Blog tempat mengirimkan berbagai tugas mahasiswa, berbagi informasi dosen, dan saling memberi manfaat. Salam Tantan Hermansah
Sabtu, 25 Agustus 2012
Optimalisasi Pemanfaatan Pinjaman Modal Usaha dari Koperasi Simpan Pinjam Kodanua Kantor Cabang Pembantu Pondok Labu
Optimalisasi Pemanfaatan Pinjaman Modal Usaha dari Koperasi Simpan
Pinjam Kodanua Kantor Cabang Pembantu Pondok Labu
EGA PRASETYA NOOR
Pelaku usaha mikro dan kecil adalah masyarakat yang bermatapencaharian
sebagai pedagang atau pengusaha namun memiliki modal, aset, omset, dan laba
yang tergolong mikro dan kecil. Dalam hal permodalan mereka membutuhkan
campur tangan, baik dari pemerintah maupun lembaga-lembaga keuangan. Salah
satu lembaga keuangan yang masih menjadi tumpuan harapan para pelaku usaha
mikro dan kecil adalah Koperasi Simpan Pinjam Kodanua.
Penelitian yang berlokasi di Koperasi Simpan Pinjam Kodanua Kantor
Cabang Pembantu Pondok Labu ini bertujuan untuk menelusuri penggunaan dana
pinjaman oleh para anggota Koperasi Simpan Pinjam Kodanua Kantor Cabang
Pembantu Pondok Labu, sehingga dapat diketahui modus dan optimalisasi dari
pemanfaatan dana pinjaman tersebut.
Revisiting Community Driven Development and the Reproduction of Villages in Indonesia
Revisiting Community Driven Development and the Reproduction of Villages in Indonesia
Sirojudin Abbas[*]
ABSTRAK
Sebagai negara yang tengah menghadapi problem sosial dan ekonomi seperti kemiskinan dan pengangguran, berbagai pendekatan untuk menyelesaikan masalah tersebut harus selalu dicoba dilakukan. Satu di antara sekian banyak pendekatan adalah CDD (Community Driven Development). Menurut penulis artikel ini, CDD adalah model konsep lama. Namun demikian, CDD mampu membangun kerangka baru bagi desa agar mampu menyerap apa yang datang atau didatangkan dari luar sehingga mampu membangun cara berpikir dan berperilaku yang baru, bahkan mungkin juga dengan CDD mampu membangun transformasi sosial. Selain itu juga akan membangun relasi yang kuat antara state dan society. Bahkan keseluruhan proses CDD akan memusatkan perubahan pada model keputusan yang top down atau tipe hubungan patrimonial kedalam pembangunan yang resiprok dan patrimonial. Penekanan akan proses pembangunan yang partisipatif, merefleksikan kesesuaian cara dalam pemikiran pembangunan.
Key Words: Rural Development, Community Development, CDD, Social Change
Introduction
The presidential speech before the House of Representatives on August 16, 2006, earmarked the formal acknowledgement of the Indonesian government over the two World Bank funded development projects initiated since early 1998. The two projects are Kecamatan Development Project (hereafter KDP) and Urban Poverty Project (hereafter UPP). President Susilo Bambang Yudhoyono not only affirmed and praised the success of the projects, both administratively and substantially, but also announced that the two projects would be expanded as the primary national programs aimed at poverty reduction and community empowerment[1]. The national program, called the National Program for Community Empowerment (NPCE), which was formally launched in 2007, incorporates both KDP and UPP approaches.
The Indonesian government believes that the success rate of the above two projects has been proven. The Coordinating Minister for Social Welfare Aburizal Bakrie noted that the two projects were 56 percent more efficient than if they were implemented by government officials[2]. Up to 2006, KDP and UPP had covered no less than 39.282 (about 46 per cent) out of 69.929 villages (Desa and Kelurahan) in 5.623 sub-districts (Kecamatan) throughout Indonesia. NPPE is expected to cover the remaining villages and sub-districts in 2009 and will continue using the similar community-based development approach. KDP, UPP and NPPE rely heavily on the same the core development thrust, namely a "development block grant" (Bantuan Langsung Masyarakat/BLM) for financing various micro development projects and reliance on community participation in planning, managing and the whole processes of decision making. In 2007 NPPE was implemented in 1000 sub-districts and the remaining 3.800 sub-districts will be done in 2008. This project is expected to create 50.000 new job opportunities in 39.000 villages. Therefore, the government assumes, this program will be able to reduce the poverty-rate from 10.4 per cent in 2006 to 5.1 per cent of the total 106.3 million people of productive age in 2009. The total budget allocated for this project from 2007 until 2009 is no less than US $ 1.5 billion.[3]
Langganan:
Postingan (Atom)