Senin, 13 Oktober 2014

"LEMBAGA INSTITUSI KOMUNIKASI"

Falahul Mualim Yusuf

1112051000087

KPI 5 C

ETIKA DALAM ORGANISASI RISMA (REMAJA ISLAM MASJID) NURUL FALAH

A.     Latar Belakang

Dalam era Globalisasi ini semakin banyak persoalan yang tumbuh dari sikap para remaja dengan seiring menggejolaknya perkembangan teknologi, kaum muda mulai banyak kehilangan eksistensi dan kesadaran dalam prilaku dan sikap mereka dalam menghadapi tantangan zaman, yang hal ini bersamaan dengan runtuhnya nilai-nilai moral maupun etika remaja dalam persoalan kehidupan yang semakin kompleks ini . Semakin meninggalkan nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran agama.

Dalam surat Ash-Shaf ayat 4 menjelaskan "Sesungguhnya Allah menyukai orang – orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur, seakan – akan seperti bangunan yang tersusun kokoh." (Qs. Ash-Shaaf : 4). Jika ditilik, kondisi remaja hari ini sangat jauh menyimpang dari nilai – nilai keislaman, tercerabut dari fitrahnya yang suci, terombang – ambing dalam rayuan duniawi yang  semakin menambah keterpurukan umat Islam ini. Padahal Rasulullah sendiri mengatakan dengan tegas bahwa, " Al Islam ya'lu wala yu'la 'alaih " (Islam itu tinggi dan tidak ada yang melebihi ketinggiannya).

Da'wah yang merupakan risalah suci warisan para nabi, diembankan pada kita. Para remaja memiliki peran yang sangat besar untuk mengubah bahkan membawa lagi umat ini menuju kejayaannya. Remaja dengan bekal intelektual, idealisme, dan moralisme yang dijunjungnya niscaya akan mampu melakukannya.

Dalam kerangka mengatur barisan, mengatur tata gerak, tata laksana, melakukan perbaikan, dan melakukan perubahan – perubahan dalam melakukan kerja – kerja da'wah di nagari kita, Dalam kehidupan organisasi terdapat berbagai permasalahan yang pemecahannya mengandung implikasi moral dan etika, ada cara pemecahan yang secara moral dan etika  diterima tetapi ada juga yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Di dalam suatu lembaga sudah pastinya mempunyai etika. Istilah Etika berasal dari bahasa Yunani kuno. Bentuk tunggal kata 'etika' yaitu ethos sedangkan bentuk jamaknya yaitu etha. Ethos mempunyai banyak arti yaitu : tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan/adat, akhlak,watak, perasaan, sikap, cara berpikir. Sedangkan arti ta etha yaitu adat kebiasaan. Arti dari bentuk jamak inilah yang melatar-belakangi terbentuknya istilah Etika yang oleh Aristoteles dipakai untuk menunjukkan filsafat moral. Jadi, secara etimologis (asal usul kata), etika mempunyai arti yaitu ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan (K.Bertens, 2000).

 Etika tidak hanya membahas tentang etika individual, dimana etika yang dibangun dan di tentukan oleh individu tertentu terhadap dirinya sendiri, semacam pengendalian diri sendiri. Akan tetapi etika juga membahas tentang etika sosial dimana etika itu terbentuk di dalam lingkungan sosial, yang nilai-nilainya telah dibentuk dan diatur oleh masyarakat sosial. 

 

 Dalam pembahasan kali ini, saya akan membahas tentang Organisasi ini yang bernama Remaja Islam Masjid Nurul Falah, disingkat dengan RISMA Nurul Falah yang terletak di Kampung Sukamandi RT. 01/07 Kelurahan Karangsari, Kecamatan Neglasari, Kota Tangerang, Banten. Menurut Ustad Humaedi, Salah seorang Pengurus RISMA Nurul Falah, menjelaskan bahwa, RISMA Nurul Falah didirikan pada tanggal 04 Bulan Agustus Tahun 1998 untuk jangka waktu yang tidak ditentukan dan berkedudukan di Masjid Nurul Falah.

·         Persoalan etika yang dikaji

Dalam pembahasan ini melihat kondisi remaja hari ini sangat jauh menyimpang dari nilai – nilai keislaman,  dan dengan ini bertujuan untuk mewujudkan organisasi yang mandiri, kreatif,Inofatif dan memupuk uhuah islamiyah.

1.      Penerapan manajemen organisasi

2.      Wadah silaturahim, Diskusi, Pengembangan Minat dan bakat remaja

3.      Menggali dan mengembangkan potensi remaja di bidang keagamaan, intelektual dan senibudaya

4.      Mencetak remaja berkarakter dan memiliki pola pikir Islami.

5.      Menjalin kerja sama dengan pihak lain untuk meningkatkan kualitas kegiatan remaja agar berdaya dan tepat guna untuk Link ataupun masalah-masalah yang menyangkut kemaslahatan umat.

·            Tujuan Organisasi  (Alasan filosofis & Praktis)

Setiap organisasi harus memiliki tujuan.Tujuan dicerminkan oleh sasaran-sasaran yang dilakukan baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Tiga bidang utama dalam tujuan organisasi yaitu profitability (keuntungan), growth (pertumbuhan), dan survive (bertahan hidup). Ketiganya harus berjalan berkesinambungan demi kemajuan organisasi.

a.       Wadah belajar dan bergerak untuk perencanaan, pengkoordinasian dan pelaksanaan kegiatan remaja di Kampung Sukamandi.

b.      Menggali dan meningkatkan potensi remaja guna membangun dan menghidupkan kegiatan di kampung Sukamandi.

c.       Menjadikan remaja yang memiliki kemauan untuk belajar dan semangat mengaji, mengkaji, memahami dan mengamalkan ajaran islam.

·         Kasus yang diangkat (diteliti)

Seperti Pada Persoalan diatas bahwa melihat dari konteks yang sudah dijelaskan dalam al-quran bahwa "Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang – orang yang beruntung." (Qs. Ali-Imran : 104). Dan juga ayat ini "Sesungguhnya Allah menyukai orang – orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur, seakan – akan seperti bangunan yang tersusun kokoh." (Qs. Ash-Shaaf : 4).

Artinya bahwa, kondisi remaja hari ini sangat jauh dari nilai – nilai keislaman, yang pada hakikatnya bahwa Rasulullah sendiri mengatakan dengan tegas bahwa, " Al Islam ya'lu wala yu'la 'alaih " (Islam itu tinggi dan tidak ada yang melebihi ketinggiannya). Dan juga dapat diartikan terbentuknya Organisasi RISMA ini bertujuan sebagai wadah pembentukan mental dan psikologi remaja dalam persoalan batiniah dan menyangkut urgensi sebagai kebutuhan yang kompleks dalam memahami persoalan-persoalan diatas, secara garis besar ini menumbuhkan da'wah yang nyata baik dalam tindakan, maupun perbuatan, artinya da'wah yang merupakan risalah suci warisan para nabi, diembankan pada kita. Para remaja memiliki peran yang sangat besar untuk mengubah bahkan membawa lagi umat ini menuju kejayaannya. Remaja dengan bekal intelektual, idealisme, dan moralisme yang dijunjungnya niscaya akan mampu melakukannya.

B.      Teori

Dalam konteks pembahasan ini, menggunakan teori utilitarisme, artinya suatu perbuatan adalah baik, jika membawa kesenangan sebesar-besarnya bagi jumlah orang terbanyak. Dalam rangka deontologi, suatu perbuatan adalah baik, jika sesuai dengan prinsip "jangan mencuri", misalnya. Menurut teori hak, perbuatan adalah baik, jika sesuai dengan hak manusia. Teori-teori ini semua didasarkan atas prinsip (rule-based).

Disamping teori-teori ini, mungkin lagi suatu pendekatan lain yang tidak menyoroti perbuatan, tetapi memfokuskan pada seluruh manusia sebagai pelaku moral. Teori tipe terakhir ini adalah teori keutamaan (virtue) yang memandang sikap atau akhlak seseorang. Dalam etika dewasa ini terdapat minat khusus untuk teori keutamaan sebagai reaksi atas teori-teori etika sebelumnya yang terlalu berat sebelah dalam mengukur perbuatan dengan prinsip atau norma. Namun demikian, dalam sejarah etika teori keutamaan tidak merupakan sesuatu yang baru. Sebaliknya, teori ini mempunyai suatu tradisi lama yang sudah dimulai pada waktu filsafat Yunani kuno.

Utilitarisme berasal dari kata Latin utilis yang berarti "bermanfaat". Menurut teori ini, suatu perbuatan adalah baik jika membawa manfaat, berfaedah atau berguna, tapi manfaat itu harus menyangkut bukan saja satu dua orang melainkan masyarakat sebagai keseluruhan. Aliran ini memberikan suatu norma bahwa baik buruknya suatu tindakan oleh akibat perbuatan itu sendiri. Tingkah laku yang baik adalah yang menghasilkan akibat-akibat baik sebanyak mungkin dibandingkan dengan akibat-akibat terburuknya. Setiap tindakan manusia harus selalu dipikirkan, apa akibat dari tindakannya tersebut bagi dirinya maupun orang lain dan masyarakat. Utilitarisme mempunyai tanggung jawab kepada orang yang melakukan suatu tindakan, apakah tindakan tersebut baik atau buruk. Menurut suatu perumusan terkenal, dalam rangka pemikiran utilitarisme (utilitarianism) kriteria untuk menentukan baik buruknya suatu perbuatan adalah the greatest happiness of the greatest number (kebahagiaan terbesar dari jumlah orang terbesar).

Utilitarisme disebut lagi suatu teori teleoligis (dari kata Yunani telos = tujuan), sebab menurut teori ini kualitas etis suatu perbuatan diperoleh dengan dicapainya tujuan perbuatan. Dalam perdebatan antara para etikawan, teori utilitarisme menemui banyak kritik. Keberatan utama yang dikemukakan adalah bahwa utilitarisme tidak berhasil menampung dalam teorinya dua paham etis yang amat penting, yaitu keadilan dan hak. Jika suatu perbuatan membawa manfaat sebesar-besarnya untuk jumlah orang terbesar, maka menurut utilitarisme perbuatan itu harus dianggap baik. Jika mereka mau konsisten, para pendukung utilitarisme mesti mengatakan bahwa dalam hal itu perbuatannya harus dinilai baik. Jadi, kalau mau konsisten, mereka harus mengorbankan keadilan dan hak kepada manfaat. Namun kesimpulan itu sulit diterima oleh kebanyakan etikawan. Sebagai contoh bisa disebut kewajiban untuk menepati janji. Dasarnya adalah kewajiban dan hak.

Tokoh-tokoh aliran ini adalah Jeremi Bentham (1748-1832) dan John Stuart Mill (1806-1873). Bentham merumuskan prinsip utilitarisme sebagai the greatest happiness fot the greatest number (kebahagiaan yang sebesar mungkin bagi jumlah yang sebesar mungkin). Prinsip ini menurut Bentham harus mendasari kehidupan politik dan perundangan. Menurut Bentham kehidupan manusia ditentukan oleh dua ketentuan dasar:  

1.   Nikmat (pleasure) dan

2.   Perasaan sakit (pain).

Oleh karena itu, tujuan moral tindakan manusia adalah memaksimalkan perasaan nikmat dan meminimalkan rasa sakit.

Prinsip dasar utilitarisme adalah tindakan atau peraturan yang secara moral betul adalah yang paling menunjang kebahagiaan semua yang bersangkutan atau bertindaklah sedemikian rupa sehingga akibat tindakannmu menguntungkan bagi semua yang bersangkutan.

Pembagian Utilitarisme.

1.      Utilitarisme perbuatan (act utililitarianism)

Menyatakan bahwa kita harus memperhitungkan, kemudian memutuskan, akibat-akibat yang dimungkinkan dari setiap tindakan aktual ataupun yang direncanakan.

2.      Utilitarisme aturan (rule utilitarianism)

Menyatakan bahwa kita harus mengira-ngira, lalu memutuskan, hasil-hasil dari peraturan dan hukum-hukum.

Kelemahan Utilitarisme.

1.      Manfaat merupakan konsep yang begitu luas sehingga dalam kenyataan praktis akan menimbulkan kesulitan yang tidak sedikit.

2.      Etika utilitarisme tidak pernah menganggap serius nilai suatu tindakan pada dirinya sendiri dan hanya memperhatikan nilai suatu tindakan sejauh berkaitan dengan akibatnya.

3.      Etika utilitarisme tidak pernah menganggap serius kemauan baik seseorang.

4.      Variabel yang dinilai tidak semuanya dapat dikualifikasi.

5.      Seandainya ketiga kriteria dari etika utilitarisme saling bertentangan, maka akan ada kesulitan dalam menentukan prioritas diantara ketiganya.

6.      Etika utilitarisme membenarkan hak kelompok minoritas tertentu dikorbankan demi kepentingan mayoritas .

Paham utilitarisme dapat diringkas sebagai berikut:

1.      Tindakan harus dinilai benar atau salah hanya dari konsekuensinya (akibat, tujuan atau hasilnya).

2.      Dalam mengukur akibat dari suatu tindakan, satu-satunya parameter yang penting adalah jumlah kebahagiaan atau jumlah ketidakbahagiaan.

3.      Kesejahteraan setiap orang sama pentingnya.

 

C.      Metodologi Penelitian

Penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif, Adalah metode yang lebih menekankan pada aspek pemahaman secara mendalam terhadap suatu masalah daripada melihat permasalahan untuk penelitian generalisasi. Metode penelitian ini lebih suka menggunakan teknik analisis mendalam ( in-depth analysis ), yaitu mengkaji masalah secara kasus perkasus karena metodologi kulitatif yakin bahwa sifat suatu masalah satu akan berbeda dengan sifat dari masalah lainnya. Tujuan dari metodologi ini bukan suatu generalisasi tetapi pemahaman secara mendalam terhadap suatu masalah. Penelitian kualitatif berfungsi memberikan kategori substantif dan hipotesis penelitian kualitatif.

Penelitian kualitatif dilakukan pada kondisi alamiah dan bersifat penemuan. Dalam penelitian kualitatif,  adalah instrumen kunci. Oleh karena itu, penelitian harus memiliki bekal teori dan wawasan yang luas jadi bisa bertanya, menganalisis, dan mengkonstruksi obyek yang diteliti menjadi lebih jelas. Penelitian ini lebih menekankan pada makna dan terikat nilai. Penelitian kualitatif digunakan jika masalah belum jelas, untuk mengetahui makna yang tersembunyi, untuk memahami interaksi sosial, untuk mengembangkan teori, untuk memastikan kebenaran data, dan meneliti sejarah perkembagan. Berdasarkan persoalan-persoalan diatas dapat disimpulkan teknik metode kualitif ini menggambarkan jelas sebuah persoalan melalui pendekatan-pendekatan yang  signifikan dengan metode obsevasi dan wawancara. Artinya terjadi pengangkatan permasalahan. Bahwa, Permasalahan yang biasanya diangkat dalam penelitian ini adalah bersifat unik, khas, memiliki daya tarik tertentu, spesifik, dan terkadang sangat bersifat invidual (karena beberapa penelitian kualitaif yang dilaksanakan memang hukan untuk kepentingan generalisasi) .

 

DAFTAR PUSTAKA

Herdiansyah, Haris. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta: Salemba Humanika.

Rosmaria, Sjafariah Widjajanti, 2008. Etika, Lembaga penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta,  

AL-Quran Surat  Ali-Imran : 104, dan Ash-Shaaf : 4

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini