Kamis, 27 September 2012

MARXIAN_ATIKA SURI JURNALISTIK 1A

 

MARXIAN_TEORI KRITIS

 

A.     PERKEMBANGAN DALAM TEORI MARXIAN

Dari awal 1900-an hingga 1930-an teori Marxian terus berkembang, dan sebagian besar terlepas dari aliran utama teori sosiologi. Sebagai perkecualian adalah kamunculan aliran kritis atau aliran frankfurt yang berasal dari Marxisme Helegian yang lebih awal.

Gagasan perkembangan teori Marxian berasal dari Felix J.Weil. pada 3 februari 1923 resmi berdiri Institut Riset Sosial Di Frankfurt, Jerman (Jay, 1973; Wiggershaus, 1994). Setelah berdiri beberapa tahun sejumlah pemikir yang sangat terkenal dalam teori Marxian bergabung dengan aliran kritis ini- diantaranya Marx Horkheimer, Theodor Adorno, Erich Fromm, Herbert Marcuse, dan lebih belakangan, Jurgen Habermas.

Institut ini berfungsi di Jerman hingga 1934, tetapi kemudian semakin terganggu dibawah rezim Nazi. Nazi sedikit sekali memanfaatkan gagasan Marxian yang mendominasi institut. Permusuhan Nazi terhadap institut makin meningkat karena kebanyakan pakar yang bergabung dengan institut itu adalah Yahudi. Pada 1934, Horkheimer, selaku pimpinan institut datang ke New York, menemui rektor Universitas Columbia guna membicarakan kasus institut. Yang sangat mengagetkan Horkheimer adalah dia diminta untuk menggabungkan institut dengan Universitas, dan bahkan ditawari gedung. Dengan demikianpusat kajian teori Marxian pindah ke usat apitalis dunia. Institut tetep berada tetap berada disana hingga akhir perang. Sesudah perang, teknan meningkat untuk mengembalikannya ke Jerman. Tahun 1949 Horkheimer kembali ke Jerman bersama institut yang dipimpinnya. Meski institut itu sendiri pindah kembali ke Jerman, banyak tokoh pemikir yang meneruskan karir mereka secara independen.

Perlu dikemukakan beberapa aspek terpenting dari teori kritis ini (Calhoun dan Karaganis, 2001). Di tahun-tahun awalnya pakar yang bergabung dalam institut cenderung mengikuti pola pikir Marxis tradisional, mencurahkan sebagian besar perhatian mereka pada bidang ekonomi. Tetapi, sekitar tahun 1930 terjadi perubahan besar karena kelompok pemikir ini mulai menggeser perhtian mereka dari sistem ekonomi ke sistem kultural, yang dilihat sebagai kekuatan utama dalam masyarakat kapitalis modern. Pandangan ini cocok dengan perkembangan pemikiran pendiri marxian- hegelian awal seperti George Lukacs. Untuk membantu mereka memahami bidang kultural, teoritisi kritis mempelajari karya Max Weber. Upaya menggabungkan pemikiran Marx dan Weber yang menciptakan istilah " Marxisme weberian" (Dahms, 1997; Lowy, 1996) telah memberikan aliran kritis ini orientasi yang lebih jelas dan ditahun-tahun berikutnya membantu menjadikan orientasi baru ini lebih mudah diterima oleh sosiolog yang minatnya mulai tumbuh terhadap teori Marxian.

Langkah besar kedua yang dilakukan, setidaknya oleh beberapa orang anggota aliran kritis, adalah menggunakan teknik penelitian ilmiah yang dikembangkan oleh sosiolog Amerika untuk meriset masalah minat terhadap pemikiran Marxis. Penggunaan teknik ini, seperti juga penerimaan teori Weber, menyebabkan pemikiran aliran kritis makin mudah diterima oleh sosiolog dari aliran utama.

Ketiga, teoritisi kritis berupaya menyatukan teori yang berorientasi Freudian dengan pemikiran Marx dan Weber ditingkat sosial dan kultural. Bagi beberapa sosiolog, hasil perpaduan ini rupanya mencerminkan teori yang lebih lengkap ketimbang yang di kemukakan Marx atau weber secara sendiri-sendiri. Upaya penggabungan teori-teori yang terpisah itu terbukti merangsang minat sosiolog dan pemikir lainnya.

Aliran kritis telah banyak melakukan kegiatan yang bermanfaat sejak tahun 1920-an dan sejumlah besar karyanya itu bermanfaat bagi sosiolog. Namun, aliran ini harus menunggu hingga ke penghujung 1960-an sebelum " ditemukan" oleh sejumlah besar teoritisi Amerika.

 

B.      PERKEMBANGAN DAN KEMUNDURAN SOSIOLOGI MARXIAN

 

Akhir 1960-an ditandai perkembangan teori Marxian dalam teori sosiologi amerika (Cerullo, 1994). Semakin banyak sosiolog yang beralih ke karya asli Marx, dan karya marxis, untuk mencari pandangan yang berguna dalam perkembangan sosiologi Marxian. Sekilas ini tampak berarti bahwa teoritisi Amerika akhirnya membaca Marx secara serius, tetapi kemudian muncul tulisan-tulisan akademis Marxian signifikan oleh beberapa sosiolog Amerika.

Teoritisi Amerika terutama tertarik pada karya aliran Kritis, karena aliran itu menggabungkan pemikiran teoritisi Marxian dan Weberian. Banyak diantara karya aliran kritis itu yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dan sejumlah pakar telah menulis buku tentang aliran kritis (misalnya Jay, 1973; Kallner, 1993).

Bersamaan dengan meningkatnya minat ini, muncul dukungan institusional terhadap sosiologi Marxian, termasuk Theory And Society, Telos, Dan Marxist Studies. Pada 1977 the American Sociological Association membentuk seksi sosiologi Marxis. Tak hanya generasi pertama teoritisi kritis yang terkenal di Amerika, pemikir generasi kedua pun, terutama Jurgen Habermas, mendapat penghargaan luas.

Yang cukup penting adalah perkembangan penting sosiologi Amerika yang membahas berbagai masalah dari sudut pandang Marxian. Ada kelompok sosiolog yang sangat penting yang mempelajari sosiologi sejarah menurut perspektif Marxian (misalnya skocpol, 1979; wellerstein, 1974, 1980, 1989). Kelompok lain menganalisis kehidupan ekonomi menurut perspektif sosiologi (misalnya Baran dan Sweezy, 1966; Braverman, 1974; Burawoy, 1979). Kelompok ini membuat analisis sosiologi empiris yang masih agak tradisional, tetapi hasil karya mereka ditandai oleh basis pemikiran yang kuat dari teori Marxian (misalnya Kohn, 1976). Perkembangan yang menjanjikan dan relatif baru adalah marxisme spasial. Beberapa pemikir sosial (Harvey, 2000; Levebvre, 1974/1991; Soj. 1989) yang telah meneliti geografi sosialdari perspektif Marxian.

Tetapi, dengan runtuhnya Unisoviet dan Rezim Marxis di seluruh dunia, teori Marxian pun rontok pada 1990-an. Sebagian pakar tetap belum berhasil merekonstruksi ulang teori Marxis; yang lain terpaksa mengebangkan versi baru teori Marxian. Kelompok lainnya tiba pada kesimpulan bahwa teori Marxian harus dibuang. Wakil pendirian terakhir ini adalah buku Ronald Aronson, After Marxism (1995). Dibagian awal buku itu dikatakan: "Marxisme telah berlalu dan kita berada dalam pemikiran kita sendiri" (aronson, 1995:1). Inilah pengakuan seorang Marxist! Meski aronson menyadari masih ada orang yang berkarya dengan teori Marxian, ia mengingatkan bahwa mereka harus menyadari bahwa karyanya itu tak lagi menjadi bagian proyek Marxian yang lebih luas tentang transformasi sosial. Artinya teori Marxian tidak lagi berhubungan dengan program yang bertujuan mengubah basis masyarakat seperti yang dimaksudkan Marx. Teori marxian menjadi teori tanpa praktik. Suatu ketika teoritisi Marxis tak lagi tergantung pada program Marxian, tetapi harus bergulat dengan masyarakat modern dengan "kekuatan dan energi mereka sendiri" (Aronson, 1995:4).

Aronson adalah seorang pengkritik marxisme yang lebih ekstrem yang berasal dari dalam kubu Marxian.  Marxian lainnya menyadari kesulitan-kesulitan ini namun masih mencoba mencari berbagai cara untuk menyesuaikan beberapa jenis teori Marxian dengan realitas kontemorer (Brugger, 1995; Kellner, 1995). Bagaimanapun juga perubahan sosial yang lebih luas merupakan tantangan berat terhadap teoritisi Marxian yang mati-matian mencoba menyesuaikan teorinya dengan perubahan ini menurut berbagai cara. Apapun yang dapat dikatakan, yang jelas "masa keemasan" teori sosial Marxian telah berlalu. Teori-teori sosial Marxian berbagai jenis akan tetap bertahan , namun tak kan mencapai status dan kekuasaan seperti yang pernah diterima para pendahulu mereka dalam sejarah sosiologi.

Sementara neo-Marxian tak akan pernah mencapai status yang pernah dicapainya dahulu, ia mengalami suatu mini-renaisans (misalnya, Hardt dan Negri, 2000) dari sudut pandang globalisasi, persepsi bahwa bangsa kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin (stiglitz, 2002), dan protes diseluruh dunia menentang disparitas dan penyalahgunaan lainnya. Ada banyak orang yang percaya bahwa globalisasi akan membuka seluruh dunia, mungkin untuk pertama kalinya, kearah kapitalisme dan eksesnya (Ritze, 2004). Jika demikian, dan jika ekses itu terus berlanjut dan bahkan terakselerasi, kita akan melihat kebangkitan kembali minat terhadap sosiologi Marxian, kali ini diterapkan pada ekonomi kapitalis global.

 

 

C.      TEORI KRITIS

 

Teori kritis merupakan salah satu perspektif teoritis yang bersumber pada berbagai pemikiran yang berbeda seperti pemikiran Aristoteles, Foucault, Gadamer, Hegel, Marx, Kant, Wittgenstein dan pemikiran-pemikiran lain. Pemikiran-pemikiran beebeda tersebut disatukan oleh sebuah orientasi atau semangat teoritis yang sama, yakni semangat untuk melakukan emansipasi.

Tujuan teori kritis adalah menghilangkan berbagai bentuk dominasi dan mendorong kebebasan, keadilan dan persamaan. Teori ini menggunakan metode reflektif dengan cara mengkritik secara terus menerus terhadap tatanan atau institusi sosial, politik atau ekonomi yang ada, yang cenderung tidak kondusif bagi pencapaian kebebasan, keadilan, dan persamaan.

Ciri khas Teori Kritis tidak lain ialah bahwa teori ini tidak sma dengan pemikiran filsafat dan sosiologi tradisional. Singkatnya, pendekatan teori ini tidak bersifat kontemplatif atau spektulatif murni. Pada titik tertentu, ia memandang dirinya sebagai pewaris ajaran Karl Marx, sebagai teori yang menjadi emansipatoris. Selain itu, tidak hanya mau menjelaskan, mempertimbangkan, merefleksikan dan menata realitas sosial tapi juga bahwa teori tersebut mau mengubah.

Pada dasarnya, esensi Teori Kritis adalah konstruktivisme, yaitu memahami keberadaan struktur-struktur sosial dan politik sebagai bagian atau produk dari intersubyektivitas dan pengetahuan secara alamiah memiliki karakter politis, terkait dengan kehidupan sosial politik. Sifat politis pengetahuan ini berkembang dari atau dipengaruhi oleh tiga pemikiran yang berbeda.

1.        Pemikiran Kant mengenai keterbatasan pengetahuan, yaitu bahwa manusia tidak dapat memahami dunia secara keseluruhan melainkan hanya sebagian saja (parsial).

2.        Pemikiran Hegel dan Marx bahwa teori dan pembentukan teori tidak bisa dipisahkan dari masyarakat. Ilmuwan harus melakukan refleksi terhadap teori atau proses pembentukan teori tersebut.

3.        Pemikiran Horkheimer yang membedakan teori ke dalam dua kategori, yakni tradisional dan kritis. Teori tradisional menganggap adanya pemisahan antara teoritisi dan objek kajiannya. Artinya, teori tradisional berangkat dari asumsi mengenai keberadaan realitas yang berada di luar pengamat, sementara teori kritis menolak asumsi pemisahan antara subyek-obyek dan berargumen bahwa teori selalu memilki dan melayani tujuan atau fungsi tertentu.

Dalam hubungan internasional teori kritis tidak terbatas pada suatu pengujian negara dan sistem negara tetapi memfokuskan lebih luas pada kekuatan dan dominasi di dunia secara umum. Teori kritis mencari pengetahuan bagi tujuan politis: untuk membebaskan kemanusiaan dari struktur politik ekonomi dan dunia yang menekan dan dikendalikan oleh Amerika Serikat. Mereka berupaya untuk mendobrak dominasi global negara-negara kaya di belahan bumi Utara atas negara-negara miskin di belahan dunia Selatan.

Pada dasarnya, teori kritis dipengaruhi oleh dua pemikiran utama. Yang pertama adalah teori kritis Frankfurt school, yang sumber-sumber pemikirannya bisa dilacak dari pemikiran-pemikiran Habermas, Adorno, dan Max Horkheimer, serta disukung oleh pemikir-pemikir lain seperti Herbert Marcuse, Walter Benjamin, Eric Fromm, Albrecht Wellmer, Karl-Otto Apel, dan Axel Honneth. Pengaruh kedua berasal dari karya dan pemikiran Antonio Gramsci.

Walaupun membawa obsesi yang sama, yakni keinginan untuk meninjau kembali pemahaman mengenai masyarakat politik negara, kedua pengaruh ini mendorong perkembangan teori kritis dalam studi hubungan internasioal yang bukan hanya membawa orientasi intelektual yang berbeda, akan tetapi cenderung eksklusif satu sama lain, dalam artian bahwa masing-masing tidak mengacu pada sumber-sumber intelektual teori kritis yang lain. Linklater, Jones, dan Baynes, misalnya, memfokuskan perhatian terutama pada teori normatif dan politik, mendasarkan sepenuhnya pemikiran-pemikiran yang dikembangkan dari teori kritis Frankfurt School dan hampir tidak memberikan pengakuan terhadap pengaruh Gramsci. Sebaliknya, teori kritis yang didasarkan pada pemikiran Gramsci, seperti ditemukan dalam pemikiran Cox, Harrod atau Gill, yang cenderung berorientasi pada ekonomi politik, juga tidak menunjukkan adanya pengaruh pemikiran kritis Frankfurt School.

 

Sumber:

Ritzer, George dan Douglas J. Goodman. 2004. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Kencana

http://id.wikipedia.org/wiki/Teori_kritis (bukan dengan copy paste :D)

 

MARXIAN_ATIKA SURI JURNALISTIK 1A

 

MARXIAN_TEORI KRITIS

 

A.     PERKEMBANGAN DALAM TEORI MARXIAN

Dari awal 1900-an hingga 1930-an teori Marxian terus berkembang, dan sebagian besar terlepas dari aliran utama teori sosiologi. Sebagai perkecualian adalah kamunculan aliran kritis atau aliran frankfurt yang berasal dari Marxisme Helegian yang lebih awal.

Gagasan perkembangan teori Marxian berasal dari Felix J.Weil. pada 3 februari 1923 resmi berdiri Institut Riset Sosial Di Frankfurt, Jerman (Jay, 1973; Wiggershaus, 1994). Setelah berdiri beberapa tahun sejumlah pemikir yang sangat terkenal dalam teori Marxian bergabung dengan aliran kritis ini- diantaranya Marx Horkheimer, Theodor Adorno, Erich Fromm, Herbert Marcuse, dan lebih belakangan, Jurgen Habermas.

Institut ini berfungsi di Jerman hingga 1934, tetapi kemudian semakin terganggu dibawah rezim Nazi. Nazi sedikit sekali memanfaatkan gagasan Marxian yang mendominasi institut. Permusuhan Nazi terhadap institut makin meningkat karena kebanyakan pakar yang bergabung dengan institut itu adalah Yahudi. Pada 1934, Horkheimer, selaku pimpinan institut datang ke New York, menemui rektor Universitas Columbia guna membicarakan kasus institut. Yang sangat mengagetkan Horkheimer adalah dia diminta untuk menggabungkan institut dengan Universitas, dan bahkan ditawari gedung. Dengan demikianpusat kajian teori Marxian pindah ke usat apitalis dunia. Institut tetep berada tetap berada disana hingga akhir perang. Sesudah perang, teknan meningkat untuk mengembalikannya ke Jerman. Tahun 1949 Horkheimer kembali ke Jerman bersama institut yang dipimpinnya. Meski institut itu sendiri pindah kembali ke Jerman, banyak tokoh pemikir yang meneruskan karir mereka secara independen.

Perlu dikemukakan beberapa aspek terpenting dari teori kritis ini (Calhoun dan Karaganis, 2001). Di tahun-tahun awalnya pakar yang bergabung dalam institut cenderung mengikuti pola pikir Marxis tradisional, mencurahkan sebagian besar perhatian mereka pada bidang ekonomi. Tetapi, sekitar tahun 1930 terjadi perubahan besar karena kelompok pemikir ini mulai menggeser perhtian mereka dari sistem ekonomi ke sistem kultural, yang dilihat sebagai kekuatan utama dalam masyarakat kapitalis modern. Pandangan ini cocok dengan perkembangan pemikiran pendiri marxian- hegelian awal seperti George Lukacs. Untuk membantu mereka memahami bidang kultural, teoritisi kritis mempelajari karya Max Weber. Upaya menggabungkan pemikiran Marx dan Weber yang menciptakan istilah " Marxisme weberian" (Dahms, 1997; Lowy, 1996) telah memberikan aliran kritis ini orientasi yang lebih jelas dan ditahun-tahun berikutnya membantu menjadikan orientasi baru ini lebih mudah diterima oleh sosiolog yang minatnya mulai tumbuh terhadap teori Marxian.

Langkah besar kedua yang dilakukan, setidaknya oleh beberapa orang anggota aliran kritis, adalah menggunakan teknik penelitian ilmiah yang dikembangkan oleh sosiolog Amerika untuk meriset masalah minat terhadap pemikiran Marxis. Penggunaan teknik ini, seperti juga penerimaan teori Weber, menyebabkan pemikiran aliran kritis makin mudah diterima oleh sosiolog dari aliran utama.

Ketiga, teoritisi kritis berupaya menyatukan teori yang berorientasi Freudian dengan pemikiran Marx dan Weber ditingkat sosial dan kultural. Bagi beberapa sosiolog, hasil perpaduan ini rupanya mencerminkan teori yang lebih lengkap ketimbang yang di kemukakan Marx atau weber secara sendiri-sendiri. Upaya penggabungan teori-teori yang terpisah itu terbukti merangsang minat sosiolog dan pemikir lainnya.

Aliran kritis telah banyak melakukan kegiatan yang bermanfaat sejak tahun 1920-an dan sejumlah besar karyanya itu bermanfaat bagi sosiolog. Namun, aliran ini harus menunggu hingga ke penghujung 1960-an sebelum " ditemukan" oleh sejumlah besar teoritisi Amerika.

 

B.      PERKEMBANGAN DAN KEMUNDURAN SOSIOLOGI MARXIAN

 

Akhir 1960-an ditandai perkembangan teori Marxian dalam teori sosiologi amerika (Cerullo, 1994). Semakin banyak sosiolog yang beralih ke karya asli Marx, dan karya marxis, untuk mencari pandangan yang berguna dalam perkembangan sosiologi Marxian. Sekilas ini tampak berarti bahwa teoritisi Amerika akhirnya membaca Marx secara serius, tetapi kemudian muncul tulisan-tulisan akademis Marxian signifikan oleh beberapa sosiolog Amerika.

Teoritisi Amerika terutama tertarik pada karya aliran Kritis, karena aliran itu menggabungkan pemikiran teoritisi Marxian dan Weberian. Banyak diantara karya aliran kritis itu yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dan sejumlah pakar telah menulis buku tentang aliran kritis (misalnya Jay, 1973; Kallner, 1993).

Bersamaan dengan meningkatnya minat ini, muncul dukungan institusional terhadap sosiologi Marxian, termasuk Theory And Society, Telos, Dan Marxist Studies. Pada 1977 the American Sociological Association membentuk seksi sosiologi Marxis. Tak hanya generasi pertama teoritisi kritis yang terkenal di Amerika, pemikir generasi kedua pun, terutama Jurgen Habermas, mendapat penghargaan luas.

Yang cukup penting adalah perkembangan penting sosiologi Amerika yang membahas berbagai masalah dari sudut pandang Marxian. Ada kelompok sosiolog yang sangat penting yang mempelajari sosiologi sejarah menurut perspektif Marxian (misalnya skocpol, 1979; wellerstein, 1974, 1980, 1989). Kelompok lain menganalisis kehidupan ekonomi menurut perspektif sosiologi (misalnya Baran dan Sweezy, 1966; Braverman, 1974; Burawoy, 1979). Kelompok ini membuat analisis sosiologi empiris yang masih agak tradisional, tetapi hasil karya mereka ditandai oleh basis pemikiran yang kuat dari teori Marxian (misalnya Kohn, 1976). Perkembangan yang menjanjikan dan relatif baru adalah marxisme spasial. Beberapa pemikir sosial (Harvey, 2000; Levebvre, 1974/1991; Soj. 1989) yang telah meneliti geografi sosialdari perspektif Marxian.

Tetapi, dengan runtuhnya Unisoviet dan Rezim Marxis di seluruh dunia, teori Marxian pun rontok pada 1990-an. Sebagian pakar tetap belum berhasil merekonstruksi ulang teori Marxis; yang lain terpaksa mengebangkan versi baru teori Marxian. Kelompok lainnya tiba pada kesimpulan bahwa teori Marxian harus dibuang. Wakil pendirian terakhir ini adalah buku Ronald Aronson, After Marxism (1995). Dibagian awal buku itu dikatakan: "Marxisme telah berlalu dan kita berada dalam pemikiran kita sendiri" (aronson, 1995:1). Inilah pengakuan seorang Marxist! Meski aronson menyadari masih ada orang yang berkarya dengan teori Marxian, ia mengingatkan bahwa mereka harus menyadari bahwa karyanya itu tak lagi menjadi bagian proyek Marxian yang lebih luas tentang transformasi sosial. Artinya teori Marxian tidak lagi berhubungan dengan program yang bertujuan mengubah basis masyarakat seperti yang dimaksudkan Marx. Teori marxian menjadi teori tanpa praktik. Suatu ketika teoritisi Marxis tak lagi tergantung pada program Marxian, tetapi harus bergulat dengan masyarakat modern dengan "kekuatan dan energi mereka sendiri" (Aronson, 1995:4).

Aronson adalah seorang pengkritik marxisme yang lebih ekstrem yang berasal dari dalam kubu Marxian.  Marxian lainnya menyadari kesulitan-kesulitan ini namun masih mencoba mencari berbagai cara untuk menyesuaikan beberapa jenis teori Marxian dengan realitas kontemorer (Brugger, 1995; Kellner, 1995). Bagaimanapun juga perubahan sosial yang lebih luas merupakan tantangan berat terhadap teoritisi Marxian yang mati-matian mencoba menyesuaikan teorinya dengan perubahan ini menurut berbagai cara. Apapun yang dapat dikatakan, yang jelas "masa keemasan" teori sosial Marxian telah berlalu. Teori-teori sosial Marxian berbagai jenis akan tetap bertahan , namun tak kan mencapai status dan kekuasaan seperti yang pernah diterima para pendahulu mereka dalam sejarah sosiologi.

Sementara neo-Marxian tak akan pernah mencapai status yang pernah dicapainya dahulu, ia mengalami suatu mini-renaisans (misalnya, Hardt dan Negri, 2000) dari sudut pandang globalisasi, persepsi bahwa bangsa kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin (stiglitz, 2002), dan protes diseluruh dunia menentang disparitas dan penyalahgunaan lainnya. Ada banyak orang yang percaya bahwa globalisasi akan membuka seluruh dunia, mungkin untuk pertama kalinya, kearah kapitalisme dan eksesnya (Ritze, 2004). Jika demikian, dan jika ekses itu terus berlanjut dan bahkan terakselerasi, kita akan melihat kebangkitan kembali minat terhadap sosiologi Marxian, kali ini diterapkan pada ekonomi kapitalis global.

 

 

C.      TEORI KRITIS

 

Teori kritis merupakan salah satu perspektif teoritis yang bersumber pada berbagai pemikiran yang berbeda seperti pemikiran Aristoteles, Foucault, Gadamer, Hegel, Marx, Kant, Wittgenstein dan pemikiran-pemikiran lain. Pemikiran-pemikiran beebeda tersebut disatukan oleh sebuah orientasi atau semangat teoritis yang sama, yakni semangat untuk melakukan emansipasi.

Tujuan teori kritis adalah menghilangkan berbagai bentuk dominasi dan mendorong kebebasan, keadilan dan persamaan. Teori ini menggunakan metode reflektif dengan cara mengkritik secara terus menerus terhadap tatanan atau institusi sosial, politik atau ekonomi yang ada, yang cenderung tidak kondusif bagi pencapaian kebebasan, keadilan, dan persamaan.

Ciri khas Teori Kritis tidak lain ialah bahwa teori ini tidak sma dengan pemikiran filsafat dan sosiologi tradisional. Singkatnya, pendekatan teori ini tidak bersifat kontemplatif atau spektulatif murni. Pada titik tertentu, ia memandang dirinya sebagai pewaris ajaran Karl Marx, sebagai teori yang menjadi emansipatoris. Selain itu, tidak hanya mau menjelaskan, mempertimbangkan, merefleksikan dan menata realitas sosial tapi juga bahwa teori tersebut mau mengubah.

Pada dasarnya, esensi Teori Kritis adalah konstruktivisme, yaitu memahami keberadaan struktur-struktur sosial dan politik sebagai bagian atau produk dari intersubyektivitas dan pengetahuan secara alamiah memiliki karakter politis, terkait dengan kehidupan sosial politik. Sifat politis pengetahuan ini berkembang dari atau dipengaruhi oleh tiga pemikiran yang berbeda.

1.        Pemikiran Kant mengenai keterbatasan pengetahuan, yaitu bahwa manusia tidak dapat memahami dunia secara keseluruhan melainkan hanya sebagian saja (parsial).

2.        Pemikiran Hegel dan Marx bahwa teori dan pembentukan teori tidak bisa dipisahkan dari masyarakat. Ilmuwan harus melakukan refleksi terhadap teori atau proses pembentukan teori tersebut.

3.        Pemikiran Horkheimer yang membedakan teori ke dalam dua kategori, yakni tradisional dan kritis. Teori tradisional menganggap adanya pemisahan antara teoritisi dan objek kajiannya. Artinya, teori tradisional berangkat dari asumsi mengenai keberadaan realitas yang berada di luar pengamat, sementara teori kritis menolak asumsi pemisahan antara subyek-obyek dan berargumen bahwa teori selalu memilki dan melayani tujuan atau fungsi tertentu.

Dalam hubungan internasional teori kritis tidak terbatas pada suatu pengujian negara dan sistem negara tetapi memfokuskan lebih luas pada kekuatan dan dominasi di dunia secara umum. Teori kritis mencari pengetahuan bagi tujuan politis: untuk membebaskan kemanusiaan dari struktur politik ekonomi dan dunia yang menekan dan dikendalikan oleh Amerika Serikat. Mereka berupaya untuk mendobrak dominasi global negara-negara kaya di belahan bumi Utara atas negara-negara miskin di belahan dunia Selatan.

Pada dasarnya, teori kritis dipengaruhi oleh dua pemikiran utama. Yang pertama adalah teori kritis Frankfurt school, yang sumber-sumber pemikirannya bisa dilacak dari pemikiran-pemikiran Habermas, Adorno, dan Max Horkheimer, serta disukung oleh pemikir-pemikir lain seperti Herbert Marcuse, Walter Benjamin, Eric Fromm, Albrecht Wellmer, Karl-Otto Apel, dan Axel Honneth. Pengaruh kedua berasal dari karya dan pemikiran Antonio Gramsci.

Walaupun membawa obsesi yang sama, yakni keinginan untuk meninjau kembali pemahaman mengenai masyarakat politik negara, kedua pengaruh ini mendorong perkembangan teori kritis dalam studi hubungan internasioal yang bukan hanya membawa orientasi intelektual yang berbeda, akan tetapi cenderung eksklusif satu sama lain, dalam artian bahwa masing-masing tidak mengacu pada sumber-sumber intelektual teori kritis yang lain. Linklater, Jones, dan Baynes, misalnya, memfokuskan perhatian terutama pada teori normatif dan politik, mendasarkan sepenuhnya pemikiran-pemikiran yang dikembangkan dari teori kritis Frankfurt School dan hampir tidak memberikan pengakuan terhadap pengaruh Gramsci. Sebaliknya, teori kritis yang didasarkan pada pemikiran Gramsci, seperti ditemukan dalam pemikiran Cox, Harrod atau Gill, yang cenderung berorientasi pada ekonomi politik, juga tidak menunjukkan adanya pengaruh pemikiran kritis Frankfurt School.

 

Sumber:

Ritzer, George dan Douglas J. Goodman. 2004. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Kencana

http://id.wikipedia.org/wiki/Teori_kritis (bukan dengan copy paste :D )

 

Devi Yuliana Jurnalistik 1ATEORI MARX & MARXIAN Marx bukanlah seorang sosiologi karyanya terlalu luas untuk dicangkup dalam pengertian sosiologi, namun ada satu teori sosiologi karya marx . bagi kebanyakan sosiologi awal, karya marx adalah sebuah kekuatan negati, sesuatu yang bertentangan dengan sosiologi yang mereka kembangkan. Pemikiran sosiologi marx ditolak karena berbau ideologi, ia dituduh bukanlah seorang teoritis yang sosiologi yang serius. Marx tak merasa terganggu oleh kekacauan itu atau pleh pada kekacauan pada umunya.justru yang diperhatikan marx adalahpenindasan sistem kapitalisyang dilahirkan oleh revolusi industri yang bertolak belakang dengan perhatian sosiolog konservatif yang menginginkan reformasi dan perubahan secara tertib. Yang menonjol adalah perbedaan landasan filosofis antara teori sosiologi marxian dan sosiologi konservatif. Marx menawarkan sebuah teori tentang masyarakat kapitalis berdasarkan citranya mengenai sifat dasar manusia.ia yakin bahwa manusia pada dasarnya produktif, artinya untuk bertahan hidup manusia perlu bekerja di dalam dan dengan alam. Dengan itu mereka menghasilkan makanan. Paqkaian, peralatan, perumahan, dan kebutuhan lainnya. Teori nilai adalah pokok kunci dalam. sejarah panjang perdebatan ekonomi-politik Marxian.Kita akan berfokus pada hubungan antara nilai dan harga. Dalam teks itu dikatakan bahwa pada dasarnya, harga “tidak lain ketimbang ekspresi moneter dari nilai.” Bagi Marx, ekspresi atau bentuk penampakan (Erscheinungsform) dari sesuatu tidak identik dengan sesuatu itu sendiri. Marx, sebagaimana Smith dan Ricardo, mengakui perbedaan antara nilai dan harga. Nilai sebuah komoditas adalah jumlah waktu kerja sosial yang dicurahkan untuk memproduksinya. Sementara harganya (atau ‘harga pasar/aktual’ dalam kosakata Klasik) adalah proporsi permintaan dan penawaran terhadap komoditas terkait.

TEORI MARX & MARXIAN
 
Marx bukanlah seorang sosiologi karyanya terlalu luas untuk dicangkup dalam pengertian sosiologi, namun ada satu teori sosiologi karya marx . bagi kebanyakan sosiologi awal, karya marx adalah sebuah kekuatan negati, sesuatu yang bertentangan dengan sosiologi yang mereka kembangkan. Pemikiran sosiologi marx ditolak karena berbau ideologi, ia dituduh bukanlah seorang teoritis yang sosiologi yang serius. Marx tak merasa terganggu oleh kekacauan itu atau pleh pada kekacauan pada umunya.justru yang diperhatikan marx adalahpenindasan sistem kapitalisyang dilahirkan oleh revolusi industri yang bertolak belakang dengan perhatian sosiolog konservatif yang menginginkan reformasi dan perubahan secara tertib. Yang menonjol adalah perbedaan landasan filosofis antara teori sosiologi marxian dan sosiologi konservatif.
Marx menawarkan sebuah teori tentang masyarakat kapitalis berdasarkan citranya mengenai sifat dasar manusia.ia yakin bahwa manusia pada dasarnya produktif, artinya untuk bertahan hidup manusia perlu bekerja di dalam dan dengan alam. Dengan itu mereka menghasilkan makanan. Paqkaian, peralatan, perumahan, dan kebutuhan lainnya.
            Teori nilai adalah pokok kunci dalam. sejarah panjang perdebatan ekonomi-politik Marxian.Kita akan berfokus pada hubungan antara nilai dan harga. Dalam teks itu dikatakan bahwa pada dasarnya, harga "tidak lain ketimbang ekspresi moneter dari nilai."  Bagi Marx, ekspresi atau bentuk penampakan (Erscheinungsform) dari sesuatu tidak identik dengan sesuatu itu sendiri. Marx, sebagaimana Smith dan Ricardo, mengakui perbedaan antara nilai dan harga. Nilai sebuah komoditas adalah jumlah waktu kerja sosial yang dicurahkan untuk memproduksinya. Sementara harganya (atau 'harga pasar/aktual' dalam kosakata Klasik) adalah proporsi permintaan dan penawaran terhadap komoditas terkait.

Cari Blog Ini