Blog tempat mengirimkan berbagai tugas mahasiswa, berbagi informasi dosen, dan saling memberi manfaat. Salam Tantan Hermansah
Senin, 24 Maret 2014
proposal hubungan ekologi dengan manusia
M.Fahmi Nurdin_pmi2_tugas3
Nama : M.Fahmi Nurdin
NIM : 1113054000023
JURUSAN : PMI-SMT.2
TUGAS : 3
UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NO.6 TAHUN 2014
TENTANG DESA
Undang – undang republic Indonesia no.6 tahun 2014 ini sebagai pelengkap undang – undang sebelumnya yang mengenai perundang – undangan desa. Hal ini di lakukan mengingat peran desa dalam pembangunan kenegaraan Indonesia sangat berperan penting, oleh sebab itu di buat – lah undang – undang yang membahas tentang perundang – undangan desa. Hal ini juga di lakukan sebagai pelindung bagi desa, agar desa tetap ada, bisa maju, mandiri, demokratis.
Di samping itu, perekonomian di pedesaan terkadang tidak ada kontrolan dari pemerintah jadi tidak stabil, dan tidak jarang banyak sumberpenghasilan yang tidak berlanjut yang menyebabkan hilangnya mata pencaharian warga di pedesaan khususnya.
Pembangunan Desa adalah upaya peningkatan kualitas hidup dan kehidupan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa, banyak oknum yang memanfaatkan sumber daya alam yang di hasilkan desa tapi tidak mengelola nya kembali agar tetap ada dan tidak habis. Hal ini mengakibatkan habisnya sumber daya alam yang ada di desa. Padahal jika melihat orang desa kalau bercocok tanam atau memanfaatkan sumber daya alam, pasti tidak di habiskan, dan pasti sumber daya alam itu di olah kembali. Masyarakat desa mempunyai rasa perduli yang lebih tinggi karena mereka lahir dan besar di desa tersebut, jadi lebih menjaga bukan merusak. Lain hal dengan orang kota atau pengusaha dari kota yang sering memanfaatkan sumber daya alam yang ada di desa tapi tidak pernah mengolahnya dengan baik, karena itu tadi tidak ada nya rasa menjiwai terhadap desa, karena ia tidak lahir di desa tersebut. Dan uang pun jadi faktor lain yang membuat rasa tanggugn jawab hilang, maksudnya, terkadang pengusaha yang mempunyai perusahaan yang produk nya dari hasil bumi yang berada di desa, mereka sering kali tidak perduli, yang mereka pentingkan hanya uang saja, tanpa memikirkan untuk merawatnya.
Kawasan Perdesaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
a. Pembangunan Desa
Pembangunan Desa bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa dan kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan melalui pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana Desa, pengembangan potensi ekonomi lokal, serta pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan. Dengan kata lain sangat lah perlu di lakukan pemberdayaan di pedesaan, agar perekonomian di desa dan sumber daya alam yang berada di desa tetap stabil. Mengingat di pedesaan sangat minim pendidikan di daerah pedesaan, sehingga masyarakat desa semakin tertinggal, dan hal ini mempengaruhi tingkat kesejahteraan masyarakat desa. Sangat perlu di perhatikan karena keberlangsungan hidup di desa sudah semakin tertinggal dan semakin terbelakang.
Pembangunan Desa meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan. Pembangunan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengedepankan kebersamaan, kekeluargaan, dan kegotongroyongan guna mewujudkan pengarusutamaan perdamaian dan keadilan sosial.
Dalam kaitan susunan dan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, setelah perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pengaturan Desa atau disebut dengan nama lain dari segi pemerintahannya mengacu pada ketentuan Pasal 18 ayat (7) yang menegaskan bahwa “Susunan dan tata cara penyelenggaraan Pemerintahan Daerah diatur dalam undang-undang”. Hal itu berarti bahwa Pasal 18 ayat (7) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 membuka kemungkinan adanya susunan pemerintahan dalam sistem pemerintahan Indonesia.
Melalui perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pengakuan terhadap kesatuan masyarakat hukum adat dipertegas melalui ketentuan dalam Pasal 18B ayat (2) yang berbunyi “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang”. Dalam sejarah pengaturan Desa, telah ditetapkan beberapa pengaturan tentang Desa, yaitu Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang Pokok Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1965 tentang Desa Praja Sebagai Bentuk Peralihan Untuk Mempercepat Terwujudnya Daerah Tingkat III di Seluruh Wilayah Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, dan terakhir dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Dalam pelaksanaannya, pengaturan mengenai Desa tersebut belum dapat mewadahi segala kepentingan dan kebutuhan masyarakat Desa yang hingga saat ini sudah berjumlah sekitar 73.000 (tujuh puluh tiga ribu) Desa dan sekitar 8.000 (delapan ribu) kelurahan. Selain itu, pelaksanaan pengaturan Desa yang selama ini berlaku sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman, terutama antara lain menyangkut kedudukan masyarakat hukum adat, demokratisasi, keberagaman, partisipasi masyarakat, serta kemajuan dan pemerataan pembangunan sehingga menimbulkan kesenjangan antarwilayah, kemiskinan, dan masalah sosial budaya yang dapat mengganggu keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Budhi Baihakki, PMI 6, Tugas Proposal, Ekologi Manusia
Budhi Baihakki (1111054000010)
Pengembangan Masyarakat Islam 6
Tugas Proposal
Mata Kuliah Ekologi Manusia
Proposal Kegiatan
Pemberdayaan Anak Dengan Belajar Di Alam Tanpa Batas
Latar Belakang Masalah
Anak adalah anugerah yang diberikan Tuhan kepada seluruh umat manusia yang telah sah menikah dan memiliki keturunan. Anak merupakan Manusia yang masih sangat lugu dan belum terlalu banyak mengerti tentang hal-hal yang ada di dunia ini. Sangat diperlukan pendidikan dan pengawasan terhadap anak, terutama di dalam keluarganya sendiri. Karena biasanya anak-anak cenderung meniru apa yang ia lihat maka keluarga dan orang-orang di sekitarnya harus selalu menjaga dan memperhatikannya. Agar anak-anak penerus bangsa ini dapat berkembang dengan jiwa dan ilmu yang positif.
Belakangan ini, dengan maraknya modernisasi dan globalisasi anak-anak semakin terkontaminasi dengan hal-hal modern yang berpengaruh negatif bagi anak-anak itu sendiri. Anak-anak kecil yang di era 90-an keatas masih sering bermain bersama teman-teman sebayanya diluar dengan permainan-permainan tradisional seperti petak umpet, lompat tali, congklak dan sebagainya yang mengandung nilai sosial mulai kesini semakin hilang ditelan zaman. Sekarang dengan semakin canggihnya dibuatlah video game dan sebagainya yang membuat anak menjadi individualis dan manja. Bahkan yang lebih parah lagi kadang anak membuka internet dan melihat hal-hal yang seharusnya tidak diperbolehkan untuk anak-anak. Beberapa kemajuan zaman justru malah berpengaruh negatif apabila kita tidak mengawasi dan memberi pendidikan yang menyenangkan bagi para anak-anak calon penerus bangsa ini.
Dari beberapa masalah ini dapat disimpilkan bahwa kegiatan “Pemberdayaan Anak Dengan Belajar Di Alam Tanpa Batas” ingin melakukan pemberdayaan kepada anak-anak calon penerus bangsa Indonesia untuk menjadi anak-anak yang berkualitas tinggi, kreatif tidak hanya di bidang pendidikan formal tetapi juga di dalam pendidikan informal serta membuat mereka kembali lebih bisa ceria belajar bersama teman-teman sebayanya dengan menyenangkan tanpa batas di alam. Program ini tidak seperti sekolah yang merupakan pendidikan formal dengan teori-teori pada buku pelajarannya, tetapi kegiatan ini lebih mengajak anak-anak untuk berperan aktif dengan hal-hal menyenangkan dan praktik di alam bebas.
Perumusan Masalah
1. Siapa saja sasaran dalam program ini?
2. Bagaimana proses melaksanakan metode ini kepada seluruh sasaran program?
3. Apa yang diharapkan dari program ini?
Tujuan Program
1. Mendapatkan sasaran program yang tepat dan dapat mengikuti program ini dengan baik.
2. Untuk menjalankan metode program yang sudah dirancang sebelumnya kepada seluruh sasaran program.
3. Untuk mengetahui hasil apa yang dihasilkan dari program ini.
Manfaat Program
a. Memberikan program tambahan diluar sekolah formal, untuk melatih otak kanan pada anak agar lebih kreatif dan lebih bisa memanfaatkan segala hal dari alam dengan baik.
b. Memberikan pembelajaran secara menyenangkan dan tidak kaku sehingga anak dapat mengikuti dengan menyenangkan tanpa mereka sadari mereka sedang ada di kegiatan pembelajaran.
c. Menjauhkan anak-anak dari hal-hal negatif seiring dengan perkembangan zaman dengan diberikan kegiatan-kegiatan yang bersifat positif dan menyenangkan.
Metode Pelaksanaan Program
Proposal yang dibuat ini adalah untuk memberdayakan anak-anak di bidang pendidikan informal untuk mengasah kreatifitasnya diluar materi teori yang diajarkan di sekolah. Khususnya untuk anak-anak di desa terpencil yang pendidikannya masih sangat minim. Maka diperlukan sosialisasi dahulu mengenai program ini kepada para orangtua, agar orangtua anak tahu bahwa program ini dibuat untuk membangkitkan semangat dan potensi yang ada pada anak mereka masing-masing, dan perlu juga sosialisasi kepada anak-anak di desa tersebut mengenai program ini dengan cara yang menyenangkan agar mereka dapat turut serta berpartisipasi dalam program ini dengan senang hati. Setelah sosialisasi dilakukan dan target sasaran program sudah didapatkan berikut adalah tahapan-tahapan program yang akan dijalankan:
- Persiapan dan Pematangan Konsep Kegiatan
Pada tahap ini, anggota terlebih dahulu melakukan survei untuk melihat kondisi yang ada di lapangan. Pematangan konsep kegiatan meliputi pembagian kerja anggota dan pembuatan jadwal kegiatan.
2. Persiapan Program
Dalam tahap persiapan program ini dilakukan proses:
- Perijinan.
- Menyediakan alat-alat yang akan digunakan.
- Menyediakan tempat untuk pelaksanaan kegiatan.
- Pelaksanaan Program
Program “ Pemberdayaan Anak Dengan Belajar Di Alam Tanpa Batas ” ini akan dilaksanakan selama 2 bulan. Dalam 2 bulan itu akan dilaksanakan beberapa tahap sebagai berikut:
- Tahap Sosialisasi
Pada tahap sosialisasi ini akan dilakukan dengan cara mendatangi rumah warga yang memiliki anak usia 7 sampai 12 tahun atau masih Sekolah Dasar. Kemudian diberikan penjelasan secara merinci mengenai program ini. Dan mengajak langsung anak-anak desa tersebut untuk mengikuti program ini dengan cara yang menyenangkan karena usia anak-anak cenderung mereka menginginkan suatu hal yang menyenangkan dan tidak membosankan.
- Tahap Pembelajaran
Setelah dilakukan sosialisasi dan mendapatkan sasaran program maka selanjutnya adalah melakukan program yang sudah direncanakan tersebut. Program ini dilaksanakan dengan cara diskusi bersama dalam suatu kelompok bersama anak-anak, dilakukan di alam bebas agar anak-anak tidak jenuh, kemudian memberikan sedikit saja materi mengenai apa yang akan kita lakukan hari itu, kemudian praktik langsung dari apa yang telah dibahas tadi. Kegiatan ini tidak melakukan membahas materi seperti yang sudah diajarkan disekolah mereka masing-masing, tentunya kegiatan ini lebih mengarahkan anak-anak kepada praktik melatih kreatifitas mereka dan tidak dibatasi. Dalam program ini akan lebih melatih anak-anak pada otak kanannya karena disini mereka diajarkan untuk berkreatifitas bermain sambil belajar dengan berbagai percobaan-percobaan sains dan praktik kesenian yang pastinya menyenangkan.
4. Evaluasi
Evaluasi yang dilakukan adalah evaluasi kegiatan, yakni berupa respon yang didapat dari peserta. Sehingga hasil yang diperoleh dari Program ini tidak otomatis berhenti setelah program usai. Jika program ini dirasa sangat bermanfaat bagi masyarakat maka program ini dapat diperpanjang.
rosa juni andri_tugas 3_undang-undang dasar no.6 tahun 2014
Tugas Proposal Ekologi Manusia
Nama: Rizka Arfeinia
Jurusan: Pengembangan Masyarakat Islam
Semester: 6 (enam)
Tema: Management Kesehatan dan Lingkungan
Judul: Memanage Hidup Sehat dengan Memanfaatkan Sumber Daya Yang Pintar
A. Dasar Pemikiran
Pengertian hidup sehat adalah merupakan sebuah keadaan yang tidak hanya terbebas dari penyakit akan tetapi juga meliputi seluruh aspek kehidupan manusia yang meliputi aspek fisik, emosi, sosial dan spiritual.
Menurut UU RI No. 25 Tahun 1992 tentang kesehatan, dikatakan bahwa kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosil dan ekonomis. Sementara sehat menurut batasan UU No. 9 tentang pokok-pokok kesehatan dalam Bab I, Pasal 2, yang disesuaikan dengan batasan WHO, dikatakan bahwa: sehat adalah suatu keadaan jasmani, rohani, dan sosial yang sempurna dan bukan hanya bebas dari penyakit, cacat dan kelemahan. Jadi orang dikatakan sehat apabila jiwa, jasmani, dan sosialnya sehat. Orang yang jasmaninya sehat, tentulah jiwanya sehat. Orang yang jiwanya terganggu, niscaya jasmaninya juga terganggu. Orang yang hubungan sosialnya tidak bagus tentu akan mengganggu jiwanya. Sebagai contoh apabila seseorang memiliki hubungan dengan tetangganya tidak baik, bahkan sering terjadi pertengkaran, tentunya hatinya tidak tentram. Jiwanya terganggu. Jiwa terganggu akan berakibat kesehatan jasmaninya juga terganggu.
“nothing ever exist entirely alone. Everything is in relation to everything else”. Budha Gautama.
Pernyataan di atas jika dikaitkan dengan hubungan antara kesehatan manusia dan lingkungan, menunjukan bahwa derajat kesehatan dan kualitas hidup manusia sangat ditentukan oleh kemampuan menyikapi dan mengelola hubungan timbal balik antara aktifitas manusia dengan lingkungan fisik dan biolginya. Dalam konteks ekologi hubungan itu berlangsung mulai dari awal kehidupan manusia, yakni bersatunya sperma dengan sel telur (pembuahan) menjadi janin, kemudian berkembang menjadi bayi, anak-anak, dewasa, lanjut usia hingga wafat (setiono, masjhur dan Alisjahbana, 1998).
Selama siklus kehidupan manusia, akan terjadi berbagai bentuk perubahan yang sebagian besar dipengaruhi oleh lingkungan fisik maupun biologi. Secara ekologis laju perubahan yang terjadi dalam kehidupan amat dipengaruhi oleh sumberdaya alam, termasuk energi, komunikasi dan informasi yang kini berkembang amat pesat. Menurut Soeryani, Ahmad dan Munir (1987), makhluk hidup secara keseluruhan merupakan penyebab utama terjadinya berbagai perubahan dalam sisitem kehidupan. Dimana manusia merupakan aktor potensial untuk melakukan perubahan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dikuasainya, serta sifat dinamis perkembangan kebudayaan pada umumnya.
Secara konseptual pengetian kesehatan manusia dan kemampuan untuk menjaganya dikaitkan pada kemampuan untuk mengalokasikan dan mengoganisasikan sumberdaya manusia dan sumberdaya alam sekitarnya melalui perencanaan (planning), pengaturan (organizing), pengarahan (directing) dan pengendalian (controling) yang baik untuk menghasilkan kualitas kehidupan yang lebih baik. Sedangkan pengertian sehat menurut McLaren (1976) adalah keadaan yang baik.
Perubahan lingkungan telah banyak mengubah hubungan manusia dengan ekosistem dimana mereka tinggal. Perubahan-perubahan tersebut terjadi karena adanya peningkatan jumlah penduduk yang semakin pesat sehingga berakibat pada berkurangnya sumberdaya biologis. Disamping adanya kerusakan ekosistem dikarenakan perkembangan dibidang industri, perubahan cuaca, urbanisasi, pertanian modern dan penggunaan pestisidayang tidak terkontrol. Kerusakan tersebut di alam akan mempengaruhi pola kesehatan manusia , penyakit dan tentunya status gizi. Dengan demikian, selayaknya prioritas pembangunan selalu dipadukan dengan upaya konservasi lingkungan, agar seseorang bisa memenuhi kebutuhan dasarnya untuk dapat bertahan hidup. Dalam hal ini gizi dan kesehatan merupakan hal yang paling mendasar dan penting untuk diperhatikan.
Faktor-faktor permasalahan status kesehatan seorang dapat dilihat pada dari:
1. Penyebab langsung mencangkup penyakit dan salah gizi. Penyakit dan salah gizi terjadi karena paparan bahan-bahan kimia dan mikroba yang membahayakan kesehatan yang diperparah dengan ketidakcukupan asupan makanan yang bergizi.
2. Penyebab tak langsung mencangkup penyakit dan salah gizi:
1. Terbatasnya akses kesehatan dan fasilitas sanitasi menyebabkan rendahnya upaya preventif dan pengawasan penyakit yang berdampak pada berkembangnya mikroba dan meningkatnya polusi bahan kimiawi.
2. Keterbatasan akan akses pada pangan dan pendapatan/daya beli mengakibatkan terjadinya ketidaktahanan pangan. Hal ini menyebabkan ketidakmampuan memperoleh pangan untuk dapat memelihara kesehatan
3. Kurangnya pemeliaraan/pengasuhan. Penelitian menunjukan bahwa pengasuhan anak yang baik amat penting untuk meningkatkan status kesehatan dan gizi anak.
B. Tujuan
Adapun tujuan yang ingin dicapai adalah sebagai berikut:
1. Gerakan Aksi Cepat Tanggap dalam memberikan makanan tambahan kepada kelompok rawan (vunerable groups): ibu hamil, menyusui, dan anak-anak yang kurang Gizi dan yang baru sembuh penyakit. Memberikan suplementasi zat gizi, seperti vitamin A, mineral zat Besi, Zinc, dan juga imunisasi bagi anak-anak.
2. Membantu mengidentifikasikan komponen biologis dan sosial budaya bagi pemecahan masalah pola konsumsi kearah konsumsi yang lebih sehat.
3. Mengendalikan dan memelihara sumberdaya termasuk sumber daya manusia.
C. Manfaat
Adapun manfaat dalam program kegiatan ini adalah:
1. Untuk meningkatkan kesehatan dan konsumsi gizi melalui kearifan lokal
2. Agar masyarakat mampu mengidentifikasi masalah yang ada pada dirinya sendiri. Sehingga sadar akan pola hidup yang sehat.
3. Untuk melakukan intervensi yang berupa penyuluhan, dimana penyuluhan dalam hal management usaha kecil untuk perempuan: kebersihan, kesehatan lingkungan pendidikan gizi bagi para ibu.
tugas 3
Nama: ade fauzan
Tugas: 3
UU NO 6 TAHUN 2014
TENTANG DESA
Desa Adat pada prinsipnya merupakan warisan organisasi kepemerintahan masyarakat lokal yang dipelihara secara turun-temurun yang tetap diakui dan diperjuangkan oleh pemimpin dan masyarakat Desa Adat agar dapat berfungsi mengembangkan kesejahteraan dan identitas sosial budaya lokal. Desa Adat memiliki hak asal usul yang lebih dominan daripada hak asal usul Desa sejak Desa Adat itu lahir sebagai komunitas asli yang ada di tengah masyarakat. Desa Adat adalah sebuah kesatuan masyarakat hukum adat yang secara historis mempunyai batas wilayah dan identitas budaya yang terbentuk atas dasar teritorial yang berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat Desa berdasarkan hak asal usul.
Pada dasarnya kesatuan masyarakat hukum adat terbentuk berdasarkan tiga prinsip dasar, yaitu genealogis, teritorial, dan/atau gabungan genealogis dengan teritorial. Yang diatur dalam Undang-Undang ini adalah kesatuan masyarakat hukum adat yang merupakan gabungan antara genealogis dan teritorial. Dalam kaitan itu, negara mengakui dan menghormati kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia. Implementasi dari kesatuan masyarakat hukum adat tersebut telah ada dan hidup di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, seperti huta/nagori di Sumatera Utara, gampong di Aceh, nagari di Minangkabau, marga di Sumatera bagian selatan, tiuh atau pekon di Lampung, desa pakraman/desa adat di Bali, lembang di Toraja, banua dan wanua di Kalimantan, dan negeri di Maluku.
Di dalam perkembangannya, Desa Adat telah berubah menjadi lebih dari 1 (satu) Desa Adat; 1 (satu) Desa Adat menjadi Desa; lebih dari 1 (satu) Desa Adat menjadi Desa; atau 1 (satu) Desa Adat yang juga berfungsi sebagai 1 (satu) Desa/kelurahan. Oleh karena itu, Undang-Undang ini memungkinkan perubahan status dari Desa atau kelurahan menjadi Desa Adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia atas prakarsa masyarakat. Demikian pula, status Desa Adat dapat berubah menjadi Desa/kelurahan atas prakarsa masyarakat.
Konsideran UU NO 6 2014 tentang Desa seperti diatur dalam pasal 4, bertujuan antara lain memberikan pengakuan dan penghormatan atas Desa yang sudah ada dengan keberagamannya, sebelum dan sesudah terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Memberikan kejelasan status dan kepastian hukum atas Desa dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia demi mewujudkan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia, Melestarikan dan memajukan adat, tradisi, dan budaya masyarakat Desa,
Mendorong prakarsa, gerakan, dan partisipasi masyarakat Desa untuk pengembangan potensi dan Aset Desa, guna kesejahteraan bersama, Membentuk Pemerintahan Desa yang profesional, efisien dan efektif, terbuka, serta bertanggung jawab,
Terkait dengan hal tersebut , anggota DPR-RI dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) asal Maluku, Alexander Liaty, menyerahkan salinan UU itu kepada Ketua Latupati Maluku Welhelmus Silooy, guna digandakan dan didistribukan kepada seluruh Raja dan Kepala Desa di Maluku.
Menurut Litay, lahirnya UU tersebut memberikan kontribusi besar terhadap Desa maupun Negeri, mengingat selama ini kosentrasi pembangunan lebih banyak dirahkan ke kota, sementara Desa maupun Negeri hanya sedikit menikmati kue pembangunan.
Dengan adanya UU No 6 2014 itu, maka kebutuhan pembangunan Desa otomatis dibiayai dengan bantuan alokasi anggaran berfariatif tergantung besar kecilnya Desa atau Negeri
Litay mengungkapkan alokasi anggaran akan diberlakukan tahun 2015 mendatang, nantinya sesuai klasifiasi setiap desa akan menerima bantuan melalui APBN antara 400 hingga 1,5 miliar rupiah. Bantuan tersebut tiap tahun akan mengalami kenaikan sejalan dengan meningkatnya APBN.
Ia berharap Pemerintah Kabupaten/kota tidak memanipulasi alokasi anggaran tersebut, jika terbukti maka Pemerintah Pusat akan langsung memotong alokasi APBN yang diperuntukan bagi Kabupaten maupun kota.
Dalam pasal empat UU 6 2014 itu juga bertujuan Meningkatkan pelayanan publik bagi warga masyarakat desa guna mempercepat perwujudan kesejahteraan umum, Meningkatkan ketahanan sosial budaya masyarakat Desa guna mewujudkan masyarakat Desa yang, mampu memelihara kesatuan sosial sebagai bagian dari ketahanan nasional,
Dimas Pratio: Tugas III: Undang-Undang Desa Nomor 6 Tahun 2014
UNDANG-UNDANG DESA NOMOR 6 TAHUN 2014
Tugas III
Oleh : Dimas Pratio
Perkembangan Masyarakat Islam, Semester II
NIM : 1113054000013
Setelah melalui perjuangan panjang yang melelahkan melalui demonstrasi yang hiruk pikuk memenuhi ruang-ruang publik serta diwarnai dengan ancaman boikot terhadap pelaksanaan program-program strategis pemerintahan, pemerintah dan DPRRI akhirnya mengabulkan tuntutan para kades dan perangkat desa dengan mengesahkan berlakunya Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (selanjutnya disebut UU Desa), menggantikan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa yang tidak memuaskan bagi para Kepala Desa dan aparatur desa.
Pertimbangan disahkannya UU Desa adalah : Pertama, bahwa Desa memiliki hak asal usul dan hak tradisional dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat dan berperan mewujudkan cita-cita kemerdekaan berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kedua, bahwa dalam perjalanan ketatanegaraan Republik Indonesia, Desa telah berkembang dalam berbagai bentuk sehingga perlu dilindungi dan diberdayakan agar menjadi kuat, maju, mandiri, dan demokratis sehingga dapat menciptakan landasan yang kuat dalam melaksanakan pemerintahan dan pembangunan menuju masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera. Ketiga, bahwa Desa dalam susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan perlu diatur tersendiri dengan undang-undang.
Keberadaan desa menarik minat berbagai kalangan untuk membahas, mengkaji dan memanfaatkannya. Para pakar banyak yang telah melaksanakan penelitian tentang desa, penguasa telah memproyekkan desa, para politisi telah mempolitisir desa dan para pengusaha telah mengksploitasi desa. Desa, penduduk desa, sistem sosial dan kekerabatan, dinamika politik dan penyelenggaran pemerintahannya telah menjadi obyek bahasan dalam berbagai seminar dan forum-forum ilmiah lainnya. Namun ironis, itu semua belum mampu memberikan solusi yang manjur untuk perkembangan dan kemajuan desa. Desa tetap saja masih harus bergelut dengan masalah-masalah mendasar, baik itu masalah sosial, ekonomi, pendidikan, kesehatan, ketenaga kerjaan dan masalah infrastruktur. Padahal desa memiliki segalanya seperti : sumber daya manusia, sumber daya alam, semangat kegotong-royongan, sistem sosial yang penuh kekerabatan dan toleransi.
Desa yang pada mulanya mampu berkembang dengan segala piranti dan kelembagaan asli sesuai kekhasan masing-masing yang dimiliki dan diciptakan sendiri baik di bidang politik, ekonomi, sosial budaya maupun pertahanan keamanan, mulai kehilangan otonominya ketika diintervensi oleh otoritas yang lebih besar. Pada jaman kerajaan, desa diminta mengakui, patuh dan tunduk terhadap otoritas kerajaan sambil menjalankan otonomi asli. Memasuki era kemerdekaan, terutama era orde baru, otonomi desa direnggut dan penyelenggaraan pemerintahan desa diseragamkan melalui implementasi Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa. Sejak saat itu, desa kehilangan kekhasan dan keasliannya, pemerintahan desa diformat sesuai main stream kekuasaan dan selera penguasa pada saat itu.
Pemerintah mulai mencoba mengembalikan kedaulatan desa, dengan mencabut UU 5 Tahun 1979 dan menggantinya dengan peraturan perundangan yang baru. Namun, di era reformasi, pengaturan tentang desa justru turun tahta, karena pengaturan tentang pemerintahan desa diatur dalam peraturan teknis di bawah undang-undang, undang-undang sebagai induknya, yaitu Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 menyebutkan pemerintahan desa dalam pasal-pasal yang singkat.
Namun UU 22 Tahun 1999 dan UU 32 Tahun 2004 mengakui desa sebagai kesatuan masyarakat hukum adat dengan hak-hak asal-usul dan adat-istiadatnya. Oleh karena itu, desa bisa disebut dengan nama lain yang sesuai dengan kondisi sosial budaya setempat. Namun, kewenangan desa dalam UU 32 Tahun 2004 menjadi tidak mempunyai arti apa-apa karena urusan berdasarkan hak asal-usul dan adat istiadat tidak diidentifikasi dan dikategorisasi dengan jelas.