Senin, 13 Oktober 2014

Annisah Bilqis, 1112051000158, KPI 5 E, Tugas UTS Etika dan Filsafat Komunikasi

Nama   : Annisah Bilqis

NIM    : 1112051000158

Kelas   : KPI 5 E

Tugas UTS Etika dan Filsafat Komunikasi

 

Fungsi Masjid yang Menjadi Tempat Hiburan pada Resepsi Pernikahan

 

I.                   Latar Belakang

Di tempat yang didalamnya ada masyarakat pasti mempunyai aturan-aturan yang berlaku. Sebelum peraturan tersebut dibuat harus ada kesepakatan antar masyarakat. Dimana masyarakat sudah mempunyai peraturan lalu menjadikan hal tersebut sebagai salah satu rasa  yang harus di pertanggung jawabkan, dan untuk masyarakat yang beragama biasanya mempunyai tempat ibadah masing-masing sesuai agama yang dianutnya. Salah satunya adalah masjid.

Masjid adalah tempat ibadah umat muslim. Selain itu, Masjid juga berarti tempat sujud, dan adapula mesjid berukuran kecil yang biasa disebut mushola. Selain tempat ibadah, masjid juga merupakan pusat kehidupan komunitas muslim, kegiatan-kegiatan perayaan hari besar, diskusi, kajian agama, ceramah dan belajar al-Qur'an sering dilaksanakan di Masjid. Apabila dilihat dari segi bangunannya, mesjid mempunyai bangunan yang cukup besar dan luas, serta untuk penggunannya lebih banyak dibandingkan dengan mushola. Fungsi masjid sendiri adalah sebagai tempat beribadah, tempat menuntut ilmu, tempat pembinaan jama'ah, pusat dakwah dan kebudayaan Islam.

Sementara mushola sendiri apabila dilihat dalam segi bangunan cukup kecil dan tidak sebesar masjid. Disatu sisi, masjid itu sendiri mempunyai banyak peran untuk masyarakat, jika masyarakat bisa mengelola serta menggunakan dan merawat masjid secara baik, maka masjid akan terlihat lebih indah dan memberikan efek positif terhadap masyarakat sekitar.

Apabila melihat perkembangan masjid di zaman modern seperti sekarang ini, masjid bukan hanya dijadikan sebagai tempat ibadah melainkan juga dijadikan sebagai tempat untuk melaksanakan akad nikah. Arti akad nikah itu sendiri ialah mengucapkan ijab qobul di depan penghulu, yang memang pada saat ini akad nikah biasanya dilaksanakan dimasjid atau di KUA.

Disisi ini peranan masjid sudah sangat terlihat memiliki multifungsi, atau bisa dikatakan selain untuk tempat ibadah, masjid pada saat ini biasa digunakan sebagai tempat diadakanya hiburan, yang seharusnya di sekitar masjid ini bebas dari kegiatan yang menganggu etika dalam bermasyarakat, persoalan yang ingin dikaji adalah persoalan etika masyarakat pada lembaga masjid karena adanya hiburan pada resepsi pernikahan di sekitar masjid.

Kasus yang ingin saya bahas dalam kesempatan kali ini adalah peranan fungsi masjid yang seharusnya bebas dari hal-hal yang berbau hiburan duniawi, namun dalam perkembangan zaman sekarang ini, masjid sendiri dijadikan sebagai lahan untuk mengadakan resepsi pernikahan, bahkan hiburan seperti dangdut yang apabila dilihat dari segi etika itu tidak pantas apabila diadakan di lingkungan sekitar masjid, namun yang terjadi ialah hal sebaliknya, masyarakat kerap menggangap hal itu sebagai hal yang umum dan wajar.

Masyarakat sekitar masjid tersebut mungkin ada yang merasa terganggu dan tidak. Tetapi etika yang dilakukan lembaga (masjid) tersebut tidak baik. Dalam masyarakat lembaga-lembaga seperti masjid sudah seharusnya menjadi panutan tempat beribadah, tetapi jika sudah membuat kesalahan seperti adanya hiburan musik dangdut pada malam hari membuat masyarakat tidak nyaman. Apalagi bila mengesampingkan nilai etika yang seharusnya dijaga.

Setelah ditinjau menurut penuturan dari beberapa narasumber yang bersangkutan dengan kasus ini, ada masyarakat yang keberatan apabila music dangdut diadakan di lingkungan masjid, karena selain melanggar etika yang ada musiknya juga mengganggu masyarakat sekitar, apalagi bila dangdut itu diadakan hingga larut malam.

Alangkah lebih baiknya apabila musik dangdut tersebut diganti dengan musik gambus, nasyid atau yang berbau islami, selain tidak melanggar etika yang berlaku di masyarakat, cara ini juga sebagai salah satu cara untuk menyiarkan agama islam, khususnya untuk anak muda di zaman ini yang sekiranya sudah mulai mengesampingkan nilai-nilai moral yang berlaku.

Adapun teori yang saya gunakan untuk mengkaji lebih lanjut tentang masalah yang saya angkat ini, saya menggunakan beberapa teori yang akan saya urai dibawah ini sebagai berikut:

II.                Teori-teori Etika

Ditinjau teori dasar dari etika  normatif, terdapat dua dasar teori sebagai berikut:

a.      Teori Deontologis

Deontologis berasal dari bahasa Yunani, deon yang berarti kewajiban (duty). Artinya, etika deontology menekankan kewajiban manusia untuk bertindak secara baik. Suatu tindakan itu baik bukan dinilai dan dibenarkan berdasarkan akibatnya atau tujuan baik dari tindakan tersebut, melainkan berdasarkan tindakan itu sendiri sebagai baik pada dirinya, motivasi, kemauan dengan niat yaangbaik dan dilaksanakan berdasarkan kewajiban, serta bernilai moral.

b.      Teori Teleologis

Teleologis berasal dari bahasa Yunani, yaitu telos yang artinya tujuan. Teleologis menjelaskan benar-salahnya tindakan tersebut justru tergantung dari tujuan yang hendak dicapai, atau berdasarkan akibat yang ditimbulkan oleh tindakan tersebut. Suatu tindakan dinilai baik kalau berakibat atau bertujuan mencapai sesuatu yang baik pula. (Sony, 1993: 29-30)

            Dari pembahasan Etika Teleologis, muncul dua aliran teleologisme sebagai berikut:

-          Egoisme

Artinya pandangan bahwa tindakan setiap orang bertujuan untuk mengejar kepentingan atau memajukan dirinya sendiri atau menekankan kepentingan dan kebahagiaan untuk pribadi berdasarkan hal yang menyenangkan dan mengenakan atau hal yang mendatangkan kebahagiaan bagi dirinya sendiri.

Rachels (2004) memperkenalkan dua konsep yang berhubungan dengan egoisme, psikologis dan egosime etis. Egoisme psikologis adalah suatu teori yang menjelaskan bahwa semua tindakan manusia dimotivasi oleh kepentingan berkutat diri. Egoisme etis adalah tindakan yang dilandasi oleh kepentingan diri sendiri. Pembedaan diantaranya adalah pada akibatnya terhadap orang lain. Tindakan berkutat diir ditandai dengan cirri mengabaikan atau merugikan kepentingan orang lain, sedangkan tindakan mementingkan diri tidak selalu merugikan kepentingan orang lain.

-          Utilitarianisme

Utilitarianisme berasal dari kata Latin utilis, kemudian menjadi kata Inggris utility yang berarti bermanfaat (Bertens, 2000).  Yaitu menilai perbuatan baik-buruknya suatu tindakan atau kegiatan berdasarkan tujuan atau akibat dari tindakan tersebut bagi kepentingan orang banyak, atau dinilai baik karena dapat memberikan kegunaan atau manfaat perorangan bagi banyak orang. Perbedaan paham utilitarianisme dengan paham egoism etis terletak pada siapa yang memperoleh manfaat. Egoism etis melihat dari sudut pandang kepentingan individu, sedangkan paham utilitarianis memelihat dari sudut kepentingan orang banyak.

 

 

Paham utilitarianisme dapat diringkas sebagai berikut:

  1. Tindakan harus dinilai benar atau salah hanya dari konsekuensinya (akibat, tujuan atau hasilnya).
  2. Dalam mengukur akibat dari suatu tindakan, satu-satunya parameter yang penting adalah jumlah kebahagiaan atau jumlah ketidakbahagiaan.
  3. Kesejahteraan setiap orang sama pentingnya.

Menurut kasus yang diangkat adalah pada teori utilitarianisme. Karena utilitarianisme menilai perbuatan baik-buruknya suatu tindakan atau kegiatan berdasarkan tujuan atau akibat dari tindakan tersebut bagi kepentingan orang banyak, atau dinilai baik karena dapat memberikan kegunaan atau manfaat perorangan bagi banyak orang.

III.             Metodelogi

Metodelogi yang saya gunakan dalam mengkaji kasus ini adalah metodelogi kualitatif, atau disebut metode penelitian naturalistik karena penelitiannya dilakukan pada kondisi yang alamiah (natural setting): disebut juga sebagai metode etnographi, karena pada awalnya metode ini lebih banyak digunakan untuk penelitian bidang antropologi budaya: disebut sebagai metode kualitatif, karena data yang terkumpul dan analisisnya lebih bersifat kualitatif.

 Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah (sebagai lawannnya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi.  

Dalam penelitian deskriptif kualitatif menafsirkan dan menuturkan data yang bersangkutan dengan situasi yang sedang terjadi, sikap serta pandangan yang terjadi di dalam masyarakat, pertentangan 2 keadaan atau lebih, hubungan antar variabel, perbedaan antar fakta, pengaruh terhadap suatu kondisi, dan lain-lain. Masalah yang diteliti dan diselidiki oleh penelitian deskriptif kualitatif mengacu pada studi kuantitatif, studi komparatif, serta dapat juga menjadi sebuah studi korelasional 1 unsur bersama unsur lainnya. Biasanya kegiatan penelitian ini meliputi pengumpulan data, menganalisis data, meginterprestasi data, dan diakhiri dengan sebuah kesimpulan yang mengacu pada analisis data tersebut.

Dengan metode kualitatif, peneliti dapat menemukan pemahaman luas dan mendalam terhadap situasi sosial yang kompleks, memahami interaksi dalam situasi sosial tersebut sehingga dapat ditemukan hipotesis, pola hubungan yang akhirnya dapat dikembangkan menjadi teori.

Kasus dalam Masjid Al-Muclisin, yang diteliti termasuk penelitian kualitatif langsung dari narasumber.

-          Subjek penelitian

Masjid Al-Muclisin bertempat di Jl. Gebang Sari Dalam, Bambu Apus, Jakarta Timur.

-          Objek penelitian

Hiburan musik dangdut yang dimeriahkan di wilayah masjid Al-Muclisin.

-          Tempat dan waktu penelitian

Minggu, 12 Oktober 2014. Pukul 15.30 WIB

-          Teknik pengumpulan data

Tekniknya dengan wawancara narasumber. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini