Selasa, 17 September 2013

InamulHasanKPI1C_Tugas2_Emil Durkheim

Emile Durkheim
 
v Suicide
Karya berjudul Le Suicide ini pada saat disusun merupakan suatu inovasi intelektual yang sudah tidak perlu diperdebatkan lagi. Metode statistic yang dipergunakan tetap masih menjadi contoh, meski sejak saat itu permasalahan tentang validitas sumber-sumber dan ketidaksempurnaan atau kelalaian yang bias diketahui dalam pembahasanya sangat sering diangkat.
 
Namun demikian mereka yang tidak mau mendukung sosiologi aliran Durkheim mengeluhkan masalah determinisme dimana masyarakat bertindak terhadap individu diluar pengeteahuan orang terakhir ini. beberapa kali sang penulis Le suicide ini berbicara tentang"penyebab suicidogenes" atau "aliran suicidogenes" yang beredar dalam masyarakat. Apakah perspektif ini sesuai dengan pemikiran tentang penjelasan bunuh diri secara "psikologis" yang memperhitungkan suatu kausalitas psikis? Sebenarnya sudah merupakan hal umum jika orang mengkritik visi eksplikatif Durkheim yang mengingatkan kita pada determinasi social dan penjelasan komprehensif (yang dekat dengan tesis-tesis M. Weber) yg hanya memperhitungkan kesadaran individu yg bersifat mobil.
 
1.       BUNUH DIRI EGOISTIS  
 
      Sebuah studi kompratif yang teliti terhadap angka bunuh diri menurut agama yang dianut oleh pelakunya di berbagai Negara Eropa (Jerman, Inggris, Denmark, Perancis, Italia dsb…) memberi hasil berikut ini: ternyata lebih banyak penganut protestan yang bunuh diri ketimbang penganut khatolik, dan kaum yahudi paling sedikit melakukan bunuh diri. "Superioritas Protestanisme dari sudut pandang bunuh diri disebabkan karena integritas gereja kristen protestan lebih lemah dibandingkan gereja khatolik." Sedangkan sesudah meneliti tingkat pendidikan ia meyimpulkan bahwa "jika dalam lingkungan yg berpendidikan berkecenderungan melakukan bunuh diri itu lebih parah, maka tingkat keparahan itu sangat tekait dengan (…) melemahnya kepercayaan-kepercayaan tradisional dan karena situasi individualisme yg diakibatkan karenanya"
      Tingginya angka bunuh diri egoistis dapat ditemukan dalam masyarakat atau kelompok dimana individu tidak berinteraksi dengan baik dalam unit sosial yang luas. Lemahnya integrasi ini melahirkan perasaan bahwa individu bukan bagian dari masyarakat dan masyarakat bukan pula bagian dari individu. Durkheim percaya bahwa bagian paling baik dari manusia yaitu moralitas nilai, dan tujuan kita berasal dari masyarakat. Sebuah masyarakat yang padu akan membri kita semua ini, dan dukungan moral umum bagi kita agar kuat melalui keterpurukan dan kekecewaan kecil sehari-hari. Tanpa ini, besar kemungkinan kita akan bunuh diri ketika mengalami frustasi yang paling kecil sekalipun.
 
 
 
2.      BUNUH DIRI ALTRUISTIS
 
Kalau tadi kita membahas bunuh diri egoitis terjadi ketika integrasi sosial melemah, bunuh diri altruistis terjadi ketika "integrasi sosial yang kuat" (Durkheim, 1897/1951:217). Secara harfiah, dapat dikatakan individu terpaksa melakukan bunuh diri.
jika integrasi social terlalu kuat dan individu terlalu terkukung, maka bias saja menghasilkan "altruisme intens" yang menyebabkan orang melakukan bunuh diri.
Akan tetapi meskipun masyarakat modern memberi tempat yang lebih luas terhadap individualism, namu bentuk-bentuk lama ikatan social belum sepenuhnya hilang, dan masih ada kelompok-kelompok yang menganggap moral primitive masih penting. Lagi pula sang penulis ini mungkin saja menyadari kenyataan bahwa pada usia yang sama angka bunuh diri dikalangan militer kareir jelas-jelas lebih tinggi dibandingkan dengan angka bunuh diri dikalangan sipil.
 
3.      BUNUH DIRI ANOMIK
 
Bunuh diri ketiga adalah bunuh diri anomikyang terjadi ketika kekuatan regulasi masyarakat terganggu. Gangguan itu mungkin akan membuat individu merasa tidak puas karena lemahnya control terhadap nafsu mereka, yang akan bebas berkeliaran dalam ras yang tidak pernah puas terhadap kesenangan. Perubahan-perubahan semacam ini menempatkan orang dalam situasi dimana norma lama tidak lagi berlaku sementara norma baru belum lagi dikembangkan. Periode gangguan ini melepaskan arus anomi, rasa ketercerabutan dari akar dan rasa kehilangan norma-norma mengikat dan arus ini cenderung mempertinggi angka bunuh diri anomik.
Jika dalam proses sosialisasi ternyata integrasi social bisa menunjukan adanya defisiensi lewat ekses atau kekuranganya, maka hal yg sama juga terjadi bagi peraturan social: yakni ketika dominasi intelektual atau moral kelompok melemah, individu akan menghadapi sendiri keinginan dan nafsunya. Terputusnya keseimbangan ini menyebabkan timbulnya anomie, yaitu desosialisasi. Akan terjadi peraturan ekonomi jika masing-masing individu berkeinginan untuk memiliki benda material yang secara logis bisa diharapkanya jika berfungsi sesuai tempatnya di dalam masyarakat. Maka selama abad XIX "kemajuan ekonomi terutama berupa upaya untuk membebaskan hubungan industrial dari segala aturan." Negara bukan lagi pengatur kehidupan ekonomi, dan "dogma materialisme (telah menjadi) tujuan tertinggi individu dan masyarakat.
 
4.      BUNUH DIRI FATALISTIS
 
Bunuh diri fatalistis terjadi ketika regulasi meningkat. Durkheim (1897/1951:276) menggambarkan seseorang yang melakukan bunuh diri fatalistis seperti "seseorang yang masa depannya telah tertutup dan nafsu yang tertahan oleh disiplin yang menindas". Contoh klasik dari bunuh diri ini adalah budak yang menghabisi hidupnya karena putus asa karena regulasi yang menekan setiap tindakannya. Regulasi tekanan yang terlalu banyak akan melepaskan arus kesedihan, yang pada gilirannya menyebabkan peningkatan angka bunuh diri fatalistis.
 
 
v The Rules Of Sociological Method
 
Dalam metode Durkheim terdapat lima peraturan diantara nya yaitu :
 
1.       Mendefinisikan Objek Yang Dikaji Secara Objektif
      Definisi tidak boleh mengandung prasangka terlepas dari apapun yang kira-kira akan menjadi kesimpulan studi. Contohnya : sebagai mahasiswa jurusan pendidikan Durkheim berminat pada tujuan definitive:Pendidikan adalah suatu tindakan yang dilaksanakan oleh generasi-generasi dewasa kepada generasi selanjutnya dalam kehidupan sosial. Pendidikan bertujuan untuk membangkitkan kan mengembangkan sejumlah kondisi fisik, intelektual dan moral pada anak seperti yang dituntut masyarakat politik terhadap si anak dalam keseluruhan dan milieu sosial yang diperuntukkannya."
 
     2.      Memilih Satu Atau Beberapa Kriteria Yang Objektif
      Dalam buku De la division du travail social atau Pembagian Kerja Secara Sosial Durkheim mempelajari  berbagai bentuk solidaritas sosial yang berbeda-beda dari sudut hukum. Begitu pula ia berusaha mncari penyebab tindakan bunuh diri. Namun masih harus lebih banyak diperhatikan tentang kriteria-kriteria dalam mengajukan analisis tersebut.
 
 3. Menjelaskan Kenormalan Patologi
  Ada beberapa situasi yang bersifat kebetulan dan sementara yang bisa mengacaukan  keteraturan peristiwa. Jadi kita harus bisa membedakan situasi-situasi normal yang menjadi dasar kesimpulan-kesimpulan teoritis. Dapat kita bandingkan pemikiran dengan metode ideal tipikal dari  max weber. Yang riil selalu terlihat orisinal dalam komleksitasnya, namun bisa pula kita mencari struktur dari cirri khas yang menonjol ini.
 
4.      Menjelaskan Masalah Sosial Secara "Sosial"
      Sebuah peristiwa sosial tidak hanya bisa dijelaskan lewat keinginan individual yang sadar, namun juga melalui peristiwa atau tindakan sosial sebelumnya. Setiap tindakan kolektif mempunyai satu signifikansi dalam sebuah system interaksi dan sejarah. Inilah yang disebut metode Durkheim.
 
 
    5.     Mempergunakan metode komparatif secara sistematis.
      Inilah semua hal yang telah kita singgung diatas, Hanya komparativisme terhadap ruang dan waktu yg memungkinkan hal ini berakhir dengan suatu demonstrasi sosiologis.
 
Penulis      : Anthony giddens, Daniel bell dan Michael forse,ect
Penerbit    :Kreasi wacana perum sidorejo  bumi indah tahun 2004

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini