase sebelum mulainya transisi demografi dari penduduk negara bersangkutan. Fase ini untuk penduduk dunia secara keseluruhan berjalan berabad-abad. Sampai tahun 10.000 B.C., penduduk dunia diperkirakan hanya sekitar 5 juta saja, sedangkan pada tahun AD1 baru mencapai kurang lebih 250 juta.[i] Dewasa ini hampir tidak ada negara yang berada pada keseimbangan lama, namun masih ada masyarakat yang tergolong mempunyai reit kematian relatif tinggi seperti negara-negara tertentu di afrika barat dan afrika tengah.
Keseimbangan baru berarti keadaan di mana reit kelahiran dan kematian berada pada tingkat rendah. Sehubungan dengan reit kelahiran dan kematian, perserikatan bangsa-bangsa mengklarifikasi penduduk dalam tipe-tipe: kelahiran tinggi-kematian tinggi, kelahiran tinggi-kematian cukup tinggi atau sedang menurun, kelahiran tinggi-kematian rendah, kelahiran sedang menurun-kematian rendah, dan kelahiran rendah-kematian rendah.
Angka-angka Perkembangan Penduduk Dunia pada Berbagai Periode
Seperti telah dikemukakan, fese perkembangan penduduk dunia yang sangat lambat berjalan untuk jangka waktu yang sangat lama. Bagi hampir keseluruhan periode adanya manusia dibumi, reit perkembangan penduduk tahunan dunia hampir-hampir mendekati nol. Sejak munculnya manusia hingga masa permulaan sejarah, reit perkembangan penduduk tahunan dunia mungkin hanya sekitar 0,002 persen per tahun atau 20 per juta per tahun, suatu reit perkembangan yang memerlukan waktu sekitar 35.000 tahun agar penduduk dunia pada masa itu menjadi dua kali lipat.
Kemajuan pesat dalam perkembangan jumlah manusia paralel dengan penemuan-penemuan besar yaitu penemuan sistem pertanian, mulai kehidupan perkotaan dan perdagangan, pengendalian kekuatan-kekuatan non-manusiawi, dan revolusi teknologi. Jika pada permulaan tahun masehi (AD1) penduduk bumi ditaksir hanya sekitar 250 juta, dan pada tahun 1650 baru menjadi sekitar 500 juta, maka pada tahun 1975 telah mencapai sekitar 4 milyar dan pada tahun 1987 menjadi 5 milyar. Tahun 2010 telah bertambah lagi menjadi sekitar 6,9 milyar. Ini berarti sejak permulaan tahun masehi telah tejadi 4 kali kelipatan dua penduduk dunia. Kelipatan dua penduduk dunia berikutnya diperkirakan akan terjadi sekitar tahun 2025, ketika penduduk dunia mencapai 8 milyar jiwa.
 
Perkembangan Penduduk Jawa Abad Ke-19
Di indonesia, sekalipun untuk jawa, informasi atau data demografi abad ke 19 yang tersedia sangat terbatas. Bahkan informasi yang sangat dasar seperti angka-angka jumlah penduduk merupakan sumber perdebatan.
Jika angka 4,5 juta diterima sebagai penduduk jawa pada tahun 1815, sedangkan pada tahun 1900 penduduk jawa telah menjadi hampir 28,5 juta, berarti reit perkembangan penduduk tahunan sebesar 2,2 persen. Memang, jawa merupakan suatu ilustrasi klasik perkembangan penduduk bagi dunia, akan tetapi reit perkembangan tahuna sebesar angka di atas sukar untuk diterima.
Beberapa ahli telah mencoba untuk mengoreksi angka sensus penduduk Raffles di antaranya adalah Breman (1971) dan Paper (1970). Menurut Bramen, suatu persentase kesalahan sebesar 34 persen dari angka jumlah penduduk yang di kemukakan Raffles akan berarti jumlah penduduk jawa pada 1815 sebanyak 6,3 juta.[ii] Setelah membahas secara agak komprehensif data penduduk di jawa abad ke 19 dengan terutama memberi perhatian pada bagian pertama abad yang bersangkutan, Paper[iii] berkesimpulan bahwa jumlah penduduk jawa sekitar tahun 1800 terletak antara 8-10 juta.
Alasan-alasan terpenting yang umumnya dikemukakan untuk menerangkan perkembangan penduduk cepat di jawa berkisar pada:[iv]
1.      Terjadinya perbaikan tingkat hidup penduduk pribumi;
2.      Meluasnya pelayanan kesehatan, bukti konkeitnya adalah introduksi vaksinasi cacar;
3.      Perwujudan ketertiban dan perdamaian oleh pemerintah belanda.
Penduduk Indonesia Masa Kini
Seperti telah di sebutkan pada bagian sebelumnya, jumlah penduduk jawa diperkirakan sekitar 28,5 juta pada akhir abad ke 19. Berdasarkan hasil survei penduduk antar sensus (SUPAS) 2005, jumlah penduduk indonesia diperkirakan telah mencapai sebanyak 218,9 juta pada tahun  2005. Reit perkembangan penduduk indonesia menurun lebih lanjut menjadi 1,2 persen pada periode 2000-2005. Hasil sensus penduduk indonesia 2010, menunjukkan bahwa jumlah penduduk indonesia telah menjadi 237,6 juta jiwa dengan reit perkembangan penduduk tahunan yang kembali meningkat, yaitu menjadi 1,5 persen pertahun.[v]
Reit perkembangan penduduk tahunan yang sedang berlangsung dewasa ini lebih rendah di jawa dibandingkan dengan di banyak pulau lain di luar jawa. Pulau sumatra yang telah berpenduduk sekitar 50,6 persen dari penduduk wilayah luar jawa pada tahun 2000, masih menunjukkan reit perkembangan penduduk sangat tinggi yaitu 2,7 persen per tahun pada periode 1980-1990, kemudian menurun menjadi 1,5 persen pada periode 1990-2000 dan 1,4 persen pada periode 2000-2005. Pada periode 2000-2010, berdasarkan hasil sensus 2010 reit perkembangan penduduk pulau sumatera masih setinggi 2,3 persen pertahun.
 
 
BAB IV
SUMBER-SUMBER DATA KEPENDUDUKAN
Pendahuluan
Sumber-sumber data kependudukan atau demografi yang pokok adalah sensus, sistem registrasi kejadian-kejadian vital, sistem registrasi penduduk dan survei-survei terbatas atau survei sampel. Sumber tambahan lain yang sering berguna adalah catatan-catatan dan dokumen-dokumen instansi pemerintah. Di antara sumber-sumber ini, sensus merupakan sumber data yang paling utama di berbagai negara terlebih lagi di negara-negara berkembang. Dewasa ini negara-negara maju, sistem registrasi kejadian-kejadian vital dan sistem registrasi penduduk telah berkembang cukup teratur sehingga memungkinkan reit vital di banyak negara maju diperoleh dengan menggunakan sumber ini. Sedangkan dikebanyakan negara berkembang, tradisi untuk memelihara secara teratur sistem registrasi kejadian-kejadian vital dan sistem registrasi penduduk belum ada. Kalaupun ada, sering tidak lengkap dan kebenarannya perlu dipertanyakan. Karenanya di negara-negara berkembang, reit vital seperti reit kelahiran kasar (CBR) dan reit kematian kasar (CDR) sering perlu diperkirakan secara tidak langsung dengan menggunakan data sensus, atau dari hasil-hasil survei terbatas.
Sejarah Sensus Penduduk
Sensus penduduk dalam paham modern mungkin sekali untuk pertama kali di lakukan di Quebec atau Kanada Perancis pada tahun 1666. Sedangkan di swedia mulai di laksanakan pada tahun 1749, Amerika serikat tahun 1790, dan inggris pada tahun 1801. Pelaksanaan sensus di inggris membawa pengaruh pula pada negara-negara jajahannya. Di indonesia umpamanya, Raffles dalam masa pemerintahannya yang singkat sempat melakukan perhitungan jumlah penduduk di jawa (sensus penduduk Raffles) pada tahun 1815 yang telah dikemukakan sebelumnya. Di india sensus baru mulai dilaksanakan pada tahun 1881. Banyak negara dari apa yang disebut new world memulai pencacahan sejak tahun-tahun permulaan negara yang bersangkutan ditempati. Di australia sensus mulai di lakukan pada tahun 1828-ketika penduduknya hanya sekitar 30.000 jiwa. Catatan paling lengkap di eropa sebelum abad ke 19 dapat dijumpai di negara-negara Skandinavia seperti Norwegia, Swedia, Denmark, Islandia dan Finlandia.
Sensus penduduk yang pada mulanya mempunyai tujuan seperti yang telah disebut dimuka, sejak abad ke 19 telah banyak berubah baik dalam cakupan yang semakin meluas pula. Berbagai aspek telah di masukkan dalam daftar pertanyaan sensus seperti migrasi, karakteristik ekonomi, fertilitas, dan mengenai berbagai karakteristik penduduk yang penting yang pada gilirannya dapat memenuhi kebutuhan lembaga-lembaga pemerintah dan non pemerintah, dan warga masayarakat umumnya. Dewasa ini di banyak negara, data yang dikumpulkan oleh sensus penduduk hanya diizinkan untuk digunakan semata-mata sebagai bukti-bukti angka statistik. Selain sebagai bukti-bukti angka statistik, penggunaan informasi pribadi yang dikunpulkan sensus tidak dibenarkan di negara-negara yang bersangkutan.
Perserikatan bangsa-bangsa yang menyadari pentingnya sensus penduduk dalam rangka pembangunan sosial-ekonomi negara-negara anggota telah mensponsori program sensus penduduk dunia, masing-masing pada tahun 1960 dan 1970. Kini hampir semua negara anggota PBB telah melaksanakan sensus penduduk.
Kriteria Modern dari Sensus
Ciri-ciri utama sensus penduduk nasional resmi mencakup kesponsoran, teritorial, yang terdefinisi dengan jelas, universalitas, simultanitas, unit individual dan mengenai kompilasi dan publikasi.
Berikut ini akan dijelaskan secara singkat ciri-ciri utama terrsebut:
1.    Kesponsoran
Suatu sensus pendudukm nasional resmi disponsori dan diselenggarakan oleh pemerintah tingkat pusat, walaupun kadang-kadang bekerjasama dengan pemerintah tingkat provinsi dan lokal.
2.    Terotorial yang terdefinisi dengan jelas.
Cakupan teritorial pelaksanaan sensus haruslah dengan definisi yang jelas.
3.    Universalitas.
Setiap anggota komunitas dalam cakupan sensus harus termasuk dalam cakupan pencacahan tanpa ada yang ketinggalan atau terjadi duplikasi.
4.    Simultanitas
Jumlah pendudk yang dicacah harus menunjuk pada waktu tertentu dengan definisi yang jelas. Sejalan dengan ini, data yang dikumpulkan harus menunjuk pada periode waktu tertentu dengan definisi yang jelas. Dalam hal ini ditetapkan tanggal sensus.
5.    Unit individual
 Dalam sustu sensus pencacahan dilakukan secara langsung dan tidak langsung melalui registrasi. Hal ini sekalipun mekanisme pengumpulan informasi memberikan kemungkinan untuk mencatat informasi bersama dari semua anggota rumah tangga atau keluarga atau kelompok secara keseluruhan.
6.    Kompilasi dan Publikasi
Paling sedikit kompilasi dan publikasi data harus dilakukan menurut geografis wilayah dan semua variabel demografi dasar, hal mana merupakan bagian integral dari suatu sensus penduduk.
Sensus Penduduk di Indonesia
Di zaman kolonial, telah disebut sebelumnya adanya sensus penduduk Raffles. Angka jumlah penduduk dari sensus ini sering digunakan sebagai pangkal tolak pembicaraan perkembangan penduduk di abad ke 19. Raffles melakukan perhitungan jumlah penduduk dalam rangka penetapan sistem pajak tanah. Pemerintah kolonial belanda antara tahun 1880 hingga1905 mengadakan sensus-sensus penduduk periode lima tauhn sekali. Pelaksanaan sensus penduduk quinguennal atau sensus penduduk ulang lima tahun pada mulanya secara langsung berhubungan dengan pelayanan atau pengerahan tenaga untuk sistem tanam paksa tahun 1905 merupakan tahun terakhir pelaksanaan sensus penduduk ulang lima tahun.
Sensus penduduk 1920 menggunakan sistem perhitungan penduduk de jure, sedangkan sensus penduduk tahun 1930 menggunakan sistem perhitungan de facto di jawa dan perhitungan de jure di pulau-pulau lain. Ke enam sensus penduduk lainnya yaitu sensus penduduk 1961, 1971, 1980, 2000, dan 2010 menggunakan kombinasi sistem de jure dan de facto yaitu bagi mereka yang bertempat tinggal tetap di pakai sistem de jure dan bagi mereka yang bertempat tinggal tidak tetap dipakai sistem de facto. Sensus penduduk 1930, 1961, 1971, 1980, 1990, 2000 dan 2010 dapat dipandang memenuhi kriteria sensus penduduk  modern.
Sistem Registrasi Kejadian Vital dan Sistem Registrasi Penduduk
Pada umumnya sistem registrasi kejadian-kejadian vital dibedakan dari sistem registrasi penduduk. Sistem registrasi penduduk merupakan suatu sistem registrasi yang terpelihara penguasa setempat di mana biasanya dicatat setiap kelahiran, kematian, adopsi, perkawinan, perceraian, perubahan pekerjaan, perubahan nama dan perubahan tempat tinggal. Catatan dibuat bagi individu, dan perubahan-perubahan dilakukan selama masa hidupnya. Sedangkan sistem registrasi kejadian-kejadian vital dengan registrasi seperti kelahiran, kematian, kematian janin, abortus, perkawinan, dan perceraian. Perubahan nama, perubahan pekerjaan, dan perubahan tempat tinggal (migrasi kejadian-kejadian vital). Negara yang memelihara sistem registrasi kejadian-kejadian vital biasanya mewajibkan para warganya untuk segera atau dalam jangka waktu tertentu melaporkan kejadian-kejadian vital seperti kelahiran dan kematian.
Sejak tahun 2006, indonesia telah memiliki undang-undang tentang administrasi kependudukan (undang-undang nomor 23 tahun 2006) yang antara lain mengatur pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil.[vi] Operasional (pelaksanaan) pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil didukung oleh peraturan pemerintah tentang pelaksanaan undang-undang nomor 23 tahun 2006, tentang administrasi kependudukan (peraturan pemerintah nomor 37 tahun 2007),[vii] dan peraturan presiden nomor 25 tahun 2008 tentang persyaratan dan tata cara pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil.[viii] Pendaftaran penduduk mengatur tentang nomor induk kependudukan pendaftaran peristiwa kependudukan,[ix] pendataan penduduk rentan dan pelaporan penduduk yang tidak mampu mendaftarkan diri. Sedangkan pencatatan sipil mengatur tentang pencatatn kelahiran, lahir mati, perkawinan, pembatalan perkawinan, perceraian, pembatalan perceraian, kematian, pengangkatan anak, perubahan nama dan perubahan status kewarganegaraan.
Survei
Survei demografi pada dasarnya dapat dikelompokkan ke daloam tiga tipe yaitu:
1.      Survei bertahap tunggal (single round surveys)
2.      Survei bertahap ganda (multi round surveys)
3.      Survei bertipe kombinasi, yaitu kombinasi antara survei bertahap tunggal dengan survei bertahap ganda dengan sistem registrasi.
 


[i] Lihat David Hay, Human Population (london and Aylesbury Kestrel Books, 1976), satu juta tahun yang lalu penduduk dunia diperkirakan berjumlah 0,125 juta, dan angka ini berubah menjadi 3 juta pada 25 ribu tahun yang lalu.
[ii] Ibid, hal 36. Ia juga menguatkan keyakinannya dengan menyebutkan Van Hogendrop menetapkan dengan tanpa ragu-ragu bahwa jumlah penduduk sekitar tahun 1800 itu adalah 5 juta orang, dan Baud yang mempelajari soal konsumsi madat di jawa, atas dasar faktor non dermografi, sampai pada suatu jumlah penduduk sebesar 8 juta dalam tahun 1815.
[iii] B. Peper, op.cit.
[iv] Ibid., hal 71
[v] Data penduduk tahun 2005 bersumber dari badan pusat statistik,  penduduk indonesai. Hasil survei penduduk antar sensus2005, seri S1, (jakarta: BPS, 2006), dan data penduduk tahun 2010 dari hasil sensus penduduk 2010, data agregat per provinsi (jakarta: BPS, 2010).
[vi] Lihat indonesia, undang-undang republik indonesia nomor 23 tahun 2006 tentang administrasi kependudukan, (jakarta: lembaran negara republik indonesia tahun 2006 nomor 124).
[vii] Lihat indonesia, peraturan pemerintah republik indonesia nomor 37 tahun 2007 tentang pelaksanaan undang-undang nomor 23 tahun 2006 tentang administrasi kependudukan, (jakarta: lembaran negara republik indonesia tahun 2007, nomor 80).
[viii] Lihat indonesia, peraturan presiden republik indonesia nomor 25 tahun 2008 tentang persyaratan  dan tata cara pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil, (jakarta: 2008).
[ix] Peristiwa kependudukn meliputi: perubahan alamat, pindah-datang penduduk dalam wilayah indonesia, pindah-datang antar negara dan hal-hal lain yang berhubungan dengan mobilitas penduduk baik warga negara indonesia maupun orang asing.

Andre Anang Pratama, Jurnalistik 1 A

TEORI KRITIS
Oleh:
Andre Anang Pratama
Teori kritis adalah produk sekelompok neo-Marxis Jerman yang tak puas dengan keadaan teori Marxian (Bernstein, 1995; Kellner, 1993; untuk tinjauan yang lebih luas terhadap teori kritis, lihat Agger, 1998), terutama kecenderungannya menuju determinasi ekonomi. The Institute of Social Research, organisasi yang berkaitan dengan teori kritis ini resmi didirikan di Frankfurt, Jerman, 23 Februari 1923. Meski sejumlah anggotanya telah aktif sebelum organisasi itu didirikan (Wiggershaus, 1994). Teori kritis telah berkembang melampaui batas aliran Frankfurt (Calhoun dan Karaganis, 2001; Telos, 1989-90). Teori kritis berasal dari dan sebagian besar berorientasi ke pemikir Eropa, meski pengaruhnya tumbuh dalam sosiologi Amerika (Marcus, 1999; van den Berg, 1980).
Pada perkembangannya, terminologi teori kritis lebih banyak dihubungkan dengan dua pandangan. Pertama, pandangan Frankfurt School (Mazhab Frankfurt) seperti: Max Horkheimer, Theodor Adorno, Walter Benyamin, Herbert Marcus, Erich Fromm, Albrecht Wellmer, Karl-Otto Apel, Axel Honneth dan Jurgen Habermas. Kedua, pandangan dari karya dan pemikiran Antonio Gramsci. Implisit dari karakter pemikiran mereka ialah upaya untuk membangun emansipasi manusia terhadap modernitas dan kemajuan kapitalisme yang 'menghancurkan' potensi kemanusiaan. Tetapi kedua pandangan tersebut tidak saling memberikan pengakuan satu sama lain. Karakter emansipatoris teori kritis tercermin melalui beberapa syarat, yaitu: a) bersikap kritis dan curiga terhadap zamannya. b) berpikir secara 'historis'. c) tidak memisahkan teori dari praktek, tidak melepaskan fakta dari nilai semata-mata untuk mendapatkan hasil yang objektif (Adian 2005). Dengan demikian, teori kritis lebih bersifat reflektif (membongkar yang tidak setara) ketimbang mengutamakan objektifitas ilmu pengetahuan.
Kemunculan teori kritis adalah 'reaksi' dan kritik terhadap positivisme ilmu pengetahuan yang sangat dujunjung oleh kaum behavioralisme. Teori kritis bukanlah sesuatu yang muncul dari ruang hampa melainkan hasil dialektika dari berbagai pemikiran tradisi kritis sebelumnya – sebuah perpaduan dari pemikiran Kant, Hegel, Marx dan psokoanalisis Freud. Kant memahami kritik sebagai upaya untuk mengenal keterbatasan rasio dalam setiap klaim pengetahuan; Hegel memahami kritik sebagai refleksi diri atas berbagai rintangan, tekanan, dan kontradiksi yang menghambat proses pembentukan diri dari rasio dalam sejarah; Marx memahami kritik sebagai usaha-usaha emansipatoris dari penindasan dan usaha-usaha alienasi yang dihasilkan oleh hubungan-hubungan kekuasaan dalam masyarakat, sementara Freud memahami kritik sebagai pembebasan individu dari irrasionalitas dari ketidaksadaran menjadi sadar.
Horkheimer menyebutnya Teori Kritis (sebagai pembeda atas Teori Tradisional-Behavioralisme), yang setidaknya memiliki 4 karakter, yaitu: pertama, teori kritis bersifat historis artinya diperkembangkan berdasarkan situasi masyarakat yang konkret dan berpijak diatasnya; kedua, teori kritis disusun atas kesadaran akan keterlibatan para pemikirnya; ketiga, teori kritis memiliki kecurigaan kritis terhadap masyarakat actual; dan keempat, teori kritis itu merupakan teori yang bersifat praktis.
Tujuan teori kritis adalah menghilangkan berbagai bentuk dominasi dan mendorong kebebasan, keadilan dan persamaan. Teori ini menggunakan metode reflektif dengan cara mengktitik secara terus menerus terhadap tatanan atau institusi social, politik atau ekonomi yang ada, cenderung tidak kondusif bagi pencapaian kebebasan, keadilan dan persamaan.
Ciri khas teori kritis tidak lain ialah bahwa teori in tidak sama dengan pemikiran filsafat dan sosiologi tradisional atau tidak bersifat kontemplatif atau spekulatif murni. Pada titik tertentu ia memandang dirinya sebagai pewaris ajaran Karl Marx, sebagai teori yang menjadi emansipatoris. Pada dasarnya, esensi Teori Kritis adalah 'kontruktivisme', yaitu memahami keberadaan struktur-struktur sosial dan politik sebagai bagian atau produk dari intersubyektivitas dan pengetahuan cara alamiah memiliki karakter politis. Sifat politis pengetahuan ini berkembang dari atau dipengaruhi oleh tiga pemikiran yang berbeda.
1. Pemikiran Kant mengenai keterbatasan pengetahuan, yaitu bahwa manusia tidak dapat memahami dunia secara keseluruhan melainkan hanya sebagian saja (parsial).
2. Pemikiran Hegel dan Marx bahwa teori dan pembentukan teori tidak bisa dipisahkan dari masyarakat. Ilmuan harus melakukan refleksi terhadap teori atau proses pembentukan teori tersebut.
3. Pemikiran Horkheimer yang membedakan teori ke dalam dua kategori, yakni tradisional dan kritis. Teori tradisional menganggap adanya pemisah antara teoritisi dan objek kajiannya. Artinya, teori tradisional berawal dari asumsi mengenai keberadaan realitas yang berada di luar pengamat, sementara teori kritis menolak asumsi pemisah antara subyek-obyek dan beragumen bahwa teori selalu memiliki dan melayani tujuan atas fungsi tertentu.
1.    

Cari Blog Ini