1. The division labour in society
Pada tahun 1893 1964 Durkheim membuat suatu karya yang bernama The
division of labour in society. Yang dikenal sebagai karya sosiologi
klasik pertama. Inti dalam buku tersebut ialah Durkheim melacak suatu
perkembangan modern yang merelasikan individu dengan masyarakat.
Didalam buku tersebut Durkheim sebagai pengarang ingin mengguakan
ilmu sosiologi untuk meneliti sesuatu yang sering dilihat sebagai
krisi moralitas. Karya sosiologi klasik yang di buat pertamanya ini ia
memfokuskan pada analisis komparatif atas faktor pemersatu dalam
masyarakat primitif dengan modern.masyarakat primitif dipersatukan
oleh fakta sosial nonmaterial, khususnya moralitas yang dipegang erat
bersama atau disebut kesadaran kolektif (collective conscience).yang
sangat kuat. sedangkan mayarakat modern kesadaran kolektifnya menurun
sehingga pembagian kerja yang rumit, yang mengikat satu sama lain
dalam ketergantungan.namun pembagian kerja ini membawa "patologi"
dengan kata lain pembagian kerja ini adalah metode yang tidak cocok
untuk menyatukan masyarakat, karena pembagian kerja yang tinggi
bukannya menanndai keruntuhan sosial, tetapi melahirkan moralitas
sosial yang baru.akan tetapi Durkheim berpendapat bahwa" fungsi
ekonomis yang dimainkan oleh pembagian kerja ini menjadi tidak penting
dibandingkan dengan efek moralitas yang dihasilkannya. Maka fungsi
sesungguhnya dari pembagian kerja adalah untuk menciptakan solidaritas
antara dua orang atau lebih."
a. Solidaritas mekanis dan organis
Teori pembagian kerja membagi menjadi dua tipe solidaritas yakni yang
pertama solidaritas mekanis, yaitu masyarakat menjasi satu padu karena
seluruh orang adalah generalis.ikatan ini terjadi karena mereka
terlibat dalam aktivitas yang sama dan memiliki tanggung jawab yang
sama pula. Yang kedua adalah solidaritas organis, yaitu masyarakat
yang bertahan bersama justru karena ada perbedaan, dengan fakta bahwa
semua orang memiliki pekerjaan dan tanggung jawab yang berbada pula.
b. Hukum represif dan restitutif
Di dalam karya pula Durkheim mencoba mengkaji perbedaan antar hukum
dalam masyarakat dengan solidraitas mekanis dan hukum dalam masyarakat
dengan solidaritas organis(cotterrell 1999) Durkheim berpendapat bahwa
masyarakat dengan solidaritas mekanis dibentuk oleh hukum reperesif.
Karena anggota masyarakat jenis ini memiliki kesamaan satu sama lain
dan karena mereka cendaerung sangat percaya pada moralitas bersama,
apapun pelanggaran terhadap sistem nilai bersama todak akan dinilai
pada tiap individu.namun sebaliknya masyarakat solidaritas organis di
bentuk oleh hukum restitutif dimana seorang yang melanggar mesti
melakukan restitusi untuk kejahatan mereka.untuk masyarakat seperti
ini biasanya pelanggaran dilihat sebagai serangan tehadap individu
tertentu atau segmen tertentu dari masyarakat dan bukan dari sistem
moral itu sendiri.
c. Norma dan patologi
Menurut pendapat yang di kemukakan oleh Durkheim yaitu bahwa
kriminalitas adalah suatu yang normal dan memiliki sebuah fungsi yang
bermanfaat.bagi Durkheim, kriminalitas mendorong masyarakat untuk
membuktikan kesadaran kolektif mereka.
d. Keadilan
(Durkheim,1893-1964:387) Maka tugas masyarakat maju adalah menciptakan
keadilan. Kalau tugas masyarakat yang lebih rendah adalah menciptakan
atau mempertahankan semangat hidup bersama sebisa mungkin dimana
individu terserap kedalamnya, maka cita-cita kita dalam masyarakat
modern adalah menciptakan relasi sosial yang seadil-adilnya, dan
memastikan kekuatan-kekuatan yang bermanfaat secara sosial dapat
berkembang secara babas.
2. Elementary form or religiuos life
Durkheim mengemukakan pemikirannya tentang agama melalui penelitian
dalam masyarakat primitif.dikarenakan masyarakat primitif lebih mudah
mengetahui pengetahuan tentang hakikat agam a lain halnya dengan
masyarakat moderen itu lebih sulit dikarenakan banyak macam
pengetahuan tentang agama. Dan Durkheim percaya bahwa masyarakat
adalah sumber agama.
Tetonisme
Karena Durkheim percaya bahwa masyarakat adalah sumber agama, ia
sangat berminat dengan masyarakat Arunta di Australia karena
masyarakat tersebut memiliki sistem tetonisme. Tetonisme sendiri
adalah sistem agama dimana sesuatu apapun dianggap sakral dan menjadi
simbol klan bahkan sesuatu itupun dijadikan tuhannya. Seperti binatang
dan tumbuhan.ia memandang bahwa tetonisme adalah sebagai bentuk agama
yang paling sederhana dan paling primitif dan percaya bahwa tetonisme
adalah bentuk paling sederhana dari organisasi sosial.
Blog tempat mengirimkan berbagai tugas mahasiswa, berbagi informasi dosen, dan saling memberi manfaat. Salam Tantan Hermansah
Minggu, 22 September 2013
RaafaZaahirah_KPI1A_tugas3sosiologi_the division labour in society
1. The division labour in society
Pada tahun 1893 1964 Durkheim membuat suatu karya yang bernama The
division of labour in society. Yang dikenal sebagai karya sosiologi
klasik pertama. Inti dalam buku tersebut ialah Durkheim melacak suatu
perkembangan modern yang merelasikan individu dengan masyarakat.
Didalam buku tersebut Durkheim sebagai pengarang ingin mengguakan
ilmu sosiologi untuk meneliti sesuatu yang sering dilihat sebagai
krisi moralitas. Karya sosiologi klasik yang di buat pertamanya ini ia
memfokuskan pada analisis komparatif atas faktor pemersatu dalam
masyarakat primitif dengan modern.masyarakat primitif dipersatukan
oleh fakta sosial nonmaterial, khususnya moralitas yang dipegang erat
bersama atau disebut kesadaran kolektif (collective conscience).yang
sangat kuat. sedangkan mayarakat modern kesadaran kolektifnya menurun
sehingga pembagian kerja yang rumit, yang mengikat satu sama lain
dalam ketergantungan.namun pembagian kerja ini membawa "patologi"
dengan kata lain pembagian kerja ini adalah metode yang tidak cocok
untuk menyatukan masyarakat, karena pembagian kerja yang tinggi
bukannya menanndai keruntuhan sosial, tetapi melahirkan moralitas
sosial yang baru.akan tetapi Durkheim berpendapat bahwa" fungsi
ekonomis yang dimainkan oleh pembagian kerja ini menjadi tidak penting
dibandingkan dengan efek moralitas yang dihasilkannya. Maka fungsi
sesungguhnya dari pembagian kerja adalah untuk menciptakan solidaritas
antara dua orang atau lebih."
a. Solidaritas mekanis dan organis
Teori pembagian kerja membagi menjadi dua tipe solidaritas yakni yang
pertama solidaritas mekanis, yaitu masyarakat menjasi satu padu karena
seluruh orang adalah generalis.ikatan ini terjadi karena mereka
terlibat dalam aktivitas yang sama dan memiliki tanggung jawab yang
sama pula. Yang kedua adalah solidaritas organis, yaitu masyarakat
yang bertahan bersama justru karena ada perbedaan, dengan fakta bahwa
semua orang memiliki pekerjaan dan tanggung jawab yang berbada pula.
b. Hukum represif dan restitutif
Di dalam karya pula Durkheim mencoba mengkaji perbedaan antar hukum
dalam masyarakat dengan solidraitas mekanis dan hukum dalam masyarakat
dengan solidaritas organis(cotterrell 1999) Durkheim berpendapat bahwa
masyarakat dengan solidaritas mekanis dibentuk oleh hukum reperesif.
Karena anggota masyarakat jenis ini memiliki kesamaan satu sama lain
dan karena mereka cendaerung sangat percaya pada moralitas bersama,
apapun pelanggaran terhadap sistem nilai bersama todak akan dinilai
pada tiap individu.namun sebaliknya masyarakat solidaritas organis di
bentuk oleh hukum restitutif dimana seorang yang melanggar mesti
melakukan restitusi untuk kejahatan mereka.untuk masyarakat seperti
ini biasanya pelanggaran dilihat sebagai serangan tehadap individu
tertentu atau segmen tertentu dari masyarakat dan bukan dari sistem
moral itu sendiri.
c. Norma dan patologi
Menurut pendapat yang di kemukakan oleh Durkheim yaitu bahwa
kriminalitas adalah suatu yang normal dan memiliki sebuah fungsi yang
bermanfaat.bagi Durkheim, kriminalitas mendorong masyarakat untuk
membuktikan kesadaran kolektif mereka.
d. Keadilan
(Durkheim,1893-1964:387) Maka tugas masyarakat maju adalah menciptakan
keadilan. Kalau tugas masyarakat yang lebih rendah adalah menciptakan
atau mempertahankan semangat hidup bersama sebisa mungkin dimana
individu terserap kedalamnya, maka cita-cita kita dalam masyarakat
modern adalah menciptakan relasi sosial yang seadil-adilnya, dan
memastikan kekuatan-kekuatan yang bermanfaat secara sosial dapat
berkembang secara babas.
2. Elementary form or religiuos life
Durkheim mengemukakan pemikirannya tentang agama melalui penelitian
dalam masyarakat primitif.dikarenakan masyarakat primitif lebih mudah
mengetahui pengetahuan tentang hakikat agam a lain halnya dengan
masyarakat moderen itu lebih sulit dikarenakan banyak macam
pengetahuan tentang agama. Dan Durkheim percaya bahwa masyarakat
adalah sumber agama.
Tetonisme
Karena Durkheim percaya bahwa masyarakat adalah sumber agama, ia
sangat berminat dengan masyarakat Arunta di Australia karena
masyarakat tersebut memiliki sistem tetonisme. Tetonisme sendiri
adalah sistem agama dimana sesuatu apapun dianggap sakral dan menjadi
simbol klan bahkan sesuatu itupun dijadikan tuhannya. Seperti binatang
dan tumbuhan.ia memandang bahwa tetonisme adalah sebagai bentuk agama
yang paling sederhana dan paling primitif dan percaya bahwa tetonisme
adalah bentuk paling sederhana dari organisasi sosial.
Pada tahun 1893 1964 Durkheim membuat suatu karya yang bernama The
division of labour in society. Yang dikenal sebagai karya sosiologi
klasik pertama. Inti dalam buku tersebut ialah Durkheim melacak suatu
perkembangan modern yang merelasikan individu dengan masyarakat.
Didalam buku tersebut Durkheim sebagai pengarang ingin mengguakan
ilmu sosiologi untuk meneliti sesuatu yang sering dilihat sebagai
krisi moralitas. Karya sosiologi klasik yang di buat pertamanya ini ia
memfokuskan pada analisis komparatif atas faktor pemersatu dalam
masyarakat primitif dengan modern.masyarakat primitif dipersatukan
oleh fakta sosial nonmaterial, khususnya moralitas yang dipegang erat
bersama atau disebut kesadaran kolektif (collective conscience).yang
sangat kuat. sedangkan mayarakat modern kesadaran kolektifnya menurun
sehingga pembagian kerja yang rumit, yang mengikat satu sama lain
dalam ketergantungan.namun pembagian kerja ini membawa "patologi"
dengan kata lain pembagian kerja ini adalah metode yang tidak cocok
untuk menyatukan masyarakat, karena pembagian kerja yang tinggi
bukannya menanndai keruntuhan sosial, tetapi melahirkan moralitas
sosial yang baru.akan tetapi Durkheim berpendapat bahwa" fungsi
ekonomis yang dimainkan oleh pembagian kerja ini menjadi tidak penting
dibandingkan dengan efek moralitas yang dihasilkannya. Maka fungsi
sesungguhnya dari pembagian kerja adalah untuk menciptakan solidaritas
antara dua orang atau lebih."
a. Solidaritas mekanis dan organis
Teori pembagian kerja membagi menjadi dua tipe solidaritas yakni yang
pertama solidaritas mekanis, yaitu masyarakat menjasi satu padu karena
seluruh orang adalah generalis.ikatan ini terjadi karena mereka
terlibat dalam aktivitas yang sama dan memiliki tanggung jawab yang
sama pula. Yang kedua adalah solidaritas organis, yaitu masyarakat
yang bertahan bersama justru karena ada perbedaan, dengan fakta bahwa
semua orang memiliki pekerjaan dan tanggung jawab yang berbada pula.
b. Hukum represif dan restitutif
Di dalam karya pula Durkheim mencoba mengkaji perbedaan antar hukum
dalam masyarakat dengan solidraitas mekanis dan hukum dalam masyarakat
dengan solidaritas organis(cotterrell 1999) Durkheim berpendapat bahwa
masyarakat dengan solidaritas mekanis dibentuk oleh hukum reperesif.
Karena anggota masyarakat jenis ini memiliki kesamaan satu sama lain
dan karena mereka cendaerung sangat percaya pada moralitas bersama,
apapun pelanggaran terhadap sistem nilai bersama todak akan dinilai
pada tiap individu.namun sebaliknya masyarakat solidaritas organis di
bentuk oleh hukum restitutif dimana seorang yang melanggar mesti
melakukan restitusi untuk kejahatan mereka.untuk masyarakat seperti
ini biasanya pelanggaran dilihat sebagai serangan tehadap individu
tertentu atau segmen tertentu dari masyarakat dan bukan dari sistem
moral itu sendiri.
c. Norma dan patologi
Menurut pendapat yang di kemukakan oleh Durkheim yaitu bahwa
kriminalitas adalah suatu yang normal dan memiliki sebuah fungsi yang
bermanfaat.bagi Durkheim, kriminalitas mendorong masyarakat untuk
membuktikan kesadaran kolektif mereka.
d. Keadilan
(Durkheim,1893-1964:387) Maka tugas masyarakat maju adalah menciptakan
keadilan. Kalau tugas masyarakat yang lebih rendah adalah menciptakan
atau mempertahankan semangat hidup bersama sebisa mungkin dimana
individu terserap kedalamnya, maka cita-cita kita dalam masyarakat
modern adalah menciptakan relasi sosial yang seadil-adilnya, dan
memastikan kekuatan-kekuatan yang bermanfaat secara sosial dapat
berkembang secara babas.
2. Elementary form or religiuos life
Durkheim mengemukakan pemikirannya tentang agama melalui penelitian
dalam masyarakat primitif.dikarenakan masyarakat primitif lebih mudah
mengetahui pengetahuan tentang hakikat agam a lain halnya dengan
masyarakat moderen itu lebih sulit dikarenakan banyak macam
pengetahuan tentang agama. Dan Durkheim percaya bahwa masyarakat
adalah sumber agama.
Tetonisme
Karena Durkheim percaya bahwa masyarakat adalah sumber agama, ia
sangat berminat dengan masyarakat Arunta di Australia karena
masyarakat tersebut memiliki sistem tetonisme. Tetonisme sendiri
adalah sistem agama dimana sesuatu apapun dianggap sakral dan menjadi
simbol klan bahkan sesuatu itupun dijadikan tuhannya. Seperti binatang
dan tumbuhan.ia memandang bahwa tetonisme adalah sebagai bentuk agama
yang paling sederhana dan paling primitif dan percaya bahwa tetonisme
adalah bentuk paling sederhana dari organisasi sosial.
TUGAS 2 DEMOGRAFI
Merangkum BAB 1-3 (Pengantar Ilmu Kependudukan) karangan Said Rusli
Oleh : Iis Sudiyanti (1111054000006) PMI5
BAB 1
Pendahuluan
Demografi adalah study ilmiah terhadap penduduk manusia terutama mengenai jumlah, struktur dan perkembangannya. Batasan format dari demografi telah pula diberika oleh Hauser dan Duncan, yang mengatakan : Demografi adalah suatu studi mengenai jumlah, distribusi territorial, dan komposisi penduduk, perubahan-perubahan yang beryalian dengannya serta komponen-komponen yang menyebabkan perubahan yang bersangkutan yang datat diidentifikasi sebagai mortalitas, natalitas, gerak penduduk teretorial dan mobiltas sosial (perubahan status)
Pemisahan antara studi kependudukan dan analisa demografi umpamanya telah dilakukan oleh Hauser yang menyatakan bahwa
a) Analisa demografi merupakan analisa statistic terhadap jumlah distribusi, dan komposisi penduduk, serta komponen-komponen variasinya dan perubahan, sedangkan
b) Studi kependudukan mempersoalkan hubungan-hubungan variable demografi dan variable dari sistem lain.
Robert Thomas Malthus dan Teori-teori Alamiah
Robert Thomas(1766-1834) terkenal sebagai pelopor Ilmu Kependudukan, sebagai bagian dari rentanan perkembangan demografi yang telah dimulai sejakpertengahan abad ke 17. Inti dari pemikiran Malthus kemudian dikenal dengan Teri Kependudukan Malthus ringkasan dari teori-teori Malthus ada dalam A Sumary View of the Principle of Population yang dipublikasikan tahun1830
Malthus memulai dengan merumuskan dengan dua postulat yaitu :
1. Bahwa pangan dibutuhkan untuk hidup manusia dan
2. Bahwa kebutuhan nafsu sesuil antar jenis kelamin akan tetap sifatnya sepanjang masa.
Atas dasar postulat tersebut Malthus menyatakan bahwa, jika tidak aada pengekangan, kecenderungan pertambahan jumlah manusia akan lebih cepat dan pertambahan subsisten (pangan). Menurut Malthus, pengekangan perkembangan penduduk dapat berupa pengekangan segera dan pengekangan hakiki.adalah pangan, sedangkan pengekangan segera dapat berbentuk pengekangan prefentif dan pengekangan positife. Pengekangan prefentife adalah faktor-faktor yang bekerja mengurangi angka kelahiran. Pengekangan prefentif yang diajukan Malthus adalah pengendalian diri dalam hal nafsu seksuil antar jenis seperti penundaan perkawinan.
Michael Thomas Sadler menyatakan bahwa ada suatu hubungan terbalik antara jumlah penduduk disuatu wilayah dan daya reproduksi mereka. Meningkatnya jumlah penduduk yang bersangkutan. Sedangkan menurut Herbert Spencer semakin maju manusia mengembangkan dirinya semakin banyak energy dirinya dipakai untuk meraih kemajuan itu yang berakibat berkurangnya energy untuk daya reproduksi.
Teori Transisi Demografi dan Aliran-aliran Pemikiran
Pada saat ini teori transisi demografi merupakan teori kependudukan yang dominan meskipun bukan dengan tanpa kritikan-kritikan. Teori ini merupakan salah satu diantara teori-teorikependudukan yang tergolong Social Theories. Kelompok teori kependudukan sosial baranggapan bahwa perubahan penduduk merupakan hasil dari kondisi sosial ekonomi penduduk yang bersangkutan. Teori transisi demografi menyatakan bahwa setiap masyarakat memulai fase dengan fase angka kelahiran-kematiantinggi, kemudian disusul oleh fase menurunnya angka kematian sementara angka kelahran masih tetap tinggi dan fase menurunnya angka kelahiran secara perlahan-lahan sehingga berada pada angka kelahiran dan kematian rendah.
Fase kelahiran dan kematian tinggi sejajar dengan fase perkembangan masyarakat yang tradisional agraris, dicirikan oleh ekonomi berlandaskan pertanian dengan dengan pendapatan rendah. Unsure-unsur industrialisasi atau modernisasi relative belum berpengaruh. Tahap permulaan atau munculnya industrialisasi atau modernisasi suatu masyarakat untuk pertama kali berpengaruh atas angka kematian hingga mengalami penurunan. Turunnya angka kelahiran secara perlahan-lahan dimulai ketika masyarakat yang bersangkutan mengalami industrialisasi atau modernisasi yang cukup menm. Ketika telah menjadi industry atau masyarakat modern (unsure-unsur modernisasi telah berpengaruh secara mendalam) barulah dicapai angka kelahiran dan kematian mendalam.
Kritik-kritik terhadap ilmu demografi antaranya terdapat kenyataan bahwa turunnya angka-angka kematian di berbagai Negara berkembang padat berlangsung lebih cepat dari pada yang dialami Negara-negara industry dimasa lampau.
Dalam arah perkembangan teori kependudukan ini,telah pula muncul suatu aliran pemikran yang agakberbeda yang dielopori oleh Caldwell yang umpamanya dapat dilihat dalam tulisannya Toward Restatement Of Demographic Transition Theory. Type rezim pertama dimana individu-individu tidak memperoleh keuntungan ekonomis dengan membatasi fertilisasi, sedangkan tipe yang kedua merupakan rezim yang sering atau kemungkinan besar memberikan keuntungan ekonomi bagi individu-individu yang membatasi fertilisasi
BAB 2
Beberapa Ukuran Dasar Teknik Analisa Kependudukan
Angka Mutlak dan Relatif
Untuk tujuan tetentu angka-angka mutlak berguna secara langsung, bahkan sangat penting. Namun bagi tujuan-tujuan perbandingan, penggunaan angka-angka mutlak saja tidak sering memadai dan bahkan sering tidak banyak member arti. Contohnya menyatakan jumlah penduduk golongan umur yang sama dari dua penduduk yang cukup banyak jumlahnya, tidak akan memberikan gambaran yang jelas perbandingan struktur umur (susunan penduduk menurut golongan umur) antar penduduk yang bersangkutan.
Jumlah kelahiran yang berbeda dari dua daerah atau dari Negara dengan jumlah penduduk yang berbeda tidak memberikan gambaran yang jelas mengenai perbandingan keadaan kelahiran antar dua daerah atau Negara yang bersangkutan.
Rasio dan Reit
Angka-angka mutlak tersedia dari daftar-daftar statistic yang dipelihara atau dipublikasikan oleh berbagai instansi atau badan yang memuat jumlah orang atau pristiwa-pristiwa demografi. Tabel-tabel statistik hasil sensus penduduk tahun 1971 yang dipublikasikan oleh biro Pusat Statistik, Jakarta, Indonesia antara lain memuat angka-angka mutlak jumlah penduduk menurut umur dan jenis kelamin. Untuk mengetahui jumlah penduduk perempuan Indonesia usia 15-24 tahun misalnya angka-angka absolute dapat dihitung langsung dalam table statistic tersebut. Angka-angka mutlak, seperti telah dikemukakan, untuk tujuan-tujuan tertentutelah memadai. Angka-angka mutlak dapat berguna secara langsung bagi berbagai perencanaan.
Rasio merupakan besaran hasil perbandingan antara dua angka. Rasio adalah ukuran relatif, sehingga tidak merupakan indicator besarnya angka-angka yang diperbandingkan. Ilustrasinya sebagai berikut : Rasio 50 laki-laki terhadap perempuan adalah lebih besar dari rasio 1.000 laki-laki terhadap 1200 perempuan meskipun angka-angka yang diperbandingkan lebih kecil pada kasus pertama dari pada kasus kedua. Tujuan dari pada rasio adalah untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tiap unit angka kedua berapa unitkah pada angka pertama? Dengan demikian angka rasiopun dapat dinyatakan sebagai jumlah unit angka pertama per 100 atau 1000 unit angka kedua. Rasio 50 laki-laki terhadap 40 perempuan dan rasio 1000 laki-laki terhadap 1200 perempuan masing-masing dapat dinyatakan sebagai 125 laki-laki per 100 perempuan dan 83 laki-laki per 100 perempuan. Angka-angka rasio jumlah penduduk laki-laki per 100 penduduk perempuan dalam demografi atau ilmu kependudukan dikenal sebagai rasio jenis kelamin.
Dalam berbagai studi terhadap berbagai pristiwa demografi, pengukuran dengan menggunakan rasio yang tanpa memasukan unsure waktu dipandang kurang memuaskan. Hal ini karena jumlah pristiwa-pristiwa demografi seperti kelahiran dan kematian dan migrasi bergantung pada interfal waktu. Rasio yang dihitung dengan dasar interfal waktu tertentu, biasanya dengan interfal satu tahun disebut sebagai reit. Contohnya reit kelahiran kasar dan reit kematian kasar dihitung dengan cara :
Reit kelahiran kasar = jumlah kelahiran selama setahun / jumlah penduduk tengan tahun dari tahun yang sama X 1000 Ã jumlah kelahiran per 1000 penduduk pertahun
Reit kematian kasar = jumlah kematian setahun / jumlah penduduk tengah tahun dari tahun yang sama X 1000 Ã jumlah kematian per 1000 penduduk pertahun
Distribusi Frekuensi
Distribusi frekuensi, dalam ilu kependudukan distribusu frekuensi merupaka alat untuk menggambarkan profil penduduk menurut karakteristik tertentu. Karakteristik ini umpamanya umur, jenis kelamin, daerah tempat tinggal, lapangan pekerjaan, agama dan kewarganegaraan. Frekuensi dapat berbentuk angka-angka mutlak atau proposisi dan persentase angka-angka relatife
Jika 1200 orang penduduk perempuan diantara 2000 orang penduduk (laki-laki dan perempuan) didesa. Proposisi wanita didesa ini adalah 1200 per 2000 sama dengan 0,60. Dengan demikian proposisi adalah suatu rasio yang menunjukan bagian relative dari angka total. Suatu proposisi dapat dinyatakan dengan rumus-rumus : A per A + B . sedangkan persentase wanita didesa diatas adalah : 100 X 0,60 = 60 Persen. ( 1200 per 2000 X 100 persen). Angka-angka persentase merupakan rasio-rasio khusus yang dihitung dengan dasar bilangan 100.
Teknik Pro-rating
Dalam table-tabel hasil sensus penduduk mengenai jumlah penduduk menurut golongan umur kadang-kadang dijumpai katagori " tak terjawab". Jika jumlah pendudk yang tergolong katagori ini relatif sedikit dibandingkan dengan jumlah penduduk secara keseluruhan. Penerapan teknik Pro-rating diapandang memadai. Melakukan Pro-rating terhadap penduduk katagori itu berarti mendistribusikan mereka kedalam struktur umur penduduk yang ada dari penduduk yang bersangkutan.
Berikut adalah data penduduk DKI Jakarta sebelum dan sesudah Pro-rating
Umur | Sebelum Pro-rating | Sesudah Pro-rating |
0-9 | 698.960 | 701.455 |
10-19 | 530.873 | 532.768 |
20-29 | 428.132 | 429.660 |
30-39 | 299.086 | 300.154 |
40-49 | 154.387 | 154.938 |
50-59 | 72.343 | 72.601 |
60-69 | 38.606 | 28.744 |
| 18.910 | 18.978 |
Jumlah | 2.241.297 | |
Tak Menjawab | 8001 | |
Total | 2.249.298 | 2.249.298 |
Sebagai contoh ambillah penduduk umur 10-19 tahun yang sebelum Pro-rating berjumlah 530.873.Jumlah penduduk golongan umur ini setelah Pro-rating :
530.873 + 530.873 per 2.241.297 X 8.001 = 532.768
Pro-rating biasanya dilakukan untuk masing-masing jenis kelamin. Selain terhadap bagian penduduk yang "tak terjawab" seperti pada table tersebut, pro-rating dapat pula dilakukan penduduk perkiraan tahun-tahun didepan ( biasanya untuk jangka waktu yang singkat) dengan menggunakan struktur umur penduduk sebelumnya. Atau terhadap penduduk total yang tak diketahui struktur umurnya dengan mengasumsikan suatu struktur umur penduduk yang polanya dianggap kurang lebih sama.
Teknik Perhitungan Umur Median
Biasanya umur median dipakai sebagai salah satu petunjuk untuk melihat struktur umur penduduk suatu Negara atau wilayah tertentu dalam suatu Negara, struktur umur penduduk muda akan memperlihatkan umur median rendah, dan sebaliknya struktur umur penduduk tua akan menunjukan umur median tinggi. Semakin mengarah ke struktur umur tua akan semakin tinggi umur median penduduk suatu wilayah. Umur Median adalah umur yang berada pada titik tengah yang membagi penduduk suatu wilayah dalam jumlah yang sama. Meskipun sampai taraf tertentu, yang disebut umur median rendah dan umur median tinggi bersifat relative, suatu katagorisasi yang dapat dipakai adalah engan penggolongan umur median rendah kurang dari 20 tahun, umur median sedang atau Intermediate 20-29 tahun, dan umur median tinggi umur 30 tahun keatas.
Untuk menghitung umur median dengan sendirinya perlu tersedia data penduduk menurut umur. Umur median dapat dihitung masing-masing untuk penduduk laki-laki dan penduduk perempuan disamping untuk penduduk keseluruhan dari suatu wilayah atau Negara. Dari hasil sensus-sensus penduduk dan survey-survei penduduk sekala besar biasanya dapat diperoleh data penduduk golongan umur 5 tahun, dengan menggunakan prinsip interpolasi
Cara-cara Pengukuran Perkembangan Penduduk
Jika suatu daerah memiliki suatu sisem catatan penduduk berjalan dengan baik. Jumlah penduduk pada akgir suatu priode waktu dari daerah yang bersangkutan dapat diperkirakan dengan menggunakan persamaan.
Pt = Po + B – D + I – E
Pt = Jumlah penduduk pada akhir priode 1
Po = Jumlah penduduk pada awal priode 1
B = Jumlah kelahiran yang terjadi dalam priode 1
D = Jumlah kematian yang terjadi dalam priode 1
I = Jumlah imigran atau migrasi masuk
E = Jumlah emigrant atau migrant keluar
Persamaan diatas dikenal dengan persamaan penduduk berimbang. Karena jumlah kelahiran, kematian, migrant/imigran migrasi keluar/ emigrant dapat diketahui dan juga jumlah penduduk untuk setiap saat dapat diketahui
BAB 3
Sejarah Perkembangan Penduduk: Dunia dan Indonesia
Keseimbangan Lama dan Baru
Yang dimasud dengan keseimbangan lama dari perkembangn penduduk adalah, ketika riset kematian dan kelahiran penduduk suatu wilayah masing-masing berada dalam tingkat yang tinggi, sehingga perkembangan jumlah penduduk sangat lambat, bahkan untuk sebagian besar priode, jumlah kelahiran tak banyak berbeda dengan jumlah kematian.
Dan keseimbangan baru berarti keadaan dimana reit kelahiran dan kematian berada pada tingkat yang renda. Sehubungan dengan reit kelahiran dan kematian, PBB mengklasifikasikan penduduk-penduduk dalam tipe-tipe : kelahiran tinggi-kematian tinggi, kelahiran tinggi-kematian cukup tinggi atau sedang menurun, kelahiran tinggi-kematiian rendah, kelahiran sedang menurun-kematian rendah dan, kelahiran rendah-kematian rendah.
Angka-angka Perkembangan Penduduk Dunia Berbagai Priode
Seperti telah dikemukakan, fase perkembangan penduduk dunia yang sangat lambat berjalan untuk jangka waktu yang sangat lama. Bagi hampir keseluruhan priode adanya manusia dibumi, reit perkembangan penduduk tahunan dunia hampir-hampir mendekati nol. Sejak munculnya manusia sehingga masa permulaan sejarah, reit perkembangan penduduk tahunan dunia mungkin hanya sekitar 0,002 persen per tahun atau 20 perjuta per tahun. Suatu reit perkembangan yang memerlukan waktu sekitar 35.000 tahun agar penduduk dunia masa itu menjadi lipat dua.
Fenomena perkembangan penduduk cepat (ledakan penduduk) merupakan fenomena yang muncul pada abad-abad terakhir. Dengan reit perkembangan tahunan seperti pada masa sekarang (sekitar 1,7 pertahun) penduduk dunia akan menjadi dua kali lipat hanya dalam waktu 41 tahun. Perkembangan penduduk dunia yang bermula berjalan lambat hingga "zaman modern" dan kemudian berjalan dengan reit yang makin cepat sepanjang sejarah manusia.
Kemajuan pesat dalam perkembangan jumlah manusia dengan penemuan-penemua besar yaitu penemuan sistem pertanian, mulainya kehidupan perkotaan dan perdagangan, pengendalian kekuatan-kekuatan non manusiawi dan revolusi teknologi.
Jika permulaan tahun masehi penduduk bumi ditaksir hanya sekitar 250juta, dan pada tahun 1650 baru menjadi 500juta, pada tahun 1975 telah mencapai sekitar 4 milyar dan pada tahun 1987 menjadi 5 milyar. Ini berarti sejak permulaan tahun masehi telah menjadi 4 kelipatan dua penduduk dunia
Dikawasan Negara-negara berkembang tidak saja menonjol cirri reit perkembangan penduduk yang cepat, tetapi juga dikawasan ini dijumpai sejumlah Negara-negara raksasa ditinjau dari segi jumlah penduduk.
Sekitar 71 persen penduduk dunia bertempat tinggal di Negara-negara berkembang. Persentase ini diperkirakan akan meningkat menjadi 78 persen pada tahun 2000, pada tahun 1985 jumlah penduduk Cina sekitar 1.042,9 persen dan Pakistan 99,2 juta.
Perkembangan Penduduk Jawa Abad ke-19
Di Indonesia sekalipun untuk jawa informasi atau data demografi pada abad ke 19 yang tersedia sangat terbatas. Bahkan informasi yang sangat dasar seperti angka-angka jumlah penduduk sering merupakan sumber perdebatan.disajikan angka-angka jumlah penduduk jawa antara tahun 1795-1900 dan reit perkembangan tahunan untuk berbagai priode dalam masa itu. Para ahli para umumnya berpendapat bahwa adanya under enumeration pada jumlah awal angka resmi penduduk jawa pada abad 19. Namun angka-angka tersebut seperti angka sensus.
Jika angka 1,5 diterima sebagai penduduk jawa pada tahun 1815 sedangkan pada tahun 1900 pennduduk jawa telah menjadi hampir 28,5 juta berarti reit perkembangan penduduk tahunan sebesar 2,2 persen. Memang jawa merupakan ilustrasi klasik perkembangan penduduk dunia.
Breman berpendapat bahwa angka-angka penduduk jawa pada abad 19 atas dasar angka-angka resmi lebih tinggi dari pada kenyataan yang sesungguhnya walaupun dibandingkan dengan abad-abad sebelumnya dan dengan masyarakat praindustri lainnya, jawa mengalami pertumbuhan penduduk yang sangat cepat.
Penduduk Indonesia di Abad ke-20
Jumlah penduduk jawa diperkirakan sekitar 28,5 juta pada akhir abad ke 19. Sedangkan untuk lain-lain daerah atau pulau-pulau di Indonesia, bagi priode sampai tahun 1905 informasi demografi yang tersedia secara terbatas diragukan kemanfaatannya karena sangat kurang reabilitasnya. Dalam zaman sebelum Indonesia merdeka pengumpulan data jumlah penduduk yang lebih seksama mencangkum semua wilayah Indonesia dilaksanakan untuk pertama kalipada tahun 1920 dan dikenal sebagai sensus penduduk
Jumlah penduduk Indonesia pada waktu itu diperkirakan sebanyak 49,3 juta, dan jawa 35,0. Reit perkembangan jumlah penduduk tahunan jawa anatara 1905-1930 mungkin sekitar 1,76 persen. Sesudaj itu telah berlangsung lima kali pengumpulan data penduduk melalui sensus yaitu satu kali sebelum Indonesia merdeka pada tahun 1930, dan empat kali setelah Indonesia merdeka yaitu pada tahun 1961 1971 1980 dan 1990, data jumlah penduduk dari keempat sumber ini cukup dapat dipercaya.
Pada masa 60 tahun terakhir antara 1930-1990 jumlah penduduk Indonesia hampir menjadi 3 kali lipat. Secara keseluruhan bagi Indonesia, reit perkembangan penduduk yang sebelumnya 1,5 persen pertahun dalam priode 1930-1961, meningkat menjadi 2,1 persen pertahun dalam priode 1961-1971, dan meningkat lagi menjadi 2,3 persen pertahun. Suatu percepatan perkembangan penduduk telah terjadi di Indonesia dalam jangka waktu 5 dekade terakhir hingga tahun 1980.
Namun pada priode 1980-1990 reit perkembangan penduduk Indonesia secara keseluruhan telah menurun menjadi sekitar 2,0 persen pertahun. Reit perkembangan penduduk tahunan yang sedang berlangsung dewasa ini lebih rendah dijawa dibandingkan dengan dikebanyakan pulau-pulau lain diluar jawa. Pulau sumatera yang telah berpenduduk sekitar 50,7 persen dari penduduk wilayah luar jawa pada tahun 1990, masih menunjukan reit perkembangan penduduk yang sangat tinggi yaitu 2,7 persen pertahun pada priode 1980-1990.
NITA LISTIANAH KPI/1C_Tugas 3_The Elementary Forms of Religious Life and The Devision of Labor in Society
EMILE DURKHEIM
TEORI TENTANG AGAMA (THE ELEMENTARY FORMS OF RELIGIOUS LIFE).
Dalam teori ini Durkheim mengulas sifat-sifat, sumber bentuk-bentuk, akibat, dan variasi agama dari sudut pandang sosiologistis. Agama menurut Durkheim merupakan "a unified system of belief and practices relative to sacret things", dan selanjutnya " that is to say, things set apart and forbidden – belief and practices which unite into one single moral community called church all those who adhere to them." Agama menurut Durkheim berasal dari masyarakat itu sendiri. Masyarakat selalu membedakan mengenai hal-hal yang dianggap sacral dan hal-hal yang dianggap profane atau duniawi.
Dasar dari pendapat Durkheim adalah agama merupakan perwujudan dari collective consciouness sekalipun selalu ada perwujudaan-perwujudan lainnya. Tuhan dianggap sebagai simbol dari masyarakat itu sendiri yang sebagai collective consciouness kemudian menjelma ke dalam collective representation. Tuhan itu hanya lah idealisme dari masyarakat itu sendiri yang menganggapnya sebagai makhluk yang paling sempurna (Tuhan adalah personifikasi masyarakat).
Kesimpulannya, agama merupakan lambang collective representation dalam bentuknya yang ideal, agama adalah sarana untuk memperkuat kesadaran kolektif seperti ritus-ritus agama. Orang yang terlibat dalam upacara keagamaan maka kesadaran mereka tentang collective consciouness semakin bertambah kuat. Sesudah upacara keagamaan suasana keagamaaan dibawa dalam kehidupan sehari-hari, kemudian lambat laun collective consciouness tersebut semakin lemah kembali.
Hal yang sama juga terjadi pada konsep "kudus". Konsep "kudus" seperti yang sudah dibicarakan di atas tidak muncul karena sifat-sifat dari obyek yang dikuduskan itu, atau dengan kata lain sifat-sifat daripada obyek tersebut tidak mungkin bisa menimbulkan perasaan kekeramatan masyarakat terhadap obyek itu Definisi agama menurut Durkheim adalah suatu "sistem kepercayaan dan praktek yang telah dipersatukan yang berkaitan dengan hal-hal yang kudusÉ kepercayaan-kepercayaan dan praktek-praktek yang bersatu menjadi suatu komunitas moral yang tunggal." Dari definisi ini ada dua unsur yang penting, yang menjadi syarat sesuatu dapat disebut agama, yaitu "sifat kudus" dari agama dan "praktek-praktek ritual" dari agama. Agama tidak harus melibatkan adanya konsep mengenai suatu mahluk supranatural, tetapi agama tidak dapat melepaskan kedua unsur di atas, karena ia akan menjadi bukan agama lagi, ketika salah satu unsur tersebut terlepas. Di sini dapat kita lihat bahwa sesuatu itu disebut agama bukan dilihat dari substansi isinya tetapi dari bentuknya, yang melibatkan dua ciri tadi. Kita juga akan melihat nanti bahwa menurut Durkheim agama selalu memiliki hubungan dengan masyarakatnya, dan memiliki sifat yang historis.
Sifat kudus yang dimaksud Durkheim dalam kaitannya dengan pembahasan agama bukanlah dalam artian yang teologis, melainkan sosiologis. Sifat kudus itu dapat diartikan bahwa sesuatu yang "kudus" itu "dikelilingi oleh ketentuan-ketentuan tata cara keagamaan dan larangan-larangan, yang memaksakan pemisahan radikal dari yang duniawi." Sifat kudus ini dibayangkan sebagai suatu kesatuan yang berada di atas segala-galanya. Durkheim menyambungkan lahirnya pengkudusan ini dengan perkembangan masyarakat.
Di dalam totemisme, ada tiga obyek yang dianggap kudus, yaitu totem, lambang totem dan para anggota suku itu sendiri. Pada totemisme Australia, benda-benda yang berada di dalam alam semesta dianggap sebagai bagian dari kelompok totem tertentu, sehingga memiliki tempat tertentu di dalam organisasi masyarakat. Karena itu semua benda di dalam totemisme Australia memiliki sifat yang kudus. Pada totemisme Australia ini tidak ada pemisahan yang jelas antara obyek-obyek totem dengan kekuatan kudusnya. Tetapi di Amerika Utara dan Melanesia, kekuatan kudus itu jelas terlihat berbeda dari obyek-obyek totemnya.
Di dalam hal ini agama menurut Durkheim adalah sebuah fakta sosial yang penjelasannya memang harus diterangkan oleh fakta-fakta sosial lainnya.
Hal ini misalnya ditunjukkan oleh penjelasan Durkheim yang menyatakan bahwa konsep-konsep dan kategorisasi hierarkis terhadap konsep-konsep itu merupakan produk sosial. Menurut Durkheim totemisme mengimplikasikan adanya pengklasifikasian terhadap alam yang bersifat hierarkis. Obyek dari klasifikasi seperti "matahari", "burung kakatua", dll., itu memang timbul secara langsung dari pengamatan panca-indera, begitu pula dengan pemasukkan suatu obyek ke dalam bagian klasifikasi tertentu. Tetapi ide mengenai "klasifikasi" itu sendiri tidak merupakan hasil dari pengamatan panca-indera secara langsung. Menurut Durkheim ide tentang "klasifikasi yang hierarkis" muncul sebagai akibat dari adanya pembagian masyarakat menjadi suku-suku dan kelompok-kelompok sendiri. Dengan demikian, walaupun di dalam buku Giddens tidak dijelaskan penjelasan Durkheim secara rinci mengenai asal-usul sosial dari konsep "kekudusan', tetapi dapat kita lihat bahwa kesadaran akan yang kudus itu, beserta pemisahannya dengan dunia sehari-hari, menurut Durkheim dari pengatamannya terhadap totemisme, dilahirkan dari keadaan kolektif yang bergejolak. Upacara-upacara keagamaan, dengan demikian, memiliki suatu fungsi untuk tetap mereproduksi kesadaran ini dalam masyarakat. Di dalam suatu upacara, individu dibawa ke suatu alam yang baginya nampak berbeda dengan dunia sehari-hari. Di dalam totemisme juga, di mana totem pada saat yang sama merupakan lambang dari Tuhan dan masyarakat, maka Durkheim berpendapat bahwa sebenarnya totem itu, yang merupakan obyek kudus, melambangkan kelebihan daripada masyarakat dibandingkan dengan individu-individu.
Agama juga memiliki sifatnya yang historis. Menurut Durkheim totemisme adalah agama yang paling tua yang di kemudian hari menjadi sumber dari bentuk-bentuk agama lainnya. Seperti misalnya konsep kekuatan kekudusan pada totem itu jugalah yang di kemudian hari berkembang menjadi konsep dewa-dewa, dsb. Kemudian perubahan-perubahan sosial di masyarakat juga dapat merubah bentuk-bentuk gagasan di dalam sistem-sistem kepercayaan. Ini terlihat dalam transisi dari masyarakat tradisional ke masyarakat modern, di mana diikuti perubahan dari "agama" ke moralitas rasional individual, yang memiliki ciri-ciri dan memainkan peran yang sama seperti agama.
THE DIVISION OF LABOR IN SOCIETY
The Division of Labor in Society adalah karya monumental dari Durkheim dan merupakan karya sosiologi klasik yang pertama. Di dalamnya Durkheim memanfaatkan ilmu sosiologi untuk meniliti sesuatu yang disebut sebagai krisis moralitas. Selama hidupnya, Durkkheim merasa adanya krisis moralitas di Perancis akibat adanya revolusi Perancis. Revolusi Perancis telah mendorong orang untuk terpusat pada hak-hak individual, yang merupakan reaksi kontra terhadap dominasi gereja. Durkheim melihat bahwa krisis moralitas (individualisme) berakibat pada pembagian kerja yang memaksa individu-individu tertuntut secara ekonomis dan mengancam moralitas sosial, oleh sebab itulah dibutuhkan moralitas sosial yang baru. Pada titik ini, Durkheim memandang bahwa pembagian kerja tersebut dapat berfungsi positif karena pada akhirnya akan membuahkan solidaritas antara dua orang atau lebih.
a. Solidaritas Mekanis dan Organis
Perubahan dalam pembagian kerja memiliki implikasi yang sangat besar bagi struktur masyarakat.durkheim sangat tertarik dengan perubahan cara di mana solidaritas sosial terbentuk, sehingga perubahan cara-cara masyarakat bertahan dan bagaimana anggotanya melihat diri mereka sebagai bagian yang utuh.
Dalam rangka itu, Durkheim mengklasifikasikan solidaritas menjadi dua tipe yakni solidaritas mekanis dan organis. Masyarakat dalam solidaritas mekanis satu dan padu karena seluruh orang adalah generalis. Berdasarkan keserbasamaan moral dan sosial, solidaritas mekanik ini telah diperkuat oleh displin suatu komunitas. Ikatan dalam masyarakat seperti ini terjadi karena mereka terlibat dalam aktivitas yang sama dan memiliki tanggung jawab yang sama. Solidaritas mekanik ini merupakan dasar kohesi sosial, di mana tingkat perorangan sangatlah rendah. Solidaritas mekanis lahir karena adanya kesamaan-kesamaan dalam masyarakat. Masyarakat dalam solidaritas organis didasarkan atas pembagian kerja dalam masyarakat. Solidaritas organis lahir karena adanya perbedaan-perbedaan yang ada dalam masyarakat.
Empat Dimensi Kesadaran Kolektif
Solidaritas | Volume | Kekuatan | Kejelasan | Isi |
Mekanis | Seluruh Masyarakat | Tinggi | Tinggi | Agama |
Organis | Sebagian Kelompok | Rendah | Rndah | Individualisme Moral |
b. Dinamika Penduduk
Pembagian kerja sebagai fakta sosial material diyakini oleh Durkheim mesti dijelaskan oleh fakta sosial yang lainnya. Durkheim meyakini bahwa perubahan solidaritas mekanis menjadi solidaritas organis disebabkan oleh dinamika penduduk. Konsep ini merujuk pada jumlah orang dalam masyarakat dan banyaknya interaksi yang terjadi di antara mereka. Semakin banyak orang berarti makin meningkatnya kompetisi memperebutkan sumber-sumber yang terbatas, sementara makin meningkatnya jumlah interaksi akan berarti makin meningkatnya perjuangan untuk bertahan di antara komponen-komponen masyarakat. Peningkatan pembagian kerja seharusnya menyebabkan orang untuk saling melengkapi, dan bukannya berkonflik satu sama lain. Peningkatan pembagian kerja menawarkan efisiensi yang lebih baik, yang menyebabkan peningkatan sumber daya, menciptakan kompetensi di antaranya secara damai. Masyarakat yang dibentuk oleh solidaritas organis mengarah pada bentuk yang lebih solid dan lebih individual daripada masyarakat yang dibentuk oleh solidaritas mekanis. Di sini, Durkheim memberi muatan positif pada individualitas yang bukannya menghancurkan keeratan ikatan sosial, tetapi malahan dibutuhkan untuk memperkuat ikatan tersebut.
c. Hukum Represif dan Restutif
Fakta sosial material dan fakta sosial nonmaterial sebetulnya saling terkait. Dalam pembahasan sebelumnya, pembagian kerja dan dinamika penduduk adalah fakta sosial material dan solidaritas yang terbentuk di dalamnya adalah fakta sosial nonmaterial. Namun, perhatian Durkheim lebih ditujukan pada fakta sosial nonmaterial, yakni solidaritas tersebut. Untuk mempelajari fakta sosial nonmaterial secara ilmiah, sosiolog harus menguji fakta sosial material yang merefleksikan hakikat dan perubahan fakta sosial nonmaterial. Dalam karya monumentalnya tersebut, Durkheim mencoba untuk menkaji perbedaan antara hukum dalam masyarakat dengan solidaritas mekanis dengan hukum dalam masyarakat dengan solidaritas organis. Hukum represif membentuk masyarakat dengan solidaritas mekanis, karena moralitas kolektif yang ada menjadi standar untuk menghukum. Pada hukum represif ini, pelanggaran terhadap moralitas bersama akan membuat pelanggar dihukum secara berat. Hukum restitutif (bersifat memulihkan) membentuk masyarakat dengan solidaritas organis. Dalam masyarakat seperti ini, pelanggaran dilihat sebagai serangan terhadap individu, bukan terhadap sistim moral kolektif. Pada masyarakat dengan solidaritas ini, sistim moral kolektif bergeser maknanya, bukan dihilangkan. Hukum yang diterapkan didasarkan atas restitusi.
d. Normal dan Patologi
Salah satu hal yang cukup ditekankan dalam gagasan Durkheim dalam bukunya tersebut adalah bahwa seorang sosiolog harus mampu untuk membedakan mana masyarakat sehat dan mana masyarakat yang patologis. Durkheim menyatakan bahwa masyarakat yang sehat bisa diketahui karena sosiolog akan menemukan kondisi yang sama dalam masyarakat lain yang sedang berada pada level yang sama. Jika masyarakat dalam kondisi yang biasanya mesti dimilikinya, maka bisa jadi masyarakat itu sedang mengalami patologi. Durkheim menggunakan ide ini untuk mengeritik beberapa bentuk abnormal yang ada dalam pembagian kerja modern. Ada tiga bentuk perilaku abnormal yakni :
1. Pembagian kerja anomik, yakni tidak adanya regulasi dalam masyarakat yang menghargai individualitas yang terisolasi dan tidak mau memberitahu masyarakat tentang apa yang harus mereka kerjakan. Perilaku ini mengacu pada kondisi sosial di mana manusia mengalami kekurangan pengendalian moral.
2. Pembagian kerja yang dipaksakan, perilaku ini merujuk pada fakta bahwa norma yang ketinggalan zaman dan harapan-harapan bisa memaksa individu, kelompok, dan kelas masuk ke dalam posisi yang tidak sesuai bagi mereka. Tradisi, kekuatan ekonomi atau status bisa menjadi lebh menentukan pekerjaan yang dimiliki, ketimbang bakat dan kualifikasi.
3. Pembagian kerja yang dikoordinasi dengan buruk. Disini Durkheim kembali menyatakan bahwa solidaritas organis berasal dari kesalingbergantungan antarmereka. Jika spesialisasi seseorang tidak lahir dari kesalingbergantungan yang meningkat, melainkan dalam isolasi, maka pembagian kerja tidak akan terjadi di dalam solidaritas sosial.
e. Keadilan
Agar pembagian kerja dapat berfungsi sebagai moral dan secara sosial menjadi kekuatan pemersatu dalam masyarakat modern, maka ketiga perilaku patologi tersebut harus diminimalisir. Keadilan sosial merupakan kunci bagi proses yang dialami masyarakat modern, yang tidak lagi dipersatukan atas dasar persamaan, tetapi atas dasar perbedaan, di mana perbedaan tersebut mengarah pada sikap kesalingbergantungan.
Langganan:
Postingan (Atom)