Nama : Fitri Permata Sari
NIM : 1112051000151
Kelas : KPI 5E
Tugas : UTS
Tema : Meninjau persoalan-persoalan etika didalam lembaga komunikasi
I. Latar Belakang
Setiap komunikasi merupakan kegiatan yang selalu menghasilkan informasi. Memiliki akses ke informasi berarti kemudahan untuk mendapatkan kekuasaan atau mempertahankannya, yang pada gilirannya akan membantu orang mendapatkan keuntungan. Komunikasi berperan besar dalam pembentukan etika. Etika seseorang timbul di akibatkan karena seseorang merasa dirinya peka terhadap informasi yang diterima, baik informasi yang positif atau informasi yang negatif sekalipun.
Pentingnya etika juga sangat memperngaruhi moral seseorang. Setiap orang wajib memiliki prinsip-prinsip etika. Prinsip-prinsip etika merupakan prasyarat wajib bagi keberadaan sebuah lembaga. Tanpa adanya prinsip etika mustahil manusia bisa hidup harmonis dan tanpa ketakutan, kecemasan, keputusasaan, kekecewaan, pengertian dan ketidakpastian.
Seiring dengan perkembangannya, manusia cenderung mengambil pola tindakan dan kecenderungan untuk bertindak dengan cara tertentu. Kecenderungan ini, ketika ditinjau secara kolektif, kadang-kadang disebut karakter, karena karakter dibentuk oleh tindakan-tindakan sadar, pada umumnya orang bertanggung jawab secara moral atas karakter serta tindakannya sendiri.
Untuk bisa bertahan hidup, prinsip pengorganisasian kerja harus menekankan pada tepat waktu, ringkas dan menguntungkan karena sistem kerja yang diberlakukan yaitu sistem semi-militer. Prinsip itulah yang membuat etika para pengajar di Pendidikan Ilmu Pelayaran membuat aturan yang begitu disiplin. Kedudukannya sebagai pemimpin membuatnya memiliki kewenangan penuh atas lembaga pendidikan tersebut. Pentingnya pencitraan juga menjadikan mereka agar terlihat gagah dan merasa sudah benar dalam pembuatan peraturan yang ditetapkan di lembaga pendidikan itu.
Namun semua aturan dan tata cara yang mereka torehkan kepada setiap taruna/taruni, membuat para taruna/taruni gerah dan janggal terhadap aturan tersebut. Hal itu terlihat dari para pengajar di Pendidikan Ilmu Pelayaran yang seenaknya membuat peraturan atau sanksi-sanksi yang membuat ketidaknyamanan taruna/taruni. Peraturan-peraturan tersebut antara lain adalah bangun pagi jam 4 subuh, sedikit-sedikit apel, setiap kegiatan harus diawali dengan apel, ada simulasi jaga/piket, jalan dari satu tempat ke tempat lain harus berbaris, harus selalu hormat ke atasan, tidak ada toleransi, kemana-mana harus memakai sepatu, dan jika ingin keluar asrama harus berpakaian rapi dan pakai pakaian dinas.
Yang merugikan taruna/taruni adalah sanksi dari perbuatan indisipliner diluar batas wajar seperti harus gulang-guling, berendam di tempat penampungan limbah tinja pada tengah malam, memakan rokok untuk yang ketahuan merokok, setiap makanan harus habis karena kalau tidak habis, makanan tersebut harus dikumur-kumur dan harus dibagikan keteman-temannya untuk dimakan, mungkin positifnya kita harus menghargai makanan.
Ketidakwajaran sanksi yang diberikan oleh para pengajar tersebut menimbulkan etika yang dianggap negative oleh para taruna/taruni. Meski demikian, sanksi-sanksi tersebut mau tidak mau harus tetap di ikuti dan di jalani oleh setiap taruna/taruni.
Bisa diambil kesimpulan bahwa positifnya yaitu mungkin untuk melatih taruna dan taruni, namun jika dilihat dari sisi negative nya yaitu sanksi-sanksi yang diterima bisa saja membuat tekanan dalam diri taruna dan taruni.
II. Teori
Teori yang digunakan adalah teori etika egoisme etis. Ini menjelaskan bahwa setiap orang wajib memilih tindakan yang paling menguntungkan bagi dirinya sendiri. Dengan kata lain, tindakan yang baik dan dengan demikian wajib diambil adalah tindakan yang menguntungkan bagi diri sendiri. Satu-satunya kewajiban manusia adalah mengusahakan agar kepentingannya sendiri dapat terjamin.
Ini tidak berarti bahwa kepentingan orang lain harus senantiasa diabaikan. Karena, bisa jadi demi pencapaian hasil yang paling menguntungkan untuk diri sendiri, orang justru perlu mengindahkan kepentingan orang lain. Yang membuat tindakan itu benar adalah fakta bahwa tindakan itu menunjang usaha untuk memperoleh apa yang paling menguntungkan bagi dirinya.
Egoisme etis melarang pencarian nikmat pribadi, karena hal itu dalam jangka panjang justru tidak menguntungkan. Yang dianjurkan oleh egoisme etis adalah agar setiap orang melakukan apa yang sesungguhnya dalam jangka panjang akan menguntungkan untuk dirinya.
Dalam kasus diatas, telah jelas bahwa etika dari para pengajar tersebut memiliki tujuan untuk menguntungkan dirinya sendiri dengan memberlakukan setiap sanksi-sanksi indisipliner kepada para taruna dan taruni, tetapi tidak lepas dari tujuan untuk membuat para taruna dan taruni agar selalu disiplin disetiap aktivitasnya.
III. Metodologi
A. Metode Penelitian
Berdasarkan permasalahan etika yang diangkat diatas, sudah cukup jelas bahwa metode dan focus penelitian yang diambil adalah penelitian kualitatif deskriptif. Mengapa kualitatif deksriptif? Karena metode penelitian deskriptif kualitatif bertujuan untuk mengungkap fakta, keadaan, fenomena, variabel dan keadaan yang terjadi saat penelitian berjalan dan menyuguhkan apa adanya.
Karena melalui penelitian kualitatif, peneliti dengan mudah mendapatkan informasi secara mendalam dan secara lengkap dengan cara melakukan pengamatan secara mendalam dan mewawancarai salah satu sumber yang terlibat langsung. Dan selanjutnya mampu melihat fenomena secara lebih luas dan mendalam sesuai dengan apa yang terjadi dan berkembang pada situasi sosial di lingkungan yang akan di teliti.
B. Analisis
Sesuai dengan data yang diterima, sebuah etika terjadi pada saat seseorang melakukan tindakan yang dilandasi oleh kepentingan dirinya sendiri. Hal ini bisa dilihat dari para pengajar di Pendidikan Ilmu Pelayaran yang membuat sanksi-sanksi kepada taruna/taruni atas perbuatan indisipliner diluar batas wajar. Meski tujuan dari para pegajar ini awalnya dinilai hanya untuk mendapatkan pencitraan ataupun sebagainya dengan memberikan sanksi-sanksi yang tidak wajar, tetapi semua sanksi-sanksi yang diberikan memberikan dampak yang positif untuk para taruna dan taruni di jangka panjang atau di masa yang akan datang. Hal tersebut bisa saja semata-mata untuk mencari citra baik di hadapan kepala lembaga pendidikan itu agar para pengajar dianggap telah benar mendidik para taruna dan taruni. Para pengajar tersebut menganggap dirinya yaitu pemimpin dari para taruna dan taruni, jadi merasa dirinya mempunyai wewenang penuh atas segala peraturan didalam lembaga pendidikan tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar