Rabu, 03 Oktober 2012

restu mayang tampi-jurnalistik 1 A

Max Weber

 

            Max Weber lahir di Erfurt pada tahun 1864 dan meninggal pada tahun 1920. Sepeninggalnya, ia meninggalkan karya-karya yang melimpah –namun kering- jika dikaitkan dengan metodologi ilmu pengetahuan sosial, sejarah ekonomi, sosiologi agama dan sebagainya. Karya ilmiahnya yang besar yaitu Économie et Société (Ekonomi dan Masyarakat). Berikut akan dijelaskan tentang tindakan sosial dan rasionalisasi menurut Max Weber.

 

A.      Tindakan Sosial

      Bagi Weber, sosiologi mula-mula adalah ilmu pengetahuan tentang tindakan sosial. Ia menolak determinisme seperti yang dikhotbahkan oleh Marx dan Durkheim yang mengurung manusia dalam sebuah jaring paksaan sosial yang tidak disadari. Weber menganggap bahwa paksaan dan determinisme itu bersifat relatif. Yang ada bukanlah hukum yang absolut, melainkan tendensi-tendensi yang selalu memungkinkan terjadinya suatu kebetulan dan pada keputusan individual. Ia yakin bahwa masyarakat adalah produk dari tindakan individu-individu yang berbuat dalam kerangka fungsi nilai, motif, dan kalkulasi rasional. Jadi menjelaskan tentang sosial berarti harus menyadari cara manusia mengorientasikan tindakannya. Langkah ini disebut dengan sosiologi "komprehensif". Weber berucap bahwa "Yang kita  maksudkan dengan sosiologi adalah ilmu pengetahuan yang berusaha memahami dengan cara melakukan interpretasi atas aktivitas sosial".

 

B.   Rasionalisasi

              Dengan penampilannya yang mirip sesuatu yang sederhana dan bersifat tetap, istilah rasionalisasi sebenarnya mengandung tiga dimensi yang berbeda, yaitu kalkulasi strategis, universalisasi, dan spesialisasi fungsi-fungsi sosial. Dengan berbekal perangkat metodologis berupa langkah komprehensif dan metode "tipe-ideal", Weber menyadari adanya beragam studi komparatif menyangkut bentuk-bentuk hukum, tipe agama, cara organisasi ekonomi dan politik. Menurut sang penulis Économie et Société ini "rasionalisasi kehidupan sosial" menjadi ciri paling signifikan masyarakat modern. Webwe menjelaskan tiga tipe besar aktivitas manusia, yaitu :

              -tindakan tradisional yang terkait dengan adat-istiadat

              -tindakan afektif yang digerakkan oleh nafsu.

-tindakan rasional yang merupakan alat (instrumen),ditujukan ke arah nilai atau tujuan yang bemanfaat dan berimplikasi pada kesesuaian antara tujuan dengan cara. Strategi termasuk dalam kategori ini. Strategi ini bersifat rasional dalam hal penyesuaian efektivitas tindakan yang lebih baik dan diarahkan ke tujuan materiil atau diorientasikan lewat nilai-nilai.

              Menurut weber, tindakan sosial menjadi ciri masyarakat modern : yaitu mewujudkan dirinya sebagai pengusaha kapitalis, ilmuwan, konsumen atau pegawai yang bekerja/bertindak sesuai dengan logika tersebut. Sekalipun demikian, Weber menegaskan bahwa "jarang sekali aktivitas terutama aktivitas sosial yang hanya berorientasi pada salah satu jenis aktivitas saja (...). Jenis-jenis aktivitas itu hanya berupa tipe-tipe murni yang dibangun untuk tujuan riset sosiologi. Aktivitas rill itu kurang lebih sebanding dan –lebih sering- berkombinasi. Produktivitas (fécondité), menurut hemat saya, menyebabkan munculnya kebutuhan untuk membangun (aktivitasnya)."

              Contoh dari rasionalitas dalam kehidupan sehari-hari misalnya seseorang yang ingin masuk ke perguruan tinggi biasanya memilih jurusan yang sesuai dengan kemampuan otaknya (tindakan rasional). Namun bisa saja ia memilih jumurusan tersebut karena jurusan tersebut sudah menjadi turun-temurun dalam keluarganya (tindakan tradisional). Atau bisa saja ia memilih jurusan tersebut karena keinginannya untuk masuk jurusan tersebut sudah tak tertahankan lagi (tindakan afektif). Dalam karyanya yang terkenal, yaitu Éthique protestante et l'esprit du capitalisme (Etika Protestan dan Jiwa Kapitalisme), Weber menunjukkan bahwa rasionalisasi tindakan hidup sehari-hari seperti yang dipuji oleh para pendiri agama Protestan ternyata mendukung perkembangan kapitalisme.

Max Weber- Deby Novia Jurnalistik I A

Max Weber
 
            Max Weber lahir di Erfurt pada tahun 1864 dan meninggal pada tahun 1920. Sepeninggalnya, ia meninggalkan karya-karya yang melimpah –namun kering- jika dikaitkan dengan metodologi ilmu pengetahuan sosial, sejarah ekonomi, sosiologi agama dan sebagainya. Karya ilmiahnya yang besar yaitu Économie et Société (Ekonomi dan Masyarakat). Berikut akan dijelaskan tentang tindakan sosial dan rasionalisasi menurut Max Weber.
 
A.      Tindakan Sosial
      Bagi Weber, sosiologi mula-mula adalah ilmu pengetahuan tentang tindakan sosial. Ia menolak determinisme seperti yang dikhotbahkan oleh Marx dan Durkheim yang mengurung manusia dalam sebuah jaring paksaan sosial yang tidak disadari. Weber menganggap bahwa paksaan dan determinisme itu bersifat relatif. Yang ada bukanlah hukum yang absolut, melainkan tendensi-tendensi yang selalu memungkinkan terjadinya suatu kebetulan dan pada keputusan individual. Ia yakin bahwa masyarakat adalah produk dari tindakan individu-individu yang berbuat dalam kerangka fungsi nilai, motif, dan kalkulasi rasional. Jadi menjelaskan tentang sosial berarti harus menyadari cara manusia mengorientasikan tindakannya. Langkah ini disebut dengan sosiologi "komprehensif". Weber berucap bahwa "Yang kita  maksudkan dengan sosiologi adalah ilmu pengetahuan yang berusaha memahami dengan cara melakukan interpretasi atas aktivitas sosial".
 
B.   Rasionalisasi
              Dengan penampilannya yang mirip sesuatu yang sederhana dan bersifat tetap, istilah rasionalisasi sebenarnya mengandung tiga dimensi yang berbeda, yaitu kalkulasi strategis, universalisasi, dan spesialisasi fungsi-fungsi sosial. Dengan berbekal perangkat metodologis berupa langkah komprehensif dan metode "tipe-ideal", Weber menyadari adanya beragam studi komparatif menyangkut bentuk-bentuk hukum, tipe agama, cara organisasi ekonomi dan politik. Menurut sang penulis Économie et Société ini "rasionalisasi kehidupan sosial" menjadi ciri paling signifikan masyarakat modern. Webwe menjelaskan tiga tipe besar aktivitas manusia, yaitu :
              -tindakan tradisional yang terkait dengan adat-istiadat
              -tindakan afektif yang digerakkan oleh nafsu.
-tindakan rasional yang merupakan alat (instrumen),ditujukan ke arah nilai atau tujuan yang bemanfaat dan berimplikasi pada kesesuaian antara tujuan dengan cara. Strategi termasuk dalam kategori ini. Strategi ini bersifat rasional dalam hal penyesuaian efektivitas tindakan yang lebih baik dan diarahkan ke tujuan materiil atau diorientasikan lewat nilai-nilai.
              Menurut weber, tindakan sosial menjadi ciri masyarakat modern : yaitu mewujudkan dirinya sebagai pengusaha kapitalis, ilmuwan, konsumen atau pegawai yang bekerja/bertindak sesuai dengan logika tersebut. Sekalipun demikian, Weber menegaskan bahwa "jarang sekali aktivitas terutama aktivitas sosial yang hanya berorientasi pada salah satu jenis aktivitas saja (...). Jenis-jenis aktivitas itu hanya berupa tipe-tipe murni yang dibangun untuk tujuan riset sosiologi. Aktivitas rill itu kurang lebih sebanding dan –lebih sering- berkombinasi. Produktivitas (fécondité), menurut hemat saya, menyebabkan munculnya kebutuhan untuk membangun (aktivitasnya)."
              Contoh dari rasionalitas dalam kehidupan sehari-hari misalnya seorang wanita biasanya membeli pakaian dengan merek sesuai dengan budget yang ia miliki (tindakan rasional). tapi mungkin saja ia membeli pakaian itu karena telah terbiasa membeli pakaian dengan merek tersebut (tindakan tradisional). atau karena keinginannya untuk membeli pakaian dengan merek tersebut sudah tidak tertahankan lagi (tindakan afektif). Dalam karyanya yang terkenal, yaitu Éthique protestante et l'esprit du capitalisme (Etika Protestan dan Jiwa Kapitalisme), Weber menunjukkan bahwa rasionalisasi tindakan hidup sehari-hari seperti yang dipuji oleh para pendiri agama Protestan ternyata mendukung perkembangan kapitalisme.

Rista Dwi Septiani, Jurnalistik 1A

Max Weber

 

            Max Weber lahir di Erfurt pada tahun 1864 dan meninggal pada tahun 1920. Sepeninggalnya, ia meninggalkan karya-karya yang melimpah –namun kering- jika dikaitkan dengan metodologi ilmu pengetahuan sosial, sejarah ekonomi, sosiologi agama dan sebagainya. Karya ilmiahnya yang besar yaitu Économie et Société (Ekonomi dan Masyarakat). Berikut akan dijelaskan tentang tindakan sosial dan rasionalisasi menurut Max Weber.

 

A.      Tindakan Sosial

      Bagi Weber, sosiologi mula-mula adalah ilmu pengetahuan tentang tindakan sosial. Ia menolak determinisme seperti yang dikhotbahkan oleh Marx dan Durkheim yang mengurung manusia dalam sebuah jaring paksaan sosial yang tidak disadari. Weber menganggap bahwa paksaan dan determinisme itu bersifat relatif. Yang ada bukanlah hukum yang absolut, melainkan tendensi-tendensi yang selalu memungkinkan terjadinya suatu kebetulan dan pada keputusan individual. Ia yakin bahwa masyarakat adalah produk dari tindakan individu-individu yang berbuat dalam kerangka fungsi nilai, motif, dan kalkulasi rasional. Jadi menjelaskan tentang sosial berarti harus menyadari cara manusia mengorientasikan tindakannya. Langkah ini disebut dengan sosiologi "komprehensif". Weber berucap bahwa "Yang kita  maksudkan dengan sosiologi adalah ilmu pengetahuan yang berusaha memahami dengan cara melakukan interpretasi atas aktivitas sosial".

 

B.   Rasionalisasi

              Dengan penampilannya yang mirip sesuatu yang sederhana dan bersifat tetap, istilah rasionalisasi sebenarnya mengandung tiga dimensi yang berbeda, yaitu kalkulasi strategis, universalisasi, dan spesialisasi fungsi-fungsi sosial. Dengan berbekal perangkat metodologis berupa langkah komprehensif dan metode "tipe-ideal", Weber menyadari adanya beragam studi komparatif menyangkut bentuk-bentuk hukum, tipe agama, cara organisasi ekonomi dan politik. Menurut sang penulis Économie et Société ini "rasionalisasi kehidupan sosial" menjadi ciri paling signifikan masyarakat modern. Weber menjelaskan tiga tipe besar aktivitas manusia, yaitu :

              -tindakan tradisional yang terkait dengan adat-istiadat

              -tindakan afektif yang digerakkan oleh nafsu.

-tindakan rasional yang merupakan alat (instrumen),ditujukan ke arah nilai atau tujuan yang bemanfaat dan berimplikasi pada kesesuaian antara tujuan dengan cara. Strategi termasuk dalam kategori ini. Strategi ini bersifat rasional dalam hal penyesuaian efektivitas tindakan yang lebih baik dan diarahkan ke tujuan materiil atau diorientasikan lewat nilai-nilai.

              Menurut Weber, tindakan sosial menjadi ciri masyarakat modern : yaitu mewujudkan dirinya sebagai pengusaha kapitalis, ilmuwan, konsumen atau pegawai yang bekerja/bertindak sesuai dengan logika tersebut. Sekalipun demikian, Weber menegaskan bahwa "jarang sekali aktivitas terutama aktivitas sosial yang hanya berorientasi pada salah satu jenis aktivitas saja (...). Jenis-jenis aktivitas itu hanya berupa tipe-tipe murni yang dibangun untuk tujuan riset sosiologi. Aktivitas rill itu kurang lebih sebanding dan –lebih sering- berkombinasi. Produktivitas (fécondité), menurut hemat saya, menyebabkan munculnya kebutuhan untuk membangun (aktivitasnya)."

              Contoh dari rasionalitas dalam kehidupan sehari-hari misalnya seorang mahasiswa yang ingin makan biasanya memilih makanan yang disesuaikan dengan uang sakunya (tindakan rasional). Namun, bisa saja ia didorong untuk memilih makanan tersebut karena kebiasaannya mengkonsumsi makanan tersebut (tindakan tradisional). Atau bisa saja karena keinginan ia untuk membeli makanan tersebut sudah tak tertahankan lagi (tindakan afektif). Dalam karyanya yang terkenal, yaitu Éthique protestante et l'esprit du capitalisme (Etika Protestan dan Jiwa Kapitalisme), Weber menunjukkan bahwa rasionalisasi tindakan hidup sehari-hari seperti yang dipuji oleh para pendiri agama Protestan ternyata mendukung perkembangan kapitalisme.

KarlMarx_YusufYanuarJurnalistik1B_TugasKe3

Pandangan KARL MARX tentang beberapa hal, seperti berikut :

Pertentangan Kelas
            Dalam beberapa pandangan Karl Marx tentang kehidupan sosial, terdapat pandangannya tentang kelas, yaitu kelas-kelas dianggap sebagai kelompok-kelompok sosial yang mempunyai kepentingan sendiri yang bertentangan satu sama lain sehingga konflik tak terelakan lagi. Marx memandang masyarakat terdiri dari dua kelas yang didasarkan pada kepemilikan sarana dan alat produksi (property), yaitu kelas borjuis dan proletar.
            Kelas Borjuis adalah kelompok yang memiliki sarana dan alat produksi yang dalam hal ini adalah perusahaan sebagai modal dalam usaha. Sedangkan kelas proletar adalah kelas yang tidak memiliki sarana dan alat produksi sehingga dalam pemenuhan akan kebutuhan ekonominya tidak lain hanyalah menjual tenaganya. Menurut Marx, masyarakat terintergrasi karena adanya struktur kelas dimana kelas borjuis menggunakan Negara dan hokum untuk mendominasi kelas proletar. Konflik antarkelas sosial terjadi melalui proses produksi sebagai salah satu kegiatan ekonomi dimana dalam proses produksi terjadi kegiatan pengeksploitasian terhadap kelompok proletar oleh kelompok borjuis. Perubahan sosial justru membawa dampak yang buruk bagi nasib kaum buruh (proletar) karena perubahan sosial berdamapak pada semakin banyaknya jumlah penduduk. Pertambahan jumlah penduduk akan menyulitkan  kehidupan kelompok proletar karena tuntutan akan lapangan pekerjaan semakin tinggi sementara jumlah lapangan kerja yang tersedia tidak bertambah (konstan). Tingginya jumlah penawaran tenaga kerja akan berpengaruh pada rendahnya ongkos tenaga kerja yang diterimanya, sehingga kehidupan selanjutnya justru kian buruk. Sedangkan kelompok kapitalis (borjuis) akan semakin berlimpah dengan segala macam kemewahannya. Gejala inilah yang pada akhirnya menimbulkan ketimpangan sosial yang berujung pangkal pada konflik sosial.
            Dengan demikian, akar permasalahan yang menimbulkan konflik sosial adalah karena tajamnya ketimpangan sosial berikut eksploitasinya. Semakin memburuknya kehidupan kaum proletar dan semakin timpangnya kesenjangan ekonomi, maka gejala ini mendorong kaum proletar untuk melakukan perlawanan dalam bentuk revolusi sosial dengan tujuan menghapus kelas-kelas sosial yang dianggap sebagai biang ketidakadilan. Dalam teori Marx disebutkan bahwa keadilan sosial akan tercapai jika kehidupan masyarakat tanpa kelas telah dapat diwujudkan. Dalam kehdupan masyarakat tanpa kelas, peran Negara hanya bersifat sementara saja, yaitu sebagai alat pengadilan dictator proletariat atau kewenangan yang memiliki golongan proletar. Akan tetapi, disaat masyarakat komunis terbentuk maka peranan Negara akan lenyap dengan sendirinya (whiterway).

Ideologi
            Perubahan-perubahan yang penting untuk perkembangan kekuatan-kekuatan produksi tidak hanya cenderung dicegah oleh relasi-relasi yang sedang eksis, akan juga oleh relasi-relasi pendukung, institusi-institusi, dan khususnya, ide-ide umum. Ketika ide-ide umum menunjukan fungsi-fungsi ini, Marx memberikan nama khusus terhadapnya, yaitu Ideologi. Marx tidak selalu tahu persis tentang  penggunaan kata ideology. Dia menggunakan kata tersebut untuk menunjukan ide-ide yang berhubungan.
            Pertama, ideology merujuk kepada ide-ide yang secara alamiah muncul setiap saat didalam kapitalisme, akan tetapi yang karena hakikat kapitalisme, merefleksikan realitas didalam suatu cara yang terbalik. Untuk hal ini, dia menggunakan metofora kamera obscura, yang menggunakan optic quirk untuk menunjukan bayang-bayang nyata yang Nampak terbalik. Inilah tipe ideology yang direprentasikan oleh fetisisme komoditas atau oleh uang. Meskipun kita mengetahui bahwa yang hanyalah potongan kertas yang memiliki nilai hanya karena relasi-relasi sosial yang mendasarinya, akan tetapi didalam kehidupan sehari-hari kita harus memperlakukan uang seolah-olah memiliki nilai sendiri. Walaupun pada hakikatnya kitalah yang memberi nilai nilai kepada uang tersebut, akan tetapi yang sering terlihat adalah bahwa uanglah yang memberi kita nilai. Tipe ideologi ini mudah terganggu karena didasarkan pada kontradiksi-kontradiksi material yang mendasarinya.
Nilai manusia tidak benar-benar tergantung pada uang, dan kita sering menemui orang yang hidup membuktikan kontradiksi-kontradiksi itu. Faktanya, disinilah level yang kita sering menjadi kesadaran kontradiksi-kontradiksi material yang diyakini Marx akan membawa kapitalisme ke fase selanjutnya. Misalnya kita menjadi sadar bahwa ekonomi bukanlah sebuah system objektif dan independen, melainkan sebuah ranah politis. Kita menjadi sadar bahwa kerja kita bukan sekadar komoditas, dan bahwa penjualannya melalui upah menimbulkan aliensi. Atau jika tidak menyadari kebenaran yang mendasar tersebut, setidaknya kita menyadari kekacauan karena gerakan politis yang terang-terangan didalam pengalamatan gangguan-gangguan inilah penggunaan kedua dari ideology relevan.
Ketika gangguan-gangguan muncul dari kontradiksi-kontradiksi material mendasar terungkap, tipe kedua ideology akan muncul. Disini Marx menggunakan istilah ideology untuk merujuk kepada system-sistem aturan ide-ide yang sekali lagi berusaha menyembunyikan kontradiksi-kontradiksi yang berada di pusat system kapitalis. Pada kebanyakan kasus, mereka melakukan hal ini dengan salah satu dari tiga cara berikut :
  1. Mereka menghadirkan suatu system ide, system agama, filsafat, literature, hokum yang menjadikan kontradiksi-koktradiksi tampak koheren.
  2. Mereka menjelaskan pengalaman-pengalaman tersebut yang mengungkapkan kontradiksi-kontradiksi, biasanya sebagai problem-problem personal atau keanehan-keanehan individual.
  3. Mereka menghadirkan kontradiksi kapitalis sebagai yang benar-benar menjadi sautu kontradiksi pada hakikat manusia dan oleh karena itu satu hal yang tidak bisa dipenuhi oleh perubahan sosial.
Agama
            Marx melihat agama sebagai sebuah ideologi. Dia merujuk agama sebagai candu masyarakat, namun berikut adalah kutipan catatan Marx : Kesukaran agama-agama pada saat yang sama merupakan ekspresi dari kesukaran yang sebenarnya dan juga protes melawan kesukaran yang sebenarnya. Agama adalah napas lega makhluk yang tertindas, hatinya dunia yang tidak punya hati, spiritnya kondisi yang tanpa spirit. Agama adalah candu masyarakat.
            Bentuk keagamaan ini mudah dikacaukan, dan oleh karena itu selalu berkemungkinan untuk menjadi dasar suatu gerakan revolusioner. Kita juga melihat bahwa gerakan-gerakan keagamaan sering berada di garda depan dalam melawan kapitalisme. Meskipun demikian, Marx merasa bahwa agama khusunya menjadi bentuk kedua ideology dengan menggambarkan ketidak adilan kapitalisme sebagai sebuah ujian bagi keakinan dan mendorong perubahan revolusioner ke akhirat. Dengan cara ini, teriakan orang-orang teritindas justru digunakan untuk penindasan selanjutnya.

Modal Produksi
            Didalam produksi sosial eksistensi, manusia menjalin hubungan dengan tertentu yang dibutuhkan dan bebas sesuai keinginan mereka. Hubungan-hubungan produksi ini berkaitan dengan level tertentu yang terkait dengan perkembangan tenaga produksi material. Keseluruhan kebutuhan ini membentuk struktur ekonomi masyarakat, sebagai pondasi riil yang menjadi dasar berdirinya bangunan yuridis dan politik, dan sebagai jawaban atas bentuk-bentuk tertentu dalam kesadaran sosial. Cara produksi dalam kehidupan material pada umumnya mendominasi perkembangan kehidupan sosial, politik dan intelektual. Bukan kesadaran manusia yang menentukan eksistensinya, namun sebaliknya, eksistensi sosial mereka menentukan kesadaran tersebut. Pada taraf perkembangan tertentu tenaga kerja produksi material dalam masyarakat berbenturan dengan hubungan produksi yang ada, mulailah era revolusi sosial. Perubahan dalam pondasi ekonomi disertai dengan kekacauan bangunan besar itu cepat atau lambat. Terdapat kekacauan dalam kondisi-kondisi produksi ekonomi.
            Namun ada juga bentuk-bentuk yuridis, politik, religious, artistic, dan filosofis, pendeknya bentuk-bentuk ideologis tempat manusia didalamnya memperoleh kesadaran akan adanya konflik itu dan akan mendorongnya hingga ke ujung akhir. Jika direduksi hingga ke garis-garis besarnya, maka cara produksi ala asia, kuno, feudal, dan borjuis tampak sebagai zaman progresif terbentuknya ekonomi dalam masyarakat. Hubungan produksi model borjuis adalah bentuk antagonis terkahir dalam proses sosial produksi. Masa prasejarah kemanusiaan berakhir dengan system sosial ini.

karlmax_yasirarafat_jurnalistik 1b _tugas ke 3

KARL MAX
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
Oleh : yasir Arafat
Dosen pembimbing : Tantan hermansyah,M.si
 
 
1. Pertentangan kelas
Teori mengenai pertentangan kelas yang dimaksudkan menurut Marx  ialah, suatu kelompok orang-orang yang memiliki fungsi dan tujuan yang sama dalam suatau organisasi produksi. Dan interpretasi marx tertuju pada konflik ekonomi, yang pada dasarnya mengenai pertentangan kelas antara pemilik faktor produksi dan buruh.
                Marx menganalisis  yang menjadi faktor utama munculnya konflik ialah mengenai proses produksi. Proses produksi yang kebanyakan menganut sistem produksi kapitalis, yaitu kekuasaan terbesar dimiliki oleh pemilik produksi sedangkan pekerjanya hanyalah kaum lemah. Dalam sistem kapitalis ini pemilik dapat seenaknya mentapkan persyaratan, seperti menekan biaya kerja buruh. Sedangkan para buruh menginginkan keringanan jam kerja dan mendapatkan upah sebanyak-banyak. Perspektif marx menunjukan bahwa hubungan kerja dalam sistem produksi kapitalis tidak stabil. Karena kepentingan dua faktor utama kelompok itu tidak dapat diselaraskan. Adapun keselarasan itu sifatnya akan sementara. Dikarenakan salah satu dari dua pihak berkuasa, sedangkan pihak lain dikuasai. Walaupun demikian ketika kekuasaan kelas berkurang, hubungan sosial tidak dapat stabil lagi, kelas buruh secara otomatis akan semakin mampu memenangkan kepentingan mereka. Sehingga pada akhirnya terjadi revolusi dan hak milik pribadi dihapuskan, maka terciptalah masyarakat modern tanpa kelas sebagaimana yang dicita-citakan oleh Marx.
                Revolusi pada hakikatnya merupakan kerja keras dalam pernghapusan hak milik pribadi atas sarana produksi. Dengan harapan dengan tidak adanya kelas-kelas atas kepemilikan, maka tidak ada lagi konflik kelas serta tidak adanya negara/hukum untuk menentukan hak kepemilikan atas kebutuhan masyarakat. Dan marx berpendapat dalamkonteks sistem stratifikasi kelas itu pada dasarnya sangat bergantung dari pola hubungan antara kelompok-kelompok manusia terhadap sarana produksi.
 
Sebagi contoh dalam kehidupan:
Yaitu antara pembantu dengan majikannya
Walaupun secara jelas atas kepemilikan harta benda yang ada dirumah merupakan milik majikan, serta upah pembantu yang diberikan mutlak dari majikan. Keadaan yang demikian ini sering dijadikan majikan sebagai ajang semena-mena atas pembantunya. Majikan sering memperkerjakan pembantunya dengan menguras tenanganya dibatas jam kerjanya, bahkan majikan sering kali bertindak kasar seperti memukul apabila pekerjaan pembantu tidak seperti apa yang dia kehendaki. Perilaku majikan yang seperti itu merupakan salah satu cerminan dari kekuasaan terbesar atas pemilik, dan pekerjanya hanyalah kaum lemah.
 
2. Ideologi
Karl Marx mengartikan ideologi sebagai keseluruhan ide yang dominan dan diusung oleh masyarakat sebagai kelompok sosial dalam bingkai atau batasan ekonomi dan menjadi semacam refleksi atas bingkai. Oleh karenanya kaum Borjuis yang semakin menonjol telah menentukan pemikiran2 tentang kebebasan hak asasi manusia, kesetaraan di hadapan hukum (hak) dalam bingkai pergulatan menghadapi orde baru atau tatanan lama. Kaum borjuis cenderung memindahkan semua yang menjadi ekspresi kepentingan kelasnya menjadi nilai-nilai yang universal.
 
3. Agama
 Marx berkesimpulan bahwa sebelum orang dapat mencapai kebahagiaan yang senyatanya, agama haruslah ditiadakan karena agama menjadi kebahagiaan semu dari orang-orang tertindas. Namun,  karena agama adalah produk dari kondisi sosial, maka agama tidak dapat ditiadakan kecuali dengan meniadakan bentuk kondisi sosial tersebut.  Marx yakin bahwa agama itu tidak punya masa depan. Agama bukanlah kencenderungan naluriah manusia yang melekat tetapi merupakan produk dari lingkungan sosial tertentu. Secara jelas, Marx merujuk pada tesis Feuerbach yang ketujuh yakni bahwa sentimen religius itu sendiri adalah suatu produk social.
Dengan kata lain,   Marx melihat bahwa sebetulnya agama bukan menjadi dasar penyebab keterasingan manusia. Agama hanyalah gejala sekunder dari keterasingan manusia. Agama menjadi semacam pelarian karena realitas memaksa manusia untuk melarikan diri. Manusia lalu hanya dapat merealisasikan diri secara semu yakni dalam khayalan agama karena struktur masyarakat nyata tidak mengizinkan manusia merealisasikan diri dengan sungguh-sungguh. Karena dalam masyarakat nyata manusia menderita, manusia lalu mengharapkan mencapai keselamatan dari surga. Oleh karenanya, penyebab keterasingan yang utama haruslah ditemukan dalam keadaan masyarakat itu sendiri. Dengan demikian, kritik jangan berhenti pada agama. Bagi Marx, kritik agama akan menjadi percuma saja karena tidak mengubah apa yang melahirkan agama. Yang menjadi permasalahan kemudian adalah mengapa manusia sampai mengasingkan diri ke dalam agama? Menurut Marx, kondisi-kondisi materiallah yang membuat manusia mengasingkan diri dalam agama. Yang dimaksud dengan kondisi material adalah proses-proses produksi atau kerja sosial dalam masyarakat.
Pertanyaan lebih lanjut. Apa yang perlu dikritik dalam masyarakat? Unsur macam apa yang dalam masyarakat yang mencegah manusia merealisasikan hakikatnya? Marx melihat bahwa keterasingan manusia dari kesosialannya haruslah ditemukan dalam struktur masyarakat.  Struktur masyarakat yang tidak memperbolehkan manusia bersikap sosial adalah struktur masyarakat  yang mana terjadi perpisahan antara civil society (masyarakat sipil ) dan Negara. Dalam masyarakat sipil, orang bergerak karena dimotori oleh kepentingan egoisme sendiri. Dengan kata lain, masyarakat sipil adalah semacam sistem kebutuhan, ruang egoisme dimana manusia berupaya menjadikan orang lain hanya semata-mata sebagai sarana pemenuh kebutuhannya. Persaingan yang sifatnya egois ini akan melahirkan pemenang dan pecundang. Kemudian negara dimunculkan sebagai kekuatan yang mengatasi egoisme individu-individu. Adanya negara dimaksudkan untuk mempersatukan masyarakat.
Apabila negara tidak ada, maka masyarakat dapat menjadi anarkis. Negara mengusahakan supaya manusia  dalam masyarakat bertindak adil terhadap sesamanya. Sebagai individu,  manusia itu egois, dan ia menjadi sosial karena harus taat kepada Negara. Jika manusia itu sosial dengan sendirinya, maka tidak perlu ada Negara yang mengaturnya. Dalam struktur masyarakat yang coba ia pahami, Marx melihat bahwa ternyata agama menjadi suatu produk dari sebuah masyarakat kelas. Agama kemudian ia  pandang sebagai produk keterasingan maupun sebagai ekpresi dari kepentingan kelas dimana agama dapat dijadikan sarana manipulasi dan penindasan terhadap kelas bawah dalam masyarakat.
Selain itu, Marx menemukan bahwa keterasingan dasar manusia adalah keterasingannya dari sifatnya yang sosial. Tanda keterasingan tersebut adalah adanya eksistensi Negara sebagai lembaga yang dari luar dan atas memaksa individu-individu untuk bertindak sosial, padahal individu itu sendiri bertindak egois. Lebih lanjut, menurut Marx, agama adalah universal ground of consolation dan sebagai candu rakyat. Dalam pengertian ini, termuat suatu implikasi bahwa apapun penghiburan yang dibawa oleh agama bagi mereka yang menderita dan tertindas adalah merupakan suatu penghiburan yang semu dan hanya memberi kelegaan sementara. Agama tidak menghasilkan solusi yang nyata dan dalam kenyataannya, justru cenderung merintangi berbagai solusi nyata dengan membuat penderitaan dan penindasan menjadi dapat ditanggung. Solusi nyata yang dimaksud di sini adalah terkait dengan pengusahaan peningkatan kesejahteraan secara material. Agama ternyata tidak mampu mengarah pada hal tersebut. Agama justru membiarkan kondisi yang sudah ada, meskipun orang sedang mengalami penderitaan.  Agama mengajak orang hanya berpasrah dengan keadaan daripada mengusahakan barang-barang yang dapat  memperbaiki kondisi hidup. Dalam hal ini, agama cenderung mengabaikan usaha konkrit manusiawi untuk memperjuangkan taraf hidupnya lewat barang-barang duniawi.
Agama malah menyarankan untuk tidak menjadi lekat dengan barang-barang duniawi dan mengajak orang untuk hanya berpikir mengenai hal-hal surgawi sehingga membuat orang melupakan penderitaan material yang sedang dialami. Agama mengajarkan orang untuk menerima apa adanya termasuk betapa kecilnya pendapatan yang ia peroleh. Dengan ini semua, secara tidak langsung agama telah membiarkan orang untuk tetap pada kondisi materialnya dan menerima secara pasrah apa yang ia terima walaupun ia tengah mengalami penderitaan secara material. Agama mengajak orang untuk berani menanggungnya karena sikap menanggung itu sendiri dipandang sebagai keutamaan.
Marx juga mengatakan agama menjadi semacam ekspresi atas protes terhadap penindasan dan penderitaan real. Marx menulis: "penderitaan agama adalah pada saat yang sama merupakan ekspresi atas penderitaan yang real dan suatu protes terhadap penderitaan yang real. Agama adalah keluh kesah mahluk yang tertindas, hati dari suatu dunia yang tak memiliki hati, sebagaimana juga merupakan jiwa dari suatu keadaan yang tidak memiliki jiwa."
Selain itu, dengan pandangan bahwa agama mampu memberi penghiburan dan membuat orang berpasrah, maka agama justru dapat dimanfaatkan oleh kelas atas. Kelas atas justru dapat semakin mengeksploitasi kelas bawah dengan melihat bahwa agama membuat kelas bawah untuk tetap puas dengan penghasilannya. Terlebih lagi, agama menawarkan suatu kompensasi atas penderitaan hidup sekarang ini pada suatu kehidupan yang akan datang sehingga malah justru membiarkan ketidakadilan berlangsung terus menerus. Dengan demikian, kritik agama berarti menyingkirkan ilusi-ilusi dimana manusia mencari rasa nyaman di situ di tengah siatuasi tertindas yang ia alami. Kritik agama justru akan membuat mereka membuka mata terhadap kenyataan diri mereka, menghadapinya sehingga akan berusaha berhenti  dari segala bentuk ketertindasannya. Mereka (kelas bawah)  tidak lagi mau terbuai dengan ide-ide tentang hidup yang bahagia kelak sesudah mati tetapi akan kemudian berusaha mewujudkannya di dunia ini dengan mengubah masyarakat dan diri mereka sendiri. Dengan kata lain, kritik agama menjadi pembuka kesadaran dari kelas bawah bahwa diri mereka perlu bangkit maju untuk memperbaiki kondisi hidup mereka secara real. Agama perlu ditinggalkan supaya orang dapat merdeka.
 
4. Modal Produksi
         Marx memandang bahwa manusia adalah makhluk yang memperlakukan dirinya sebagai makhluk hidup yang bersifat universal dan memiliki kehendak bebas yang kuat. Konsepsi kerja dalam sistem kapitalisme telah mengubah hakikat manusia yang demikian ini menjadi manusia pekerja tanpa eksistensi antrologisnya. Alienasi pekerja dengan demikian merupakan alienasi alam dari manusia sekaligus alienasi manusia dari dirinya sendiri. Alienasi tenaga kerja menunjukkan hubungan bahwa manusia yang sebenarnya memiliki kesadaran rasional justru menjadikan aktifitas hidupnya hanya semata-mata sebagai alat kehid upan atau produktivitas sistem ekonomi yang berlaku yaitu kapitalisme. Konsekuensinya adalah manusia kemudian saling mengalienasi diri, terjebak dalam paham individualistik yang parah, dan hanya mengembangkan kemampuan akalnya untuk sekedar bertahan hidup dengan berkompetisi satu sama lain tanpa menyadari bahwa sebenarnya mereka memiliki kesadaran kolektif untuk membentuk kehidupan yang lebih manusiawi.
Demikian, semoga bermanfaat.
 
Daftar pustaka:
Sunarto, kamanto. 1993. Pengantar Sosiologi. Jakarta: lembaga penerbit fakultas ekonomi Universitas Indonesia
Ritzer dan Goodman. 2007. Teori sosiologi modern. Jakarta:Kencana
 

Cari Blog Ini