Senin, 13 Oktober 2014

Tugas Proposal_DIQU ZAROBI ALFADIA_1112054000015_PMI 5

PROPOSAL PENELITIAN
"PENGARUH BURUKNYA PELAYANAN KESEHATAN TERHADAP GIZI BURUK ANAK"
Oleh: Diqu Zarobi Alfadia   (1112054000015)
A.    LATAR BELAKANG
Gizi merupakan salah satu faktor penentu utama kualitas sumberdaya manusia. Gizi kurang dan gizi buruk tidak hanya meningkatkan angka kesakitan dan kematian, tetapi juga menurunkan produktivitas, menghambat pertumbuhan sel-sel otak yang mengakibatkan kebodohan dan keterbelakangan.
Persoalan gizi dalam pembangunan kependudukan masih merupakan persoalan yang dianggap menjadi masalah utama dalam tatanan kependudukan dunia. Sehingga persoalan ini menjadi salah satu poin penting dalam masalah kesehatan.
Di Indonesia persoalan gizi ini juga merupakan salah satu persoalan utama dalam pembangunan manusia. Sebagai salah satu negara dengan kompleksitas kependudukan yang sangat beraneka ragam, Indonesia dihadapi oleh dinamika persoalan gizi buruk.[1]
Gizi kurang dan gizi buruk merupakan penyebab kematian sekitar 55% anak di bawah usia lima tahun di seluruh dunia. Kelompok usia 6 – 24 bulan merupakan masa kritis anak karena selain merupakan periode pertumbuhan kritis juga karena kegagalan tumbuh mulai terlihat.
Banyak faktor yang menyebabkan kejadian gizi kurang dan buruk yaitu faktor medis dan non-medis. Faktor medis adalah karena ketidakterjangkauan keluarga terhadap upaya pencegahan penyakit dan pemeliharaan kesehatan atau juga mengenai buruknya pelayanan kesehatan yang ada di masyarakat atau lembaga kesehatan yang terdapat pada daerah tersebut. Sedangkan faktor non-medis adalah faktor rendahnya pengetahuan masyarakat dan faktor sosial ekonomi dan budaya masyarakat.
            Beralatar belakang pada masalah diataslah, peneliti tertarik untuk melakukan penelitiaan yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan dan gizi buruk anak. Yang pada akhirnya akan mendapatkan suatu pengetahuan baru tentang dampak atau pengaruh pelayanan kesehatan terhadap gizi buruk pada anak.
A.    TEORI KEPENDUDUKAN
Dalam menganalisis masalah yang telah di kemukakan diatas, peneliti menggunakan teori perilaju oleh LAWRENCE GREEN. Lawrence Green mencoba menganalisis perilaku manusia dari tingkat kesehatan. Kesehatan seseorang atau masyrakat dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yakni faktor perilaku (behavior causes) dan faktor di luar perilaku (non-behaviour causes). Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor :
1.      Faktro-faktor predisposisi (predisposing factors), yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, dan sebagainya.
2.      Faktro-faktor pendukung (Enabling factors), yang terwujud dalam fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana, alat-alat kontrasepsi, jamban, dan sebagainya.
3.      Faktro-faktor pendorong (renforcing factors) yang terwujud dalam sikap dan erilaku petugas kesehatan atau petugas lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.
Ia Mengatakan bahwa perilaku sesorang atau masyrakat tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, dan sebagainya dari orang atau masyarakat yang bersangkutan. Disamping itu, ketersediaan fasilitas, sikap, yang bersangkutan. Disamping itu, ketersediaan fasilitas, sikap, dan perilaku para petugas kesehatan terhadap kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku.
B.     METODE PENELITIAN
Metode Penelitian dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yakni dengan menggunakan observasi langsung ke tempat penelitian, peneliti juga akan melakukan wawancara kepada nara sumber yang bersangkutan serta peneliti juga menggunakan study pustaka untuk melengkapi penelitian yang telah dilakukan.


[1] Aries, Muhammad & Drajat Martianto. Estimasi Kerugian Ekonomi Akibat Status Gizi Buruk dan Biaya Penanggulangannya pada Balita di Berbagai Propinsi di Indonesia. Jurnal Gizi dan Pangan, November 2006 1(2): 26-33.

tugas UTS_Syifa Fauziah Syukur_KPI 5D_1112051000105

      I.            Latar Belakang

A.    Persoalan Etika

Yang dimaksud dengan moral adalah ajaran-ajaran, kumpulan peraturan dan ketetapan, entah lisan atau tertulis, tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak agar ia menjadi manusia yang baik. Sumber dasar ajaran tersebut adalah tradisi dan adat istiadat, ajaran-ajaran agama atau ideologi-ideologi tertentu.

Etika bukan suatu sumber tambahan bagi ajaran moral, melainkan merupakan filsafat atau pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan  moral. Etika adalah sebuah ilmu, bukan sebuah ajaran. Jadi etika dan ajaran moral tidak berada di tingkat yang sama. Yang mengatakan bagaimana kita harus hidup, bukan etika melainkan  moral. Etika mau mengerti mengapa kita harus mengikuti ajaran moral tertentu, atau bagaimana kita dapat mengambil sikap yang bertanggung jawab berhadapan dengan berbagai ajaran moral.[1]

B.     Alasan

Setiap saat dalam hidup kita dihadapkan dengan sejumlah pilihan, dari yang paling sederhana hingga yang paling kompleks dan sangat fundamental: bagaimana saya harus hidup dan bertindak? Jadi manusia setiap saat harus menentukan orientasi, dan etika terutama berkaitan dengan upaya untuk menentukan orientasi hidup kita, "Tujuan agar kita tidak hidup dengan cara ikut-ikutan saja terhadap berbagai pihak yang mau menetapkan bagaimana kita harus hidup, melainkan agar kita dapat mengerti sendiri mengapa kita harus bersikap begini atau begitu. Etika mau membantu, agar kita lebih mampu untuk mempertanggungjawabkan kehidupan kita."[2] Kenapa manusia harus bertanggung jawab terhadap pilihannya? Aristoteles dalam Nicomachean Ethics mengatakan, "Karena tujuan merupakan objek dari keinginan dan karena sarana untuk mencapai tujuan adalah objek pertimbangan dan pilihan, tindakan yang berkaitan dengan sarana adalah berdasarkan pilihan dan merupakan tindakan yang disengaja, kita memiliki kekuatan atau kehendak untuk bertindak sekalgus untuk tidak bertindak."[3]

C.    Kasus yang Diangkat

Etika dan agama sangat berhubungan dengan kehidupan kita. Etika lebih cenderung terhadap hubungan antar sesama makhluk hidup, sedangkan agama lebih cenderung terhadap hubungan kepada Tuhan. Tapi, etika tidak lepas dari ajaran-ajaran agama.

Apabila kita mengerti tentang agama, menghayati, mengamalkan ajaran-ajaran agama dengan baik dan dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari, kita pasti dapat beretika baik sesuai dengan tuntunan ajaran agama.

Etika dan agama mempunyai persamaan dari segi sasaran dan sifatnya serta mempunyai perbedaan dari segi prinsip, ajarannya dan sumbernya. Orang yang beragama akan mengerti soal-soal etika/moral, akan tetapi tinggal penerapan dalam kehidupan saja lagi yang masih perlu proses dan pembelajaran serta kesadaran individu, karena masih banyak orang yang beragama tetap saja melakukan hal-hal yang bertentangan dengan etika.[4]

Dalam penelitian ini peneliti memilih gereja sebagai objek penelitian, karena gereja merupakan salah satu dari tempat ibadah, sebagaimana telah diketahui bahwa agama Kristen adalah agama yang diresmikan di Indonesia kedua setelah Islam.

Tentang Gereja

Gereja Kristus hadir di Indonesia sebagai hasil atau buah usaha badan pekabaran injil (zending) yang dilakukan oleh Board of Foreign Mission (BFM) dari The Methodist Episcopal Church yang didirikan di Amerika Serikat tahun 1819. Gereja ini mulai berdiri di Indonesia pada tahun 1984. Sampai saat ini Gereja Kristus mempunyai dua generasi yaitu generasi pertama yaitu pada tahun 1984-2007 dan generasi kedua yaitu pada tahun 2007- sekarang. Jemaahnya berjumlah 300 orang dan pada setiap hari Minggu mereka rutin diabsen oleh petugas gereja.

Draft Wawancara

Pertanyaan dan Jawaban :

 

1.      Dari manakah agama Kristen mengambil sumber hukum?

Kami sebagai umat Kristiani  mengambil hukum dari al-Kitab yaitu kitab perjanjian baru yang didalamnya terdapat hukum-hukum yang berlaku bagi umat Kristiani.

2.      Apa titik tolak berfikir etika berdasarkan umat kristiani?

Titik tolak berpikir Etika Kristen adalah iman kepada Tuhan yang telah menyatakan diri di dalam Tuhan Yesus Kristus. Etika Kristen merupakan tanggapan akan kasih Allah yang menyelamatkan kita. Kehidupan etis merupakan cara hidup dalam persekutuan dengan Tuhan. Dalam Etika Kristen kewibawaan Tuhan Yesus Kristus diakui. Bagi umat yang beretika, berarti ia telah memantulkan cahaya ketuhanannya.

3.      Apa sajakah asas-asas etika dalam agama Kristen?

Kita sebagai umat kristiani meyakini 3 asas dalam beretika, yaitu yang pertama adalah asas iman, yang kedua adalah asas pengakuan tentang manusia, dan yang ketiga adalah asas manusia dengan segala tingkah lakunya.

4.      Apa patokan/ukuran beretika dalam agama Kristen?

Sebetulnya, Etika Kristen termasuk kelompok ilmu normatif yang menguraikan masalah-masalah seputar apa yang baik. Dalam konteks iman Kristen ukuran apa yang baik adalah segala sesuatu yang sesuai dengan kehendak Tuhan. Sedangkan kehendak Tuhan sendiri telah dinyatakan dalam Hukum dan Perintah Tuhan, yakni Dasa Titah atau Hukum Sepuluh Perkara dan kasih sebagai landasan yang utama.

5.      Apa perbedaan dan persamaan etika dengan agama Kristen?

Antara Etika dengan Agama terdapat titik persamaan dan perbedaan,

persamaanya sebagai berikut:

1. Pada sasarannya : Baik etika maupun agama sama-sama bertujuan meletakkan dasar ajaran moral, supaya manusia dapat membedakan mana perbuatan yang baik dan mana tercela.

2. Pada sifatnya : Etika dan agama sama bersifat memberi peringatan , jadi tidak memaksa.

Perbedaannya sebagai berikut :

1. Pada segi prinsip : Agama merupakan suatu kepercayaan pengabdian (dengan segala syarat dan caranya) kepada Tuhan Yang Maha Esa. Etika bukanlah kepercayaan yang mengandung kepercayaan.

2. Pada bidang ajarannya : Agama membawa/mengajarkan manusia pada dua jenis dunia (alam fana dan alam kekal). Etika hanya mempersoalkan kehidupan moral manusia di alam fana ini.

3. Agama itu sumbernya dari Tuhan. Tetapi etika dengan macam-macam jenisnya itu, sumbernya adalah dari pemikiran manusia (sesuai dengan aliran masing-masing).

4. Ajaran agama dapat melengkapi atau memperkuat ajaran etika, tetapi tidak semua ajaran agama dan pandangan etika dapat diterima oleh agama.

6.      Metode etika apakah yang diajarkan oleh agama Kristen?

Etika pada dasarnya mempelajari dan mengamati masalah-masalah seputar etik moral dan kesusilaan dengan realisasinya secara kritis. Namun kita tidak boleh lupa bahwa pendekatan kritik tersebut harus didasarkan pada etika. Oleh sebab itu secara tegas dapat disimpulkan bahwa metode yang dipakai Etika Kristen adalah metode kritis etis.

7.      Bagaimana sosialisasi antara umat Kristen dengan umat sekitarnya yang berbeda keyakinan?

Di sekitar Gereja Taman Kota ini aman-aman saja dan tidak terjadi konflik karena umat Kristen maupun yang lainnya mempunyai kesamaan prinsip yaitu toleransi.

8.      Berapakah jumlah jamaah yang ada di sekitar gereja? Dan apakah selalu ada pengabsenan pada setiap kegiatan?

Jumlah jemaah yang ada di sekitar gereja yaitu sebanyak 300 orang, karena jemaah lainnya lebih dominan mengikuti acara kebaktian di gereja-gereja yang lebih besar lainya. Dan jemaah yang hadir pada gereja ini harus mengisi list yang berfungsi untuk membuktikan kehadiran jemaah.

9.      Apakah ada hukuman bagi jemaat yang tidak hadir dalam acara misa?

Kita telah menyepakati bahwa bagi jemaat yang tidak hadir ia akan diberikan hukuman. Adapun bentuk hukumannya adalah bagi jamaah yang tidak hadir diwajibkan untuk membayar uang yang telah ditentukan, ini bertujuan untuk renovasi gereja, karena peraturan ya tetap peraturan, jika ia melanggar harus berani bertanggung jawab, karena ia telah melanggar etika/nilai yang berlaku.

10.  Apakah antara gereja satu dengan yang lainnya saling keterkaitan?

Ya, antara gereja satu dengan yang lainnya saling keterkaitan. Biasanya kami mengadakan pertemuan dengan adanya intruksi dari gereja pusat ke gereja-gereja cabang sehingga di sanalah terjadi hubungan yang erat diantara gereja satu dengan gereja lainnya.

11.  Bangaimana pandangan dalam agama Kristen mengenai perbedaan aliran seperti aliran katolik dan protestan?

Pandangan aliran ini di dalam ajaran Kristen adalah hanya kedamaian, jika terjadi konflik di antara keduanya maka pimpinan atau pihak-pihak yang bersangkutan akan segera meluruskan masalah tersebut dengan segera tanpa menunggu waktu yang lama.

12.  Apakah gereja-gereja yang ada di Indonesia mempunyai satu kepemimpinan atau lebih seperti Paus Paulus yang ada di Roma?

Gereja-gereja yang ada di Indonesia terkumpul menjadi satu pada suatu lembaga yaitu PGI yang di dalamnya terdapat pimpinan dan ini sama persis dengan kepemimpinan yang berada di Roma, dan setiap satu periode sekali mengadakan rapat kerja guna memperbaiki dan membangun kerukunan antar umat agama Kristen dalam konteks yang intern.

13.  Bagaimana pandangan dalam Kristen jika ada jemaah yang keluar dari agama Kristen sehingga memeluk agama lain?

Kristen itu memberikan kewenangan kepada jemaahnya dan tidak memaksa untuk selalu memeluk agama yang sekiranya tidak membuat ia nyaman. Setiap manusia mempunyai hak untuk memilih keyakinan yang sesuai dengan kehendak hati. Jika agama Kristen ini tidak membuatnya nyaman maka kami pun sebagai penasehat jemaah tidak memaksa untuk terus menahannya, akan tetapi menasehatinya adalah suatu kewajiban yang harus diberikan penasehat kepadanya.

14.  Bagaimana cara mengendalikan orang yang berdosa besar dan tidak menjalankan ajaran agama Kristen dan apakah ia akan mudah diampuni dosanya?

Sebelumnya pastur memberinya nasehat dengan sabar tanpa adanya kekerasan ibarat seperti "api dan air". Bagi umat Kristen yang berdosa besar maka hendaknya ia bertobat dengan meminta ampun kepada sang pastur, jika ia berungguh-sungguh meminta taubat maka akan mudah dimaafkan.

 

   II.            Tujuan Teori

Teori-teori etika mempunyai tujuan diantaranya:

·         Menjelaskan, memahami, memprediksi dan perubahan sosial.

·         Membantu kita menemukan jawaban pertanyaan mengapa dan bagaimana mengenai pengalaman-pengalaman komunikasi kita.

·         Suatu teori atau beberapa teori merupakan ikhtisar daripada hal-hal yang telah diketahui serta diuji kebenarannya yang menyangkut objek yang dipelajari.

·         Teori memberikan petunjuk-petunjuk terhadap kekurangan-kekurangan pada seseorang yang memperdalam pengetahuannya di bidang etika.

·         Teori berguna untuk lebih mempertajam atau lebih mengkhususkan fakta yang dipelajari oleh etika.

·         Suatu teori akan sangat berguna dalam mengembangkan sistem klasifikasi fakta, membina struktur konsep-konsep serta memperkembangkan definisi-definisi yang penting untuk penelitian.

·         Pengetahuan teoritis memberikan kemungkinan-kemungkinan untuk mengadakan proyeksi sosial, yaitu usaha untuk dapat mengetahui kearah mana masyarakat akan berkembang atas dasar fakta yang diketahui pada masa lampau dan pada dewasa ini.

            Teori Tentang Etika

1.      Zakiyah Daradjat

Ia mengemukakan bahwa pada diri manusia terdapat kebutuhan pokok selain kebutuhan jasmani dan rohani, yakni kebutuhan akan keseimbangan dalam kehidupan jiwa agar tidak mengalami tekanan. Unsur-unsur yang  dikemukakan yaitu kebutuhan akan rasa kasih sayang yang dalam bentuk negatifnya dapat dilihat dalam kehidupan sehari-hari seperti mengeluh, kebutuhan akan rasa aman merupakan kebutuhan yang mendorong manusia untuk memperoleh perlindungan, kebutuhan akan rasa harga diri adalah kebutuhan yang bersifat individual yang mendorong manusia  agar dirinya dihormati dan diakui oleh orang lain, kebutuhan akan rasa bebas untuk mencapai situasi dan kondisi yang lega, kebutuhan akan rasa sukses, dan kebutuhan akan rasa ingin tahu.

Menurut Zakiyah Daradjat, gabungan keenam macam kebutuhan tersebut menyebabkan seseorang memerlukan agama. Dengan agama segala kebutuhan manusia akan terpenuhi.[5]

2.      Franz Magnis-Suseno

Etika menurutnya memiliki fungsi bagaimana manusia agar selalu bersikap kritis terhadap realita yang ada, bagi yang beretika ia tidak akan sekedar ikut-ikutan dalam menjalani hidupnya akan tetapi ia akan selalu memiliki prinsip.

3.      Etika Deontologi

Yaitu Menekankan kewajiban manusia untuk bertindak secara baik. Tiga prinsip yang harus dipenuhi:

·         Supaya suatu tindakan punya nilai moral, tindakan itu harus dijalankan berdasarkan kewajiban.

·         Nilai moral dari tindakan itu tidak tergantung pada tercapainya tujuan dari tindakan itu melainkan tergantung pada kemauan baik yang mendorong seseorang untuk melakukan tindakan itu-berarti kalaupun tujuannya tidak tercapai, tindakan itu sudah dinilai baik.

·         Sebagai konsekuensi dari kedua prinsip itu, kewajiban adalah hal yang niscaya dari tindakan yang dilakukan berdasarkan sikap hormat pada hukum moral universal.

4.      Etika Teleologi

Yaitu mengukur baik buruknya suatu tindakan berdasarkan tujuan yang mau dicapai dengan tindakan itu, atau berdasarkan akibat yang ditimbulkan oleh tindakan itu. Misalnya, mencuri bagi etika teleologi tidak dinilai baik atau buruk berdasarkan baik buruknya tindakan itu sendiri, melainkan oleh tujuan dan akibat dari tindakan itu.[6]

III.            Metodologi Penelitian

Untuk mengetahui dan memperoleh data yang dibutuhkan, maka penulis menggunakan beberapa teknik pengumpulan data diataranya :

1.      Metode Kualitatif

penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif bertujuan untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll., secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.[7]

2.      Observasi

Observasi dilakukan untuk memperoleh data dari lapangan dengan melalui pengamatan secara langsung terhadap objek penelitian.  Data yang dimaksud antara lain perilaku keseharian para jemaat selama di dalam lingkungan  gereja maupun selama berada di luar gereja.

3.      Wawancara

Teknik ini dilakukan dengan cara melakukan dialog atau tanya jawab secara langsung dengan sejumlah responden, baik pendeta,  penjaga gereja, serta pihak-pihak yang terkait dengan penelitian ini. Data yang dibutuhkan  adalah  masalah persepsi, sikap, dan respon  para responden terhadap kegiatan di Gereja Kristus Taman Kota.

4.      Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan adalah salah satu upaya membangun kepercayaan (trustworthinnes) sebuah penelitian. Teknik ini penulis lakukan dengan cara memperlajari dan mengkaji berbagai sumber referensial sebagai acuan penelitian.

waktu

Waktu dilakukan untuk penelitian ini adalah satu hari, yaitu pada hari Sabtu, tanggal 11 Oktober 2013, pukul 10.00 s.d 13.00 WIB.

Tempat

 Penelitian ini dilakukan di Gereja Kristus Taman Kota – Cengkareng – Jakarta Barat.

 

Kesimpulan

Hasil penelitian telah menjawab rumusan masalah penelitian dengan membuktikan hipotesis "Terdapat hubungan yang positif signifikan antara kegiatan penelitian dengan teori etika dalam agama", dan penelitian ini juga memberikan kesimpulan bahwa kegiatan penelitian memberikan kontribusi yang positif dan signifikan terhadap nilai-nilai moral dan etika tentang bagaimana cara saling menghargai antar umat beragama.

.           Selain itu, dengan adanya penelitian, peneliti dapat mengetahui latar belakang agama Kristen yang mana hukum dan tata cara ibadahnya berbeda dengan agama Islam, dan hal ini dijadikan sebagai wawasan tambahan oleh peneliti.

 

         

 

 

 

 

 

 

 



[1] Franz Magnis-Suseno, Etika Dasar: Masalah-masalah Pokok Filsafat Moral, (Yogyakarta: Kanisius), 1987, hlm. 14.

[2] Franz Magnis-Suseno, Etika Dasar: Masalah-masalah Pokok dalam Filsafat Moral, (Jakarta: Kanisius), 1990, hlm. 14.

[3] Aristoteles, Nicomachean Ethics: Sebuah Kitab Suci Etika, (Jakarta, Teraju), 2004, hlm. 61.

[4] Burhanuddin Salam, Etika Sosial Asas Moral dalam Kehidupan Manusia, (Jakarta: Rineka Cipta), 1997.

 

[5] Bambang Syamsul Arifin, Psikologi Agama, (Bandung: CV. Pustaka Setia), 2008.

[6] A. Sonny Keraf, Etika Bisnis, (Yogyakarta: Kanisius), 2006.

[7] Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif , (Bandung: PT Remaja Rosdakarya), 2006 , hal. 6.

Tugas UTS_Danang Triatmojo_KPI 5 D_1112051000100

ETIKA PENGERAS SUARA MASJID DI TENGAH MASYARAKAT PERKOTAAN

1.         Latar Belakang

a.         Persoalan Etika yang Dikaji

Umat Islam memahami kata masjid sebagai bangunan tempat ibadah umat Islam, tempat sholat dsb. Pemahaman ini adalah pemahaman umum, walaupun sebenarnya harus dipahami lebih mendalam.

Masjid sebenarnya adalah sebuah filosofi tempat. Bukan ditekankan pada wujud fisik bangunan. Masjid adalah sebuah tempat bersujud manusia kepada Allah. Sedangkan Masjid juga disebut baitullah atau rumahnya Allah. Maksudnya bukan tempatnya kelompok tertentu.

Kebutuhan Penggunaan Pengeras suara merupakan sebuah kenyataan bahwa dengan kemajuan teknologi seperti zaman sekarang ini, hampir semua masjid dan mushola di seluruh dunia telah memiliki dan menggunakan alat pengeras suara. Tujuan digunakanya alat tersebut tidak lain adalah untuk menunjang tercapainya dakwah Islam kepada masyarakat luas di dalam masjid maupun di luar.

Maksudnya juga agar jamaah atau umat Islam yang tinggal agak berjauhan dari masjid dapat mendengar suara azdan dengan adanya pengeras suara. Selain itu, dengan pertumbuhan penduduk yang pesat, menjadikan jamaah masjid membludak, sehingga perlu pengeras suara agar suara imam atau khatib dapat didengar oleh jamaah.

Memang keberadaan pengeras suara di masjid sangat membantu dalam kegiatan dakwah Islam saat ini. Hanya saja kita tidak boleh berlebihan dalam menggunakannya. Ada segelintir diantara kita yang salah dalam memanfaatkan dan tidak menggunakan sebagaimana patutnya.

Misalnya ketika bulan ramadhan tiba, maksudnya sangat lah baik untuk mengumandangkan seruan agama pada waktu-waktu seperti sebelum subuh, sebelum maghrib, setelah isya, menyetel bacaan-bacaan surat dari setelah isya sampai sebelum sahur, bagaikan tidak ada putusnya pengeras suara masjid bekerja. Begitu seterusnya selama bulan ramadhan berlangsung, hal seperti ini dapat mengganggu kaum non-muslim.

 

b.         Alasan Filosofis dan Praktis

Alasan filosofis dari latar belakang diatas yaitu:

"Dan janganlah engkau keraskan suaramu dalam shalatmu dan jangan pula terlalu merendahkannya, dan carilah jala tengah di antara keduanya". (Al Isra` 110).

Dalam ayat lain: "Dan berdoalah kepada Tuhanmu dengan merendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. (Ala'raf; 55).

Dan juga sudah diatur dalam Keputusan Dirjen Bimas Islam Nomor: Kep/D/101/1978 tentang Tuntunan Penggunaan Pengeras Suara di Masjid, Langgar, dan Musala. Yang isinya seperti berikut:

1.         Perawatan penggunaan pengeras suara yang oleh orang-orang yang terampil dan bukan yang mencoba-coba atau masih belajar. Dengan demikian tidak ada suara bising, berdengung yang dapat menimbulkan antipati atau anggapan tidak teraturnya suatu masjid, langgar, atau musala.

2.         Mereka yang menggunakan pengeras suara (muazin, imam salat, pembaca Alquran, dan lain-lain) hendaknya memiliki suara yang fasih, merdu, enak tidak cempreng, sumbang, atau terlalu kecil. Hal ini untuk menghindarkan anggapan orang luar tentang tidak tertibnya suatu masjid dan bahkan jauh daripada menimbulkan rasa cinta dan simpati yang mendengar selain menjengkelkan.

3.         Dipenuhinya syarat-syarat yang ditentukan, seperti tidak bolehnya terlalu meninggikan suara doa, dzikir, dan salat. Karena pelanggaran itu bukan menimbulkan simpati melainkan keheranan umat beragama sendiri tidak menaati ajaran agamanya.

4.         Dipenuhinya syarat-syarat di mana orang yang mendengarkan dalam keadaan siap untuk mendengarnya, bukan dalam keadaan tidur, istirahat, sedang beribadah atau dalam sedang upacara. Dalam keadaan demikian (kecuali azan) tidak akan menimbulkan kecintaan orang bahkan sebaliknya. Berbeda dengan di kampung-kampung yang kesibukan masyarakatnya masih terbatas, maka suara keagamaan dari dalam masjid, langgar, atau musala selain berarti seruan takwa juga dapat dianggap hiburan mengisi kesepian sekitarnya.

Di dalam instruksi itu juga diatur bagaimana tata cara memasang pengeras suara baik suara ke dalam ataupun keluar. Juga penggunaan pengeras suara di waktu-waktu salat. Secara terperinci penggunaan pengeras suara di masjid sebagai berikut:

1.  Waktu Subuh

Sebelum waktu subuh dapat dilakukan kegiatan-kegiatan dengan menggunakan pengeras suara paling awal 15 menit sebelum waktunya. Kesempatan ini digunakan untuk pembacaan ayat suci Al-Qur'an yang dimaksudkan untuk membangunkan kaum muslimin yang masih tidur, guna persiapan shalat, membersihkan diri, dan lain-lain.

Kegiatan pembacaan ayat suci Al-Qur'an tersebut dapat menggunakan pengeras suara ke luar. Sedangkan ke dalam tidak disalurkan agar tidak mengganggu orang yang sedang beribadah dalam masjid.

Adzan waktu subuh menggunakan pengeras suara ke luar.

Shalat subuh, kuliah subuh, dan semacamnya menggunakan pengeras suara (bila diperlukan untuk kepentingan jama'ah) dan hanya ditujukan ke dalam saja.

2. Waktu Dzuhur dan Jum'at

Lima menit menjelang dzuhur dan 15 menit menjelang waktu dzuhur dan Jum'at supaya diisi dengan bacaan Al-Qur'an yang ditujukan ke luar.

Demikian juga suara adzan bilamana telah tiba waktunya.

Bacaan shalat, do'a, pengumuman, khutbah, dan lain-lain menggunakan pengeras suara yang ditujukan ke dalam.

3. Ashar, Maghrib, dan Isya'

Lima menit sebelum adzan pada waktunya, dianjurkan membaca Al-Qur'an.

Pada waktu datang waktu shalat dilakukan adzan dengan pengeras suara ke luar dan ke dalam.

Sesudah adzan, sebagaimana lain-lain waktu hanya ke dalam.

4. Takbir, Tarhim, dan Ramadhan

Takbir Idul Fitri, Idul Adha dilakukan dengan pengeras suara ke luar. Pada Idul Fitri dilakukan malam 1 Syawal dan hari 1 Syawal. Pada idul Adha dilakukan 4 hari berturut-turut sejak malam 10 Dzulhijjah.

·         Tarhim yang berupa do'a menggunakan pengeras suara ke dalam. Dan tarhim dzikir tidak menggunakan pengeras suara.

·         Pada bulan Ramadhan sebagaimana pada siang hari dan malam biasa dengan memperbanyak pengajian, bacaan Al-Qur'an yang ditujukan ke dalam seperti tadarusan dan lain-lain.

Sedangkan alasan praktis nya yaitu terutama di perkotaan, pengurus masjid harus benar-benar memperhatikan penggunaan pengeras suara. Sudah tidak aneh lagi di perkotaan di sekitar masjid terdapat tempat tinggal non-muslim, sehingga keadaan dan kondisi mereka tetap dipertimbangkan. Jangan sampai akibat salah dalam menggunakan pengeras suara masjid, membuat tetangga-tetangga menjadi merasa terganggu, lebih-lebih jangan sampai menimbulkan kebencian tetangga yang nonmuslim terhadap masjid.

 

c.         Kasus yang Diangkat

Masyarakat di daerah perkotaan yang memiliki kepercayaan atau agama yang berbeda-beda yang dimana mayoritas memeluk agama islam, dan masjid sebagai tempat peribadatan menggunakan pengeras suara sebagai alat bantu untuk menyerukan panggilan ibadah kepada jamaahnya. Dan kadang mengesampingkan kaum non-muslim yang bersifat minoritas.

Kaum minoritas ini yang menganggap kebiasaan menyerukan sesuatu yang bersifat agama menggunakan pengeras suara masjid yang suaranya begitu keras dapat mengganggu kenyamanan seseorang non muslim, terutama pada jam jam istirahat yang membutuhkan kenyamanan, keheningan.

 

2.         Teori Etika

Utilitarianisme berasal dari kata Latin utilis, kemudian menjadi kata Inggris utility yang berarti bermanfaat (Bertens, 2000). Menurut teori ini, suatu tindakan dapat dikatan baik jika membawa manfaat bagi sebanyak mungkin anggota masyarakat, atau dengan istilah yang sangat terkenal "the greatesthappiness of the greatest numbers".

Perbedaan paham utilitarianisme dengan paham egoisme etis terletak pada siapa yang memperoleh manfaat. Egoisme etis melihat dari sudut pandang kepentingan individu, sedangkan paham utilitarianisme melihat dari sudut kepentingan orang banyak (kepentingan bersama, kepentingan masyarakat).

Paham utilitarianisme dapat diringkas sebagai berikut :

•           Tindakan harus dinilai benar atau salah hanya dari konsekuensinya (akibat, tujuan atau hasilnya).

•           Dalam mengukur akibat dari suatu tindakan, satu-satunya parameter yang penting adalah jumlah kebahagiaan atau jumlah ketidakbahagiaan.

•           Kesejahteraan setiap orang sama pentingnya.

Menurut saya, teori ini sangat cocok dengan penelitian saya ini karena dari pengertian tentang utilitarianisme yaitu " suatu tindakan dapat dikatakan baik jika membawa manfaat bagi sebanyak mungkin anggota masyarakat". Dapat dihubungkan dengan bagaimana seruan masjid-masjid untuk memanggil atau memberikan manfaat kepada umat islam yang dimana islam sendiri adalah agama mayoritas.

 

3.         Metodologi

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yaitu dimana peneliti meneliti langsung atau terjun langsung ke lapangan untuk mengumpulkan data yang bersifat kualitatif, agar  memperoleh data yang lebih mendalam walaupun hanya dari sumber yang terbatas. Peneliti segera melakukan analisis data dengan memperkaya informasi, mencari hubungan, membandingkan, menemukan pola atas dasar data aslinya (tidak ditransformasi dalam bentuk angka). Hasil analisis data berupa pemaparan mengenai situasi yang diteliti yang disajikan dalam bentuk uraian naratif.

Penelitian kualitatif tidak dimulai dari teori yang dipersiapkan sebelumnya, tapi dimulai dari lapangan berdasarkan lingkungan alami. Data dan informasi lapangan ditarik maknanya dan konsepnya, melalui pemaparan deskriptif analitik, tanpa harus menggunakan angka, sebab lebih mengutamakan proses terjadinya suatu peristiwa dalam situasi yang alami.

Penelitian kualitatif bertujuan untuk mendapatkan pemahaman yang sifatnya umum terhadap kenyataan sosial dari perpektif partisipan. Pemahaman tersebut tidak ditentukan terlebih dahulu, tetapi didapat setelah melakukan analisis terhadap kenyataan sosial yang menjadi fokus penelitian.

 

Cari Blog Ini