SOSIOLOGI PERKOTAAN
Disusun oleh:
Arif Rahman Hadi (1112054000026)
Dosen :
Tantan Hermansyah M.Si
Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam
Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
BAB I
STRUKTUR SOSIAL DALAM PANDANGAN EMILE DURKHEIM
A. Fakta Sosial Durkheim
1. Pengertian Fakta Sosial
Fakta sosial didefinisikan oleh Durkheim sebagai cara-cara bertindak, berfikir, dan merasa yang ada diluar individu dan yang memiliki daya paksa atas dirinya. Dalam arti lain, yang dimaksudkan adalah pengalaman umum manusia. Pengertian fakta sosial meliputi suatu spectrum gejala-gejala sosial. Yang terdapat bukan saja cara-cara bertindak dan berfikir melainkan juga cara-cara berada, yaitu fakta-fakta sosial morfologis, seperti bentuk permukiman, pola jalan-jalan, pembagian tanah, dan sebagainya.
Fakta sosial menurut Durkheim terdiri atas dua macam :
a. Dalam bentuk material. Yaitu barang sesuatu yang dapat disimak, ditangkap, dan diobservasi. Fakta sosial yang berbentuk material ini adalah bagian dari dunia nyata. Contohnya arsitektur dan norma hukum.
b. Dalam bentuk non material. Yaitu sesuatu yang dianggap nyata. Fakta sosial jenis ini merupakan fenomena yang bersifat inter subjective yang hanya dapat muncul dari dalam kesadaran manusia. Contohnya adalah egoisme, altruisme, dan opini.
2. Karakteristik Fakta Sosial
Bagaimana gejala sosial itu benar-benar dapat dibedakan dari gejala yang benar-benar individual (psikologis) Durkheim mengemukakan dengan tegas tiga karakteristik fakta sosial, yaitu :
a. Gejala sosial bersifat eksternal terhadap individu. Individu sejak awalnya mengkonfrontasikan fakta sosial itu sebagai suatu kenyataan eksternal. Hampir setiap orang sudah mengalami hidup dalam satu situasi sosial yang baru, mungkin sebagai anggota baru dari suatu organisasi
b. Fakta itu memaksa individu. Individu dipaksa, dibimbing, diyakinkan, didorong, atau dengan cara tertentu dipengaruhi oleh pelbagai tipe fakta sosial dalam lingkungan sosialnya. Seperti Durkheim katakan : Tipe perilaku atau berfikir ini mempunyai kekuatan memaksa yang karenanya mereka memaksa individu terlepas dari kemauan individu itu sendiri.
c. Fakta itu bersifat umum atau tersebar secara meluas dalam suatu masyarakat. Dengan kata lain, fakta sosial itu merupakan milik bersama bukan sifat individu perorangan. Sifat umumnya ini bukan sekedar hasil dari penjumlahan beberapa fakta individu. Fakta sosial benar-benar bersifat kolektif
3. Metode Pengamatan Fakta Sosial
Durkheim dalam bukunya yang berjudul "The Rules Of Sosiological Method" memberikan dasar-dasar metodologi dalam sosiologi. Salah satu prinsip dasar yang ditekankan Durkheim adalah bahwa fakta sosial harus dijelaskan dalam hubungannya dengan fakta sosial lainnya. Ini adalah asas pokok yang mutlak. Kemungkinan lain yang besar untuk menjelaskan fakta sosial adalah menghubungkannya dengan gejala individu (seperti kemauan, kesadaran, kepentingan pribadi individu, dan seterusnya) seperti yang dikemukakan oleh ahli ekonomi klasik dan oleh Spencer.
B. Solidaritas Sosial Durkheim
Solidaritas menunjuk pada satu keadaan hubungan antara individu dan atau kelompok yang didasarkan pada perasaan moral dan kepercayaan yang dianut bersama yang diperkuat oleh pengalaman emosional bersama.
Sumber utama bagi analisa Durkheim mengenai tipe-tipe yang berbeda dalam solidaritas dan sumber struktur sosialnya diperoleh dari bukunya "The Devision Of Labour In Society". Tipe/jenis solidaritas yang dijelaskan Durkheim tersebut yaitu:
1. Solidaritas mekanik.
Solidaritas mekanik didasarkan pada suatu kesadaran kolektif bersama, yang
menunjuk pada totalitas kepercayaan dan sentimen bersama yang rata-rata ada
pada warga masyarakat yang sama itu. Indikator yang paling jelas untuk
solidaritas mekanik adalah ruang lingkup dan kerasnya hukum-hukum yang
bersifat menekan itu (repressive). Ciri khas yang penting dari solidaritas mekanik
adalah bahwa silidaritas itu didasarkan pada suatu tingkat homogenitas yang
tinggi dalam kepercayaan, sentimen, dan sebagainya
2. Solidaritas organik.
Solidaritas organik didasarkan pada tingkat saling ketergantungan yang tinggi.
Saling ketergantungan itu bertambah sebagai hasil dari bertambahnya spesialisasi
dalam pembagian pekerjaan
C. Kesadaran Kolektif
Kesadaran kolektif dapat memberikan dasar moral yang tidak bersifat kontraktual yang mendasari hubungan kontraktual. Dalam benak Durkheim, kesadaran kolektif yang mendasar ini diabaikan oleh ahli teori seperti Spencer, yang melihat dasar fundamental dari keteraturan sosial ini dalam hubungan-hubungan yang bersifat kontraktual. Kesadaran kolektif juga ada dalam bentuk yang lebih terbatas dalam pelbagai kelompok khusus dalam masyarakat.
D. Teori Bunuh Diri (Suicide)
Menurut Durkheim peristiwa-peristiwa bunuh diri sebenarnya kenyataan-kenyataan sosial tersendiri yang karena itu dapat dijadikan sara penelitian dengan menghubungkannya dengan derajat integrasi sosial dari suatu kehidupan masyarakat. Untuk membuktikan teorinya, Durkheim memusatkan perhatiannya pada 3 macam kesatuan sosial yang pokok dalam masyarakat, yaitu kesatuan agama, keluarga dan kesatuan politik.
E. Anomi Durkheim
Anomi adalah suatu situasi di mana terjadi suatu keadaan tanpa aturan, di mana 'colective conciousness (kesadaran kelompok)' tidak berfungsi. Suatu situasi di mana aturan-aturan dalam masyarakat tidak berlaku/berfungsi lagi sehingga orang merasa kehilangan arah dalam kehidupan sosialnya. Contohnya krisis yang sering terjadi di dalam perdagangan dan industri
F. Integrasi Masyarakat menurut Durkheim
Didalam karya besarnya yang pertama Durkheim membahas masalah pembagian kerja. Durkheim merumuskan masalahnya : Apakah peningkatan pembagian kerja harus dipandang sebagai kewajiban moral yang tidak boleh dihindari oleh manusia? Ia mencoba merumuskan jawabannya atas dasar suatu analisa obyektif terhadap fakta-fakta. Menurut penglihatannya, fungsi pembagian kerja itu ialah peningkatan solidaritas. Antara kawan-kawan dan didalam keluarga ketidaksamaan menciptakan suatu ikatan : justru karena individu mempunyai kualitas yang berbeda maka terdapatlah ketertiban, keselarasan, dan solidaritas.
BAB II
STRUKTUR SOSIAL DALAM PANDANGAN TALCOTT PERSON
Pembahasan teori fungsionalisme structural Parson diawali dengan empat skema pentingmengenai fungsi untuk semua system tindakan, skema tersebut dikenal dengan sebutan skema AGIL. Sebelumnya kita harus tahu terlebih dahulu apa itu fungsi yang sedang dibicarakan disini,fungsi adalah kumpulan kegiatan yang ditujukan kearah pemenuhan kebutuhan system.Menurut parson ada empat fungsi penting yang mutlak dibutuhkan bagi semua system social,meliputi
a. Adaptasi (A), pencapaian tujuan atau
b. Goal attainment (G),
c. Integrasi (I), dan
d. Latensi (L).
empat fungsi tersebut wajib dimiliki oleh semua system agar tetap bertahan ( survive), penjelasannya sebagai berikut:Adaptation : fungsi yang amat penting disini system harus dapat beradaptasi dengan caramenanggulangi situasi eksternal yang gawat, dan system harus bisa menyesuaikan diri denganlingkungan juga dapat menyesuaikan lingkungan untuk kebutuhannnya.Goal attainment ; pencapainan tujuan sangat penting, dimana system harus bisa mendifinisikandan mencapai tujuan utamanya.Integrastion : artinya sebuah system harus mampu mengatur dan menjaga antar hubungan bagian-bagian yang menjadi komponennya, selain itu mengatur dan mengelola ketiga fungsi(AGL).Latency :laten berarti system harus mampu berfungsi sebagai pemelihara pola, sebuah systemharus memelihara dan memperbaiki motivasi pola-pola individu dan cultural .Lalu bagaimanakah Parson menggunakan empat skema diatas, mari kita pelajari bersama.Pertama adaptasi dilaksanakan oleh organisme prilaku dengan cara melaksanakan fungsi adaptasidengan cara menyesuaikan diri dan mengubah lingkungan eksternal. Sedangkan fungsi pencapaian tujuan atau Goal attainment difungsikan oleh system kepribadian dengan menetapkantujuan system dan memolbilisai sumber daya untuk mencapainya. Fungsi integrasi di lakukanoleh system social, dan laten difungsikan system cultural. Bagaimana system cultural bekerja?Jawabannhya adalah dengan menyediakan actor seperangkat norma dan nilai yang memotivasiactor untuk bertindak.Tingkat integrasi terjadi dengan dua cara, pertama : masing-masing tingkat yang p[aling bawahmenyediakan kebutuhan kondisi maupun kekuatan yang dibutuhkan untuk tingkat atas.Sredangkan tingkat yang diatasnya berfungsi mengawasi dan mengendalikan tingkat yang adadibawahnya.Parson memberikan jawaban atas masalah yang ada pada fungsionalisme structural denganmenjelaskan beberapa asumsi sebagai berikut :
1. system mempunyai property keteraturan dan bagian-bagian yang saling tergantung.
2. system cenderung bergerak kea rah mempertahankan keteraturan diri atau keseimbangan.
3. system bergerak statis, artinya ia akan bergerak pada proses perubahan yang teratur.
4. sifat dasar bagian suatu system akan mempengaruhi begian-bagian lainnya.
5. system akam memelihara batas-batas dengan lingkungannya.
6. alokasi dan integrasi merupakan ddua hal penting yang dibutuhkan untuk memeliharakeseimbangan system.
7. system cenderung menuju kerah pemeliharaan keseimbangan diri yang meliputi pemeliharaan batas dan pemeliharaan hubungan antara bagian-baguan dengan
BAB III
STRUKTUR SOSIAL DALAM PANDANGAN NIKLAS LUHMANN
Teori sistem sosial Talcott Parsons adalah suatu teori yang menyatakan bahwa tatanan sosial bukanlah sebuah tatanan yang koersif dan juga bukan produk transaksi para aktor strategis yang egosentris tapi merupakan hasil konsensus nilai-nilai yang melibatkan tiga komponen sekaligus yakni masyarakat, kebudayaan dan kepribadian
Menurut Parsons kebudayaan adalah norma dominan yang menjadi struktur utama tindakan-tindakan sosial. Struktur memungkinkan bertahannya bangunan sosial dengan fungsi-fungsi yang terdiferensiasi di dalamnya (Hardiman, 2008). Sistem sosial Parsons mengandaikan sistem sosial akan ambruk apabila fungsi-fungsi yang terdiferensiasi dalam struktur sosial terganggu. Artinya apabila sistem sosial ingin terus bertahan, maka fungsi-fungsi tersebut harus tetap.
Teori Sistem Parsons tidak bisa menjawab masalah konflik dan perubahan sosial. Apabila mengikuti alur pemikiran Parsons, sistem sosial akan hancur apabila terjadi konflik atau perubahan di dalam masyarakat. Kehancuran ini diakibatkan terganggunya fungsi-fungsi yang ada di dalam struktur sosial. Padahal pada kenyataannya meskipun terjadi konflik sistem sosial tetap hadir. Baik dalam bentuknya yang lama ataupun dalam bentuknya yang baru dan dari sinilah kemudian Teori Sistem Luhmann berawal.
Teori Sistem Luhmann mencoba menjelaskan bahwa sistem sosial akan tetap hadir meskipun terjadi perubahan di dalamnya. Luhmann menyatakan bahwa sistem sosial bersifat autopoiesis yang berarti bahwa sistem tersebut dapat mencukupi dirinya sendiri. Artinya, ketika terjadi konflik dan atau perubahan dalam sistem sosial yang menyebabkan terganggunya fungsi-fungsi, sistem sosial akan menciptakan dan atau menggantikan fungsi-fungsi tersebut dengan sendirinya. Oleh sebab itulah maka sistem sosial tidak akan menjadi ambruk. Karena apabila ada suatu fungsi yang terganggu maka akan segera digantikan dengan fungsi yang baru dengan sendirinya dari dalam sistem itu sendiri.
A. Pokok-pokok Teori Sistem Luhmann
Seperti yang telah dijelaskan pada bagian pengantar, teori sistem Luhmann didasari oleh teori sistem sosial yang dibangun oleh Talcott Parsons. Meskipun begitu bukan berarti teori sistem Luhmann membebek pada teori sistem Parsons. Teori sistem Luhmann memiliki pola pemikirannya sendiri.
1. Autopoiesis
Autopoiesis adalah satu ciri khas dari teori sistem Luhmann. Luhmann membangun Autopoiesis mengadopsi dari Maturana dan Varela para ahli dalam bidang biologi. Autopoiesis berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua suku kata yaitu Auto yang berarti sendiri dan Poiein yang berarti membuat.
2. Kontigensi
Sistem menciptakan dirinya sendiri dengan cara mendiferensiasikan diri dari lingkungannya melalui reduksi komplesitas. Sistem bersifat autopoiesis dan autopoiesis ini dimungkinkan karena adanya kontigensi.
BAB IV
STRUKTUR SOSIAL DALAM PANDANGAN ANTHONY GIDDENS
Teori strukturasi merupakan teori yang menepis dualism (pertentangan) dan mencoba mencari likage atau pertautan setelah terjadi pertentangan tajam antara struktur fungsional dengan konstruksionismefenomenologis. Giddens tidak puas dengan teori pandangan yang dikemukakan oleh struktural-fungsional, yang menurutnya terjebak pada pandangan naturalistik. Pandangan naturalistik mereduksi aktor dalam stuktur, kemudian sejarah dipandang secara mekanis, dan bukan suatu produk kontengensi dari aktivitas agen. Tetapi Giddens juga tidak sependapat dengan konstruksionisme-fenomenologis, yang baginya disebut sebagai berakhir pada imperalisme subjek. Oleh karenanya ia ingin mengakiri klaim-klaim keduanya dengan cara mempertemukan kedua aliran tersebut.
Giddens menyelesaikan debat antara dua teori yang menyatakan atau berpegang bahwa tindakan manusia disebabkan oleh dorongan eksternal dengan mereka yang menganjurkan tentang tujuan dari tindakan manusia Menurut Giddens, struktur bukan bersifat eksternal bagi individu-individu melainkan dalam pengertian tertentu lebih bersifat internal. Terkait dengan aspek internal ini Giddens menyandarkan pemaparannya pada diri seorang subjek yang memiliki sifatnya yang otonom serta memiliki andil untuk mengontrol struktur itu sendiri.
Ada dua pendekatan yang kontras bertentangan, dalam memandang realitas sosial. Pertama, pendekatan yang terlalu menekankan pada dominasi struktur dan kekuatan sosial (seperti, fungsionalisme Parsonian dan strukturalisme, yang cenderung ke obyektivisme). Kedua, pendekatan yang terlalu menekankan pada individu (seperti, tradisi hermeneutik, yang cenderung ke subyektivisme).
Menghadapi dua pendekatan yang kontras berseberangan tersebut, Anthony Giddens tidak memilih salah satu, tetapi merangkum keduanya lewat teori strukturasi. Lewat teori strukturasi, Giddens menyatakan, kehidupan sosial adalah lebih dari sekadar tindakan-tindakan individual. Namun, kehidupan sosial itu juga tidak semata-mata ditentukan oleh kekuatan-kekuatan sosial.
Menurut Giddens, human agency dan struktur sosial berhubungan satu sama lain. Tindakan-tindakan yang berulang-ulang (repetisi) dari agen-agen individual-lah yang mereproduksi struktur tersebut. Tindakan sehari-hari seseorang memperkuat dan mereproduksi seperangkat ekspektasi. Perangkat ekspektasi orang-orang lainlah yang membentuk apa yang oleh sosiolog disebut sebagai "kekuatan sosial" dan "struktur sosial."
Hal ini berarti, terdapat struktur sosial –seperti, tradisi, institusi, aturan moral—serta cara-cara mapan untuk melakukan sesuatu. Namun, ini juga berarti bahwa semua struktur itu bisa diubah, ketika orang mulai mengabaikan, menggantikan, atau mereproduksinya secara berbeda.
A. Dualitas Struktur dan Agency
Dalam pandangan Giddens, terdapat sifat dualitas pada struktur. Yakni, struktur sebagai medium, dan sekaligus sebagai hasil (outcome) dari tindakan-tindakan agen yang diorganisasikan secara berulang (recursively). Maka properti-properti struktural dari suatu sistem sosial sebenarnya tidak berada di luar tindakan, namun sangat terkait dalam produksi dan reproduksi tindakan-tindakan tersebut.
Struktur dan agency (dengan tindakan-tindakannya) tidak bisa dipahami secara terpisah. Pada tingkatan dasar, misalnya, orang menciptakan masyarakat, namun pada saat yang sama orang juga dikungkung dan dibatasi (constrained) oleh masyarakat.
Struktur diciptakan, dipertahankan, dan diubah melalui tindakan-tindakan agen. Sedangkan tindakan-tindakan itu sendiri diberi bentuk yang bermakna (meaningful form) hanya melalui kerangka struktur. Jalur kausalitas ini berlangsung ke dua arah timbal-balik, sehingga tidak memungkinkan bagi kita untuk menentukan apa yang mengubah apa. Struktur dengan demikian memiliki sifat membatasi (constraining) sekaligus membuka kemungkinan (enabling) bagi tindakan agen.
B. Kesadaran Diskursif, Kesadaran Praktis, dan Motif/Kognisi Tak sadar
Dalam teori strukturasi, si agen atau aktor memiliki tiga tingkatan kesadaran:
1. Kesadaran diskursif (discursive consciousness). Yaitu, apa yang mampu dikatakan atau diberi ekspresi verbal oleh para aktor, tentang kondisi-kondisi sosial, khususnya tentang kondisi-kondisi dari tindakannya sendiri. Kesadaran diskursif adalah suatu kemawasdirian (awareness) yang memiliki bentuk diskursif.
2. Kesadaran praktis (practical consciousness). Yaitu, apa yang aktor ketahui (percayai) tentang kondisi-kondisi sosial, khususnya kondisi-kondisi dari tindakannya sendiri. Namun hal itu tidak bisa diekspresikan si aktor secara diskursif. Bedanya dengan kasus ketidaksadaran (unsconscious) adalah, tidak ada tabir represi yang menutupi kesadaran praktis.
3. Motif atau kognisi tak sadar (unconscious motives/cognition). Motif lebih merujuk ke potensial bagi tindakan, ketimbang cara (mode) tindakan itu dilakukan oleh si agen. Motif hanya memiliki kaitan langsung dengan tindakan dalam situasi yang tidak biasa, yang menyimpang dari rutinitas. Sebagian besar dari tindakan-tindakan agen sehari-hari tidaklah secara langsung dilandaskan pada motivasi tertentu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar