M.Irhamni (1111054000014) PMI 4
Substansi kepemimpinan sosial adalah mencapai tujuan berdirinya sebuah organisasi sosial. Seperti sebuah organisasi perlindungan anak, maka dalam kepemimpinan sosial yang ingin dicapai adalah bagaimana cara melindungi anak. Pada prinsip umumnya, substansi kepemimpinan sosial adalah melayani kepentingan publik. Contoh organisasi sosial adalah LSM, negara atau kota, dll.
Teknologi telah menciptakan perubahan di setiap lini kehidupan, termasuk dalam aktivitas organisasi. Perubahan ini terutama dapat dilihat dan dirasakan dalam berkomunikasi. Ya, teknologi—terutama internet—telah menggiring dunia memasuki era sosial, yang salah satunya ditandai dengan lahirnya beragam media sosial.
Kelahiran media sosial memberikan lebih banyak sarana bagi orang untuk berkomunikasi. Sebut saja Twitter dan Facebook sebagai contoh yang paling populer saat ini. Banyak pemimpin dunia telah memanfaatkan Twitter dan Facebook untuk berkomunikasi dan menyampaikan pesan kepada banyak orang. Menurut studi Burson-Marsteller, sebuah perusahaan humas dan komunikasi yang berbasis di New York, AS, setidaknya sebanyak 264 pemimpin dari 125 negara telah memiliki akun Twitter. Dari jumlah tersebut, sebanyak 30 kepala negara mengelola sendiri akun mereka.
Menurut studi yang dilansir pada bulan Juli 2012 tersebut, Presiden Barack Obama adalah pemimpin yang paling populer di Twitter. Akun @BarackObama memiliki sekitar 18 juta follower. Akun tersebut juga di-follow oleh 76 pemimpin negara dan pemerintahan dari negara-negara sahabat AS. Selain Obama, beberapa pemimpin dunia lainnya yang memanfaatkan Twitter adalah Presiden Prancis Francois Hollande (@Fhollande), Presiden Brasil Dilma Rousseff (@DilmaBR), Perdana Menteri Inggris David Cameron (@Number10gov), PM Malaysia Najib Razak (@NajibRazak), dan PM Singapura Lee Hsien Loong (@leehsienloong).Barack Obama merupakan pemimpin dunia pertama yang mendaftarkan dirinya ke Twitter, yakni pada 5 Maret 2007. Pemimpin dunia kedua yang melakukan hal tersebut adalah Presiden Meksiko, Enrique Pena Nieto, lewat akun @EPN. Nieto membuat akun Twitter pada bulan yang sama dengan Obama. Di Indonesia, beberapa pemimpin daerah sudah mulai memanfaatkan Twitter. Di antaranya adalah gubernur terpilih DKI Jakarta Joko Widodo (@jokowi_do2) dan wakilnya Basuki Tjahaja Purnama (@basuki_btp), dan mantan walikota Yogyakarta Herry Zudianto (@herry_zudianto). Kendati demikian, era sosial bukan semata soal media sosial. Era sosial tidak hanya ditandai dengan lahirnya media sosial dan pemanfaatannya. Era sosial juga ditandai dengan kebangkitan komunitas.Di era industri, seseorang bisa disebut sebagai pemimpin jika dia memiliki jabatan atau posisi yang memberinya kekuasaan. Tetapi di era sosial, kepemimpinan seseorang tak lagi hanya diukur dari posisi dan jabatannya. Ide, komunitas, dan tujuanlah yang akan memberikan kekuasaan bagi pemimpin di era sosial. Hal ini dipaparkan oleh Nilofer Merchant, pendiri dan CEO perusahaan Rubicon, dalam bukunya yang berjudul 11 Rules for Creating Value in the Social Era. Merchant juga merupakan dosen di Universitas Standford.
Menurut Merchant, di era sosial, organisasi harus memiliki tujuan untuk menciptakan value bagi banyak orang. Karena itu, yang dituntut dari seorang pemimpin di era sosial bukan hanya harus memiliki tujuan dan ide yang cerdas, tetapi juga harus fokus dengan tujuannya. Ia dituntut untuk mampu menyelaraskan seluruh elemen dalam organisasinya. Hal utama yang harus dimiliki oleh sebuah organisasi untuk bertahan di era sosial adalah kemampuan untuk beradaptasi.Dalam bukunya, Merchant memaparkan 11 aturan dalam era sosial yang perlu diterapkan agar organisasi dan sumber daya manusianya dapat berkembang. Beberapa di antaranya berhubungan dengan networking, komunitas, dan kolaborasi.
Networking. Jika era industri identik dengan membangun sesuatu, maka era sosial identik dengan menghubungkan berbagai hal, orang, dan ide. Era sosial terkait erat dengan networking, cara bagaimana menghubungkan banyak orang yang memiliki tujuan dan ketertarikan yang sama. Pemimpin perlu memikirkan agar organisasi mampu memberikan value bagi banyak orang, menghubungkan banyak pihak, hingga akhirnya mereka bersatu untuk mendukung dan memberikan kontribusi bagi organisasi.
Komunitas. Dulu, kekuatan dimiliki oleh institusi yang besar. Namun di era sosial, hal itu belum tentu berlaku. Kekuatan di era sosial dipegang oleh setiap individual yang tergabung dalam komunitas. Kekuatan bisa diperoleh seseorang lewat caranya bekerja dengan tim atau orang lain.
Untuk sukses, pemimpin harus mampu melakukan pendekatan kepada komunitas atau bahkan menciptakan komunitas yang sejalan dengan tujuannya. Kolaborasi. Kontrol dalam organisasi di era sosial tak lagi terpusat pada pemimpin struktural. Kesuksesan organisasi ditentukan oleh kolaborasi dan kontribusi dari orang-orang yang ada di dalamnya. Pengambilan keputusan dalam organisasi sejatinya juga tak dilakukan oleh pemimpin seorang diri, tetapi melibatkan masukan-masukan dari orang-orang di sekitarnya. Dengan begitu, setiap individu dalam organisasi akan merasa ikut memiliki dan berperan serta demi kemajuan organisasi.
kepemimpinan dalam gaya Jokowi-Ahok (JA)
Perjalanan kepemimpinan "Jakarta Baru" telah memasuki hari ke 42 yang ditunjukkan dengan sepak terjang JA dalam menata Jakarta baik di bidang birokrasi maupun dalam perbaikan & penataan layanan publik kepada warga Jakarta.
Pembelajaran apa yang dapat dipetik dari kepemimpinan dan cara kerja JA untuk para pejabat di Indonesia.
Kalau kita mau cermati, banyak hal dan terobosan baru telah dilakukan yang merupakan paradigma baru dari JA dalam memimpin Jakarta serta bagaimana JA melihat jabatan yang diembannya sebagai sebuah pelayanan yang harus prima bagi warga DKI.
Masih terngiang setelah pelatikannya Jokowi dengan sangat yakin dan tegas mengatakan dirinya adalah pelayan untuk warga DKI dan tak akan pernah kenal lelah berjalan dari kampung ke kampung untuk meningkatkan pelayanannya dalam mensejahterakan warga DKI.
Mari kita mulai cermati dari gaya pendekatan JA kepada warga (publik) yang dilayaninya, terlihat JA telah membuang semua sekat yang dipelihara oleh kebanyakan para pemimpin saat ini dimana pemimpin dimaknai sebagai seorang pejabat yang harus dihormati, sebagai pembesar yang harus dapat berbagai keistimewaan seperti pengawalan dalam setiap perjalanannya, disambut dengan upacara dan kerumunan orang, disiapkan makanan yang enak, dan yang lebih sering ditonjolkan adalah pemimpin merupakan seseorang yang tidak mudah ditemui dan harus melalui birokrasi yang panjang, tidak gampang berbicara dengan rakyatnya dan bak dewa yang turun ke bumi yang harus diperlakukan secara istimewa. Namun kalau kita lihat gaya JA, maka terlihat semua sekat telah dihancurkan dengan gaya blusukan Jokowi yang mau membaur dan secara tiba tiba hadir ditengah rakyat yang dilayaninya dan juga terlihat dalam video di Youtube dimana dengan gaya koboinya Ahok telah menunjukkan kepada kita bahwa birokrasi harus melayani, harus hemat/efisien, efektip , jujur, transparan, dan harus dapat dipertanggungjawabkan dalam penggunaan dana APBD karena dana tersebut harus dipergunakan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan warga DKI. Keberanian JA dalam membuka ke publik proses layanan Pemda DKI melalui internet telah membuka mata rakyat betapa kurang profesionalnya para Kadis dan jajarannya dalam mengelola program layanannya, termasuk dalam menyusun anggaran dan penggunaannya. Ahok dengan berani dan lugas telah mengobrak abrik kenyamanan dan keamanan para PNS yang sebelumnya hanya bekerja seadanya dan asal asalan berubah menjadi PNS yang professional yang dapat dibanggakan karena telah melayani warga DKI dengan penuh kesungguhan dan dengan hati. Kita lihat pembagian kartu Jakarta SEHAT dan Jakarta PINTAR telah menunjukkan keseriusan dan komitmen JA dalam mewujudkan janji janji kampanyenya hanya dalam hitungan kurang dari 2 (dua) bulan
Pembedaaan lain dalam kepemimpinan JA adalah bagaimana membangun hubungan yang harmonis dengan para-pihak (stakeholder) mulai dari kalangan ulama, kalangan birokrasi di tingkat kementerian, bertemu dengan gubernur lainnya, menjalin kerja sama dengan KPK untuk menjadikan DKI bersih dari KKN, menjalin kemitraan dengan BUMN untuk mengerjakan proyek besar demi menanggulangi kemacetan lalu lintas dan banjir dll telah menunjukkan kualitas kepemimpina JA yang mampu bekerja dalan team kerja bagaikan sebuah pertunjukkan kolosal sebuah orkes simphoni. Terlihat JA tidak mau hanya bekerja sendiri dalam sunyi, namun terus menggandeng semua pihak termasuk mengajak rakyatnya untuk bergandengan tangan membangun Jakarta Baru. Keterbukaan kepada pihak luar dan para-pihak jelas membutuhkan sikap yang rendah hati, tidak mau menang sendiri dan yang sikap paling berat namun sekaligus hebat yang telah ditunjukkan JA adalah keterbukaan yang didasari sikap jujur, mau melayani dan keinginan memberikan yang terbaik untuk warga DKI yang dilayaninya, bukan seperti kebanyakan pejabat kita yang cenderung tertutup, arogan, suka pat-gulipat dan terus memperkaya diri sendiri dengan jalan pintas. Terobosan baru terus dilakukan demi meningkatkan kuantitas dan kualitas layanan Pemda DKI, seperti memasang cctv di kantor-kantor pemerintah DKI, menggunakan system online untuk pembayaran pajak, meminta BNN memeriksa PNS dilingkungan DKI dengan tes urine secara mendadak dll menunjukkan betapa serius dan tidak main main JA dalam membenahi manajemen birokrasi di dalam internal DKI dan ini merupakan keberanian luar biasa ditengah kebobrokan yang telah berjalan sekian lama.
JA telah menerapkan prinsip manajemen modern dengan mengedepankan asas transparan dan akuntabilitas di lingkungan Pemda DKI,memanfaatkan IT(tehnologi informasi) misal dengan penerapan pembayaran pajak secara online, menerapkan prinsip manajemen " the right people in the right place" dengan menempatkan PNS sesuai dengan kompetensinya yang tidak berbau nepotisme, melibatkan PNS muda yang cerdas dan jujur sebagai startegi kaderisasi untuk memenuhi kebutuhan SDM kedepan demi layanan yang prima bagi warga DKI. Pembenahan manajemen secara internal secara terus menerus jelas akan meningkatkan kepercayaan warga DKI sebagai pelanggan (customer) Pemda DKI dan dengan semakin meningkatnya kepercayaan warga DKI maka akan memudahkan JA untuk melibatkan warga dalam berbagai programnya sehingga partisipasi warga dengan sendirinya akan meningkat. Permintaan Jokowi kepada para Lurah, Camat dan Walikota terkait pelayanan kepada masyarakat mengikuti standar di bank yang harus senyum,cepat dan interior yang tertata rapi dan apik jauh dari kesan kumuh, dan judes jelas menunjukkan cara pandang JA dalam menempatkan warga DKI sebagai pelanggan (customer) yang harus mendapat layanan sebaik-baiknya.
Kedekatan JA yang tanpa sekat memudahkan dalam berkomunikasi sehingga informasi yang didapat bukan informasi sampah yang penuh ABS tetapi informasi yang benar benar sahih dan benar sesuai realitas karena diperoleh dari turun langsung di lapangan. Cara kerja Jokowi yang mau turun langsung ke bawah sungguh dirindukan oleh warga terutama di daerah marginal yang selama ini merasa tidak dipedulikan dan tidak pernah disapa. Sapaan JA dengan senyuman yang khas, keberaniannya untuk tampil apa adanya tanpa basa basi sungguh menyentuh hati warga sehingga tidak heran jika dalam setiap kedatangannya selalu ditunggu dan dielu-elukan warga. Hal ini bukan sebentuk kultus individu namun bagaikan orang dahaga ditengah padang pasir, warga DKI telah menemukan sosok pemimpin yang dirindukan dalam diri JA yang berani keluar dari kebiasaan lama, meminjam istilah umum "out of the box", yang dengan kesederhanaan dan kerendahan hati telah mampu merebut hati warga DKI yang menginginkan perubahan Jakarta ke arah yang lebih baik
Yang menarik, meski JA telah menunjukkan kualitas kepemimpinan yang merakyat, namun anehnya justru belum banyak pejabat lain di negeri ini yang mau mengikuti jejak JA.
Kepemimpinan yang mengayomi, tegas, satunya kata dan perbuatan, transparan, dengan akuntabilitas yang tinggi dari JA seharusnya mampu menginspirasi para pemimpin negeri ini untuk melakukan hal yang sama. Atau jangan jangan ada rasa malu dan tidak mau mengakui kelemahan diri dari para pejabat di republik ini untuk mengikuti jejak JA karena dianggap hanya mengekor saja sehingga menurunkan harga diri mereka ?
Rakyat saat ini sudah semakin pintar membedakan mana yang emas dan mana yang imitasi, sehingga saatnya bagi para pemimpin negeri ini untuk merubah paradigma kepemimpinan dari pejabat yang merasa sebagai penguasa berganti menjadi seorang pelayan yang baik ,rendah hati, suka menolong dan tidak memperkaya diri sendiri , apalagi melalui jalan pintas korupsi. Atau para pejabat lainnya masih harus terus menunggu sampai kemarahan rakyat memuncak dalam bentuk revolusi sosial dan semuanya menjadi terlambat ?