Minggu, 16 September 2012

demografi (bab 1 & bab 2)

Judul   : Ilmu Kependudukan Demografi dan Beberapa Ukuran Dasar dasar Teknik Analisa Kependudukan

Oleh    : Umu Salamah (1110054000016)

Tugas   : ke 1 & 2

 

BAB I

PENDAHULUAN

1.      Ilmu Kependudukan dan Demografi

 

Studi ilmu kependudukan (Population studies) merupakan istilah lain bagi ilmu kependudukan yang digunakan di sini. Studi kependudukan terdiri dari analisis-analisis yang bertujuan dan mencakup:

1.      Memperoleh informasi dasar tentang distribusi penduduk, karakteristik dan perubahan-perubahannya.

2.      Menerangkan sebab-sebab perubahan dari faktor dasar tersebut, dan

3.      Menganalisis segala konsekuensi yang mungkin sekali terjadi di masa depan sebagai hasil perubahan-perubahan itu.

Introduksi istilah ilmu kependudukan sesungguhnya dimaksud untuk memberi pengertian lebih luas tentang demografi, karena sejumlah ahli telah menggunakan istilah demografi untuk menunjuk pada demografi formal, demografi murni atau kadang-kadang demografi teoretis. Kata demografi berasal dari Greek (Yunani) yang untuk pertama kali digunakan oleh Guillard, lebih dari seabad silam. Digunakan sebagai sinonim bagi Population study. Sedangkan kata Population bersumber dari bahasa latin.

Demografi adalah studi ilmiah terdapat penduduk manusia, terutama mengenai jumlah, struktur,  dan perkembangannya. Sementara Bogue memberikan batasan sebagai berikut:

Demografi adalah studi matematik dan statistic terhadap jumlah, komposisi, dan distribusi spasial dari penduduk manusia, dan perubahan-perubahan dari aspek-aspek tersebut yang senantiasa terjadi sebagai akibat bekerjanya lima proses yaitu: fertilitas, mortalitas, perkawinan, migrasi dan mobilitas social.

Batasan formal dari demografi telah pula diberikan oleh Hauser dan Duncan yang menyatakan:

Demografi adalah suatu studi mengenai jumlah, distribusi territorial, dan komposisi penduduk, perubahan-perubahan yang menyebabkan perubahan yang bersangkutan yang dapat idiidentifikasi sebagai natalitas, mortalitas, gerakan penduduk territorial dan mobilitas social (perubahan status).

 

II. Robert Thomas Malthus dan Teori-teori Alamiah

Malthus memulai dengan merumuskan dua postulat yaitu:

1.      Bahwa pangan dibutuhkan untuk hidup manusia

2.      Bahwa kebutuhan nafsu seksual antar jenis kelamin akan tetap sifatnya sepanjang masa

Atas dasar postulat tersebut Malthus menyatakan bahwa, jika tidak ada pengekangan, kecendrungan pertambahan jumlah manusia akan lebih cepat dari pertambahan subsisten (pangan).

Menurut Malthus, pengekangan perkembangan penduduk dapat berupa pengekangan segera dan pengekangan hakiki. Yang dimaksud dengan factor pengekangan hakiki adalah pangan, sedangkan pengekangan segera dapat terbentuk pengekangan prefentif. Pengekangan prefentif adalah pengendalian diri dalam hal nafsu seksual antar jenis seperti penundaan perkawinan. Pengekangan posistif merupakan factor-faktor yang mempengaruhi angka kematian, dapat berupa epidemic, penyakit-penyakit dan kemiskinan.

Kritik-kritik terhadap teori kependudukan Malthus yang juga sering dipandang sebagai kelemahan-kelemahan dari teori tersebut antaranya berkisar pada:

1.      Malthus terlalu menekankan keterbatasan persedian tanah msekipundia adalah salah seorang penganjur industralisasi dan penggunaan tanah secara efesien. Kenyataan dalam masa setelah Malthus menunjukkan bahwa perbaikan teknologi pertanian seperti penggunan pupuk buatan, pemakaian pestisida, dan irigasi yang efesien menghasilkan peningkatan produktivitas.

2.      Dia kurang memperhitungkan bahwa, penemuan-penemuan baru, teknologi unggul dan industrialisasi dan memberikan efek yang cukup berarti pada peningkatan tingkat hidup.

3.      Dia berpendapat bahwa pengontrolan kelahiran tidak moral dan tidak pernah meramalkan penggunaan alat-alat kontrasepsi secara meluas.

4.      Dengan majunya system tranportasi dan berlangsungnya perdagangan internasional membuka pasaran baru bagi barang-barang hasil pabrik/ industry, sumber-sumber bahan mentah tambahan, dan mempermudah emigrasi.

 

 

III. Teori Transisi Demograsi dan Aliran-aliran Pemikiran

Teori transisi demografi merupakan teori kependudukan yang dominan meskipun bukan dengan tanpa kritikan-kritikan. Teori ini merupakan salah satu diantara teori-teori kependudukan yang tergolong social theories. Kelompok teori kependudukan social beranggapan bahwa perubahan penduduk merupakan hasil dan kondisi social ekonomi penduduk yang berangkutan. Teori transisi demografi menyatakan bahwa setiap masyarakat memulai dengan fase kelahiran-kelahiran tinggi, kemudian disusul oleh fase angka kelahiran-kematian tinggi, kemudian disusul oleh fase menurunnya angka kematian sementara angka kelahiran masih tetap tinggi dan fase menurunnya angka kelahiran secara perlahan-lahan hingga berada pada angka kelahiran dan kematian rendah.

Fase kelahiran dan kematian tinggi sejajar dengan fase perkembangan masyarakat yang tradisional agraris, dicirikan oleh ekonomi berlandaskan pertanian dengan pendapatan rendah. Unsure-unsur industrialisasi/ modernisasi relative belum berpengaruh. Tahap permulaan atau mulainya industrialisasi/ modernisasisuatu masyarakat untuk pertama kali berpengaruh atas angka kematian hingga mengalami penurunan. Ini bertalian dengan pengetahuan medis yang mulai maju, perawatan kesehatan dan perbaikan gizi. Turunnya angka kelahiran secara perlahan-lahan dimulai ketika masyarakat yang bersangkutan mengalami industrualisasi/ modernisasi yang cukup mendalam. Akhirnya ketika telah menjadi masyarakat industry atau masyarakat modern (unsure-unsur modernisasi telah berpengaruh secara mendalam) barulah dicapai face angka kelahiran-kematian rendah.[1]

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

BEBERAPA UKURAN DASAR TEKNIK ANALISA KEPENDUDUKAN

1.      Angka Mutlak dan Relatif

Dalam rangka hal dan untuk tujuan tertentu angka-angka mutlak berguna secara langsung, bahkan sangat penting. Namun bagi tujuan-tujuan perbandingan, penggunaan angka-angka mutlak sajasering tidak memadai dan bahkan sering tidak banyak member arti. Umpamanya dengan hanya menyatakan jumlah penduduk golongan umur yang sama dari dua penduduk yang cukup banyak berbeda jumlahnya, tidak akan memberikan gambaran yang jelas perbandingan struktur umur (susunan penduduk menurut golongan umur) antara penduduk yang bersangkutan. Lebih jauh pristiwa-pristiwa demografi seperti kelahiran bertalian dengan jumlah penduduk.

Dengan menggunakan angka-angka atau ukuran-ukuran relative dapat membantu dalam membandingkan keadaan berbagai pristiwa demografi dari penduduk-penduduk yang jumlahnya sangat berbeda.

 

2.      Rasio dan Riet

Angka-angka mutlak tersedia dari daftar-daftar statistic yang dipelihara atau dipublikasikan oleh berbagai instansi/ badan yang memuat jumlah orang atau pristiwa-pristiwa demografi. Table-tabel statistic hasil sensus, Jakarta, Indonesia antara lain memuat angka-angka mutlaj jumlah penduduk menurut umur dan jenis kelamin. Untuk mengetahui jumlah penduduk perempuan Indonesia usia 15-24 tahun misalnya angka-angka absolute dapat dihitung langsung dalam table statistic tersebut. Angka-angka mutlak, seperti telah dikemukakan, untuk tujuan-tujuan tertentutelah memadai. Angka-angka mutlak dapat berguna secara langsung bagi berbagai perencanaan (fasilitas sekolah, kesehatan dan sebagainya).

Rasio merupakan besaran hasil perbandingan antara dua angka. Rasio adalah ukuran relative, sehingga tidak merupakan indicator besarnya angka-angka yang diperbandingkan. Rasio 50 laki-laki terhadap 40 perempuan adalah lebih besar dari rasio 1.000 laki-laki terhadap 1.200 perempuan meskipun angka-angka yang diperbandingkan lebih kecil pada kasus pertama daripada kasus kedua. Tujuan dari penyajian rasio adalah untuk menjawab pertanyaan: tiap unit angka kedua berupa unit kah pada angka pertam?

Kendatipun demikian angka rasio sering sering dinyatakan sebagai jumlah unit angka pertama per 100 atau 1.000 unit angka kedua. Rasio 50 laki-laki terhadap 40 perempuan dan rasio 1.000 laki-laki terhadap 1.200 perempuan masing-masing dapat dinyatakan sebagai 125 laki-laki per 100 perempuan dan 83 laki-laki per 100 perempuan. Angka-angka rasio jumlah penduduk laki-laki per 100 penduduk perempuan dalam demografi/ ilmu kependudukan dikenal sebagai rasio jenis kelamin.

 

 

3.      Distribusi Frekuensi

Dalam ilmu kependudukan distribusi frekuensi merupaka alat untuk menggambarkan profil penduduk menurut karakteristik tertentu. Karakteristik ini umpamanya umur, jenis kelamin, daerah tempat tinggal, lapangan pekerjaan, agama, dan kewarganegaraan. Frekuensi dapat terbentuk angka-angka mutlak atau proporsi dan persentase (angka-angka relative)

 

4.      Teknik Pro-rating

Dalam tabel-tabel hasil sensus penduduk mengenai jumlah penduduk menurut golongan umur kadang-kadang dijumpai suatu kategori yang "tak terjawab" (no stated). Jika jumlah penduduk secara keseluruhan, penerapan teknik pro-rating dipandang memadai. Melakukan pro-rating terhadap penduduk kategori itu berarti mendistribusikan mereka kedalam struktur umur penduduk yang ada dari penduduk yang bersangkutan.

Pro-rating biasanya dilakukan untuk masing-masing jenis kelamin. Selain terhadap bagian penduduk yang "tak terjawab" seperti pada table tersebut, pro-rating dapat pula dilakukan terhadap penduduk total perkiraan tahun-tahun didepan (biasanya untuk jangka waktu yang sangat singkat) dengan menggunakan struktur umur penduduk sebelumnya, atau terhadap penduduk total yang tak diketahui struktur umumnya dengan mengasumsikan suatu struktur umur penduduk yang polanya dianggap kurang lebih sama.

 

5.      Teknik Perhitungan Umur Median

Biasanya umur median dipakai sebagai salah satu petunjuk untuk melihat struktur umur penduduk suaru Negara atau wilayah tertentu dalam suatu Negara. Struktur umur penduduk muda akan memperliahtkan umur median rendah, dan sebaliknya struktur umur penduduk tua akan menunjukkan umur media tinggi. Semakin mengarah ke struktur umur tua akan semakin tinggi umur median penduduk suatu wilayah. Umur median adalah umur yang berada pada titik tengah yang membagi penduduk suatu wilayah dalam jumlah yang sama. Meskipun sampai taraf tertentu, yang disebut umur median rendah dan umur median tinggi bersifat relative, suatukategoris yang dapat dipakai adalah dengan penggolongan: umur median rendah kurang dari 20 tahun, umur median sedang atau "intermediate" 20-29 tahun, dan umur median tinggi 30 tahun keatas.

 

6.      Cara-cara Pengukuran Perkembangan Penduduk

Jika suatu daerah mempunyai suatu system pencatatan penduduk berjalan dengan baik, jumlah penduduk pada akhir suatu priode waktu dari daerah yang bersangkutan dapat diperkirakan dengan menggunakan persamaan.

Walaupun seecara teoritis perkembangan penduduk berlangsung secara eksponensial, terjadi setiap saat, setiap detik, pada prakteknya riet perkembangan penduduk pertahun yang diperoleh dengan persamaan geometric tak banyak berbeda dengan riet perkembangan penduduk pertahun menggunakan persamaan eksponensial.[2]

 

 

 

 

 

 

 



[1] Said Rusli, Pengantar Ilmu Kependuduk, LP3ES, Jakarta: 1995, Halm: 1-9

[2] Said Rusli, Pengantar Ilmu Kependuduk, LP3ES, Jakarta: 1995, Halm: 10-18

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini