Minggu, 15 Maret 2015

Nama: Mir'atun Nisa
Nim: 1113054000038
Pmi 4
Tugas: 1
Antopologi Budaya
Pengertian dan kegunaan mempelajari antropologi
Antropologi adalah semua hal tentang manusia, dan merupakan tanggung jawab antropologi untuk menjelaskan semua cerita tentang manusia, dari segi yang baik maupun dari segi yang buruk. Antropologi tidak hanya terpaku pada sebagian kelompok orang tetapi mencakup semua manusia, bukan hanya dari satu aspek melainkan dari segala aspek.[1]
Secara etimologi, antropologi berasal dari dua kata, yaitu Antrop dan Logos. Antrop berarti manusia, sedangkan Logos berarti kajian, diskusi, atau ilmu. Ilmu pengetahuan antropologi mengkaji manusia dalam bermasyarakat, berperilaku dan berkebudayaan untuk membangun masyarakat itu sendiri. Objek dari antropologi adalah manusia di dalam suatu masyarakat suku bangsa, kebudyaan, dan perilakunya.[2]
Ruang Lingkup dan Perkembangan Antropologi
Antropologi merupakan sebuah ilmu yang mempelajari umat manusia (anthropos). Secara etimologi, antropologi berasal dari kata anthropos berarti manusia dan logos berarti ilmu. Antropologi memandang manusia sebagai sesuatu yang kompleks dari segi fisik, emosi, sosial, dan kebudayaannya. Antropologi sering pula disebut sebagai ilmu tentang manusia dan kebudayaannya.
Antropologi mulai dikenal banyak orang sebagai sebuah ilmu setelah diselenggarakannya simposium International Symposium on Anthropologi pada tahun 1951, yang dihadiri oleh lebih dari 60 tokoh antropologi dari negara-negara di kawasan Ero-Amerika dan Uni Soviet. Simposium ini menghasilkan buku antropologi berjudul "Anthropology Today" yang di redaksi oleh A.R. Kroeber (1953), "An Appraisal of Anthropology Today" yang di redaksi oleh S. Tax, dkk. (1954), "Yearbook of Anthropology" yang di redaksi oleh W.L. Thomas Jr. (1955), dan "Current Anthropology" yang di redaksi oleh W.L. Thomas Jr. (1956). Setelah simposium ini, di beberapa wilayah berkembang pemikiran-pemikiran antropologi yang bersifat teoritis, sedangkan di wilayah yang lain antropologi berkembang dalam tataran fungsi praktisnya.
Dilihat dari perkembangannya, sejarah antropologi dapat dibagi ke dalam 5 fase yaitu fase pertama bercirikan adanya bahan-bahan deskripsi suku bangsa yang ditulis oleh para musafir, penjelajah dan pemerintah jajahan. Fase kedua, sampai fase keempat merupakan kelanjutannya di mana antropologi semakin berkembang baik mencangkup teori maupun metode kajiannya. Fase ke lima merupakan tahap terbaru yang menunjukkan perkembangan antropologi setelah tahun 1970-an.
Menurut Kontjaraningrat, antropologi di Indonesia hampir tidak terikat oleh tradisi antropologi manapun dan belum mempunyai tradisi yang kuat. Oleh karena itu seleksi dan kombinasi dari beberapa unsur atau aliran dapat dipilih sesuai dengan kebutuhan masalah-masalah kemasyarakatan yang dihadapi.[3]
Tujuan Dan Kegunaan Antropologi
Sebagai ilmu tentang umat manusia, antropologi melalui pendekatan dan metode ilmiah berusaha menyusun sejumlah generalisasi yang bermakna tentang manusia dan perilakunya. Kedua bidang besar dari antropologi adalah antropologi fisik dan budaya. Antropologi fisik memusatkan perhatiannya pada manusia sebagai organism biologis yang tekanannya pada upaya melacak evolusi perkembangan manusia dan mempelajari variasi-variasi biologis dalam species manusia. Sedangkan antropologi budaya berusaha mempelajari manusia berdasarkan kebudayaannya. Dimana kebudayaan dapat merupakan peraturan-peraturan atau norma-norma yang berlaku dalam masyarakat.
Di antara ilmu-ilmu social, dan alamiah, antropologi memiliki kedudukan, tujuan, manfaat yang unik karena bertujuan dan bermanfaat dalam merumuskan penjelasan-penjelasan tentang perilaku manusia yang didasarkan pada studi atas semua aspek biologis manusia dan perilakunya di semua masyarakat.
Selain itu, antropologi bermaksud mempelajari umat manusia secara objektif, paling tidak mendekati objektif da sistematis. Seorang ahli antropologis dituntut harus mampu menggunakan metode-metode yang mungkin juga digunakan oleh para ilmuwan lain dengan mengembangkan hipotesis atau penjelasan yang dianggap benar, menggunakan data lain untuk mengujinya, dan akhirnya menemukan suatu teori, yaitu suatu system hipotesis yang telah teruji. Sedangkan data yang digunakan ahli antropologi dapat berupa data dari sutu masyarakat atau studi komparatif di antara sejumlah besar masyarakat.[4]

________________________________________
[1] Leonard Siregar, "Antropologi dan Konsep Kebudayaan", Blog UNAIR, diakses dari http://yuniawan.blog.unair.ac.id/files/2008/03/antokebud.pdf, tanggal 22 September 2009, pukul 10.36
[2] "Definisi/Pengertian Antropologi, Objek, Tujuan, dan Cabang Ilmu Antropologi", diakses dari http://organisasi.org/definisi-pengertian-antropologi-objek-tujuan-dan-cabang-ilmu-antropologi, tanggal 28 September 2009, pukul 17.17
[3] Ibid., untuk penjelasan lebih lengkap, lihat p.41-48
[4] jaraningrat.2002. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta : Rineka Cipta.
Nama: Mir'atun Nisa
Nim: 1113054000038
Pmi 4
Tugas: 1
Antopologi Budaya
Pengertian dan kegunaan mempelajari antropologi
Antropologi adalah semua hal tentang manusia, dan merupakan tanggung jawab antropologi untuk menjelaskan semua cerita tentang manusia, dari segi yang baik maupun dari segi yang buruk. Antropologi tidak hanya terpaku pada sebagian kelompok orang tetapi mencakup semua manusia, bukan hanya dari satu aspek melainkan dari segala aspek.[1]
Secara etimologi, antropologi berasal dari dua kata, yaitu Antrop dan Logos. Antrop berarti manusia, sedangkan Logos berarti kajian, diskusi, atau ilmu. Ilmu pengetahuan antropologi mengkaji manusia dalam bermasyarakat, berperilaku dan berkebudayaan untuk membangun masyarakat itu sendiri. Objek dari antropologi adalah manusia di dalam suatu masyarakat suku bangsa, kebudyaan, dan perilakunya.[2]
Ruang Lingkup dan Perkembangan Antropologi
Antropologi merupakan sebuah ilmu yang mempelajari umat manusia (anthropos). Secara etimologi, antropologi berasal dari kata anthropos berarti manusia dan logos berarti ilmu. Antropologi memandang manusia sebagai sesuatu yang kompleks dari segi fisik, emosi, sosial, dan kebudayaannya. Antropologi sering pula disebut sebagai ilmu tentang manusia dan kebudayaannya.
Antropologi mulai dikenal banyak orang sebagai sebuah ilmu setelah diselenggarakannya simposium International Symposium on Anthropologi pada tahun 1951, yang dihadiri oleh lebih dari 60 tokoh antropologi dari negara-negara di kawasan Ero-Amerika dan Uni Soviet. Simposium ini menghasilkan buku antropologi berjudul "Anthropology Today" yang di redaksi oleh A.R. Kroeber (1953), "An Appraisal of Anthropology Today" yang di redaksi oleh S. Tax, dkk. (1954), "Yearbook of Anthropology" yang di redaksi oleh W.L. Thomas Jr. (1955), dan "Current Anthropology" yang di redaksi oleh W.L. Thomas Jr. (1956). Setelah simposium ini, di beberapa wilayah berkembang pemikiran-pemikiran antropologi yang bersifat teoritis, sedangkan di wilayah yang lain antropologi berkembang dalam tataran fungsi praktisnya.
Dilihat dari perkembangannya, sejarah antropologi dapat dibagi ke dalam 5 fase yaitu fase pertama bercirikan adanya bahan-bahan deskripsi suku bangsa yang ditulis oleh para musafir, penjelajah dan pemerintah jajahan. Fase kedua, sampai fase keempat merupakan kelanjutannya di mana antropologi semakin berkembang baik mencangkup teori maupun metode kajiannya. Fase ke lima merupakan tahap terbaru yang menunjukkan perkembangan antropologi setelah tahun 1970-an.
Menurut Kontjaraningrat, antropologi di Indonesia hampir tidak terikat oleh tradisi antropologi manapun dan belum mempunyai tradisi yang kuat. Oleh karena itu seleksi dan kombinasi dari beberapa unsur atau aliran dapat dipilih sesuai dengan kebutuhan masalah-masalah kemasyarakatan yang dihadapi.[3]
Tujuan Dan Kegunaan Antropologi
Sebagai ilmu tentang umat manusia, antropologi melalui pendekatan dan metode ilmiah berusaha menyusun sejumlah generalisasi yang bermakna tentang manusia dan perilakunya. Kedua bidang besar dari antropologi adalah antropologi fisik dan budaya. Antropologi fisik memusatkan perhatiannya pada manusia sebagai organism biologis yang tekanannya pada upaya melacak evolusi perkembangan manusia dan mempelajari variasi-variasi biologis dalam species manusia. Sedangkan antropologi budaya berusaha mempelajari manusia berdasarkan kebudayaannya. Dimana kebudayaan dapat merupakan peraturan-peraturan atau norma-norma yang berlaku dalam masyarakat.
Di antara ilmu-ilmu social, dan alamiah, antropologi memiliki kedudukan, tujuan, manfaat yang unik karena bertujuan dan bermanfaat dalam merumuskan penjelasan-penjelasan tentang perilaku manusia yang didasarkan pada studi atas semua aspek biologis manusia dan perilakunya di semua masyarakat.
Selain itu, antropologi bermaksud mempelajari umat manusia secara objektif, paling tidak mendekati objektif da sistematis. Seorang ahli antropologis dituntut harus mampu menggunakan metode-metode yang mungkin juga digunakan oleh para ilmuwan lain dengan mengembangkan hipotesis atau penjelasan yang dianggap benar, menggunakan data lain untuk mengujinya, dan akhirnya menemukan suatu teori, yaitu suatu system hipotesis yang telah teruji. Sedangkan data yang digunakan ahli antropologi dapat berupa data dari sutu masyarakat atau studi komparatif di antara sejumlah besar masyarakat.[4]

________________________________________
[1] Leonard Siregar, "Antropologi dan Konsep Kebudayaan", Blog UNAIR, diakses dari http://yuniawan.blog.unair.ac.id/files/2008/03/antokebud.pdf, tanggal 22 September 2009, pukul 10.36
[2] "Definisi/Pengertian Antropologi, Objek, Tujuan, dan Cabang Ilmu Antropologi", diakses dari http://organisasi.org/definisi-pengertian-antropologi-objek-tujuan-dan-cabang-ilmu-antropologi, tanggal 28 September 2009, pukul 17.17
[3] Ibid., untuk penjelasan lebih lengkap, lihat p.41-48
[4] jaraningrat.2002. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta : Rineka Cipta.

Firda Zanariyah Metode Penelitian Kualitatif

Matkul  : Metode Penelitian Kualitatif

Nama Saya Firda Zanariyah. Saya bertempat tinggal di Jati Padang Pasar Minggu Jakarta Selatan. Di dalam rumah saya, saya memiliki sebuah kamar yang berukuran 4x5 meter. Pintu kamar saya menghadap ke arah barat.Pintu kamar saya berwarna cokelat kayu yang dipernis,diatas pintu kamar tertempel dan tergantung hiasan bantalan berwarna merah abu-abu yang tertulis Firda Zanariyah.


Re: Tugas Metlit Kualitatif Istihanah Jamil Ali BPI 6A

Istihanah Jamil Ali
1112052000004
BPI
Metlit Kualitatif
Deskripsi Ruang Tidur

            Ruang berukuran 3x3 meter telah dua tahun menjadi kamarku terkadang juga bersama saudari perempuan yang terpaut sembilan tahun dan juga ibuku yang paruh baya. Papan triplek yang dicat warna pink pucat menjadi pemisah antara kamar kami dengan  ruang tamu dan lorong menuju dapur. Dengan langit-langit berwarna putih gading  rendah  serta penerangan yang temaram lampu 20 watt menjadikan kamarku senantiasa hangat di dukung oleh kramik putih yang menambah nuansa lembut. Selain itu di langit-langit kamarku juga menggantung dua buah kipas angin mini yang sudah lama tidak difungsikan, yang satu berwarna merah tua lengkap dengan tiga buah sayap kipas sementara yang satu lagi berwarna biru tua dengan dua sayap kipas.

Re: Tugas Metlit Kualitatif Deskripsi Kamar

Nama : Siti Assa'adah Semester : 6
NIM : 1112052000007 Jurusan : BPI

METODE PENELITIAN KUALITATIF
Nama saya adalah Siti Assa'adah biasa di panggil sa'adah.  Asal rumah saya di daerah Ciakrang Utara Kabupaten Bekasi. Jarak  yang begitu jauh dan waktu  yang tidak cukup untuk mencapai tempat kuliah dengan tepat waktu di daerah tangerang, membuat saya memutuskan untuk menyewa sebuah kamar kost di daerah pesangrahan di samping kampus saya yaitu di Uin Jakarta. 

TUGAS RESUME PARADIGMA DALAM METODE KUALITATIF

TUGAS
METODE KUALITATIF
PARADIGMA DALAM METODE KUALITATIF
Nama               : Noviana Fatikhatuz Zahroh
Jurusan            : BPI 6
Dosen              : Tantan Hermansyah, M.Si.
1.      PARADIGMA DALAM METODE KUALITATIF
Penelitian pada hakikatnya merupakan suatu upaya untuk menemukan kebenaran atau untuk lebih membenarkan kebanaran. Usaha untuk mencapai kebenaran yang di lakukan para filsuf, peneliti dan praktisi melalui model tertentu. Model tersebut di sebut dengan paradigma, paradigma menurut:
Ø  Bogdan dan Biklen (1982;32) adalah kumpulan longgar dari sejumlah asumsi yang dipegang bersama, konsep atau proposisi yang mengarahkan cara berfikir dan penelitian.

sarah fauziah audina_PMI'4_tugas 1_pengertian antropologi budaya

NAMA: SARAH FAUZIAH AUDINA
NIM: 1113054000010
PMI'4
Antopologi Budaya
A.    Pengertian dan kegunaan mempelajari antropologi
Secara etimologi, antropolgi berasal dari dua kata, yaitu Antrop dan Logos. Antrop berarti manusia, sedangkan Logos berarti kajian, diskusi, atau ilmu. Ilmu pengetahuan antropologi mengkaji manusia dalam bermasyarakat, berperilaku, dan berkebudayaan untuk membangun masyarakat itu sendiri. Objek dari antropologi adalah manusia di dalam suatu masyarakat suku bangsa, kebudayaan, dan perilakunya. Sedangkan pengertian antropologi menurut para ahli :
Menurut Haviland (1985) antropologi ialah studi tentang manusia dan perilakunya dan melaluinya diperoleh pengertian lengkap tentang keragaman manusia.

TUGAS METODE PENELITIAN KUALITATIF (PARADIGMA DALAM METODE PENELITIAN KUALITATIF)

NAMA: RIRIH DJIKRIYAH
JURUSAN: BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM
SEMESTER: 6
PARADIGMA DALAM METODE PENELITIAN KUALITATIF
Penelitian kualitatif merupakan metode-metode untuk mengekplorasi dan memahami makna yang oleh sejumlah individu atau sekelompok orang dianggap berasal dari masalah sosial atau kemanusiaan. Proses penelitian kualitatif ini melibatkan upaya-upaya penting, seperti mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan prosedur-prosedur, mengumpulkan data yang spesifik dari para partisipan, menganalisis data secara induktif mula dari teman-teman yang khusus ke teman-teman umum, dan menafsirkan makna data.1

M.Nur Muhaimin_PMI 4_Tugas 1_Pengertian Antropologi Budaya dan Ruanglingkupnya

Nama   : Muh Nur Muhaimin
Nim     : 1113054000008
Tugas   : 1

A.    Mengapa kita harus belajar Antropologi Budaya.
Antropologi Budaya adalah ilmu yang dimana semua cakupan-cakupannya berhubungan dengan manusia, Kegunaan antropolgi budaya adalah untuk menunjukkan perbedaan dan persamaan dalam berbagai hal yang terdapat pada berbagai suku bangsa atau bangsa di dunia ini. Dalam kehidupan sehari – hari kita dapat dengan mudah melihat hal – hal yang berbeda sedangkan hal – hal yang sama atau bersamaan sulit atau bahkan tidak dapat diketahui.
            Antropolgi budaya juga dapat membantu membentuk kehidupan bersama yang bersahabat antara berbagai suku bangsa di dunia ini,selain itu Antropolgi budaya dapat membantu pembangunan masyarakat pedesaan,dapat membantu memajukkan suku bangsa – suku bangsa yang masih hidup terasing di daerah – daerah pedalaman dan banyak ketinggalan dalam berbagai hal.  

Tugas Metodologi Penelitian Kualitatif

Nama: Siti Nur AfriyantiMata Kuliah: Metodologi Penelitian Kualitatif
Nim: 1112052000024Dosen: Tantan Hermansyah, M. Si.
Jurusan : Bpi 6Tugas: Meringkas Meteri Pertemuan ke 3
Paradigma Dalam Metode Kualitatif
(Post Positivis, Konstruktivisme Sosial, Advokasi Partisipatoris, dan Pragmatis)
Elemen-elemen penting dalam setiap paradigma ini dapat dilihat dalam Tabel 1.1
Tabel 1.1 Empat Paradigma
Post positivis
Konstruktivisme Sosial

Determinasi
Reduksionisme
Observasi dan pengujian empiris
Verivikasi teori
Pemahaman
Makna yang beragam
Konstruksi sosial dan historis
Penciptaan teori

Advokasi Partisipatoris
Pragmatis

Bersifat politis
Berorientasi pada isu pemberdayaan
Kolaboratif
Berorientasi pada peruabahan
Efek-efek tindakan
Berpusat pada masalah
Bersifat pluralistik
Berorientasi pada praktik dunia-nyata


Post Positivis
Asumsi-asumsi post positivis merepresentasikan bentuk tradisional penelitian, yang kebenarannya lebih sering disematkan untuk penelitian kuantitatif ketimbang penelitian kuaitatif. Paradigma ini terkadang disebut sebagai metode saintifik atau penelitian sains.
Kaum Post positivis mempertahankan filsafat deterministik bahwa sebab-sebab (faktor-faktor kausatif) sangat mungkin menentukan akibat atau hasil akhir. Untuk itulah, problem-problem yang dikaji oleh kaum post positvis mencerminkan adanya kebutuhan untuk mengidentifikasi faktor-faktor penyebab yang mempengaruhi hasil akhir, sebagaimana yang banyak kita jumpai dalam penelitian eksperimen kuantitatif. Filsafat kaum post positivis juga cenderung reduksionitis yang orientasinya adalah mereduksi gagasan-gagasan besar menjadi gagasan-gagasan terpisah yang lebih kecil utuk diuji lebih lanjut, seperti halnya variabel-variabel yang umumnya terdiri dari sejumlah rumusan masalah dan hipotesis penelitian.
Dalam buku Philips dan Burbules (2000), asusmsi dasar yang menjadi inti dalam paradigma penelitian post positivis, antara lain:
Pengetahuan bersifat konjektural/ terkaan (dan antifondasional/ tidak berlandasan apa pun) – bahwa kita tidak akan pernah mendapatkan kebenaran yang absolut. Untuk itulah, bukti yang dibangun dalam penelitan sering kali lemah dan tidak sempurna. Karena alasan ini pula, banyak peneliti yang berujar bahwa mereka tidak dapat membuktikan hipotesisnya; bahkan, tak jarang mereka juga gagal untuk menyangkal hipotesisnya.
Penelitian merupakan proses membuat klaim-klaim, kemudian menyaring sebagian klaim tersebut menjadi "klaim-klaim lain" yang kebenarannya jauh lebih kuat. Sebagian besar penelitian kuantitatif, misalnya, selalu diawali dengan pengujian atas suatu teori.
Pengetahuan dibentuk oleh data, bukti, dan pertimbangan-pertimbangan logis. Dalam praktiknya, peneliti mengumpulkan informasi dengan menggunakan instrument-instrumen pengukuran tertentu yang diisi oleh para partisipan atau dengan melakukan observasi mendalam di lokasi penelitian.
Penelitian harus mampu mengembangkan statemen-statemen yang dapat menjelaskan situasi yang sebenarnya atau dapat mendeskripsiskan relasi kausalitas dari suatu persoalan. Dalam penelitian kuantitatif, peneliti membuat relasi antarvariabel dan mengemukakannya dalam bentuk pertanyaan dan hipotesis.
Aspek terpenting dalam penelitian adalah sikap objektif; para peneliti harus menguji kembali metode-metode dan kesimpulan-kesimpulan yang sekiranya mengandung bias. Untuk itulah, dalam penelitian kuantitatif, standar validitas dan reabilitas menjadi dua aspek penting yang wajib dipertimbangkan oleh peneliti.


Konstruktivisme Sosial
Gagasan konstruktivisme sosial berasal dari Mannheim dan buku-buku seperti The Social Construction of Reality-nya Berger dan Luekmann (1967) dan Naturalistic Inquiryi-nya Lincoln dan Guba (1985).
Konstruktivisme sosial meneguhkan asusmsi bahwa individu-individu selalu berusaha memahami dunia di mana mereka hidup dan bekerja. Mereka mengembangkan makna-makna subjektif atas pengalaman-pengalaman mereka
- makna-makna yang diarahkan pada objek-objek atau benda-benda tertentu. Makna-makna ini pun cukup banyak dan beragam sehingga peneliti dituntut untuk lebih mencari kompleksitas pandangan-pandangan ketimbang mempersempit makna-makna menjadi sebuah kategori dan gagasan.
Makna-makna subjektif ini sering kali dinegosiasikan secara sosial dan historis. Makna-makna ini tidak sekedar dicetak untuk kemudian dibagikan kepada  individu-individu, tetapi harus dibuat melalui interaksi dengan mereka (karena itulah dinamakan konstruktivisme sosial) dan melalui norma-norma historis dan sosial yang berlaku dalam kehidupan mereka sehari-hari. Makna-makna itu juga harus ditekankan pada konteks tertentu di mana individu-individu ini tinggal dan bekerja agar peneliti dapat memahami latar belakang historis dan kultural mereka.
Para peneliti pun perlu menyadari bahwa latar belakang mereka dapat mempengaruhi penafsiran mereka terhadap hasil penelitian. Untuk itu, ketika melakukan penelitian, mereka harus memposisikan diri mereka sedemikian rupa seraya mengakui dengan rendah hati bahwa interpretasi mereka tidak pernah lepas dari pengalaman pribadi, kultural, dan historis mereka sendiri. Dalam konteks konstruktivisme, peneliti memiliki tujuan utama, yakni berusaha memaknai (atau menafsirkan) makna-makna yang dimiliki orang lain tentang dunia ini.
Terkait dengan konstruktivisme ini, Crotty (1998) memperkenalkan sejumlah asumsi:
Makna-makna dikonstruksi oleh manusia agar mereka dapat terlibat dengan dunia yang tengah mereka tafsirkan. Para peneliti kualitatif cenderung menggunakan pertanyaan-pertanyaan terbuka agar partisipan dapat mengungkapkan pandnagan-pandangannya.
Manusia senantiasa terlibat dengan dunia mereka dan berusaha memahaminya berdasarkan perspektif historis dan sosial mereka sendiri- kita semua dilahirkan ke dunia makna (world of meaning) yang dianugrahkan pleh kebudayaan di sekeliling kita. Untuk itulah, para peneliti kualitatif harus memahami konteks atau latar belakang partisipan mereka dengan cara mengunjungi konteks tersebut dan mengumpulkan sendiri informasi yang dibutuhkan. Mereka juga harus menafsirkan apa yang mereka cari: sebuah penafsiran yang dibentuk oelh pengalaman dan latar belakang mereka sendiri.
Yang menciptakan makna pada dasarnyaadalah lingkungan sosial, yang muncul di dalam dan di luar interaksi dengan komunitas manusia. Proses penelitian kualitatif bersifat induktif di mana di dalamnya peneliti menciptakan makna dari data-data lapangan yang dikumpulkan.
Advokasi Partisipatoris
Advokasi partispatoris berasumsi bahwa penelitian harus dihubungkan dengan politik dan agenda politis. Untuk itulah, penelitian ini pada umumnya memiliki agenda aksi demi reformasi yang diharapkan dapat mengubah kehidupan para partisipan, institusi-institusi di mana mereka hidup dan bekerja, dan kehidupan para peneliti sendiri. Paradigma ini menyatakan bahwa ada isu-isu tertentu yang perlu mendapat perhatian lebih, utamanya isu-isu menyangkut kehidupan sosial dewasa ini, seperti pemberdayaan, ketidakadilan, penindasan, penguasaan, ketertindasan, dan pengasingan. Peneliti dapat mengawali penelitian mereka dengan salah satu dari isu-isu sebagai fokus penelitiannya.
Penelitian advokasi menyediakan sarana bagi partisipan untuk menyuarakan pendapat dan hak-hak mereka yang selama ini tergadaikan. Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran mereka akan realitas sosial yang sebenarnya atau dapat mengusulkan suatu agenda perubahan demi memperbaiki kehidupan mereka sendiri.
Advokasi partisipatoris fokus pada kebutuhan-kebutuhan suatu kelompok atau individu tertentu yang mungkin termaginalkan secara sosial. Kemmis dan Wilkinson (1998) tentang karakteristik-karateristik inti dari penelitian advokasi partisipatoris:
Tindakan partisipatoris bersikap dialektis dan difokuskan untuk membawa perubahan. Untuk itulah, pada akhir penelitian advokasi partisipatoris, para peneliti harus memunculkan agenda aksi demi reformasi dan perubahan.
Penelitian ini ditekankan untuk membantu individu-individu agar bebas dari kendala-kendala yang muncul dari media, bahasa, aturan-aturan kerja, dan relasi kekuasaan dalam ranah pendidikan. Peneltian advokasi partisipatoris sering kali dimulai dengan satu isu penting atau sikap tertentu terhadap masalah-masalah sosial, seperti pemberdayaan.
Penelitian ini bersifat emansipatoris yang berarti bahwa penelitian ini membantu membebaskan manusia dari ketidakadilan-ketidakadilan yang dapat membatasi perkembangan dan determinasi diri. Penelitian advokasi partisipatoris bertujuan untuk menciptakan perdebatan dan diskusi politis untuk menciptakan perubahan.
Penelitian ini juga bersifat praktis dan kolaboratif karena ia hanya dapat sempurna jika dikolaborasikan dengan penelitian-penelitian lain. Dengan spirit inilah para peneliti advokadi partisipatoris melibatkan para partisipan sebagai kolaborator aktif dalam penelitian mereka.
Pragmatis
Pragmatisme ini berawal dari kajian Pierce, James, Mead, dan Dewey (Cherryholmes, 1992). Pada umumnya pragmatisme lahir dari tindakan-tindakan, situasi-situasi, dan konsekuensi-konsekuensi yang sudah ada, dan bukan dari kondisi-kondisi sebelumnya (seperti dalan post positivism. Sebagai salah satu paradigma filosofis untuk penelitian metode campuran, Tashakkori dan Teddlie (1998), Morgan (2007), dan Patton (1990) menekankan pentingnya paradigma pragmatik ini bagi para peneliti metode campuran, yang pada umumnya harus berfokus pada masalah-masalah penelitian dalam ilmu sosial humaniora, kemudian menggunakan pendekatan yang beragam untuk memperoleh pengetahuan yang lebih mendalam tentang problem-problem tersebut.  
Pragmatisme pada hakikatnya merupakan dasar filosofis untuk setiap bentuk penelitian, khususnya penelitian metode campuran:
Pragmatisme tidak hanya diterapkan untuk sistem filsafat atau relitas saja. Pragmatisme dapat digunakan untuk penelitian metode campuran yang di dalamnya para peneliti bisa dengan bebas melibatkan asumsi-asumsi kuantitatif dan kualitatif ketika mereka terlibat dalam sebuah penelitian.
Setiap peneliti memiliki kebebasan memilih. Dalam hal ini, mereka bebas untuk memilih metode-metode, teknik-teknik, dan prosedur-prosedur penelitian yang dianggap terbaik untuk memenuhi kebutuhan dan tujuan mereka.
Kaum pragmatis tidak melihat dunia sebagai kesatuan yang mutlak. Artinya, para peneliti metode campuran dapat menerapkan berbagai pendekatan dalam mengumpulkan dan menganalisis data ketimbang hanya menggunakan satu pendekatan saja (jika tidak kuantitatof, selalu keualitatif).
Kebenaran adalah apa yang terjadi pada saat itu. Kebenaran itu tidak didasarkan pada dualitas anatar kenyataan yang berada di luar pikiran dan kenyataan yang ada dalam pikiran.
Para peneliti pragmatis selalu melihat apa dan bagaimana meneliti, seraya mengetahui apa saja akibat-akibat yang akan mereka terima –kapan dan di mana merka harus  menjalankan penelitian tersebut.
Kaum pragmatis setuju bahwa penelitian selalu muncul dalam konteks sosial, historis, politis, dan lain sebagainya.
Kaum pragmatis percaya akan dunia eksternal yang berada diluar pikiran sebagaimana yang berada di dalam pikiran manusia.
Bagi para peneliti metode campuran, pragmatisme dapat membuka pintu untuk menerapkan metode-metode yang beragam, pandangan dunia yang berbeda-beda, dan asumsi-asumsi yang bervariasi, serta bentuk-bentuk yang berbeda dalam pengumpulan dan analisis data.






Ajeng dwi rahma putri_PMI 4_Tugas 1_Pengertian Antropologi Budaya dan ruanglingkupnya

Nama: Ajeng dwi rahma putri

Nim: 1113054000019

Tugas: 1

 

A.    Mengapa kita harus belajar Antropologi Budaya.

Antropologi budaya merupakan cabang ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia,sikap, cara berfikir, pandangan hidup, serta penilaian baik buruk seseorang. Dengan kita belajar antropologi budaya kita dapat mengetahui budaya masyarakat yang berbeda-beda selain itu kita dapat memahami perbedaan budaya terebut.

Mengapa kita harus belajar antropologi budaya di jurusan pengembangan masyarakat islam? Karena, jurusan pengembangan masyarakat islam lebih merujuk pada masyarakat maka dengan kita belajar antropologi budaya kita akan memahami budaya-budaya di masyarakat sebelum kita terjun ke masyarakat nantinya. Antropologi budaya adalah ilmu yang mempelajari budaya-budaya manusia. Karena setiap manusia memiliki budaya yang berbeda dengan manusia lainnya. Itulah sebabnya mengapa kita jurusan pengembangan masyarakat islam harus mempelajari ilmu antropologi budaya agar kita mengetahui dan memahami setiap perbedaan budaya manusia di masyarakat nantinya.

B.     Pengertian dan ruang lingkup antropologi budaya.

Antropologi berasal dari Bahasa Yunani "anthropos" yang artinya manusia dan "logy" atau "logos" yang berarti ilmu yang mempelajari tentang manusia. Sedangkan pengertian secara harfiah adalah ilmu yang mempelajari tentng manusia yang berusaha menyusun generalisasi yang bermanfaat bagi manusia itu sendiri, dan memberikan pengertian tentang budaya, tradisi, bahasa, adat istiadat dll.

"Antropologi" berarti "kajian manusia" akan tetapi, yang jelas para pakar antropologi bukan satu-satunya pakar yang berurusan dengan manusia, karena ada juga berbagai spesialis tentang Beethoven, Euripides, Oedipus kompleks dan Perang Boer. Juga bukan berarti bahwa para ahli antropologi hanya mengkaji manusia, sebagian menghabiskan waktunya menerobos rimba Afrika untuk mengkaji primat berbulu.

            Anthropology berarti "ilmu tentang manusia" dan dalam istila yang sangat tua. Dahulu istilah itu di gunakan dalam arti yang lain yaitu "ilmu tentang ciri-ciri tubuh manusia". Dalam perkembangan fase ketiga sejarah perkembangan antropologi, istilah itu mulaui dipakai terutama di Inggris dan Amerika dalam arti yang sama dengan ethnology pada awalnya. Di inggris kemudian di inggris istilah Anthropology malahan yang mendesak istilah ethology dan di Amerika istilah Anthropology di pakai dalam arti yang amat luas, karena meliputi baik bagian-bagian fisik maupun sosial dari "ilmu tentang manusia". Di Eropa Barat dan Tengah istilah Anthropology dipakai dalam arti khusus, yaitu ilmu tentang ras-ras manusia dipandang dari ciri-ciri fisiknya.

            Istilah antropologi budaya terdiri dari dua patah kata yaitu : antropolgi dan budaya atau kebudayaan. Istilah Antropologi berasal dari kata anthropos yang berarti manusia ; dan logos yang berarti ilmu atau teori. Jadi Istilah antropologi berarti ilmu tentang manusia. Ilmu, Antropologi atau ilmu tentang manusia ini dapat dibagi – bagi lagi menjadi dua anak cabang yaitu antropologi ragawi (fisik) dan antropologi budaya. Antropologi ragawi mempelajari raga atau segi – segi jasmani manusia. Sedangkan Antropologi budaya mempelajari segi – segi kebudayaan manusia. Antropologi budaya sendiri dibagi lagi menjadi tiga anak cabang ilmu, yaitu etnolinguistik, prehistori dan etnologi. Menurut antropologi budaya yang dimaksud dengan kebudayaan adalah kebudayaan itu tidak hanya berupa benda – benda hasil kesenian dan bermacam – macam bentuk kesenian saja. Tetapi juga sikap, tingkah laku manusia, cara berfikir, pandangan hidup, peneliaian tentang baik buruk, semua itu termasuk pengertian kebudayaan. Secara singkat dan sederhana antropologi budaya memberi arti istilah – kebudayaan sebagai cara orang bersikap dan bertingkah laku yang di pelajari yang sudah menjadi adat kebiasaan masyarakat beserta hasil – hasilnya.

Ruang lingkup Antropologi

Berbagai cara manusia untuk meraih hidup dan perkembangannya dari masa kemasa. Sehingga perkembangan struktur fisik dan pengaruhnya terhadap kehidupan mereka.

Studi tentang manusia berkaitan dengan:

Berbagai macam cara hidup manusia dan perkembangan dari masa kemasa

Bertugas menyelidiki semua aspek manusia untuk memahami manusia secara utuh.

Perkembangan fisik dan pengaruhnya terhadap kehidupan mereka.

Social Science meliputi Bentuk-bentuk persekutuan hidup manusia dalam kelompok. Bagian-bagian individu hidup dalam kelompok yang berbeda-beda. Segala sesuatu yang berkaitan dengan perbedaan hidup dalam berbagai kelompok itu muncul, tumbuh, bertahan dan berubah. Study Biology Berhubungan deengan evolusi manusia dan berbagai perbedaan ragam dan bentu fisik manusia di berbagai tempat dimuka bumi. Hubungan Antropologi dengan ilmu-ilmu lain.

C.    Fungsionalitas antropologi budaya dalam pengembangan masyarakat.

 Fungsi mempelajari antropologi budaya dalam pengembangan masyarakat yakni kita dapat mengetahui sikap, cara berfikir, serta cara pandang seseorang. Dengan itu kita dapat memahami perbedaan-perbedaan budaya yang terdapat dalam masyarakat Sehingga ketika nanti  terjun ke masyarakat kita sudah mengerti dan memahami dengan adanya perbedaan-perbedaan budaya yang ada pada masyarakat. Ilmu ini berstatus penting bagi seorang developer jadi wajib untuk memahami dan mengetahui ilmu antropologi budaya ini.

 

 

 

 

 

Nama : Rizky Arif Santoso

Kelas : PMI 4

NIM  : 1113054000001

 

ANTROPOLOGI  BUDAYA

 

A.    PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP ANTROPOLOGI BUDAYA

Antropologi budaya adalah cabang antropologi yang berfokus pada   penelitian variasi kebudayaan diantara kelompok manusia. Antropologi budaya  mengumpulkan data mengenai dampak proses ekonomi dan politik global terhadap realitas budaya lokal. Para antropolog budaya menggunakan berbagai metode, diantaranya pengamatan partisipatif (participant observation), wawancara dan survei. Penelitian antropologi budaya sering dikategorikan sebagai penelitian lapangan karena seorang antropolog harus menetap dalam kurun waktu yang cukup lama di lokasi penelitiannya.

Antropologi adalah salah satu cabang ilmu sosial yang mempelajari tentang masyarakat yang melihat ciri-ciri fisik, adat istiadat, budaya yang berbeda dari apa yang dikenal di Eropa. Istilah antropologi berasal dari bahasa Yunani, yakidari kata antropos = manusia, dan logos = ilmu. Dari definisi tersebut, dapat disusun pengertian bahwa antropologi adalah ilmu yang mempelajari manusia sebagai makhluk biologis dan makhluk sosial.

Salah satu pengertian pertama tentang pengertian istilah "kebudayaan" berdas cabang ilmu sosial arkan antropologi adalah oleh Sir Edward Burnett Tylor, antropolog asal Inggris dalam halaman pertama bukunya yang terbit tahun 1897: "Kebudayaan, atau peradaban, diambil dalam artinya yang luas dan etnografis, adalah keseluruhan yang kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, kesusilaan, hukum, adat-istiadat dan kemampuan dan kebiasaan lain mana pun yang didapati manusia sebagai anggota masyarakat. Istilah "peradaban" di kemudian hari diganti definisinya oleh V. Gordon Childe, di mana "kebudayaan" menjadi istilah perangkum dan "peradaban" menjadi satu jenis khusus kebudayaan.

Wawasan antropologis tentang "kebudayaan" antara lain mencerminkan reaksi terhadap wacana sebelumnya di dunia Barat, yang berdasarkan pada perlawanan antara "budaya" dan "alam", di mana sejumlah manusia dianggap masih hidup dalam "keadaan alamiah". Para antropolog menyatakan bahwa kebudayaan justru merupakan "alam manusia" dan semua manusia memiliki kemampuan untuk menyusun pengalaman, menterjemahkan penyusunan ini secara simbolis berkat kemampuan berbicara dan mengajarkan paham tersebut ke manusia lainnya.

Karena manusia mendapati kebudayaan melalui proses belajar enculturation dan sosialisasi, orang yang tinggal di tempat yang berbeda atau keadaan yang berbeda, akan mengembangkan kebudayaan yang berbeda. Para antropolog juga mengemukakan bahwa melalui kebudayaan, orang dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya secara non-genetik, sehingga orang yang tinggal di lingkungan yang berbeda sering akan memiliki kebudayaan yang berbeda. Teori antropologi terutama berasal dari kesadaran dan minat akan perselisihan antara segi lokal (kebudayaan tertentu) dan global (kemanusiaan secara umum, atau jaringan hubungan antara orang di tempat atau keadaan yang berbeda).

Ruang Lingkup Antropologi

Menurut March Swartz dan David K. Jordan, ruang lingkup antropologi adalah;

1)      Asal muasal hidup manusia dari periode ke periode.

2)      Perkembangan struktur fisik dan pengaruhnya terhadap lingkungan.

3)      Bertugas untuk memahami manusia secara utuh.

Demikian pula Zerihun Dodda, Ia juga membagi ruang lingkup antropologi demikian, akan tetapi ia menambahkan material dan warisan budaya manusia di dalamnya.

 

B.     FUNGSIONLITAS ANTROPOLOGI

Selama ini antropologi hanya diidentikan sebagai disiplin ilmu budaya yang hanya mempelajari etnisitas diberbagai belahan dunia. Mata masyarakat kurang melihat fungsionalitas antropologi sebagi ilmu yang bermanfaat bagi kehidupan sosial. Hal ini bukan sepenuhnya kesalahan masyarakat. Namun lebih bijaknya, ini menjadi sebuah otokritik bagi para antriooplog dan disiplin ilmu antropologi untuk lebih menginformasikan ke masayarakat terkait dengan fungsionalitasnya dalam kehidupan sosial.

Terkait dengan fungsi disiplin ilmu antropologi sendiri, menjadi hal unik untuk dikaji tentang sudut pandang antropologi yang membedakannya dengan ilmu sosial lainnya. Pada suatu perbandingan, jika sosiologi lebih menitikberatkan suatu fenomena sosial dengan memperhatikan pola interaksi masyarakat yang berada didalamnya dan berujung pada sebuah modernisasi dan kehidupan yang berperadaban. Pada sudut pandang yang berbeda, antropologi memandang suatu fenoma sosial yang terjadi dimasyarakat dengan mengakitkan pada nilai, norma, adat, tradisi, dan budaya yang berada dikehidupan masyarakat tersebut. Antropologi menempatkan fungsinya sebagai disiplin ilmu yang memakai perspektif budaya (mengedepankan nilai-nilai budaya) dalam penyelesaian masalah kehidupan sosial manusia.

Kegunaan antropologi dalam masyarakat adalah untuk membantu masyarakat mempelajari perbedaan yang ada, dalam perbedaan itu masyarakat harus bisa belajar untuk bersatu, tanpa harus memandang perbedaan yang ada dalam masyarakat.

C.     MENGAPA HARUS MEMPERLAJARI ANTROPLOGI

Saat ini telah banyak budaya di Indonesia dan dunia, baik perbedaan secara bahasa, warna kulit, peraturan, cara hidup dan lain sebagainya. Semua itu akan menjadi masalah besar jika tidak ada cara untuk menyatukannya, maka dari itu ilmu antropologi hadir untuk mempelajari semua adat istiadat dan budaya-budaya. Dan juga untuk mempersatukan rakyat walaupun berbeda-beda baik secara fisik maupun non-fisik

Referensi :

· http://lytya-24.blogspot.com/2011/11/isd-antropologi_23.html

· http://caesario-nanda.blogspot.com/2011/10/ilmu-sosial-dasar-dalam-bidang.html

  

Cari Blog Ini