Selasa, 17 September 2013

Nur Khaleda Ayuningtiyas KPI 1C_Tugas2_Emile Durkheim

NIM : 1113051000144

RULES OF SOCIOLOGICAL METHOD (1965)

                Dalam buku tersebut Durkheim menawarkan definisinya mengenai sosiologi. Menurutnya, bidang yang harus dipelajari sosiologi ialah fakta sosial, yaitu "fakta yang berisikan cara bertindak, berpikir, dan merasakan yang mengendalikan individu tersebut" (Abdullah dan v.d. Leeden, 1986:30). Untuk memperjelas definisi ini, Durkheim mengemukakan bahwa fakta sosial adalah " setiap cara bertindak, yang telah baku ataupun tidak, yang dapat melakukan pemaksaan dari luar terhadap individu" (Abdullah dan v.d. Leeden, 1986:38). Contoh yang diberikan Durkheim mengenai fakta sosial antara lain, hukum, moral, kepercayaan, adat-istiadat, tata cara berpakaian, kaidah ekonomi (Abdullah dan v.d. Leeden, 1986:36). Fakta sosial tersebut mengendalikan dan dapat memaksa individu, karena bilamana individu melanggarnya ia akan terkena sanksi.

Peraturan Metode Sosiologi

Ada lima aturan fundamental dalam metode Durkheim, yaitu:

1.       Mendefinisikan objek yang dikaji secara objektif.

Disini yang menjadi sasaran adalah sebuah peristiwa sosial yang bisa diamati di luar kesadaran individu. Definisi tidak boleh mengandung prasangka terlepas dari apapun yang kira-kira akan menjadi kesimpulan studi. Contohnya, sebagai mahasiswa jurusan pendidikan. Durkheim berminat pada tujuan yang definitif.

"Pendidikan adalah tindakan yang dilaksanakan oleh generasi-generasi dewasa kepada generasi yang belum dewasa dalam kehidupan sosial. Pendidikan bertujuan untuk membangkitkan dan mengembangkan sejumlah kondisi fisik, intelektual dan moral pada anak seperti yang dituntut masyarakat politik terhadap si anak dalam keseluruhan dan milieu sosial yang diperuntukkannya.

2.       Memilih satu atau beberapa kriteria yang objektif.

Dalam buku pertamanya (De la division du travail social atau Pembagian Kerja Secara Sosial) Durkheim mempelajari berbagai bentuk solidaritas sosial yang berbeda-beda dari sudut hukum. Begitu pula ia berusaha mencari penyebab tindakan bunuh diri dengan mempergunakan angka kematian akibat bunuh diri. Namun masih harus lebih banyak diperhatikan tentang kriteria-kriteria dalam mengajukan analisis tersebut.

3.       Menjelaskan kenormalan patologi.

Ada beberapa situasi yang bersifat kebetulan dan sementara yang bisa mengacaukan keteraturan peristiwa. Jadi kita harus bisa membedakan situasi-situasi normal yang menjadi dasar kesimpulan-kesimpulan teoretis.

4.       Menjelaskan masalah sosial secara "sosial".

Sebuah peristiwa sosial tidak hanya bisa dijelaskan lewat keinginan individual yang sadar, namun juga melalui peristiwa atau tindakan sosial sebelumnya. Setiap tindakan kolektif mempunyai satu signifikansi dalam sebuah interaksi dan sejarah. Inilah yang disebut metode fungsionalis.

5.       Mempergunakan metode komparatif secara sistematis.

Inilah semua hal yang telah kita singgung di atas. Hanya komparativisme terhadap ruang dan waktu yang memungkinkan hal ini berakhir dengan suatu demonstrasi sosiologis.

SUICIDE (1968)

              Buku Suicide (1968) merupakan upaya Durkheim untuk menerapkan metode yang telah dirintisnya dalam Rules of Sociological Method untuk menjelaskan faktor sosial yang menjadi penyebab terjadinya suatu fakta sosial yang kongkret, yaitu angka bunuh diri. Hal lain yang menarik dalam buku ini ialah bahwa usaha untuk menjelaskan sebab-sebab angka bunuh diri itu dilakukannya dengan mengumpulkan data kuantitatif, yang kemudian dianalisisnya dengan memakai teknik distribusi frekuensi dan tabel silang-teknik yang hingga kini pun masih tetap digunakan untuk meneliti suatu gejala serta hubungan antara suatu gejala dengan gejala lain.

              "Fenomena-fenomena sosial merupakan benda dan harus diperlakukan sebagaimana benda." Demikian formula yang diungkapkan dalam Les Regies de la Methode Sociologique diterapkan oleh Emile Durkheim dalam studinya tentang bunuh diri (1897)

Disini ia mendemonstrasikan pengaruh integrasi sosial terhadap kecenderungan individu untuk mengakhiri hidupnya sendiri.

              Durkheim berpegang pada metode variasi yang terjadi pada waktu yang sama (korelasi-korelasi) dengan membangun rangkaian-rangkaian mulai dari peristiwa yang harus terseleksi. Ia memisahkan sejumlah variabel berupa umur, seks, situasi sipil, keanggotaannya pada suatu agama dan tingkat pendidikan yang dibandingkannya dengan angka kematian.

Metode Stitistik dan Komparatif

              Durkheim membangun hubungan antara angka bunuh diri dalam dua kategori, kita bisa memunculkan jarak dengan mengalkulasi "koefisien perlindungan (preservasi)" atau "keparahan (anggravation)". Contoh : di sebuah propinsi angka bunuh diri orang yang sudah menikah dari usia 20 s.d. 25  tahun  adalah 95 banding 1000 penduduk; sementara yang dilakukan oleh para duda pada usia yang sama sebanyak 153. Maka hubungan 153/95 memberi sebuah koefisien  preservasi sebesar 1,61 sedangkan untuk perempuan pada kategori yang sama koefisiennya sebesar 1,46. Dengan mengkonfrontasikan koefisien-koefisien yang berbeda ini muncul suatu keteraturan yang menunjukkan bahwa pada usia manapun dan di daerah tempat tinggal manapun (baik di Paris atau di propinsi-propinsi) status menduda memang lebih memperparah angka bunuh diri laki-laki dibandingkan status menjanda perempuan.

Proses Sosialisasi

              Setelah membantah teori-teori yang menganggap bunuh diri disebabkan oleh kegilaan, ras, dan hereditas, Durkheim lalu mengembangkan teori sosialisasinya dengan membuat suatu tipologi.

              Menurut Durkheim (1968) angka bunuh diri (suicide rate)—angka bunuh diri dalam masyarakat yang dari tahun ke tahun cenderung relatif konstan—pun merupakan suatu fakta sosial. Angka bunuh diri disebabkan kekuatan yang berada di luar individu. Berikut jenis-jenis bunuh diri menurut temuan Durkheim:

1)      Dalam suatu jenis bunuh diri yang dinamakan Altruistic Suicide angka bunuh diri disebabkan integrasi sosial yang terlalu kuat. Salah satu contoh yang disajikan Durkheim diangkatnya dari masyarakat militer: para anggotanya lebih sering mengorbankan jiwanya demi keselamatan rekan-rekannya daripada anggota kelompok lain.

2)      Dalam jenis bunuh dirEgoistic Suicide sejumlah besar orang melakukan bunuh diri karena integrasi masyarakat terlalu lemah; menurut Durkheim orang dapat melakukan bunuh diri, misalnya, manakala agamanya kurang mengikatnya.

3)      Dalam bunuh diri jenis Anomic banyak orang mencabut nyawanya sendiri karena masyarakat tidak memberi pegangan lagi pada warganya.

              Dari pendapat Durkheim ini nampak bahwa dalam pandangannya angka bunuh diri bukan disebabkan oleh faktor pribadi melainkan bersumber pada masyarakat—gejala angka bunuh diri merupakan suatu fakta sosial.

Sumber : Sunarto, Kamanto. 2004. Pengantar Sosiologi Edisi Revisi.Jakarta:FE UI.

              Ritzer, George dan J.Goodman Douglas. 2004 .Teori Sosiologi Modern.Jakarta: Kencana.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini