Selasa, 17 Juli 2012

Agrarian Reform for Community Development in Rural Society

STRATEGI REFORMA AGRARIA DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MISKIN DI PEDESAAN
Oleh: Tantan Hermansah[*]
ABSTRAK
Kemiskinan yang sudah lama didera oleh bangsa Indonesia mengharuskan adanya perubahan pendekatan. Program reforma agraria yang saat ini akan digulirkan oleh pemerintah, merupakan peluang baru untuk melakukan perubahan pendekatan penanggulangan kemiskinan ini. Dengan pendekatan asset building, penulis menemukan bahwa reforma agraria sebagai konsep dan praktik pembangunan sangat relevan untuk melalukan pemberdayaan kaum miskin di pedesaan. Pendekatan asset building ini akan menjadikan program reforma agraria efisien dalam mencapai tujuan intinya: mengentaskan kemiskinan di Indonesia
Key Words:  Reforma Agraria, Miskin, Pemberdayaan, Pedesaan

PENDAHULUAN

Kemiskinan di Indonesia adalah permasalahan kronis. Jika menggunakan adagium penyakit jantung, kemiskinan di Indonesia sudah memasuki stadium 3. Sehingga pelbagai strategi dan pendekatan sudah dilakukan. Di masa Orde Baru—sekedar kilas balik—pemerintah menggunakan strategi Revolusia Hijau untuk mengatasi kemiskinan di pedesaan. Sedangkan untuk kemiskinan di perkotaan, pemerintah menggunakan pendekatan pembangunan sentra-sentra industri. Semuanya dikerangkai oleh sebuah perspektif: ekonomi adalah panglima. Hasilnya? Indonesia melesat menjadi salah satu keajaiban Asia (the miracle of asia) dengan deretan penghargaan dan pujian.

Agrarian Reform for Rural: The Strategy for Farming and Forest

PERAN RA DALAM DESA 2030: STRATEGI UNTUK PERTANIAN DAN KEHUTANAN[i]
Oleh: Endriatmo Soetarto[ii], Tantan Hermansah[iii]

I.        PERSPEKTIF DESA DAN REFORMA AGRARIA

Quo vadis desa

Berbicara tentang desa di tahun 2030 tentu tak bisa kita proyeksikan dengan begitu saja tanpa memahami lebih fundamental tentang apa itu 'tanah', 'pasar', 'kapitalisme', dan pada gilirannya 'reforma agraria'. Ada pertanyaan awal yaitu apakah benar sistem pasar  itu telah ada sejak dulu kala setua usia peradaban manusia itu sendiri? Atau apakah pasar hanyalah bentukan manusia akhir-akhir ini saja? Merujuk tulisan I Wibowo (2005)[iv] yang secara khusus mengupas karya Karl Polanyi 60 tahun yang lalu yang berjudul The Great Transformation (1944) dikatakan dengan menengok sejarah Eropah di abad pertengahan, ketika  masih menganut sistem feodalisme, ternyata pasar tidak mendominasi kehidupan. Yang dipakai pada waktu itu adalah sistem gilda. 'Tanah' sendiri, bersama dengan 'tenaga kerja' dan 'uang' bukanlah  bukanlah barang komoditas karena tanah merupakan unsur inti feodalisme. Para raja kecil (lord) menguasai tanah dan mengaturnya serta menjadikannya sebagai basis kekuatan militernya. Tentu terjadi perpindahan hak atas tanah, namun ini tidak diatur dengan sistem jual-beli dalam sebuah pasar. Mereka memiliki peraturan dan kebiasaan untuk mengatur perpindahan hak atas tanah. Tanah tidak dijual-belikan atau ekstra commersium.

Agrarian Theology

TEOLOGI AGRARIA: REKONSTRUKSI KONSEP
Oleh: Tantan Hermansah*

Pendahuluan: Mempertemukan Dua Konsep

Dalam pemahaman tradisional konsep "teologi" dipahami sebagai ilmu yang membahas tentang Tuhan dan sifat-sifatnya[1] melalui logika agama-agama formal. Sedangkan "agraria"diartikan sebagai sumberdaya tanah[2]. Pemahaman yang tidak salah itu, saat ini kemudian diselaraskan dengan konteks dan kebutuhan kekinian. Di mana istilah "teologi" kemudian dimaknai sebagai pemahaman akan fakta Tuhan dalam "lebenswelt" (dunia kehidupan) manusia, bukan model refleksi teologis yang secara formal ada dalam pemahaman dan keyakinan agama-agama besar saat ini.[3] Sebelum lebih jauh memasuki penjelasan mengenai "teologi" dan  "agraria", pertama-tama akan dijelaskan dulu konteks sosial yang menyebabkan konsep ini lahir. 

Cari Blog Ini