NIM : 1113051000142
RULES OF SOCIOLOGICAL METHOD (1895)
Dalam buku Rules of Sociological Method (1895) Emile Durkheim menjelaskan definisi mengenai sosiologi. Durkheim menulis: "Fakta sosial adalah setiap cara bertindak, baik tetap maupun tidak, yang bisa menjadi pengaruh atau hambatan eksternal bagi seorang individu." Dalam sudut pandang Durkheim, sosiologi sederhananya adalah 'ilmu dari fakta sosial'.
Fakta sosial yang Durkheim maksud seperti moral, hokum, kepercayaan, adat istiadat, dan kaidah ekonomi. Fakta sosial tersebut mengendalikan dan dapat memaksa individu, karena bilamana individu melanggarnya, ia akan terkena sanksi.
Setidak-tidaknya kita bisa menyatakan ada lima aturan fundamental dalam metode Durkheim, yaitu :
1. Mendefinisikan objek yang dikaji secara objektif.
Disini yang menjadi sasaran adalah sebuah peristiwa sosial yang bisa diamati di luar kesadaran individu. Definisi tidak boleh mengandung prasangka terlepas dari apapun yang kira-kira akan menjadi kesimpulan studi. Contohnya, sebagai mahasiswa jurusan pendidikan, Durkheim berminat pada tujuan yang definitif :
"Pendidikan adalah tindakan yang dilaksanakan oleh generasi-generasi dewasa kepada generasi yang belum dewasa dalam kehidupan sosial. Pendidikan bertujuan untuk membangkitkan dan mengembangkan sejumlah kondisi fisik, intelektual dan moral pada anak seperti yang dituntut masyarakat politik terhadap si anak dalam keseluruhan dan melieu sosial yang diperuntukkannya.
2. Memilih Satu atau Beberapa Kriteria yang Objektif
Durkheim mempelajari berbagai bentuk solidaritas sosial yang berbeda-beda dari sudut hukum. Begitu pula ia berusaha mencari penyebab tindakan bunuh diri dengan mempergunakan angka kematian akibat bunuh diri. Namun masih harus lebih banyak diperhatikan tentang kriteria-kriteria dalam mengajukan analisis tersebut.
3. Menjelaskan Kenormalan Patologi
Ada beberapa situasi yang bersifat kebetulan dan sementara yang bisa mengacaukan keteraturan peristiwa. Jadi kita harus bisa membedakan situasi-situasi normal yang menjadi dasar kesimpulan-kesimpulan teoretis.
4. Menjelaskan masalah Sosial secara "Sosial"
Sebuah peristiwa sosial tidak hanya bisa dijelaskan lewat keinginan individual yang sadar. Namun juga melalui peristiwa atau tindakan sosial sebelumnya. Setiap tindakan kolektif mempunyai satu signifikansi dalam sebuah sistem interaksi dan sejarah. Inilah yang disebut metode fungsionalis.
5. Mempergunakan Metode Komparatif Secara Sistematis
Inilah semua hal yang telah kita singgung di atas. Hanya komparativisme terhadap ruang dan waktu yang memungkinkan hal ini berakhir dengan suatu demonstrasi sosiologis.
SUICIDE (1897)
Sebagai seorang sosiolog, Durkheim menilai bahwa peristiwa bunuh diri tidak terjadi hanya dipicu kondisi mental. Barangkali benar bahwa orang tertentu punya kecenderungan bunuh diri lebih kuat daripada orang lain. Akan tetapi, Durkheim menambahkan: bahwasanya terdapat variabel eksternal yang berpotensi memicu orang bunuh diri. Entah itu berupa tuntutan sosial, perubahan zaman, penyakit mental, ras, keturunan, serta peniruan (imitasi). Hal ini disebutnya sebagai "faktor kosmis" pemicu bunuh diri.
Sebagai seorang sosiolog, Durkheim meletakkan faktor sosial sebagai elemen penting pendorong orang bunuh diri. Oleh karena itu ia menarik kesimpulan: apabila orang melakukan bunuh diri, maka pemicunya takkan jauh dari faktor komunitas dan stabilitas sosial. Setelah membantah teori-teori yang menganggap bunuh diri disebabkan oleh kegilaan, ras, dan hereditas.
Durkheim berpegang pada metode variasi yang terjadi pada waktu yang sama dengan membangun rangkaian-rangkaian mulai dari peristiwa yang harus terseleksi. Durkheim lalu mengembangkan teori sosialisasinya dengan membuat suatu tipologi : Bunuh diri egoistis, Bunuh diri altruistis dan Bunuh diri anomik
§ Bunuh diri egoistis
Dalam hal ini orang melakukan bunuh diri karena ia merasa terpisah dari masyarakat. Orang macam ini menjalani hidupnya cenderung menyendiri, sebab memang dia tidak punya ikatan yang kuat ke masyarakat. Ibaratnya seperti layang-layang putus: dia hidup dengan mengacu cuma dirinya sendiri.
Orang yang cenderung memisahkan diri dari masyarakat ini lebih mengarah untuk bertindak soliter. Akan tetapi sebenarnya, itu mengingkari hakikat manusia sebagai makhluk sosial. Perlahan-lahan ia akan mengalami tekanan batin — hal yang, sebagaimana bisa ditebak, bisa berujung ke bunuh diri. Bunuh diri altruistis
§ Bunuh diri altruistik
Seorang yang melakukan bunuh diri altruistik adalah orang yang bunuh diri untuk kepentingan orang lain atau masyarakat.
§ Bunuh diri anomik
Ketika manusia merasakan kehilangan control dari dalam diria. Maka dalam sekejap rasa aman yang sudah dibangun hancur berantakan. Di sini akan timbul sebuah gejala psikologis yang disebut anomi (rasa gentar di mana orang takut tidak mampu mengatur jalan kehidupannya). Tanpa kemampuan regulasi orang merasa tidak berdaya. Di sinilah kecenderungan untuk bunuh diri itu mengintai.
Sumber : Ritzer, George dan J.Goodman Douglas. 2004 .Teori sosiologi modern. Jakarta:kencana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar