Blog tempat mengirimkan berbagai tugas mahasiswa, berbagi informasi dosen, dan saling memberi manfaat. Salam Tantan Hermansah
Kamis, 04 Oktober 2012
Annisa Novianti Jurnalistik IA
ATIKA SURI_JURNALISTIK 1A
MAX WEBER TINDAKAN SOSIAL DAN RASIONALISASI
Weber lahir di Erfurt, Jerman pada 21 April 1864. Ia berasal dari keluarga kelas menengah. Ia menjalani hidupnya dengan prihatin, rajin, bersemangat kerja tinggi, atau yang dalam istilah modern disebut dengan istilah workaholic. Ia meninggal pada 14 Juni 1920. Menjelang kematiannya itu, ia menulis karya yang sangat penting, yaitu Economy and Society. Meskipun karyanya ini telah diterbitkan dan diterjemahkan kedalam beberapa bahasa, sebenarnya karyanya ini belum selesai. 1. Tindakan Sosial Max Weber mendefinisikan tindakan sosial sebagai "tindakan yang oleh individu dimaksudkan untuk mempunyai pengaruh atas tindakan dan sikap orang lain, dan bahwa karenanya faktor orang lain itu di diperhitungkan didalam tindakannya semula". Menurut Max Weber, tindakan sosial dapat di golongkan menjadi empat kelompok (tipe), yaitu tindakan rasional instrumental, tindakan sosial berorientasi nilai, tindakan tradisional, dan tindakan afeksi. a. Tindakan Rasional Instrumental Tindakan ini dilakukan seseorang dengan memperhitungkan kesesuaian antara cara yang digunakan dengan tujuan yang akan dicapai. Misalnya guna menunjang kegiatan belajarnya dan agar bisa memperoleh nilai yang baik, seorang siswa memutuskan untuk membeli buku-buku pelajaran sekolah daripada komik.
b. Tindakan Rasional Berorientasi Nilai Tindakan ini bersifat rasional dan memperhitungkan manfaatnya, tetapi tujuan yang hendak dicapai tidak terlalu dipentingkan oleh si pelaku. Pelaku hanya beranggapan bahwa yang paling penting tindakan itu termasuk dalam kriteria baik dan benar menurut ukuran dan penilaian masyarakat disekitarnya. Misalnya menjalankan ibadah sesuai dengan agamanya masing-masing.
c. Tindakan tradisional Tindakan ini merupakan tindakan yang tidak rasional. Seseorang melakukan tindakan hanya karena kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat tanpa menyadari alasannya atau membuat perencanaan terlebih dahulu mengenai tujuan da cara yang akan digunakan. Misalnya berbagai upacara adat yang terdapat di masyarakat.
d. Tindakan Afektif Tindakan ini sebagian besar dikuasai oleh perasaan atau emosi tanpa pertimbangan-pertimbangan akal budi. Seringkali tindakan ini dilakukan tanpa perencanaan matang dan tanpa kesadaran penuh. Jadi dapat dikatakan sebagai reaksi spontan atas suatu peristiwa. Contohnyaa tindakan meloncat-loncat karena kegirangan, menangis karena orang tuanya meninggal dunia.
2. Rasionalisasi Jika Marx tertarik dengan masalah kapitalisme, Weber justru tertarik dengan masalah rasionalisasi. Bagi weber, rasionalisasi berarti pertimbangan-pertimbangan yang dibuat sebelum orang melakukan sesuatu. Pertimbangan-pertimbangan itu menyangkut tujuan sebuah tindakan dan alat yang digunakan untuk mencapai tujuan itu. Weber melihat bahwa birokrasi adalah contoh rasionalisasi. Dalam sistem birokrasi orang mencari cara-cara yang rational untuk mencapai tujuan. Dalam dunia modern seperti sekarang ini, contoh dari rasionalisasi adalah restoran siap saji dimana segala sesuatu dibuat serasional mungkin supaya lebih cepat dan efektif. Restoran cepet saji (fast food) adalah sistem rasional formal dimana seorang pekerja dan pelanggan digiring untuk mencari cara paling rasional dalam mencapai tujuan. Mendorong makanan melalui jendela, misalnya, adalah cara rasional karena dengan cara demikian pelayan dapat menyodorkan dan pelanggan memperoleh makanan secara cepat dan efisien. Kecepatan dan efisiensi didiktekan oleh restoran cepat saji dalam aturan operasionalnya. Contoh lain yang mungkin adalah Laundry. Sebagian orang mungkin merasa bahwa menggunakan jasa laundry merupakan cara yang efektif dan efisien, untuk mengatasi kesibukan lain yang dianggapnya lebih penting dari sekadar mencuci baju. Kemudian Weber memperluas diskusi tentang birokrasi itu kedalam institusi-institusi politik. Dia membedakan tiga macam otoritas didalam institusi politik, yakni otoritas tradisional, otoritas kharismatik, otoritas rational-legal. Menurutnya, otoritas rational-legal memacu pertumbuhan birokrasi. Sedangkan otoritas tradisional dan kharismatik menghambat pertumbuhan birokrasi. Berdasarkan studi perbandingan yang dibuatnya di eropa, India, dan Cina, ia menemukan bahwa otoritas tradisional dan kharismatik sangat dominan di India dan Cina sedangkan otoritas rational-legal sangat dominn di Eropa sehingga birokrasi tumbuh subur di Eropa. Dalam otoritas yang rational-legal seorang pemimpin dipilih berdasarkan undang-undang yang dibuat berdasarkan pertimbangan-pertimbangan rational. Sistem otoritas tradisional berasal dari sistem kepercayaan di zaman kuno. Contohnya adalah seorang pemimpin yang berkuasa karena garis keluarga atau sukunya selalu merupakan pemimpin kelompok. Pemimpin kharismatik mendapatkan otoritasnya dari kemampuan atau ciri-ciri luar biasa, atau mungkin dari keyakinan pihak pengikut bahwa pemimpin itu memang mempunyai ciri-ciri seperti itu. Meski kedua jenis otoritas itu mempunyai arti penting di masa lalu, Weber yakin bahwa masyarakat barat, dan akhirnya masyarakat lainnya, cenderung akan berkembang menuju sistem otoritas rasional-legal. Dalam otoritas semacam ini, otoritas berasal dari peraturan yang diberlakukan secara hukum dan rasional. Selain membuat analisa tentang hubungan antara rasionalisasi dan birokrasi, Weber juga mendiskusikan tentang hubungan antara agama dan kapitalisme. Dalam penelitiannya, Weber mencari tahu mengapa sistem ekonomi yang rational seperti kapitalisme bertumbuh subur di eropa Barat daripada dibagian-bagian dunia lainnya. Dalam studinya dia menemukan bahwa sistem kapitalisme yang rational itu mempunyai hubungan yang jelas dengan sistem kepercayaan Calvinisme. Sistem agama yang rasionallah (calvinisme) yang memainkan peran sentral dalam menumbuhkan kapitalisme di Barat. Sebaliknya, dibelahan dunia lainnya yang ia kaji, Weber menemukan sistem agama yang lebih irrasional (misalnya konfusianisme, Taoisme, Hinduisme) merintangi perkembangan sistem ekonomi dan bahkan seluruh struktur sosial masyarakat yang pada akhirnya akan menjadi rasional. Dia menjelaskan argumentasinya itu didalam bukunya yang berjudul the Protestant Ethic and the spirit of capitalism. Rasionalisasi terletak dijantung teori weberian. Salah satu alasannya adalah karena teori weber terbukti secara politik lebih mudah diterima ketimbang radikalisme Marxian. Weber lebih berpandangan liberal terhadap masalah tertentu dan konservatif terhadap masalah lain (misalnya tentang peran negara). Meskipun Weber mengakui kecaman keras terhadap berbagai aspek masyarakat kapitalisme modern, dan ia sampai pada kesimpulan penting yang sama dengan Marx, tapi ia tidak menganjurkan cara penyelesaian masalah secara radikal (heins, 1993). Ia merasa bahwa pemberontakan radikal yang ditawarkan oleh kebanyakan Marxis dan sosiolog lain lebih banyak mudaratnya ketimbang manfaatnya. Alasan lain adalah karena ia bekerja menurut tradisi filsafat yang juga membentuk karya sosiolog yang kemudian. Weber berkarya menurut tradisi filsafat kant yang antara lain berarti bahwa ia cenderung berpikir dalam hubungan sebab-akibat. Cara berpikir ini lebih dapat diterima oleh sosiolog yang kemudian, yang sebagian besar tidak akrab dan tidak menyenangi logika dialektika yang ditunjukkan karya Marx. Terakhir, weber tampil dengan menawarkan pendekatan terhadap kehidupan sosial yang jauh lebih bervariasi ketimbang Marx.
Sumber: Raho, Bernard. 2007. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher Ritzer, George dan Douglas J. Goodman. 2004. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Kencana Susanto, Phil Astrid. 1979. Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial. Bandung: Penerbit Bina Cipta http://alfinnitihardjo.ohlog.com/tindakan-sosial.oh112675.html |