Minggu, 16 September 2012

Nama: M.Hidayatul Munir Kelas: KPI E NIM:1112051000131 Tugas: ke 2(Sosiologi Agama) Judul:Pemikiran Tentang Agama Menurut August Comte dan Emile Durkheim 1.Pemikiran Tentang Agama Menurut August Comte August Comte lahir di Montpelier,Prancis pada tanggal 19 Januari 1978. Ia adalah orang pertama yang menggunakan istilah sociology (Pickering,2000;Turner,2001). Ia membawa pengaruh besar pada beberapa orang teoretisi sosiologi yang lebih kemudian (khususnya Herbert Spencer dan Emile Durkheim).Ia percaya bahwa study sosiologio haruslah ilmiah,sebagaimana yang diritis teoretisi klasik dan sosiolog kontemporer. Comte sanaga terusik oleh anarki yang berlangsung di tengah-tengah masyarakat Prancis dan bersikap kritis terhadap pemikir yanhg menumbuhkembangkan pencerahan dan revolusi.Ia mengembangkan pandangan ilmiahnya positivisme.Comte sejalan,dan dipengariuhi oleh pemikir agama katolik kontrarevolusi Prancis. Namun, karyanya dapat dibedakan dari pandangan kedua orang tersebut paling tidak karena dua alasan .Pertama ,menurut pendapatnya ,tidak mungkin kembali lagi ke zaman pertengahan kecanggihan ilmu pengetahuan dan industry menjadikannya mustahil.Kedua ia mengembangkan system teoritis yang jauh lebih canggih daripada pendahulunya,untuk membangun sosiologi awal. Comte mengembangkan fisika social,atau yang pada tahun 1839 disebutnya sosiologi .Pengetahuan ini untuk membangun ilmu-ilmu keras,focus pada perubahan ini mencerminkan minatnya terhadap reformasi social.Reformasi hanya diperlukan untuk sedikitnya membantu terlaksananya proses ini. Hal ini membawa kita kepada dasar pendekatan Comte-teori evolusi,atau hokum tiga tahap. Teori ini menyatakan bahwa terdapat tiga tahap intelektual yang dijalani dunia ini sepanjang sejarahnya. Menurut Comte bukan hanya dunia saja yang mengalami proses ini,namun kelompok manusia,masyarakat ,ilmu pengetahuan ,individu dan pikiran pun melalui ketiga tahap ini. Tahap pertama adalah tahap teologis,pada tahap ini system ide utama dititikberatkan pada kepercayaan bahwa kekuatan supranatural dan figure-figur agama yang berwujud manusia,menjadi akar segalanya.Secara khusus ,dunia social dan fisik dipandang sebagai dua hal yang dibuat Tuhan. Tahap kedua adalah tahap metafisis ,yang kira-kira berlangsung pada tahun 1300-1800.Era ini dicirikan oleh kepercayaan bahwa kekuatan abstrak alam dan bukannya Tuhan yang dipersonalisasikan,diyakini dapat menjelaskan segalanya. Tahap ketiga adalah tahap positvistik, yang dicirikan oleh kepercayaan terhadap ilmu pengetahuan .kini orang cenderung berhenti melakukan pencarian terhadap sebab mutlak(Tuhan atau alam). Kesimpulan Pemikiran Agama menurut August Comte bahwa figure-figur agama yang berwujud manusia menjadi akar segalanya dan lebih berkonsentrasi pada dunia social dan fisik dalam upayanya menemukan hokum yang mengaturnya. 2.Pemikiran Tentang Agama Menurut Emile Durkheim Raymod Aron mengatakan The Elementary Form of Religious Life adalah karya Durkheim yang paling penting,paling besar,dan paling orisinil.Argumen Durkheim yang paling berani adalah bahwa ikatan moral ini kemudian berubah menjadi ikatan kognitif karena kategiri pemahaman ,semisal klasifikasi,waktu,tempat,dan penyebab semuanya berasal dari ritual keagamaan. Mari kita memulai dengan teori agama Durkheim.Masyarakat melalui individu menciptakan agama dengan mendefinisikan fenomena tertentu sebagai sesuatu yang sacral sementara yang lain sebagai profan.Di satu pihak, sacral melahirkan sikap hormat,kagum,dan bertanggung jawab Di pihak lain sikap-sikap terhadap fenomena –fenomena inilah yang membuatnya profan menjadi sacral. Di sini Durkheim tetap mempertahankan kebenaran esensial agama sembari mengungkapkan realitas sosialnya.Durkheim tidak percaya bahwa agama itu tidak ada sama sekali kerena tidak sekedar sebuah ilusi.setiap fenomena memiliki kebenaran.Durkheim tidak percaya realitas supranatural apapun yang menjadi yang menjadi sumber perasaan agama tersebut.namun kekuatan moral yang superior yang member inspirasi kepada pengikut dan kekuatan itu adalah masyarakat,bukan Tuhan. Agama adalah satu-satunya symbol yang dengannya masyarakat dapat menyadari dirinya.inilah satu-satunya yang bias menjelaskan kenapa masyarakat memiliki kepercayaan agama,akan tetapi masing-masing kepercayaan tersebut berbeda satu sama lain. Kepercayaan,Ritual,dan Gereja.Perbedaan antara yang sacral dan yang profan serta terangkatnya beberapa aspek kehidupan social ke level yang memang merupakan syarat tertentu. Kepercayaan adalah representasi yang mempunyai ekspres hakikat yang sacral dan hubungan yang mereka miliki. Ritual dan Gereja sangat penting dalam teori agama Durkheim karena keduanya memiliki representasi social dengan praktik individu.kerena representasi ritual dan gereja dapat menjaga dari kehilangan tekanan mereka denga mengulang reaksi ingatan kelompok kolektif secara dramatis.Terakhir menghubungkan kembali individu dengsn sosisl,sumber kekuatan paling tinggi yang member inspirasi meraka kembali pada kesenangan dunia mereka. Dan Durkheim mempercayai agama primitive dan totemisme. Agama primitive adalah untuk menyelidiki agama dalam masyarakat modern.Agama dalam masyarakat nonmodern merupakan yang melingkupi kesadaran kolektiv Totemisme, Durkheim percaya totemisme adalah sumber agama atau system agama di mana sesuatu ,bisa binatang dan tumbuhan dianggap sacral dan menjadi symbol klan,dan di anggap agama yang paling sederhana dari organisasi social sebuah klan.

tugas ke-1

Ilmu kependudukan dan sejarah teori kependudukan
Nurul Vivi Aryanti Pulungan
Tugas 1
 
Demografi adalah studi ilmiah terhdap penduduk manusia, terutama mengenai jumlah, struktur dan perkembangannya. sementara Bogue memberikan batasan sbb:
Demografi adalah studi matematik  dan statistik terhadap jumlah, komposisi, dan distribusi spasial dari penduduk manusia, dan perubahan-perubahan dari aspek-aspek tersebut yang senantiasa terjadi sebagai akibat bekerjanya lima proses yaitu; fertilitas, mortalitas, perkawinan, migrasi dan mobilitas sosial.[i]
Batasan formal dari demografi telah pula diberikan oleh Hauser dan Duncan[ii] yang menyatakan:
Demografi adalah suatu studi mengenai jumlah, distribusi teeritorial, dan komposisi penduduk, perubahan-perubahan yang bertalian dengannya serta komponen-komponen yang menyebabkan perubahan yang bersangkutan yang dapat diidentifikasi sebagai natalitas, mortalitas, gerak penduduk teritorial dan mobilitas sosial (perubahan status).
Demografi dapat dilihat dalam makna yang sempit, yang dalam hal ini sama dengan analisa demografi atau dalam makna yang luas yang mencakup baik analisa demografi maupun studi kependudukan.[iii]
Pemisahan antara studi kependudukan dan analisa demografi umpamanya telah dilakukan oleh Hauser[iv] yang menyatakan bahwa:
1.      Analisa demografi merupakan analisa statistik terhadap jumlah, distribusi, dan komposisi penduduk, serta komponen-komponen variasinya dan perubahan; sedangkan,
2.      Studi kependudukan mempersoalkan hubungan-hubungan antara variabel demografi da variabel dari sistem lain.
 
Studi kependudukan dapat pula dilihat sebagai mencakup penelitian makro demografi dan mikro demografi.[v] penelitian makro demografi terdiri dari penelitian unit skala besar, agregat orang dengan keseluruhan sistem dengan kebudayaan dan masyarakat. Sasaran ruang lingkup daerah penelitian makro demografi adalah benua, bangsa. Sedangkan penelitian mikro demografi merupakan penelitian unit skala kecil yang umumnya bersifat internal. Penelitian mikro demografi memusatkan diri atas individu, kesatuan-kesatuan keluarga autonomous, kelompok-kelompok kecil dan lingkungan ketetanggaan. Penelitian mikro demografi berlangsung pada tingkat luas wilayah yang relatif kecil seperti di suatu desa di Indonesia.


Robert Thomas Malthus Dan Teori-Teori Alamiah
Robert Thomas Malthus dan teori-teori alamiah (population studies) sebagai bagian dari rentetan perkembangan demografi  yang telah dimulai sejak  pertengahan abad ke-17. inti pemikiran dan pendapat malthus kemudian dikenal dengan teori kependudukan malthus
Malthus memulai dengan merumuskan dua postulat yaitu:
1.      Bahwa pangan dibutuhkan untuk hidup manusia; dan
2.      Bahwa kebutuhan nafsu seksuil antar jenis kelamin akan tetap sifatnya sepanjang masa.
atas dasar postulat tersebut malthus meyatakan bahwa, jika tidak ada pengekangan, kecenderungan pertambahan jumlah manusia akan lebih cepat dari pertambahan subsisten (pangan).
Perkembangan penduduk akan mengikuti deret ukur sedangkan perkembangan subsisten (pangan) mengikuti deret hitung dengan interval waktu 25 tahun seperti berikut:
Penduduk:                                                                                                              dst
                                 1           2           4           8           16           32           64           128
           Subsisten:                                                                                                                  dst
                                1           2           3           4            5              6             7           8
Menurut  malthus, pengekangan perkembangan penduduk dapat berupa pengekangan segera dan pengekangan hakiki. Yang dimaksud dengan faktor pengekangan hakiki adalah pengan, sedangkan pengekangan segera dapat berbentuk pengekangan preventif dan pengekangan positif. Pengekangan preventif adalah faktor-faktor yang bekerja mengurangi angka kelahiran. Pengekangan preventif yang dianjurkan malthus adalah pengendalian diri dalamhal nafsu seksuil antar jenis seperti penundaan perkawinan. Pengekangan positif merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi angka kematian; dapat berupa epidemi, penyakit-penyakit dan kemiskinan.
Teori-teori kependudukan hukum alamiah (natural theories) dan teori-teori kependudukan sosial (social theories) merupakan pula bagian dari usaha-usaha pencarian hukum-hukum kependudukan. Mereka yang dapat dikategorikan sebagai pendukung kelompok "teori alamiah" atau "teori fisiologis" antara lain Michael Thomas Sadler, Thomas Doubleday, Herbert Spencer, Corrado Gini, dan Raymond Pearl. Mereka percaya bahwa ada hukum-hukum alam yang mengatur membebaskan setiap tanggung jawab manusia dari pengendalian pertumbuhan penduduk.
Umpamanya, Michael Thomas Sadler menyatakan bahwa ada suatu hubungan terbalik antara jumlah penduduk di suatu wilayah dan daya reproduksi mereka. Meningkatnya jumlah penduduk akan mengakibatkan menurunnya daya reproduksi penduduk yang bersangkutan. Sedangkan menurut Herbert Spencer semakin maju manusia mengembangkan dirinya semakin banyak energi dipakai untuk meraih kemajuan itu yang berakibat berkurangnya energi untuk daya reproduksi. Pada dasarnya mereka berpendapat bahwa penurunan penduduk terjadi sebagai akibat dari perubahan  fekunditas. Justru sandaran pada perubahan fekunditas inilah yang dipandang sebagai kelemahan dari kelompok teori alamiah.
Teori Transisi Demografi Dan Aliran-Aliran Pemikiran
Dewasa ini teori transisi demografi merupakan teori kependudukan yang dominan meskipun bukan dengan tanpa kritikan-kritikan. Teori ini merupakan salah satu di antara teori-teori kependudukan yang tergolong social theories.[vi] kelompok teori kependudukan sosial beranggapan bahwa perubahan penduduk merupakan hasil dari kondisi sosial ekonomi penduduk yang bersangkutan. Teori transisi menyatakan bahwa setiap masyarakat memulai dengan fase angka kelahiran-kematian tinggi, kemudian di susul oleh fase menurun nya angka kematian sementara angka kelahiran masih tetap tinggi dan fase menurunnya angka kelahiran secara perlahan-lahan hingga berada pada angka kelahiran dan kematian rendah.
Fase kelahiran dan kematian tinggi sejajar dengan fase perkembangan masyarakat yang tradisional agraris; di cirikan oleh ekonomi berlandaskan pertanian dengan pendapatan rendah. Unsur-unsur industrialisasi/modernisasi relatif belum berpengaruh. Tahap permulaan atau mulainya industrialisasi/modernisasi suatu masyarakat untuk pertama kali berpengaruh atas angka kematian hingga mengalami penurunan. Ini bertalian dengan pengetahuan medis yang mulai maju, perawatan kesehatan dan perbaikan gizi.
Turunnya angka kelahiran secara perlahan-lahan dimulai ketika masyarakat yang bersangkutan mengalami industrialisasi/modernisasi yang cukup mendalam. Akhirnya ketika telah menjadi masyarakat indusdtri atau masyarakat modern barulah di capai angka kelahiran-kematian rendah.
Dalam arah perkembangan teori kependudukan ini, telah pula muncul suatu aliran pemikiran yang agak berbeda; dipelopori oleh Caldwell yang umpamanya dapat dilihat dari tulisannya Toward A Restatement of Demographic Transition Theory[vii] yang mengemukakan bahwa hanya ada dua tipe rezim fertilitas.[viii] pertama, tipe rezim dimana individu-individu tidak memperoleh keuntungan ekonomis dengan membatasi fertilitas. Sedangkan tipe kedua merupakan rezim yang sering atau kemungkinan besar memberikan keuntungan ekonomi bagi individu-individu yang membatasi fertilitas. Dalam kedua situasi, perilaku manusia tidak saja rasional tetapi juga rasional secara ekonomi
 
Sejarah Perkembangan Penduduk: Dunia Dan Indonesia
Keseimbangan Lama Dan Baru
Yang dimaksud dengan keseimbangan lama dari perkembangan penduduk adalah, ketik reit kematian dan kelahiran dari penduduk suatu wiayah masing-masing berada pada tingkat yang tinggi, sehingga perkembangan jumlah penduduk sangat lambat, bahkan untuk sebagian besar periode, jumlah kelahiran tak banyak berbeda dengan jumlah kematian. Fluktuasi reit kematian yang besar sering terjadi sementara reit kelahiran relatif stabil pada tingkat yang tinggi. Keseimbangan yang lama penduduk suatu negeri pada hakekatnya menunjukkan fase sebelum mulai nya transisi demografi dari penduduk negeri yang  bersangkutan. Fase ini untuk penduduk dunia secara keseluruhan berjalan berabad-abad. Sampai tahun 10.000 B.C., penduduk dunia diperkirakan hanya sekitar 5 juta saja, sedangkan pada tahun AD1 baru mencapai kurang lebih 250 juta. Dewasa ini hampir tidak ada negeri yang berada pada keseimbangan lama, namun masih ada masyarakat-masyarakat yang tergolong mempunyai reit kematian relatif tinggi seperti negara-negaratertentu di Afrika Barat dan Tengah.
Keseimbangan baru berarti keadaan dimana reit kelahiran dan kematian berada pada tingkat yang rendah. Sehubungan denganreit kelahiran dan kematian, perserikatan Bangsa-Bangsa mengklasifikasikan penduduk-penduduk dalam tipe-tipe: kelahiran tinggi-kematian tinggi, kelahiran tinggi-kematian cukup tinggi/sedang menurun, kelahiran tinggi-kematian rendah, kelahiran sedang menurun-kematian rendah, dan kelahiran rendah-kematian rendah. Dalam pada itu Borrie[ix] membedakan masyarakat ke dalam tiga tipe yaitu: masyarakat yang tidak mengontrol fertilitas atau mortalitas secara efisien, masyarakat yang tidak mengontrol fertilitas akan tetapi sedang mengalami penurunan reit kematian, dan masyarakat yang mengontrol fertilitas dengan cara yang sangat efisien dan mempunyai harapan hidup rata-rata yang panjang.
Angka-Angka Perkembangan Penduduk Dunia Pada Berbagai Periode
Fase perkembangan penduduk dunia yang sangat lambat berjalan untuk jangka waktu yang sangat lama. Bagi hampir keseluruhan periode adanya manusia di bumi, reit perkembangan penduduk tahunan dunia hampir-hampir mendekati nol. Sejak munculnya manusia hingga permulaan sejarah, reit perkembangan penduduk tahunan dunia mungkin hanya sekitar 0,002 persen per tahun atau 20 juta per tahun, suatu reit pekembangan yang memerlukan waktu sekitar 35.000 tahun agar penduduk dunia pada masa itu menjadi lipat dua.
Dalam zaman sebelum Indonesia merdeka pengumpulan data jumlah penduduk yang lebih seksama mencakup seluruh wilayah  Indonesia dilaksanakan untuk pertama kali pada tahun 1920 yang dikenal sebagai sensus penduduk 1920. Jumlah penduduk Indonesia  pada waktu itu diperkirakan sebanyak 49,3 juta, dan Jawa 35,0 juta.


[i] D. J. Bogue, Principles of Demmography (New York: John Willey & Sons, 1996).
[ii] P.M. Hauser dan O.D. Duncan (eds), The Study of Population (Chicago: The Chicago University, 1959), hal. 31.
[iii] Ibid., hal. 34. Analisa Demografi sering dipakai sebagai pengganti dari demografi formal.
[iv] P.M. Hauser, dalam K.C. Kammayer (ed.), Population Studies (Chicago: Rand McNelly, 1969), hal. 9.
[v] R. Thomlison, op.cit., hl.6.
[vi] Yang lain umpamanya teori kapilaritas sosial (theory of social capillarity) dari Arsene Domont. Berdasarkan teori ini, manusia senantiasa berhasrat meraih kemajuan secara turun temurun untuk memperbaiki keadaan sosial ekonominya, dan untuk meraih kemajuan ini keluarga besar merupakan penghambat sehingga perlu di batasi.
[vii] J. C. Caldwell, Toward A Restatement of Demographic Transition Theory. An investigation of Conditions Before and at the Onset of Fertility Decline Employing Primarily Africa Experience and Data, (Canberra: ANU, 1976)
[viii] Ibid, ini dengan pengecualian pada masa transisi
[ix] W.D. Borrie, The Growth and Control of World Population (London: Weidenfeld and Nicolson, 1970), hal.18.
 
Daftar pustaka:
Rusli, Said." Pengantar Ilmu Kependudukan", Jakarta: LP3ES, 1996

PEMIKIRAN AGAMA MENURUT E.DURHEIM & AUGUST COMTE APIK SOPANKATANYA KPI 1E TUGAS 2

1. AGAMA MENURUT E.DURKHEIM

                Sebenarnya E.Durkheim sendiri seorang atheis namun dalam berbagai karyanya ia menekankan sumbangan positif agama terhadap masyarakat. E.Durkheim berpendapat bahwa agama adalah suatu pranata yang dibutuhkan oleh masyarakat untuk mengikat individu menjadi satu-kesatuan melalui pembentukan sistem kepercayaan dan ritus. Melalui simbol-simbol yang sifatnya suci. Agama mengikat orang-orang kedalam berbagai kelompok masyarakat yag terikat satu kesamaan. 1
                Durheim berpendapat bahwa manusia sekarang sudah banyak menemukan kekuatan yang menguasai hidupnya dalam alam sekitarnya,kemudian timbul gagasanmengenai dewa-dewa, roh-roh,dan Tuhan, namun agama tetap belum terdesak dari hidupnya karena ada satu hal yang selalu ada dalam segala macam gagasan dan perilaku keagaamaan umat manusia.2
Durkheim yakin bahwa ia akan dapat secara lebih baik menemukan akar agama dengan jalan membandingkan masyarakat primitive yang sederhana dibandingkan masyarakat modern/kompleks.Temuannya adalah bahwa sumber agama adalah masyarakat itu sendiri.3
 
2.AGAMA MENURUT AUGUST COMTE
Comte menciptakan agama baru yang sesuai dengan idealismenya.Idealisasinya berbentuk agama yang lengkap bersama ritus, hari raya, pemuka agama serta lambangnya, dilengkapi oleh Comte. Agama gaya baru ini dinamakan agama humanitas. Ia berpendapat bahwa kemanusianlah yang kudus dan sakral, bukanlah Allah karena banyak penjelasan dalam agama konvensional yang bersifat abstrak dan spekulatif, hanya memberi impian.4
Comte telah membagi kedalam 3 agama:
1. Agama yang pertama adalah penghormatan atas alam. Semua adalah Tuhan
2. Agama yang kedua adalah penyembahan terhadap kaidah moral sebagai kekuasaan.
3. Agama yang ketiga adalah kekuasaan yang tidak terbatas yang terungkap dalam alam yang merupakan sumber dan akhir dari cita moral. Moralitas adalah hakikat dari benda-benda5
                Comte mensosialisasikan agama humanitas-nya dan hukum tiga tahap yang memaparkan perkembangan kebudayaan manusia hingga akhir hayatnya.
1) Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan,J Dwinarko ( Jakarta:kencana)hlm.247
2) Sejarah Teori Antropologi 1,Koentjaraningrat (UI-Press)hlm.94
3) teori Sosiologi Modern,George Ritzer&Douglas J.Goodman ( Jakarta:kencana)hlm.23
5) http://galileo-pmii.tripod.com/artikel/comte.htm
 
 
               
 
                       
                       

Emile Durkheim

Oleh: Lukman Hakim_Jurnalistik 1A


Biografi

David Émile Durkheim lahir pada tanggal 15 April 1858 dan meninggal 15 November 1917 pada umur 59 tahun di Épinal, Prancis. Ia berasal dari keluarga Yahudi Prancis yang saleh - ayah dan kakeknya adalah Rabi. Hidup Durkheim sendiri sama sekali sekular. Malah kebanyakan dari karyanya dimaksudkan untuk membuktikan bahwa fenomena keagamaan berasal dari faktor-faktor sosial dan bukan ilahi. Namun demikian, latar belakang Yahudinya membentuk sosiologinya - banyak mahasiswa dan rekan kerjanya adalah sesama Yahudi, dan seringkali masih berhubungan darah dengannya.

Durkheim adalah mahasiswa yang cepat matang. Ia masuk ke École Normale Supérieure pada 1879. Angkatannya adalah salah satu yang paling cemerlang pada abad ke-19 dan banyak teman sekelasnya, seperti Jean Jaurès dan Henri Bergson kemudian menjadi tokoh besar dalam kehidupan intelektual Prancis. Di ENS Durkheim belajar di bawah Fustel de Coulanges, seorang pakar ilmu klasik, yang berpandangan ilmiah sosial. Pada saat yang sama, ia membaca karya-karya Auguste Comte dan Herbert Spencer. Jadi, Durkheim tertarik dengan pendekatan ilmiah terhadap masyarakat sejak awal kariernya. Ini adalah konflik pertama dari banyak konflik lainnya dengan sistem akademik Prancis, yang tidak mempunyai kurikulum ilmu sosial pada saat itu. Durkheim merasa ilmu-ilmu kemanusiaan tidak menarik. Ia lulus dengan peringkat kedua terakhir dalam angkatannya ketika ia menempuh ujian agrégation – syarat untuk posisi mengajar dalam pengajaran umum – dalam ilmu filsafat pada 1882.

Minat Durkheim dalam fenomena sosial juga didorong oleh politik. Kekalahan Prancis dalam Perang Prancis-Prusia telah memberikan pukulan terhadap pemerintahan republikan yang sekular. Banyak orang menganggap pendekatan Katolik, dan sangat nasionalistik sebagai jalan satu-satunya untuk menghidupkan kembali kekuasaan Prancis yang memudar di daratan Eropa. Durkheim, seorang Yahudi dan sosialis, berada dalam posisi minoritas secara politik, suatu situasi yang membakarnya secara politik. Peristiwa Dreyfus pada 1894 hanya memperkuat sikapnya sebagai seorang aktivis.

Tahun 1890-an adalah masa kreatif Durkheim. Pada 1893 ia menerbitkan "Pembagian Kerja dalam Masyarakat", pernyataan dasariahnya tentang hakikat masyarakat manusia dan perkembangannya. Pada 1895 ia menerbitkan "Aturan-aturan Metode Sosiologis", sebuah manifesto yang menyatakan apakah sosiologi itu dan bagaimana ia harus dilakukan. Ia pun mendirikan Jurusan Sosiologi pertama di Eropa di Universitas Bourdeaux. Pada 1896 ia menerbitkan jurnal L'Année Sociologique untuk menerbitkan dan mempublikasikan tulisan-tulisan dari kelompok yang kian bertambah dari mahasiswa dan rekan (ini adalah sebutan yang digunakan untuk kelompok mahasiswa yang mengembangkan program sosiologinya). Dan akhirnya, pada 1897, ia menerbitkan "Bunuh Diri", sebuah studi kasus yang memberikan contoh tentang bagaimana bentuk sebuah monograf sosiologi.

Pada 1902 Durkheim akhirnya mencapai tujuannya untuk memperoleh kedudukan terhormat di Paris ketika ia menjadi profesor di Sorbonne. Karena universitas-universitas Prancis secara teknis adalah lembaga-lembaga untuk mendidik guru-guru untuk sekolah menengah, posisi ini memberikan Durkheim pengaruh yang cukup besar – kuliah-kuliahnya wajib diambil oleh seluruh mahasiswa. Apapun pendapat orang, pada masa setelah Peristiwa Dreyfus, untuk mendapatkan pengangkatan politik, Durkheim memperkuat kekuasaan kelembagaannya pada 1912 ketika ia secara permanen diberikan kursi dan mengubah namanya menjadi kursi pendidikan dan sosiologi. Pada tahun itu pula ia menerbitkan karya besarnya yang terakhir "Bentuk-bentuk Elementer dari Kehidupan Keagamaan".

Perang Dunia I mengakibatkan pengaruh yang tragis terhadap hidup Durkheim. Pandangan kiri Durkheim selalu patriotik dan bukan internasionalis – ia mengusahakan bentuk kehidupan Prancis yang sekular, rasional. Tetapi datangnya perang dan propaganda nasionalis yang tidak terhindari yang muncul sesudah itu membuatnya sulit untuk mempertahankan posisinya. Sementara Durkheim giat mendukung negaranya dalam perang, rasa enggannya untuk tunduk kepada semangat nasionalis yang sederhana (ditambah dengan latar belakang Yahudinya) membuat ia sasaran yang wajar dari golongan kanan Prancis yang kini berkembang. Yang lebih parah lagi, generasi mahasiswa yang telah dididik Durkheim kini dikenai wajib militer, dan banyak dari mereka yang tewas ketika Prancis bertahan mati-matian. Akhirnya, René, anak laki-laki Durkheim sendiri tewas dalam perang – sebuah pukulan mental yang tidak pernah teratasi oleh Durkheim. Selain sangat terpukul emosinya, Durkheim juga terlalu lelah bekerja, sehingga akhirnya ia terkena serangan lumpuh dan meninggal pada 1917.

 

 

 

Teori dan gagasan

Perhatian Durkheim yang utama adalah bagaimana masyarakat dapat mempertahankan integritas dan koherensinya di masa modern, ketika hal-hal seperti latar belakang keagamaan dan etnik bersama tidak ada lagi. Untuk mempelajari kehidupan sosial di kalangan masyarakat modern, Durkheim berusaha menciptakan salah satu pendekatan ilmiah pertama terhadap fenomena sosial. Bersama Herbert Spencer Durkheim adalah salah satu orang pertama yang menjelaskan keberadaan dan sifat berbagai bagian dari masyarakat dengan mengacu kepada fungsi yang mereka lakukan dalam mempertahankan kesehatan dan keseimbangan masyarakat – suatu posisi yang kelak dikenal sebagai fungsionalisme.

Durkheim juga menekankan bahwa masyarakat lebih daripada sekadar jumlah dari seluruh bagiannya. Jadi berbeda dengan rekan sezamannya, Max Weber, ia memusatkan perhatian bukan kepada apa yang memotivasi tindakan-tindakan dari setiap pribadi (individualisme metodologis), melainkan lebih kepada penelitian terhadap "fakta-fakta sosial", istilah yang diciptakannya untuk menggambarkan fenomena yang ada dengan sendirinya dan yang tidak terikat kepada tindakan individu. Ia berpendapat bahwa fakta sosial mempunyai keberadaan yang independen yang lebih besar dan lebih objektif daripada tindakan-tindakan individu yang membentuk masyarakat dan hanya dapat dijelaskan melalui fakta-fakta sosial lainnya daripada, misalnya, melalui adaptasi masyarakat terhadap iklim atau situasi ekologis tertentu.

Dalam bukunya "Pembagian Kerja dalam Masyarakat" (1893), Durkheim meneliti bagaimana tatanan sosial dipertahankan dalam berbagai bentuk masyarakat. Ia memusatkan perhatian pada pembagian kerja, dan meneliti bagaimana hal itu berbeda dalam masyarakat tradisional dan masyarakat modern. Para penulis sebelum dia seperti Herbert Spencer dan Ferdinand Toennies berpendapat bahwa masyarakat berevolusi mirip dengan organisme hidup, bergerak dari sebuah keadaan yang sederhana kepada yang lebih kompleks yang mirip dengan cara kerja mesin-mesin yang rumit. Durkheim membalikkan rumusan ini, sambil menambahkan teorinya kepada kumpulan teori yang terus berkembang mengenai kemajuan sosial, evolusionisme sosial, dan darwinisme sosial. Ia berpendapat bahwa masyarakat-masyarakat tradisional bersifat 'mekanis' dan dipersatukan oleh kenyataan bahwa setiap orang lebih kurang sama, dan karenanya mempunyai banyak kesamaan di antara sesamanya. Dalam masyarakat tradisional, kata Durkheim, kesadaran kolektif sepenuhnya mencakup kesadaran individual – norma-norma sosial kuat dan perilaku sosial diatur dengan rapi.

Dalam masyarakat modern, demikian pendapatnya, pembagian kerja yang sangat kompleks menghasilkan solidaritas 'organik'. Spesialisasi yang berbeda-beda dalam bidang pekerjaan dan peranan sosial menciptakan ketergantungan yang mengikat orang kepada sesamanya, karena mereka tidak lagi dapat memenuhi seluruh kebutuhan mereka sendiri. Dalam masyarakat yang 'mekanis', misalnya, para petani gurem hidup dalam masyarakat yang swa-sembada dan terjalin bersama oleh warisan bersama dan pekerjaan yang sama. Dalam masyarakat modern yang 'organik', para pekerja memperoleh gaji dan harus mengandalkan orang lain yang mengkhususkan diri dalam produk-produk tertentu (bahan makanan, pakaian, dll) untuk memenuhi kebutuhan mereka. Akibat dari pembagian kerja yang semakin rumit ini, demikian Durkheim, ialah bahwa kesadaran individual berkembang dalam cara yang berbeda dari kesadaran kolektif – seringkali malah berbenturan dengan kesadaran kolektif.

Durkheim menghubungkan jenis solidaritas pada suatu masyarakat tertentu dengan dominasi dari suatu sistem hukum. Ia menemukan bahwa masyarakat yang memiliki solidaritas mekanis hokum seringkali bersifat represif: pelaku suatu kejahatan atau perilaku menyimpang akan terkena hukuman, dan hal itu akan membalas kesadaran kolektif yang dilanggar oleh kejahatan itu; hukuman itu bertindak lebih untuk mempertahankan keutuhan kesadaran. Sebaliknya, dalam masyarakat yang memiliki solidaritas organic, hukum bersifat restitutif: ia bertujuan bukan untuk menghukum melainkan untuk memulihkan aktivitas normal dari suatu masyarakat yang kompleks.

Jadi, perubahan masyarakat yang cepat karena semakin meningkatnya pembagian kerja menghasilkan suatu kebingungan tentang norma dan semakin meningkatnya sifat yang tidak pribadi dalam kehidupan sosial, yang akhirnya mengakibatkan runtuhnya norma-norma sosial yang mengatur perilaku. Durkheim menamai keadaan ini anomie. Dari keadaan anomie muncullah segala bentuk perilaku menyimpang, dan yang paling menonjol adalah bunuh diri.

Durkheim belakangan mengembangkan konsep tentang anomie dalam "Bunuh Diri", yang diterbitkannya pada 1897. Dalam bukunya ini, ia meneliti berbagai tingkat bunuh diri di antara orang-orang Protestan dan Katolik, dan menjelaskan bahwa kontrol sosial yang lebih tinggi di antara orang Katolik menghasilkan tingkat bunuh diri yang lebih rendah. Menurut Durkheim, orang mempunyai suatu tingkat keterikatan tertentu terhadap kelompok-kelompok mereka, yang disebutnya integrasi sosial. Tingkat integrasi sosial yang secara abnormal tinggi atau rendah dapat menghasilkan bertambahnya tingkat bunuh diri: tingkat yang rendah menghasilkan hal ini karena rendahnya integrasi sosial menghasilkan masyarakat yang tidak terorganisasi, menyebabkan orang melakukan bunuh diri sebagai upaya terakhir, sementara tingkat yang tinggi menyebabkan orang bunuh diri agar mereka tidak menjadi beban bagi masyarakat. Menurut Durkheim, masyarakat Katolik mempunyai tingkat integrasi yang normal, sementara masyarakat Protestan mempunyai tingat yang rendah. Karya ini telah memengaruhi para penganjur teori kontrol, dan seringkali disebut sebagai studi sosiologis yang klasik.

Akhirnya, Durkheim diingat orang karena karyanya tentang masyarakat 'primitif' (artinya, non Barat) dalam buku-bukunya seperti "Bentuk-bentuk Elementer dari Kehidupan Agama" (1912) dan esainya "Klasifikasi Primitif" yang ditulisnya bersama Marcel Mauss. Kedua karya ini meneliti peranan yang dimainkan oleh agama dan mitologi dalam membentuk pandangan dunia dan kepribadian manusia dalam masyarakat-masyarakat yang sangat 'mekanis' (meminjam ungkapan Durkheim)

Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/%C3%89mile_Durkheim

TEORI STUKTURAL FUNGSIONAL Emile Durkheim

TEORI STUKTURAL FUNGSIONAL Emile Durkheim
Ahmad surbeni (PMI 3)
TUGAS 1
Teori fungsional dan struktural adalah salah satu teori komunikasi yang masuk dalam kelompok teori umum atau general theories (Littlejohn, 1999), fitur utama teori ini adalah adanya kepercayaan pandangan tentang berfungsinya secara nyata struktur yang berada di luar diri pengamat. fungsionalisme struktural atau lebih populer dengan 'struktural fungsional' merupakan hasil pengaruh yang sangat kuat dari teori sistem umum di mana pendekatan fungsionalisme yang diadopsi dari ilmu alam khususnya ilmu biologi, menekankan pengkajiannya tentang cara-cara mengorganisasikan dan mempertahankan sistem. Dan pendekatan strukturalisme yang berasal dari linguistik, menekankan pengkajiannya pada hal-hal yang menyangkut pengorganisasian bahasa dan sistem sosial. Fungsionalisme struktural atau 'analisa sistem' pada prinsipnya berkisar pada beberapa konsep, namun yang paling penting adalah konsep fungsi dan konsep struktur. kata fungsi digunakan dalam berbagai bidang kehidupan manusia, menunjukkan kepada aktivitas dan dinamika manusia dalam mencapai tujuan hidupnya. Dilihat dari tujuan hidup, kegiatan manusia merupakan fungsi dan memiliki fungsi. Secara kualitatif fungsi dilihat dari segi penggunaan dan manfaat seseorang, kelompok, organisasi atau asosiasi tertentu. Fungsi ini menunjuk pada proses yang sedang atau yang akan berlangsung, yaitu menunjukkan pada benda tertentu yang merupakan elemen atau bagian dari proses tersebut, sehingga terdapat kata "masih berfungsi" atau "tidak berfungsi." Fungsi tergantung pada predikatnya, misalnya pada fungsi mobil, fungsi rumah, fungsi organ tubuh, dan lain-lain termasuk fungsi komunikasi politik yang digunakan oleh suatu partai dalam hal ini Partai Persatuan Pembangunan misalnya. Secara kuantitatif, fungsi dapat menghasilkan sejumlah tertentu, sesuai dengan target, proyeksi, atau program yang telah ditentukan. Menurut Michael J. Jucius (dalam Soesanto, 1974:57) mengungkapkan bahwa fungsi sebagai aktivitas yang dilakukan oleh manusia dengan harapan dapat tercapai apa yang diinginkan. Michael J. Jucius dalam hal ini lebih menitikberatkan pada aktivitas manusia dalam mencapai tujuan. Berbeda dengan Viktor A. Thomson dalam batasan yang lebih lengkap, tidak hanya memperhatikan pada kegiatannya saja tapi juga memperhatikan terhadap nilai (value) dan menghargai nilai serta memeliharanya dan meningkatkan nilai tersebut. Berbicara masalah nilai sebagaimana dimaksud oleh Viktor, nilai yang ditujukan kepada manusia dalam melaksanakan fungsi dan aktivitas dalam berbagai bentuk persekutuan hidupnya. Sedangkan benda-benda lain melaksanakan fungsi dan aktivitas hanya sebagai alat pembantu untuk manusia dalam melaksanakan fungsinya tersebut. Demikian pula fungsi komunikasi dan fungsi politik, fungsi dapat kita lihat sebagai upaya manusia. Hal ini disebabkan karena, baik komunikasi maupun politik, keduanya merupakan usaha manusia dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya. Sedangkan fungsi yang didefenisikan oleh Oran Young sebagai hasil yang dituju dari suatu pola tindakan yang diarahkan untuk kepentingan (dalam hal ini sistem sosial atau sistem politik). Jika fungsi menurut Robert K. Merton merupakan akibat yang tampak yang ditujukan untuk kepentingan adaptasi dan penyetelan (adjustments) dari suatu sistem tertentu, maka struktur menurut SP. Varma menunjuk ke urutan-urutan dalam sistem yang melakukan fungsi-fungsi. Struktur dalam sistem politik adalah semua aktor (institusi atau person) yang terlibat dalam proses-proses politik. Partai politik, media massa, kelompok kepentingan (interest group), dan aktor termasuk ke dalam infrastruktur politik, sementara lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif termasuk ke dalam supra-struktur politik. Mengacu pada pengertian fungsi yang diajukan Oran Young dan Robert K. Merton, serta pengertian struktur oleh SP. Varma, maka fungsi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah fungsi komunikasi politik sebagai salah satu fungsi input dalam sistem politik. Sementara struktur yang dimaksud adalah Partai Persatuan Pembangunan sebagai salah satu bagian dari infrastruktur dalam sistem politik. Selain fungsi artikulasi dan agregasi kepentingan, serta fungsi sosialisasi politik, fungsi partisipasi politik dan rekruitmen politik, fungsi lain yang harus dijalankan oleh partai politik sebagai infrastruktur politik dalam sistem politik adalah fungsi komunikasi politik. Mungkin menjadikan fungsional bagi struktur lain akan tetapi partai politik menjadi disfungsional jika tidak dapat melaksanakan semua fungsi tersebut. Lahirnya fungsionalisme struktural sebagai suatu perspektif yang "berbeda" dalam sosiologi memperoleh dorongan yang sangat besar lewat karya-karya klasik seorang ahli sosiologi Perancis , yaitu Emile Durkheim. Masyarakat modern dilihat oleh Durkheim sebagai keseluruhan organis yang memiliki realitas tersendiri. Keseluruhan tersebut memiliki seperangkat kebutuhan atau fungsi-fungsi tertentu yang harus dipenuhi oleh bagian-bagian yang menjadi anggotanya agar dalam keadaan normal, tetap langgeng. Bila mana kebutuhan tertentu tadi tidak dipenuhi maka akan berkembang suatu keadaan yang bersifat "patologis". Sebagai contoh dalam masyarakat modern fungsi ekonomi merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi. Bilamana kehidupan ekonomi mengalami suatu fluktuasi yang keras, maka bagian ini akan mempengaruhi bagian yang lain dari sistem itu dan akhirnya sistem sebagai keseluruhan. Suatu depresi yang parah dapat menghancurkan sistem politik, mengubah sistem keluarga dan menyebabkan perubahan dalam struktur keagamaan. Pukulan yang demikian terhadap sistem dilihat sebagai suatu kondisi patologis, yang pada akhirnya akan teratasi dengan sendirinya sehingga kondisi normal kembali dapat dipertahankan. Para fungsionalis kontemporer menyebut keadaan normal sebagai equilibrium, atau sebagai suatu sistem yang seimbang, sedang keadaan patologis menunjuk pada ketidakseimbangan atau perubahan sosial. fungsionalisme Durkheim ini tetap bertahan dan dikembangkan lagi oleh dua orang anggota antropologi abad ke-20, yaitu Bronislaw Malinowski dan AR Radcliffe-Brown. Malinowski dan Brown dipengaruhi oleh ahli-ahli sosiologi yang melihat masyarakat sebagai organisme hidup, dan keduanya menyumbangkan buah pikiran mereka tentang hakikat, analisa fungsional yang dibangun di atas model organis. Di dalam batasannya tentang beberapa konsep dasar fungsionalisme dalam ilmu-ilmu sosial, pemahaman Radcliffe-Brown (1976:503-511) mengenai fungsionalisme struktural merupakan dasar bagi analisa fungsional kontemporer. Fungsi dari setiap kegiatan yang selalu berulang, seperti penghukuman kejahatan , atau upacara penguburan, adalah merupakan bagian yang dimainkannya dalam kehidupan sosial sebagai keseluruhan dan, karena itu merupakan kontribusi yang diberikannya untuk pemeliharaan kelangsungan struktural (Radcliffe-Brown (1976:505). Jasa Malinowski terhadap fungsionalisme, walau dalam beberapa hal berbeda dari Brown, mendukung konsepsi dasar fungsionalisme tersebut. Para ahli antropologi menganalisa kebudayaan dengan melihat pada "fakta-fakta antropologis" dan bagian yang dimainkan oleh fakta-fakta itu dalam sistem kebudayaan (Malinowski, 1976: 551). Dalam membahas sejarah fungsionalisme struktural, Alvin Gouldner (1970: 138-157) mengingatkan pada pembaca-pembacanya akan lingkungan di mana fungsionalisme aliran Parson berkembang. Meskipun kala itu adalah merupakan masa kegoncangan ekonomi di dalam maupun di luar negeri sebagai akibat dari depresi besar. Teori fungsionalisme Parsons mengungkapkan suatu keyakinan akan perubahan dan kelangsungan sistem. Pada saat depresi kala itu, teorinya merupakan teori sosial yang optimistis. Akan tetapi agaknya optimisme Parson itu dipengaruhi oleh keberhasilan Amerika dalam Perang Dunia II dan kembalinya masa kemewahan setelah depresi yang parah itu. Bagi mereka yang hidup dalam sistem yang kelihatannya galau dan kemudian diikuti oleh pergantian dan perkembangan lebih lanjut maka optimisme teori Parsons dianggap benar. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Gouldner (1970: 142): "untuk melihat masyarakat sebagai sebuah perusahaan, yang dengan jelas memiliki batas-batas srukturalnya, seperti yang dilakukan oleh teori baru Parsons, adalah tidak bertentangan dengan pengalaman kolektif, dengan realitas personal kehidupan sehari-hari yang sama-sama kita miliki ". Meskipun fungsionalisme struktural memiliki banyak pemuka yang tidak selalu harus merupakan ahli-ahli pemikir teori, akan tetapi paham ini benar-benar berpendapat bahwa sosiologi adalah merupakan suatu studi tentang struktur-struktur sosial sebagai unit-unit yang terbentuk pada bagian-bagian yang saling tergantung . Coser dan Rosenberg (1976: 490) melihat bahwa kaum fungsionalisme struktural berbeda satu sama lain di dalam mendefinisikan konsep-konsep sosiologi mereka. Sekalipun demikian adalah mungkin untuk memperoleh suatu batasan dari dua konsep kunci berdasarkan atas kebiasaan sosiologis standar. Struktur menunjuk pada seperangkat unit-unit sosial yang relatif stabil dan berpola ", atau" suatu sistem dengan pola-pola yang relatif abadi ". Selama beberapa dasawarsa, fungsionalisme struktural telah berkuasa sebagai suatu paradigma atau model teoritis yang dominan di dalam sosiologi kontemporer Amerika. Di tahun 1959 Kingsley Davis di dalam pidato kepemimpinannya di hadapan anggota "American Sociological Association", bahkan melangkah lebih jauh dengan menyatakan bahwa fungsionalisme struktural sudah tidak dapat lagi dipisahkan dari sosiologi itu sendiri. Tetapi dalam sepuluh tahun terakhir ini teori fungsionalisme struktural itu semakin banyak mendapat serangan sehingga memaksa para pendukungnya untuk mempertimbangkan kembali pernyataan mereka tentang potensi teori tersebut sebagai teori pemersatu dalam sosiologi. 2. Pengertian Solidaritas Mekanik Dan Organik a. Solidaritas Mekanik Solidaritas mekanik adalah solidaritas yang muncul pada masyarakat yang masih sederhana dan diikat oleh kesadaran kolektif serta belum mengenal adanya pembagian kerja diantara para anggota kelompok. b. Solidaritas Organik Solidaritas organik adalah solidaritas yang mengikat masyarakat yang sudah kompleks dan telah mengenal pembagian kerja yang teratur sehingga disatukan oleh saling ketergantungan antaranggota. 3.Konsep Dasar Tentang Anomy Anomie adalah sebuah istilah yang diperkenalkan oleh Émile Durkheim untuk menggambarkan kondisi yang kacau, tanpa peraturan. Kata ini berasal dari bahasa Yunani a-: "tanpa", dan nomos: " hukum "atau" peraturan ". Macam-macam anomi itu ada 3 1.Anomi Sebagai Kekacauan Pada Individu 2.Anomi Sebagai Kekacauan Pada Masyarakat 3.Anomi Sebagai Kekacauan Pada Sastra Dan Film 1. Anomie sebagai kekacauan pada diri individu Émile Durkheim, sosiolog perintis Prancis abad ke-19 menggunakan kata ini dalam bukunya yang menguraikan sebab-sebab bunuh diri untuk menggambarkan kondisi atau kekacauan dalam diri individu, yang dicirikan oleh ketidakhadiran atau berkurangnya standar atau nilai-nilai, dan perasaan alienasi dan ketiadaan tujuan yang menyertainya. Anomie sangat umum terjadi apabila masyarakat sekitarnya mengalami perubahan-perubahan yang besar dalam situasi ekonomi, entah semakin baik atau semakin buruk, dan lebih umum lagi ketika ada kesenjangan besar antara teori-teori dan nilai -nilai ideologis yang umumnya diakui dan dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam pandangan Durkheim, agama-agama tradisional seringkali memberikan dasar bagi nilai-nilai bersama yang tidak dimiliki oleh individu yang mengalami anomie. Lebih jauh ia berpendapat bahwa pembagian kerja yang banyak terjadi dalam kehidupan ekonomi modern sejak Revolusi Industri menyebabkan individu mengejar tujuan-tujuan yang egois ketimbang kebaikan komunitas yang lebih luas. Robert King Merton juga mengadopsi gagasan tentang anomie dalam karyanya. Ia mendefinisikannya sebagai kesenjangan antara tujuan-tujuan sosial bersama dan cara-cara yang sah untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. Dengan kata lain, individu yang mengalami anomie akan berusaha mencapai tujuan-tujuan bersama dari suatu masyarakat tertentu, namn tidak dapat mencapai tujuan-tujuan tersebut dengan sah karena berbagai keterbatasan sosial. Akibatnya, individu itu akan memperlihatkan perilaku menyimpang untuk memuaskan dirinya sendiri. 2. Anomie sebagai kekacauan masyarakat Kata ini (kadang-kadang juga dieja "anomy") telah digunakan untuk masyarakat atau kelompok manusia di dalam suatu masyarakat, yang mengalami kekacauan karena tidak adanya aturan-aturan yang diakui bersama yang eksplisit ataupun implisit mengenai perilaku yang baik, atau, lebih parah lagi, terhadap aturan-aturan yang berkuasa dalam meningkatkan isolasi atau bahkan saling memangsa dan bukan kerja sama. Friedrich Hayek dikenal menggunakan kata anomie dengan makna ini. Anomie sebagai kekacauan sosial tidak bisa dikacaukan dengan "anarkhi". Kata "anarkhi" menunjukkan tidak adanya penguasa, hierarkhi, dan komando, sementara "anomie" menunjukkan tidak adanya aturan, struktur dan organisasi. Banyak penentang anarkhisme mengklaim bahwa anarkhi dengan sendirinya mengakibatkan anomi. Namun hampir semua anarkhis akan mengatakan bahwa komando yang hierarkhis sesungguhnya menciptakan kekacauan, bukan keteraturan (lih. misalnya Law of Eristic Escalation). Kamus Webster 1913, sebuah versi yang lebih tua, melaporkan penggunaan kata "anomie" dalam pengertian "ketidakpedulian atau pelanggaran terhadap hukum". 3. Anomie dalam sastra dan film Dalam novel eksistensialis karya Albert Camus Orang Asing, tokoh protagonisnya, Mersault bergumul untuk membangun suatu sistem nilai individual sementara ia menanggapi hilangnya system yang lama. Ia berada dalam kondisi anomie, seperti yang terlihat dalam apatismenya yang tampak dalam kalimat-kalimat pembukaannya: "Aujourd'hui, maman est Morte. Ou peut-être hier, je ne sais pas. "(" Hari ini ibunda meninggal. Atau mungkin kemarin, aku tak tahu. ") Camus mengungkapkan konflik Mersault dengan struktur nilai yang diberikan oleh agama tradisional dalam suatu dialog hampir pada bagian penutup bukunya dengan seorang pastur Katolik yang berseru, "Apakah engkau ingin hidupku tidak berarti?" Dostoevsky, yang karyanya seringkali dianggap sebagai pendahulu filosofis bagi eksistensialisme, seringkali mengungkapkan keprihatinan yang sama dalam novel-novelnya. Di The Brothers Karamazov, tokoh Dimitri Karamazov bertanya kepada sahabatnya yang ateis, Rakitin, "... tanpa Allah dan kehidupan kekal? Jadi segala sesuatunya sah, mereka dapat melakukan apa saja yang mereka sukai? '" Raskolnikov, anti-hero dari novel Dostoevsky Kejahatan dan Hukuman, mengungkapkan filsafatnya ke dalam tindakan ketika ia membunuh seorang juru gadai tua dan saudara perempuannya, dan belakangan merasionalisasikan tindakannya itu kepada dirinya sendiri dengan kata-kata, "... yang kubunuh bukanlah manusia, melainkan sebuah prinsip!" Yang lebih belakangan, protagonis dari film Taxi Driver karya Martin Scorsese dan protagonis dari Fight Club, yang aslinya ditulis oleh Chuck Palahniuk dan belakangan dijadikan film, dapat dikatakan mengalami anomie.
 
 
 
 
 

Cari Blog Ini