Teori sosiologi menurut Emile Durkheim (1858-1917)
Durkheim mengembangkan konsep tersendiri tentang pokok bahasan sosiologi, dan selanjutnya mengujinya dengan studi empiris. Dalam buku The Rules of Sociological Method (1895/1982), Durkheim menyatakan bahwa tugas utama sosiologi adalah mengkaji apa yang disebut sebagai fakta sosial. Fakta sosial adalah seluruh cara bertindak, baku maupun tidak, yang dapat berlaku pada diri individu sebagai sebuah paksaan eksternal; atau bisa juga dikatakan bahwa fakta sosial adalah seluruh cara bertindak yang umum dipakai suatu masyarakat, dan pada saat yang sama keberadaannya terlepas dari manifestasi individual. Durkheim berpendapat bahwa fakta sosial tidak bisa direduksi kepada individu, namun mesti dipelajari sebagai realitas seluruh masyarakat,
Fakta Sosial Material dan Nonmaterial
Durkheim membedakan dua tipe ranah fakta sosial material dan nonmaterial. Fakta sosial material, seperti gaya arsitektur, bentuk teknologi dan hukum dan perundang-undagan, relatif mudah dipahami karena keduanya bisa diamati secara langsung. Jelas, misalnya, aturan berada di luar individu dan memaksa mereka. Lebih penting lagi, fakta sosial material sering kali mengekspresikan kekuatan moral yang lebih besar dan kuat yang sama-sama berada diluar individu dan memaksa mereka. Kekuatan moral inilah yang disebut dengan fakta sosial nonmaterial. Durkheim mengakui bahwa fakta sosial nonmaterial memiliki batasan tertentu, ia ada dalam pikiran individu. Akan tetapi dia yakin bahwa ketika orang memulai berinteraksi secara sempurna, maka interaksi itu akan "mematuhi hukumnya sendiri" (Durkheim, [1912] 1965: 471).
Jenis-jenis Fakta Sosial Nonmaterial
a. Moralitas
Perspektif Durkheim tentang moralitas terdiri dari dua aspek. Pertama, Durkheim yakin bahwa moralitas adalah fakta sosial. Artinya, moralitas bukanlah sesuatu yang bisa dipikirkan secara filosofis. Kedua, Durkheim dianggap sebagai sosiolog moralitas karena studinya didorong oleh kepeduliannya pada "kesehatan" moral masyarakat modern.
Masyarakat tidak mungkin tidak bermoral, namun pasti ia bisa kehilangan kekuatan moral jika kepentingan kolektif masyarakat hanya terdiri dari kepentingan-kepentingan individu belaka
b. Kesadaran Kolektif
Durkheim mencoba mewujudkan perhatiannya pada moralitas dengan berbagai macam cara dan konsep. Usaha awalnya untuk menangani persoalan ini adalah dengan mengembangkan ide tentang kesadaran kolektif . Durkheim mengidentifikasikan kesadaran kolektif sebagai berikut:
Seluruh kepercayaan dan perasaan bersama orang kebanyakan dalam sebuah masyarakat akan membentuk suatu system yang tetap yang punya kehidupan sendiri; kita boleh menyebutnya dengan kesadaran kolektif atau kesadaran umum… Dengan demikian, dia tidak sama dengan kesadaran partikular, kendati hanya bias disadari lewat kesadaran-kesadaran particular.
c. Representasi Kolektif
Sesuatu yang luas dan gagasan yang tidak memiliki bentuk yang tetap, oleh karena itu tidak mungkin dipelajari secara langsung, akan tetapi mesti didekati melalui relasi fakta social material. (Berikut ini, sebagai contoh, kita akan melihat Durkheim menggunakan system hukum untuk mengilustrasikan kesadaran kolektif)
d. Arus Sosial
Durkheim sering kali diasosiasikan dengan organisasi sosial. Akan tetapi, dia menjelaskan bahwa fakta sosial "tidak menghadirkan diri dalam bentuk yang jelas"
Fakta-fakta sosial nonmaterial dan pinggiran bias mempengaruhi institusi yang paling kuat sekalipun.
Dengan demikian perasaan mereka ditegaskan, diperkuat, dan memperoleh makna sosial dan politis baru.
e. Pikiran Kelompok
Konsep arus sosial memang menyodori kita beberapa persoalan. Yang paling menyulitkan adalah ide tentang olah mereka berada dalam ruang hampa sosial.
Arus sosial bias diliat sebagai serangkaian makna yang disepakati dan dimiliki bersama oleh seluruh anggota kelompok. Arus sosial juga tidak bias di jelaskan secara intersubjektif, yaitu, berdasarkan interaksi antarinividu.
Akibatnya tingkah laku pun berbeda beda, termasuk tindakan yang akan kita bahas nanti, yakni bunuh diri, sebuah tindakan yang akan kelihatannya sangat individualistis.
Bunuh Diri
Telah dijelaskan bahwa studi Durkheim tentang bunuh diri adalah contoh paradigmatic dari bagaimana seharusnya sosiologi menghubungkan teori dan penelitian (merton, 1998)
Durkheim memilih studi bunuh diri karena persoalan ini relative merupakan fenomena konkret dan spesifik di mana tersedia data yang bagus secara kompratif.
Durkheim menawarkan dua cara yang saling berhubungan untuk mengevaluasi angka bunuh diri. Cara pertama adalah dengan membandingkan suatu tipe masyarakat atau kelompok dengan tipe yang lain. Cara kedua yaitu melihat perubahan angka bunuh diri dalam sebuah kelompok dalam suatu rentang waktu.
Empat Jenis Bunuh Diri
Teori bunuh diri Durkheim bias dilihat lebih jelas jika kita mencermati hubungan jenis-jenis bunuh diri dengan dua fakta sosial utamanya –integerasi dan regulasi (Pope, 1976).
1. Bunuh Diri Egoistis
Tingginya angka bunuh diri egoistis dapat ditemukan dalam masyarakat atau kelompok dimana individu tidak berinteraksi dengan baik dalam unit sosial yang luas.
Lemahnya integerasi sosial melahirkan arus sosial yang khas, dan arus tersebut melahirkan perbedaan angka bunuh diri.
2. Bunuh Diri Altruistis
Tipe bunuh diri kedua dibahas Durkheim adalah bunuh diri altruistis. Kalau bunuh diri egoistis terjadi ketika integrasi sosial melemah, bunuh diri altruistis terjadi ketika "integrasi sosial sangat kuat"
Salah satu contoh bunuh diri altruistis adalah bunuh diri massal dari pengikut pendeta jim jones di Jonestown, Guyana, pada tahun 1978.
3. Bunuh Diri Anomik
Terjadi karena kekuatan regualasi masyarakat terganggu, gangguan itu mungkin akan mambuat individu merasa tidak puas karena lemahnya control terhadap nafsu mereka yang akan bebas berkeliaran dalam ras yang tidak pernah puas terhadap kesenangan
4. Bunuh Diri Fatalistis
Persoalan yang tidak terlalu banyak dibahas Durkheim adalah tipe bunuh diri yang keempat . dia hanya membahasnya dalam satu catatan kaki dalam suicide, kalau bunuh diri anomik terjadi karena ketika regulasi melemah, maka bunuh diri fantastis terjadi ketika regulasi meningkat.
Contohnya, budak yang menghabisi hidupnya karena putus asa karena regulasi yang menekan setiap tindakannya.
Sumber : Teori Sosiologi (George Ritzer, Douglas J. Goodman)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar