Selasa, 17 September 2013

Firizky Alfatah KPI 1A_Tugas2_Emile Durkheim

Biografi

             Emile Durkheim adalah tokoh yang sering disebut sebagai eksemplar dari lahirnya teori fungsionalisme. Ia anak seorang rabi Yahudi yang lahir di Epinal, Perancis timur, tahun 1858. Namun Durkheim tidak mengikuti tradisi orang tuanya untuk menjadi rabi. Ia memilih menjadi Katholik, namun kemudian memilih untuk tidak tahu menahu (agnostic) tentang Katholikisme. Ia lebih menaruh perhatian pada masalah moralitas, terutama moralitas kolektif.
               Durkheim terkenal sebagai sosiolog yang brilian dan memiliki latar belakang akademis dalam ilmu sosiologis. Dalam usia 21 tahun ia masuk pendidikan di Ecole Normale Superiure. Dalam waktu singkat ia membaca Renouvier, Neo Kantian yang sangat dipengaruhi pemikiran Saint Simon dan August Comte, dan bahkan melahap karya-karya Comte sendiri. Disertasinya The Division of Labor in Society yang diterbitkan tahun 1893 memaparkan konsep-konsep evolusi sejarah moral atau norma-norma tertib social, serta menempatkan krisis moral yang hebat dalam masyarakat modern. Itu sebabnya, disertasi itu menjadi karya klasik dalam tradisi sosiologi.
             Pada tahun 1898 Durkheim menerbitkan jurnal ilmiah yang berjudul L'annee Sociologique. Jurnal ini sangat berpengaruh dalam perkembangan dan penyebaran sosiologi. Pada tahun 1910 Durkheim mendirikan pusat kajian sisologi di Perancis. Durkheim meninggal pada tanggal 15 November 1917 (umur 59 tahun) di Paru, Perancis.
 

Fakta Sosial

Fakta sosial didefinisikan oleh Durkheim sebagai cara-cara bertindak, berfikir, dan merasa yang ada diluar individu dan yang memiliki daya paksa atas dirinya. Dalam arti lain, yang dimaksudkan adalah pengalaman umum manusia. Pengertian fakta sosial meliputi suatu spectrum gejala-gejala sosial. Yang terdapat bukan saja cara-cara bertindak dan berfikir melainkan juga cara-cara berada, yaitu fakta-fakta sosial morfologis, seperti bentuk permukiman, pola jalan-jalan, pembagian tanah, dan sebagainya.
 Fakta sosial menurut Durkheim terdiri atas dua macam :
a.       Dalam bentuk material. Yaitu barang sesuatu yang dapat disimak, ditangkap, dan diobservasi. Fakta sosial yang berbentuk material ini adalah bagian dari dunia nyata. Contohnya arsitektur dan norma hukum.
b.      Dalam bentuk non material. Yaitu sesuatu yang dianggap nyata. Fakta sosial jenis ini merupakan fenomena yang bersifat inter subjective yang hanya dapat muncul dari dalam kesadaran manusia. Contohnya adalah egoisme, altruisme, dan opini

Karya – Karya Sepeninggalan Emile Durkheim

Rules of Sociological Method (1965)
The Elementary Forms of the Religious Life (1966)

The Division of Labor in Society (1968)
     
Moral Education (1973)
 
L'Annee Sociologique (1896)
        
 

Vivi Aulia Rahmawati KPI1B_Tugas 2_Emile Durkheim

Emile Durkheim

 

 

The Rules of Sociological Method ( 1895 / 1982 )

 

            Durkheim menyatakan bahwa tugas utama sosiologi adalah mengkaji apa yang disebut sebagai Fakta Sosial. Durkheim memberikan dua definisi untuk fakta sosial agar sosiologi bisa dibedakan dari psikologi.

v Pertama, fakta sosial adalah pengalaman sebagai sebuah paksaan eksternal dan bukannya dorongan internal.

v Kedua, fakta sosial umum meliputi seluruh masyarakat dan tidak terikat pada individu partikular apa pun.

            Durkheim menyebut fakta sosial dengan istilah Latin sui generic, yang berarti "unik". Durkheim menggunakan istilah ini untuk menjelaskan bahwa fakta sosial memiliki karakter unik yang tidak bisa direduksi menjadi sebatas kesadaran individual.

            Durkheim sendiri memberikan beberapa contoh tentang fakta sosial, termasuk aturan legal, beban moral, dan kesepakatan sosial. Dia juga memasukkan bahasa sebagai fakta sosial, dan menjadikannya dan menjadikannya sebagai contoh yang paling mudah dipahami.

v Pertama, karena bahasa adalah "sesuatu" yang mesti dipelajari.

v Kedua,  karena bahasa adalah sesuatu yang berada diluar individu.

v Ketiga, karena bahasa memaksa individu.

v Terakhir, perubahan dalam bahasa hanya bisa dipelajari melalui fakta social lain dan tidak bisa hanya dengan keinginan individu saja.

 

Fakta Sosial Material dan Nonmaterial

            Durkheim membedakan dua tipe ranah fakta sosial, yaitu material dan nonmaterial. Fakta sosial material, seperti gaya arsitektur, bentuk teknologi, dab hukum dan perundang-undangan, relatif lebih mudah dipahami karena keduanya bisa diamati secara langsung. Jelas, misalnya, aturan berada diluar individu dan memaksa mereka. Lebih penting lagi, fakta sosial material tersebut sering kali mengekspresikan kekuatan moral yang lebih besar dan kuat yang sama-sama berada diluar individu yang memaksa mereka. Kekuatan moral inilah yang disebut dengan fakta sosial nonmaterial.

            Durkheim mengakui bahwa fakta sosial nonmaterial memiliki batasan tertentu, ia ada dalam pikiran individu. Akan tetapi dia yakin bahwa ketika orang memulai berinteraksi secara sempurna. Maka interaksi itu akan "mematuhi hukumnya senidri".

 

Jenis-jenis Fakta Sosial Nonmaterial

            Jenis fakta sosial non material :

 

v Moralitas

            Perspektif Durkheim tentang moralitas terdiri dari dua aspek. Pertama, Durkheim yakin bahwa moralitas adalah fakta sosial, dengan kata lain, moralitas bisa dipelajari secara empiris, karena ia berada diluar individu, ia memaksa individu, dan bisa dijelaskan dengan fakta-fakta sosial lain.

            Kedua, Durkheim dianggap sebagai sosiologi moralitas karena studinya didorong oleh kepeduliannya pada "kesehatan" moral masyarakat modern.

 

v Kesadaran Kolektif

            Durkheim mendefinisikan kesadaran kolektif sebagai seluruh kepercayaan dan perasaan bersama orang kebanyakan dalam sebuah masyarakat akan membentuk suatu system yang tetap punya kehidupan sendiri, kita boleh menyebutnya dengan kesadaran kolektif atau kesadaran umum, dengan demikian, dia tidak sama dengan kesadaran partikular, kendati hanya bisa disadari lewat kesadaran-kesadaran partkular.

 

v Representasi Kolektif

            Dalam bahasa Prancis kata representation seacara harfiah berarti "gagasan". Sedangkan Durkheim menggunakan istilah ini untuk mengacu konsep kolektif maupun "daya" soal yang memaksa individu. Contoh representasi kolektif adalah simbol agama, mitos, dan legenda populer.

 

v Arus Sosial

            Sebagian besar fakta sosial yang dirujuk Durkheim sering kali diasosiasikan dengan organisasi sosial. Akan tetapi, dia menjelaskan bahwa fakta soail "tidak menghadirkan diri dalam bentuk yang jelas". Durkheim menyebutnya dengan Arus Sosial. Meskipun arus sosial kurang konkret dibanding fakta sosial.  itu dikarenakan fakta sosial tidak bisa direduksi pada individu.

 

 

 

Suicide ( 1897 / 1951 )

 

            Dalam buku suicide. Durkheim beralasan bahwa jika saja ia dapat mengaitkan perilaku individu, semisal bunuh diri, dengan sebab-sebab sosial (fakta sosial), itu berarti dia berhasil membuktikan betapa pentingnya disiplin sosiologi. Namun, Durkheim tidak meneliti mengapa individu A atau B melakukan bunuh diri, justru ia tertarik pada sebab-sebab perbedaan angka bunuh diri di antara kelompok, kawasan, Negara, dan kategori orang yang berlainan (misalnya, menikah atau lajang).

            Durkheim menawarkan dua cara yang saling berhubungan untuk mengevakuasi angka bunuh diri.

 

v Dengan membandingkan suatu tipe masyarakat atau kelompok dengan tipe yang lain.

v Dengan melihat perubahan angka bunuh diri dalam sebuah kelompok dalam suatu rentang waktu.

 

            Durkheim menguji dan menolak serangkaian pendapat alternatif tentang penyebab bunuh diri. Diantaranya adalah Psikopatologi Individu, Alkoholosme, Ras, Keturunan, dan Iklim. Namun yang paling penting adalah metode empirisnya dalam menyaksikan faktor-faktor yang berada diluar dan tidak relevan agar bisa mendapatkan sesuatu yang ia anggap sebagai penyebab utama bunuh diri.

 

Empat Jenis Bunuh Diri

            Teori bunuh diri Durkheim bisa dilihat dari hubungan jenis-jenis bunuh diri dengan dua fakta sosial utamanya, yaitu integrasi dan regulasi.

 

v Integrasi merajuk pada kuat tidaknya keterikatan dengan masyarakat

v Regulasi merajuk pada tingkat paksaan eksternal dirasakan individu

 

            Dua arus sosial tersebut adalah veriabel yang saling berkaitan dan angka bunuh diri meningkat ketika salah satu arus menurun dan yang lain meningkat. Oleh karena itu ada empat jenis bunuh diri yaitu :

 

v Bunuh Diri Egoistis

      Tingginya angka bunuh diri egoistis dapat ditemukan dalam masyarakat atau kelompok dimana individu tidak berinteraksi dengan baik dalam unit sosial yang luas. Lemahnya integrasi ini melahirkan perasaan bahwa individu bukan bagian dari masyarakat dan masyarakat bukan pula bagian dari individu.

 

v Bunuh Diri Altruistis

      Kalau bunuh diri egoistis terjadi ketika integrasi sosial melemah, bunuh diri ini terjadi ketika "integrasi sosial sangat kuat". Secara harfiah dapat dikatakan individu terpaksa melakukan bunuh diri. Bunuh diri ini juga makin banyaj terjadi jika "makin banyak harapan yang tersedia, karena ia bergantung pada keyakinan akan adanya sesuatu yang indah setelah hidup di dunia ini"

 

v Bunuh Diri Anomik

      Terjadi ketika kekuatan regulasi masyarakat terganggu. Gangguan itu mungkin akan membuat individu merasa tidak puas karena melemahnya kontrol terhadap nafsu mereka, yang akan bebas berkeliaran dalam ras yang tidak pernah puas terhadap kesenangan. Angka bunuh  diri anomik bisa meningkat terlepas dari apakah gangguan itu positif (misal, peningkatan ekonomi) atau negatif (misal, penurunan ekonomi). Kedua macam gangguan ini membuat kolektivitas masyarakat tidak mampu melancarkan otoritasnya terhadap individu untuk sementara waktu.

 

v Bunuh Diri Fatalistis

      Bunuh diri ini terjadi dalam situasi dimana regulasi meningkat. Durkheim menggambarkan seseorang yang melakukan bunuh diri ini seperti "seseorang yang masa depannya telah tertutup dan nafsu yang tertahan pleh disiplin yang menindas". Contoh klasik dari bunuh diri ini adalah budak yang menghabisi hidupnya karena putus asa karena regulasi yang menekan setiap tindakannya. Regulasi –tertekan- yang terlalu banyak akan melepaskan arus kesedihan, yang pada gilirannya menyebabkan peningkatan angka bunuh diri fatalistis.

 

      Bagi Durkheim, usaha langsung untuk meyakinkan individu agar tidak melakukan bunuh diri ternyata sia-sia, karena penyebab riilnya justru ada dalam masyarakat. Singkatnya bunuh diri disebabkan oleh kebajikan kita yang cenderung mengorbankan diri untuk komunitas. Harapan untuk maju, kepercayaan dalam diri inidvidu, dan spirit pengorbanan, semuanya dimiliki oleh masyarakat, dan tidak bisa muncul tanpa menciptakan beberapa kasus bunuh diri.

 

 

Sumber: TEORI SOSIOLOGI (Dari Teori Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan             Mutakhir Teori Sosial Postmodern). George Ritzer, Douglas J. Goodman.

Nurdin Araniri_Pengembangan Masyarakat Islam (PMI) III_ Tugas Kedua_Struktur Sosial Perkotaan

Nama                          : Nurdin Araniri

NIM                            : 1112054000010

Jurusan/semseter       : Pengembangan Masarakat Islam / III

1.      Struktur Sosial

Secara umum Pengertian Struktur sosial adalah tatanan sosial dalam kehidupan masyarakat, di dalam struktur sosial  tersebut terkandung hubungan timbal balik antara status dan peranan yang menunjuk pada suatu keteraturan perilaku. Struktur Sosial merupakan bangunan/jaringan sosial yang mencakup hubungan sosial secara teratur pada waktu tertentu yang merupakan keadaan statis dari suatu sistem sosial.

Pengertian struktur sosail menurut para ahli:

v  Emile Durkhiem

Emile Durkheim berpandangan bahwa struktur sosial itu terdiri dari norma-norma dan nilai-nilai dan melalui sosialisasi kita mempelajari defenisi-defenisi normatif ini, hanya melalui proses ini yang membuat anggota-anggota masyarakat menjalankan kehidupan sosial mereka.

Bagi Durkheim walaupun kita mungkin menganggap dapat memilih perilaku tertentu untuk berinteraksi dengan orang lain, dalam realitasnya pilihan sebenarnya sudah disediakan oleh sistem nilai dan sistem norma untuk kita.

Durkheim mengungkapkan bahwa pencapaian kehidupan sosial manusia dan eksistensi keteraturan sosial dalam masyarakat yang disebut Solidaritas Sosial, dimantapkan oleh sosialisasi, yang melalui proses tersebut manusia secara kolektif belajar standar-standar atau aturan-aturan perilaku. Hal ini kemudian disebut oleh Durkheim dengan Fakta Sosial.

v  Talcott Parsont

Menurut Talcott Parsons, struktur sosial adalah keterkaitan antar manusia. Struktur sosial mengatur sistem kepribadiaan, dan kepribadian mengatur organisme.

Asumsi dasar Talcott Parsons adalah Teori Fungsionalisme Struktural, yaitu bahwa masyarakat terintegrasi atas dasar kesepakatan dari para anggotanya akan nilai-nilai kemasyarakatan tertentu yang mempunyai kemampuan mengatasi perbedaan-perbedaan sehingga masyarakat tersebut dipandang sebagai suatu sistem yang secara fungsional terintegrasi dalam suatu keseimbangan. Dengan demikian masyarakat adalah merupakan kumpulan sistem-sistem sosial yang satu sama lain berhubungan dan saling ketergantungan.

Teori Fungsionalisme Struktural yang mempunyai latar belakang kelahiran dengan mengasumsikan adanya kesamaan antara kehidupan organisme biologis dengan struktur sosial dan berpandangan tentang adanya keteraturan dan keseimbangan dalam masyarakat tersebut dikembangkan dan dipopulerkan oleh Talcott Parsons.

v  Niklas Luhmann

Struktur sosial berkembang untuk menjadikan komunikasi yang mustahil (improbable) menjadi lebih mungkin (probable). Misalnya, mengatakan "selamat siang" kepada orang tertentu pada waktu tertentu adalah tidak mungkin, tetapi struktur sosial membuat salam menjadi normatif pada lingkungan tertentu, memberi kita sejumlah cara terbatas yang dapat diterima untuk memberi salam kepada orang-orang, dan memastikan bahwa pihak yang disapa akan memahami ucapan salam dengan cara yang hampir sama dengan yang dimaksudkan oleh si pemberi  salam.

Luhmann berusaha menunjukkan bahwa observasi atas masyarakat tidaklah arbitrer karena "ada kondisi struktural untuk representasi yang masuk akal, dan ada tren historis dalam evolusi semantik yang sangat membatasi luasnya variasi. Teori sosiologi mampu mengenali koneksi-koneksi dari jenis korelasi antara struktur sosial dan semantik" (1997). Studi Luhmann merekonstruksi penggunaan historis dan makna istilah itu dalam kaitannya dengan perubahan struktur sosial, mengambil semantik sebagai sebuah ekspresi dari interpretasi struktur sosial. Jadi, cara yang tepat untuk mengamati masyarakat secara sosiologis adalah investigasi perubahan semantik dalam relasinya dengan struktur sosial yang berubah. Luhmann telah berusaha keras menjelaskan perkembangan, misalnya, semantik moralitas, individualitas, hukum, pengetahuan, puisi, dan cinta. Metode ini adalah bagian dari sosiologi pengetahuan dan dapat dipakai dalam tugas umum pengembangan teori tentang masyarakat.

v  Anthony Giddens

Strukturasi memandang pentingnya praktik sosial baik dalam aksi maupun struktur kehidupan masyarakat. Struk­turasi mengacu pada "suatu cara dimana struktur sosial (social structure) diproduksi, direproduksi, dan diubah di dalam dan melalui praktik". Pengertian strukturasi dikaitkan dengan konsep dualitas struk­tur, dimana struktur-struktur diproduksi dan direproduksi baik oleh tindakan-tindakan manusia maupun melalui me­dium tindakan sosial.

 

2.      Struktur Masyarakat Perkotaan

Masyarakat perkotaan yang mana kita ketahui itu selalu identik dengan sifat yang individual, matrealistis, penuh kemewahan,di kelilingi gedung-gedung yang menjulang tinggi, perkantoran yang mewah, dan pabrik-pabrik yang besar. Asumsi kita tentang kota adalah tempat kesuksesan seseorang.

Masyarakat  perkotaan lebih dipahami sebagai kehidupan komunitas yang memiliki sifat kehidupan dan ciri-ciri kehidupannya berbeda dengan masyarakat pedesaan.

Dalam struktur masyarakat perkotaan yang sering sekali nampak adalah heterogenitas dalam ciri-ciri sosial, psikologis, agama, dan kepercayaan, adat istiadat dan perilakunya. Dengan demikian struktur masyarakat perkotaan sering mengalami interseksi sosial, mobilitas sosial, dan dinamika sosial. Lapisan sosialnya lebih didominasi oleh perbedaan status dan peranan di dalam struktur masyarakatnya. Di dalam struktur masyarakat modern lebih menghargai prestasi daripada keturunan.

DIYA URROHMAN PMI3_TUGAS 2_ STRUKTUR SOSIAL

A. STRUKTUR SOSIAL DALAM PANDANGAN AHLI SOSIOLOGI

1.      EMILE DURKHEIM

Emile Durkheim berpandangan bahwa struktur sosial itu terdiri dari norma-norma dan nilai-nilai dan melalui sosialisasi kita mempelajari defenisi-defenisi normatif ini, hanya melalui proses ini yang membuat anggota-anggota masyarakat menjalankan kehidupan sosial mereka.

Bagi Durkheim walaupun kita mungkin menganggap dapat memilih perilaku tertentu untuk berinteraksi dengan orang lain, dalam realitasnya pilihan sebenarnya sudah disediakan oleh sistem nilai dan sistem norma untuk kita.

Durkheim mengungkapkan bahwa pencapaian kehidupan sosial manusia dan eksistensi keteraturan sosial dalam masyarakat yang disebut Solidaritas Sosial, dimantapkan oleh sosialisasi, yang melalui proses tersebut manusia secara kolektif belajar standar-standar atau aturan-aturan perilaku. Hal ini kemudian disebut oleh Durkheim dengan Fakta Sosial.

Fakta Sosial menurut Durkheim berada eksternal (diluar) dan mengendalikan individu-individu. Meski tidak dapat dilihat, struktur aturan-aturan itu nyata bagi individu yang perilakunya ditentukan oleh fakta sosial tersebut. Ini kemudian membuat Durkheim berpendapat bahwa masyarakat memiliki eksistensinya sendiri.

Fakta sosial menurut Durkheim terdiri atas dua macam :

  1. Dalam bentuk material, yaitu barang sesuatu yang dapat disimak, ditangkap, diobservasi. Fakta sosial yang berbentuk material ini adalah bagian dari dunia nyata (external world), contohnya arsitektur dan norma hukum.
  2. Dalam bentuk non material, yaitu merupakan fenomena yang bersifat inter subjektif yang hanya dapat muncul dari dalam kesadaran manusia, contohnya egoisme, altruisme dan opini.

Secara garis besar fakta sosial terdiri atas dua tipe yakni struktur sosial dan pranata sosial. Sifat dan hubungan dari fakta sosial inilah yang menjadi sasaran penelitian sosiologi menurut paradigma fakta sosial. Secara lebih terperinci fakta sosial itu terdiri atas : kelompok, kesatuan masyarakat tertentu, sistem sosial, posisi, peranan, nilai-nilai keluarga, pemerintah, dsb.

 

2.      TALCOTT PARSON

Struktur Sosial berarti berbicara tentang saling keterkaitan antar institusi, bukan hanya pola hubungan antar individu, selain itu menurut Talcott Pasrson Berpendapat bahwa struktur sosial adalah keterkaitan antarmanusia.

 

3.     ANTHONY GIDDENS

Ada dua pendekatan yang kontras bertentangan, dalam memandang realitas sosial. Pertama, pendekatan yang terlalu menekankan pada dominasi struktur dan kekuatan sosial (seperti, fungsionalisme Parsonian dan strukturalisme, yang cenderung ke obyektivisme). Kedua, pendekatan yang terlalu menekankan pada individu (seperti, tradisi hermeneutik, yang cenderung ke subyektivisme).

Menghadapi dua pendekatan yang kontras berseberangan tersebut, Anthony Giddens tidak memilih salah satu, tetapi merangkum keduanya lewat teori strukturasi. Lewat teori strukturasi, Giddens menyatakan, kehidupan sosial adalah lebih dari sekadar tindakan-tindakan individual. Namun, kehidupan sosial itu juga tidak semata-mata ditentukan oleh kekuatan-kekuatan sosial.

Menurut Giddens, human agency dan struktur sosial berhubungan satu sama lain. Tindakan-tindakan yang berulang-ulang (repetisi) dari agen-agen individual-lah yang mereproduksi struktur tersebut. Tindakan sehari-hari seseorang memperkuat dan mereproduksi seperangkat ekspektasi. Perangkat ekspektasi orang-orang lainlah yang membentuk apa yang oleh sosiolog disebut sebagai "kekuatan sosial" dan "struktur sosial." 

Hal ini berarti, terdapat struktur sosial –seperti, tradisi, institusi, aturan moral—serta cara-cara mapan untuk melakukan sesuatu. Namun, ini juga berarti bahwa semua struktur itu bisa diubah, ketika orang mulai mengabaikan, menggantikan, atau mereproduksinya secara berbeda.

 

 

4.     NIKLAS LUHMAN

Strukutur social sebagai kontingensi, Secara sederhana kontigensi bisa diartikan sebagai suatu ketidakniscayaan. Ketidakniscayaan inilah yang memungkinkan setiap ego menjadi bebas. Setiap ego di dalam sistem sosial bisa menentukan pilihannya sendiri dari sekian banyak pilihan yang tersedia. Akan tetapi, pilihan ego tersebut tidak akan terpenuhi tanpa adanya alter-ego (si yang lain). Alter-ego ini juga bersifat kontigen. Ia bebas menentukan pilihannya dari sekian banyak pilihan.

 

Artinya terdapat dua kontigensi di dalam sistem sosial. Kontigensi si ego sendiri dan kontigensi yang dimiliki oleh si alter-ego (si yang lain). Kontigensi ganda ini menyebabkan ego dan alter-ego untuk menemukan konsensus, dan ini menggiring pada terjadinya proses komunikasi.Pilihan ego akan menjadi input bagi alter-ego dan sebaliknya pilihan alter-ego pun akan menjadi input bagi ego. Karena ego-ego yang ada di dalam sistem memiliki kontigensi di mana kontigensi ini akan menggiring pada instabilitas. Instabilitas inilah yang memungkinkan sistem untuk selalu mengorganisasikan dirinya sendiri (autopoiesis).

B. STRUKTUR MASYARAKAT PERKOTAAN

1.    Segi Demografi

Ekspresi demografi dapat ditemui di kota-kota besar. Kota-kota sebagai pusat perdagangan, pusat pemerintahan dan pusat jasa lainnya menjadi daya tarik bagi penduduk di luar kota. Jenis kelamin dalam hal ini mempunyai arti penting, karena semua kehidupan sosial dipengaruhi oleh proporsi atau perbandingan jenis kelamin. Suatu kenyataan ialah bahwa pada umumnya kota lebih banyak dihuni oleh wanita daripada pria.

Struktur penduduk kota dari segi umur menunjukkan bahwa mereka lebih banyak tergolong dalam umur produktif. Kemungkinan besar adalah bahwa mereka yang berumur lebih dari 65 tahun atau mereka yang sudah pensiun lebih menyukai kehidupan dan suasana yang lebih tenang. Suasana ini terdapat di daerah-daerah pedesaan atau sub urban

2.    Segi Ekonomi

Struktur kota dari segi ini dapat dilihat dari jenis-jenis mata pencaharian penduduk atau warga kota. Sudah jelas bahwa jenis mata pencaharian penduduk kota adalah di bidang non agraris seperti pekerjaan-pekerjaan di bidang perdagangan, kepegawaian, pengangkutan dan di bidang jasa serta lain-lainnya. Dengan demikian struktur dari segi jenis-jenis mata pencaharian akan mengikuti fungsi dari suatu kota.

3.    Segi Segregasi

Segregasi dapat dianalogkan dengan pemisahan yang dapat menimbulkan berbagai kelompok (clusters), sehingga kita sering mendengar adanya: kompleks perumahan pegawai bank, kompleks perumahan tentara, kompleks pertokoan, kompleks pecinan dan seterusnya. Segregasi ini ditimbulkan karena perbedaan suku, perbedaan pekerjaan, perbedaan strata sosial, perbedaan tingkat pendidikan dan masih beberapa sebab-sebab lainnya, Segregasi menurut mata pencaharian dapat dilihat pada adanya kompleks perumahan pegawai, buruh, industriawan, pedagang dan seterusnya, sedangkan menurut perbedaan strata sosial dapat dilihat adanya kompleks golongan berada. Segregasi ini tidak akan menimbulkan masalah apabila ada saling pengertian, toleransi antara fihak-fihak yang bersangkutan.

Segregasi ini dapat disengaja dan dapat pula tidak di sengaja. Disengaja dalam hubungannya dengan perencanaan kota misalnya kompleks bank, pasar dan sebagainya. Segregasi yang tidak disengaja terjadi tanpa perencanaan, tetapi akibat dari masuknya arus penduduk dari luar yang memanfaatkan ruang kota, baik dengan ijin maupun yang tidak dengan ijin dari pemerintahan kota. Dalam hal seperti ini dapat terjadi slums. Biasanya slums ini merupakan daerah yang tidak teratur dan bangunan-bangunan yang ada tidak memenuhi persyaratan bangunan dan kesehatan.

Adanya segregasi juga dapat disebabkan sewa atau harga tanah yang tidak sama. Daerah-daerah dengan harga tanah yang tinggi akan didiami oleh warga kota yang mampu sedangkan daerah dengan tanah yang murah akan didiami oleh swarga kota yang berpenghasilan sedang atau kecil. Apabila ada kompleks yang terdiri dari orang-orang yang sesuku bangsa yang mempunyai kesamaan kultur dan status ekonomi, maka kompleks ini atau clusters semacam ini disebut dengan istilah "natural areas".

 

C. MASALAH PERKOTAAN DALAM PERSPEKTIF ANALISIS STRUKTURAL

Salah satu masalah perkotaan di indonesia yang baru – baru ini tejadi adalah diantaranya masalah remaja. Konflik pada remaja Indonesia merupakan fenomena sosial yang sudah dianggap lumrah oleh beberapa kalangan masyarakat di Indonesia. Bahkan ada pendapat yang menganggap bahwa tawuran merupakan salah satu kegiatan rutin dari pelajar yang menginjak usia remaja. Realita tawuran antar pelajar sering terjadi di kota-kota besar yang seharusnya memiliki masyarakat dengan peradaban yang lebih maju.

Kerugian yang disebabkan oleh tawuran tidak hanya menimpa korban dari tawuran saja, tetapi juga mengakibatkan kerusakan di tempat mereka melakukan aksi tersebut. Akibatnya masyarakat menjadi resah terhadap ulah pelajar remaja. Keresahan tersebut akan menimbulkan rasa tidak percaya terhadap generasi muda yang seharusnya menjadi agen perubahan bangsa.

Menurut seorang sosiolog, Emille Durkheim, tindakan para pelajar dalam tawuran merupakan perilaku menyimpang atau deviance. Faktor penyebab deviance sendiri beraneka ragam sehingga diperlukan analisis dengan perspektif sosiologi konflik untuk menemukan upaya rekonsiliasi yang mampu mengamodasi permasalahan tersebut.

Permasalahan tawuran kini telah meluas lingkupnya hingga ke hal-hal yang sudah tergolong dalam lingkup kriminalitas. Hal ini karena dalam sebuah fenomena sosial pasti terdapat efek beruntun ataupun efek bersamaan. Efek yang ditimbulkan tersebut diantaranya adalah pemerasan, penodongan, pembajakan angkutan umum hingga ke tindakan penculikan. Namun sayangnya, tindakan ini masih dianggap sebagai deviance dalam masyarakat. Hal ini terjadi apabila tingkat penyimpangan yang diasosiasikan terhadap keinginan atau kondisi masyarakat rata-rata telah melanggar batas-batas tertentu yang dapat ditolerir sebagai masalah gangguan keamanan dan kenyamanan masyarakat.

Sosiologi merupakan ilmu yang mempelajari masyarakat termasuk dinamika, dan gejala-gejala yang terjadi di dalamnya yang dapat ditangkap dan dianalisis. Tawuran pelajar sekolah menengah yang terus mengalami perkembangan yang mengarah kepada tindakan kejahatan merupakan sebuah gejala sosiologis yang dapat dipelajari dan ditelusuri sebabnya. Terdapat pendapat yang mengatakan bahwa kejahatan merupakan fenomena yang selalu dihadapi oleh setiap masyarakat. Kejahatan tidak mungkin dihilangkan, tetapi hanya dapat dikurangi intensitas dan kualitasnya.

Sekalipun hanya dikurangi, namun hingga kini belum ada upaya yang serius untuk mengatasi permasalahan tersebut. Akibatnya fenomena tersebut kini mengkristal menjadi hal yang bersifat sistemik. Hal ini disebabkan oleh berbagai macam alasan. Mulai dari kecemburuan sosial, primordialisme berlebihan, bahkan sampai ke pembalasan dendam.

 

 

Putri Dwi P KPI 1-C_Tugas1_Definisi Sosiologi

Definisi  Sosiologi

1.   August Comte ( 1798-1857)

Ø Menurut Comte, ilmu sosiologi harus didasarkan pada pengamatan, perbandingan, eksperimen metode historis secara matematis dan juga harus objektif (fakta).

Ø Sedangkan sosiologi merupakan ilmu sosial dan menempati peringkat teratas.

Sosiologi dipandang sebagai ilmu yang mampu memberikan sumbangan besar bagi tercapainya ketertiban dan kemajuan masyarakat, dengan cara menyumbangkan pemikiran yang mendorong perkembangan sosiologi melalui tiga stadia (tiga jenjang), yaitu :

1)   Jenjang teologi à segala sesuatu yang dijelaskan dengan mengacu kepada hal-hal yang bersifat adikodrati (pertanyaan yang tidak dapat dipecahkan / tidak dapat diamati).

2)   Jenjang metafisika à manusia memahami sesuatu dengan mengacu kepada kekuatan-kekuatan metafisik / hal-hal yang abstrak.

3)   Jenjang positif à manusia mulai mencari dan mengacu kepada deskripsi ilmiah.

 

2.   Emile Durkheim ( 1858-1917)

Durkheim dan rekan-rekannya memperkenalkan pembagian sosiologi berdasarkan pokok bahasannya, diantaranya :

Ø Sosiologi Umum, yang mencakup kepribadian individu dan kelompok manusia.

Ø Sosiologi Agama

Ø Sosiologi Hukum dan Moral, yang mencakup organisasi politik, social, perkwainan dan keluarga

Ø Sosiologi Ekonomi

Durkheim melihat bahwa setiap masyarakat manusia memerlukan solidaritas. Ada dua tipe utama, yakni solidaritas mekanik dan solidaritas organik. Tipe solidaritas yang didasarkan atas kepercayaan dan setia kawan ini diikat oleh apa yang Durkheim namakan conscience collective ( hati nurani kolektif) suatu sistem kepercayaan dan perasaan yang menyebar merata pada semua anggota masyarakat.

 

Menurut Durkheim, Sosiologi adalah fakta-fakta sosial mengenai cara bertindak, berpikir dan merasakan apa yang ada di luar individu dan memiliki daya paksa atas dirinya.

 

3.   Max Weber ( 1864-1920)

Menurut Max Weber, sosiologi sebagai ilmu berusaha memberikan pengertian adalah tentang aksi-aksi sosial.

          Sosiologi ialah ilmu yang berupaya memahami "tindakan sosial", yang dimana tindakan ini dihubungkan dengan tingkah laku orang lain dan diorientasikan kepada apa yang terjadi sesudahnya.

 

4.   Karl Marx ( 1818-1903)

Setiap masyarakat ditandai oleh suatu infrastruktur dan suprastruktur. Infrastruktur dalam masyarakat menurutnya berupa struktur ekonomi. Suprastruktur meliputi ideology, hokum, pemerintahan, keluarga dan agama.

 

Marx berpandangan bahwa sejarah masyarakat manusia merupakan sejarah perjuangan kelas. Menurut Marx, perkembangan pembagian kerja dalam kapitalisme menumbuhkan dua kelas yang berbeda.

o   Kelas Borjuis, merupakan kelompok pemilik modal (kelompok yang menguasai alat-alat produksi).

o   Kelas Proletar, merupakan kelompok pekerja yang bergantung pada kelas borjuis (kelompok yang tidak memiliki alat produksi)

Pemikiran Marx ini dilatarbelakangi dan diilhami oleh perubahan social besar yang melanda Eropa Barat sebagai dampak perkembangan kerja, khususnya yang terkait dengan kapitalisme.

 

PERBANDINGAN DEFINISI ANTAR TOKOH

Definisi sosiologi August Comte dengan Emile Durkheim. Menurut saya, definisi dari kedua tokoh sebanding, karena Comte dan Durkheim berpandang lebih kepada proses suatu interaksi sosial dari masyarakatnya. Yang dimana, proses-proses tersebut membutuhkan tindakan, pikiran dan perasaan hingga terjalin suatu hubungan dalam masyarakat. Saat itulah manusia sedang mengalami hidup kemasyarakatannya dan pengaruh kehidupan manusia saat menjalani ilmu sosial tersebut, yang dinamakan sosiologi.

 

          Definisi sosiologi Max Weber dengan Karl Marx. Weber mengenai perubahan, stratifikasi sosial dan konflik-konflik pada masyarakat. Sedangkan Marx memberikan pengertian mengenai perilaku manusia dan sekaligus menelaah sebab-sebab terjadinya interaksi social.

 

Daftar Pustaka :

Judul Buku :

1.      Pengantar Sosiologi Oleh Dr. Basrawi M.S

2.      Pengantar Sosiologi Oleh Soerjono Soekanto

 

Cari Blog Ini