FILSAFAT KOMUNIKASI
Pengertian Filsafat dari Berbagai Perspektif
Secara etimologi Filsafat berasal dari kata Philosophia yang artinya (Philein: mencintai atau philla: cinta ; Sophia : kearifan) cinta kearifan.di Dalam referensi Yunani kuno, Phytagoras adalah orang yang pertama menggunakan kata philosophia tersebut.
Konsep Plato : Filsafat dianggap sebagai suatu studi yang kebanyakan membicarakan pokok-pokok soal dari dialog-dialog Plato dan berlangsung dengan metode yang disebut dialektika yang berarti seni berdiskusi.
Konsep John Wild : Filsafat sebagai usaha untuk mengerti fakta-fakta yang paling dasar mengenai dunia yang kita diami dan sedapat mungkin menerangkan/menjelaskan fakta-fakta tersebut.
Konsep J.A. Leighton : Filsafat sebagai usaha yang kukuh atau teguh dari orang biasa maupun cerdik pandai untuk membuat hidup sedapat mungkin dapat dipahami dan mengandung makna.
Konsep Francis Bacon : Filsafat dianggap sebagai induk agung dari lahirnya ilmu-ilmu, atau the mother of science. Filsafat menangani semua pengetahuan sebagai bidangnya. Hakekat filsafat yang terus-menerus bertanya melahirkan ilmu-ilmu lain. Filsafat sebagai induknya ilmu (scientia-scientiarum).
Konsep Curt John Ducasse : filsafat adalah suatu usaha mencari pengetahuan.
Konsep Bertrand Russel : Bertrand Russel dalam berbagai tulisannya mengatakan bahwa filsafat adalah sebagai kritik terhadap pengetahuan.
Konsep Rudolf Carnap : Tokoh empiris logis Rudolf Carnap menyimpulkan suatu konsepsi yang sungguh terbatas dari filsafat sebagai bentuk kalimat-kalimat logis dari suatu bahasa ilmiah.
Konsep Ernest Nagel : Filsafat adalah suatu komentar kritis mengenai eksistensi dan tuntutan-tuntutan bahwa kita memiliki pengetahuan mengenai hal itu. Filsafat dianggap membantu apa yang kabur dalam pengalaman dan objeknya.
Konsep Poedjawijatna
pokok-pokok pikirannya tentang filsafat sebagai berikut :
A. Objek materia ilmu ialah sesuatu yang ada dan yang mungkin ada.
B. Ilmu dapat dibagi dua menurut perbedaan objek formanya, yaitu :
• Objek forma ilmu ialah fenomena yang menyentuh indera, apakah berupa jumlah, berupa bidang/ruang/sudut, apakah juga berupa tindakan manusia.
• Objek forma supra ilmu ialah mencari keterangan/sebab-sebab yang sedalam-dalamnya bagi segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada. Supra ilmu inilah yang disebut Filsafat
Poedjawijatna merumuskan filsafat ialah ilmu yang mencari sebab yang sedalam-dalamya bagi segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada.
Dan bila kita kaitkan dengan konsep-konsep filsafat di atas, maka filsafat adalah induk agung dari ilmu-ilmu. Filsafat menangani semua pengetahuan sebagai bidangnya.
Para ahli sepakat bahwa landasan ilmu komunikasi yang pertama adalah filsafat. Filsafat melandasi ilmu komunikasi dari domain ethos, pathos, dan logos dari teori Aristoteles dan Plato. Ethos merupakan komponen filsafat yang mengajarkan ilmuwan tentang pentingnya rambu-rambu normatif dalam pengembangan ilmu pengetahuan yang kemudian menjadi kunci utama bagi hubungan antara ilmu dan masyarakat. Pathos merupakan komponen filsafat yang menyangkut aspek emosi atau rasa yang ada dalam diri manusia sebagai makhluk yang senantiasa mencintai keindahan, penghargaan, yang dengan ini manusia berpeluang untuk melakukan improvisasi dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Logos merupakan komponen filsafat yang membimbing para ilmuwan untuk mengambil suatu keputusan berdasarkan pada pemikiran yang bersifat nalar dan rasional, yang dicirikan oleh argument-argumen yang logis.
Komponen yang lain dari filsafat adalah komponen piker, yang terdiri dari etika, logika, dan estetika, Komponen ini bersinegri dengan aspek kajian ontologi (keapaan), epistemologi (kebagaimanaan), dan aksiologi (kegunaan atau kemanfaatan).
Pada dasarnya filsafat komunikasi memberikan pengetahuan tentang kedudukan Ilmu Komunikasi dari perspektif epistemology:
a. Ontologis: What It Is?
Ontologi berarti studi tentang arti "ada" dan "berada", tentang cirri-ciri esensial dari yang ada dalam dirinya sendiri, menurut bentuknya yang paling abstrak (Suparlan: 2005). Ontolgi sendiri berarti memahami hakikat jenis ilmu pengetahuan itu sendiri yang dalam hal ini adalah Ilmu Komunikasi.
Ilmu komunikasi dipahami melalui objek materi dan objek formal. Secara ontologism, Ilmu komunikasi sebagai objek materi dipahami sebagai sesuatu yang monoteistik pada tingkat yang paling abstrak atau yang paling tinggi sebagai sebuah kesatuan dan kesamaan sebagai makhluk atau benda. Sementara objek forma melihat Ilmu Komunikasi sebagai suatu sudut pandang (point of view), yang selanjutnya menentukan ruang lingkup studi itu sendiri.
Contoh relevan aspek ontologis Ilmu Komunikasi adalah sejarah ilmu Komunikasi, Founding Father, Teori Komunikasi, Tradisi Ilmu Komunikasi, Komunikasi Manusia, dll.
b. Epistemologis
Hakikat pribadi ilmu (Komunikasi) yaitu berkaitan dengan pengetahuan mengenai pengetahuan ilmu (Komunikasi) sendiri atau Theory of Knowledge. Persoalan utama epsitemologis Ilmu Komunikasi adalah mengenai persoalan apa yang dapat ita ketahui dan bagaimana cara mengetahuinya, "what can we know, and how do we know it?" (Lacey: 1976). Menurut Lacey, hal-hal yang terkait meliputi "belief, understanding, reson, judgement, sensation, imagination, supposing, guesting, learning, and forgetting".
Secara sederhana sebetulnya perdebatan mengenai epistemology Ilmu Komunikasi sudah sejak kemunculan Komunikasi sebagai ilmu. Perdebatan apakah Ilmu Komunikasi adalah sebuah ilmu atau bukan sangat erat kaitannya dengan bagaimana proses penetapan suatu bidang menjadi sebuah ilmu. Dilihat sejarahnya, maka Ilmu Komunikasi dikatakan sebagai ilmu tidak terlepas dari ilmu-ilmu social yang terlebih dahulu ada. pengaruh Sosiologi dan Psikologi sangat berkontribusi atas lahirnya ilmu ini.
Bahkan nama-nama seperti Laswell, Schramm, Hovland, Freud, sangat besar pengaruhnya atas perkembangan keilmuan Komunikasi. Dan memang, Komunikasi ditelaah lebih jauh menjadi sebuah ilmu baru oada abad ke-19 di daratan Amerika yang sangat erat kaitannya dengan aspek aksiologis ilmu ini sendiri.
Contoh konkret epistemologis dalam Ilmu Komunikasi dapat dilihat dari proses perkembangan kajian keilmuan Komunikasi di Amerika (Lihat History of Communication, Griffin: 2002). Kajian Komunikasi yang dipelajari untuk kepentingan manusia pada masa peperangan semakin meneguhkan Komunikasi menjadi sebuah ilmu.
c. Aksiologis: What For?
Hakikat individual ilmu pengetahuan yang bersitaf etik terkait aspek kebermanfaat ilmu itu sendiri. Seperti yang telah disinggung pada aspek epistemologis bahwa aspek aksiologis sangat terkait dengan tujuan pragmatic filosofis yaitu azas kebermanfaatan dengan tujuan kepentingan manusia itu sendiri. Perkembangan ilmu Komunikasi erat kaitannya dengan kebutuhan manusia akan komunikasi.
Kebutuhan memengaruhi (persuasive), retoris (public speaking), spreading of information, propaganda, adalah sebagian kecil dari manfaat Ilmu Komunikasi. Secara pragmatis, aspek aksiologis dari Ilmu Komunikasi terjawab seiring perkembangan kebutuhan manusia.
DAFTAR PUSTAKA
• Suhartono, Suparlan. Filsafat Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta: Ar Ruzz. 2005.
• Mulyana, Deddy. Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Bandung. Remaja Rosdakarya.2001.
Blog tempat mengirimkan berbagai tugas mahasiswa, berbagi informasi dosen, dan saling memberi manfaat. Salam Tantan Hermansah
Jumat, 07 November 2014
tugas 6_ardiansyah fadli_kpi5c
APLIKASI FILSAFAT DALAM KOMUNIKASI
Komunikasi memiliki cakupan yang amat sangat penting, karena ilmu komunikasi ini merupakan ilmu yang amat luas, apabila kita menelisik terutama dai persfektif filsafat ilmu, dan bukan hanya sebagai komunikasi dari pengertian harfiahnya saja.
Ketika kita berkkomunikasi, maka jangan pernah menelan mentah mentah informasi atau pesan yang disampaikan pihak komunikator karena itu amat berbahaya, maka yang teramat penting adalah kita perlu mempertanyakan aspek ontologis, epistimologis dan aksiologis atas konten atau konteks pesan yang disampaikan oleh komunikator.dan ini diperlukan agar tercipta sebuah alur komunikasi yang kritis dan membangun. Berfikir filosofis berarti kita berfoikir analisis kritis dalam menangkap suatu fenomena dan pesan yang disampaikan.
Awalnya memang, komunikasi itu merupakan bagian dari pergelutan filosofis saja, dan pergelutan filosofos ialah pemikiran yang mencoba untuk mencari dan merumuskan hakikat segala sesuatu. Komunikasi juga adalah bagian dari kajian filosofis sehingga pada akhirnya berdiri sendiri sebagai sebuah disiplin ilmu. Tetapi bukan berarti sejak itu pula ilmu komunikasi tidak memerlukan lagi peran filsafat didalam penerapannya dan merealisasikannya.karena menerapkan pemikiran filosofis dalam praktek komunikasi sebuah bentuk implementasi filsafat dalam ilmu komunikasi itu sendiri
Lalu, apabila ilmu komunikasi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari penyampaian pesan antar manusia dapat di artikan bahwa filsafat ilmu komunikasi ingin mencoba atau mengkaji ilmu komunikasi dari segi cirri-ciri , cara perolehan dan cara pemanfaatannya.
Sejauh ini ilmu komunikasi mempunya sejumlah deretan ilmu praktika, seperti hubungan masyarakat, periklanan, dan jurnalistik. Ilmu ilmu tersebu merupakan anak cabang dari ilmu kmunikasiyang dihasilkan melalui penghayatan dan pengamalan nilai nilai filsafat didalamnya. Sehingga komunikasi dapat menjadi imu yang memiliki metode, system dan berlaku universal (umum). Misalnya jika ilmu komunikasi itu juga mempelajari penyampaian pesan kepada makhluk selain manusia, bagaimanakah agar pesan kehumasan yang di tujukan kepada tumbuhasn dan bebatuan yang tercemar limbah perusahaan sehingga memberikan respon positif mereka ? dengan kata lain, penyampaian pesan kepada makhluk selain manusia akan mencederai kriteria objek keilmuannya.
Memahami dan Mempelajari ilmu komunikasi secara keseluruhan,secara mendalam dan spekulatif, berarti memahami dan mempelajari filsafat komunikasi. Karena sifatnya yang luas itulah maka mengkaji filsafat komunikasi sebagai langkah penelusuran akar ilmu komunikasi membutuhkan referensi dalam berbagai varian dan jenisnya menurut ruang lingkup akar komunikasi itu sendiri. Ketersediaan buku-buku referensi tentang akar-akar ilmu komunikasi adalah hal yang mesti.
Secara filosofis dan teoritis, misalnya, untuk mendalami psikologi sebagai akar ilmu komunikasi, maka penelaahan tentang perspektif-perspektif psikologi dan psikologi sosial misalnya, harus didukung oleh sejumlah hasil penelitian lapangan dan uji teoritis secara keilmuan.
Kunci dari akurasi sebuah berita adalah fakta dari peristiwa. Seorang jurnalis harus membawa muatan fakta pada setiap pelaporan berita. Tiap pesan menjadi netral dari kemungkinan buruk penafsiran subyektif yang tidak berkaitan dengan kebutuhan-kebutuhan masyarakat. Chamley (1965) mengungkapkan kunci standarisasi bahasa penulisan yang memakai pendekatan ketepatan pelaporan faktualisasi peristiwa, yaitu akurasi, seimbang, obyektif, jelas, singkat serta mengandung waktu kekinian. Secara epistemologis, cara-cara memperoleh fakta ilmiah yang menjadi landasan filosofis sebuah berita yang akan ditampilkan berdasarkan perencanaan yang matang, sistemis, dan logis.
Pada aspek ontologis, kita dapat mengambil contoh real berupa kajian berita infotainment di ruang publik. Maka, pertanyaan yang paling mendasar ialah mengenai keberadaan jati diri infotaiment itu sendiri. Fenomena infotainment pernah berkembang di abad ke-19 dengan konten berita kriminalitas yang sensasional, skandal seks, dan pemujaan selebritis Amerika Serikat seperti Alexander Hamilton dan Thomas Jeferson yang berhasil populer, hasil dari elaborasi antara fakta dan desas-desus. Jurnalisme semacam ini, dinamai oleh akademisi komunikasi sebagai jurnalisme kuning.
Di Indonesia pun, jurnalisme kuning mencuat ketika masa Harmoko sebagai Menteri Penerangan. Banyak surat kabar kuning beredar secara massif diiringi dengan antusiasme masyarakat. Pasca orde baru, di mana kebebasan pers dibuka seluas-luasnya, TV nasional berlomba-lomba menayangkan berita infotainment.
Fenomena ini, akan terus berkembang di Indonesia dan tidak dapat dihindarkan dalam dunia jurnalisme. Karena realitasnya, acara semacam ini mendapatkan rating yang tinggi dan diminati oleh masyarakat.
Kajian ontologism, memberikan kita wawasan dan daya analisis agar kita bisa lebih bijak menyikapi fenomena-fenomena komunikasi dewasa ini.
Secara aksiologis, kegunaan infotainment dititikberatkan pada hiburan yang menarik audience dengan menyajikan tontonan yang enak dilihat saja sebagai sebuah strategi bisnis di dunia jurnalistik. Hal ini akan berdampak pada menundanya selera dan harapan sejumlah orang terhadap sesuatu yang lain.
Ada kemerosotan nilai rtika dalam prakteknya. Dimana media telah gagal menyaingkan antara nilai berita dan hiburan. Beberapa kode etik jurnalistik pun dilanggar demi mengejar keuntungan atau profit dan rating saja. Pada diliranya akan terbentuk audience yang dangkal karena terbangun atas tampilan saja bukan substansi
Komunikasi memiliki cakupan yang amat sangat penting, karena ilmu komunikasi ini merupakan ilmu yang amat luas, apabila kita menelisik terutama dai persfektif filsafat ilmu, dan bukan hanya sebagai komunikasi dari pengertian harfiahnya saja.
Ketika kita berkkomunikasi, maka jangan pernah menelan mentah mentah informasi atau pesan yang disampaikan pihak komunikator karena itu amat berbahaya, maka yang teramat penting adalah kita perlu mempertanyakan aspek ontologis, epistimologis dan aksiologis atas konten atau konteks pesan yang disampaikan oleh komunikator.dan ini diperlukan agar tercipta sebuah alur komunikasi yang kritis dan membangun. Berfikir filosofis berarti kita berfoikir analisis kritis dalam menangkap suatu fenomena dan pesan yang disampaikan.
Awalnya memang, komunikasi itu merupakan bagian dari pergelutan filosofis saja, dan pergelutan filosofos ialah pemikiran yang mencoba untuk mencari dan merumuskan hakikat segala sesuatu. Komunikasi juga adalah bagian dari kajian filosofis sehingga pada akhirnya berdiri sendiri sebagai sebuah disiplin ilmu. Tetapi bukan berarti sejak itu pula ilmu komunikasi tidak memerlukan lagi peran filsafat didalam penerapannya dan merealisasikannya.karena menerapkan pemikiran filosofis dalam praktek komunikasi sebuah bentuk implementasi filsafat dalam ilmu komunikasi itu sendiri
Lalu, apabila ilmu komunikasi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari penyampaian pesan antar manusia dapat di artikan bahwa filsafat ilmu komunikasi ingin mencoba atau mengkaji ilmu komunikasi dari segi cirri-ciri , cara perolehan dan cara pemanfaatannya.
Sejauh ini ilmu komunikasi mempunya sejumlah deretan ilmu praktika, seperti hubungan masyarakat, periklanan, dan jurnalistik. Ilmu ilmu tersebu merupakan anak cabang dari ilmu kmunikasiyang dihasilkan melalui penghayatan dan pengamalan nilai nilai filsafat didalamnya. Sehingga komunikasi dapat menjadi imu yang memiliki metode, system dan berlaku universal (umum). Misalnya jika ilmu komunikasi itu juga mempelajari penyampaian pesan kepada makhluk selain manusia, bagaimanakah agar pesan kehumasan yang di tujukan kepada tumbuhasn dan bebatuan yang tercemar limbah perusahaan sehingga memberikan respon positif mereka ? dengan kata lain, penyampaian pesan kepada makhluk selain manusia akan mencederai kriteria objek keilmuannya.
Memahami dan Mempelajari ilmu komunikasi secara keseluruhan,secara mendalam dan spekulatif, berarti memahami dan mempelajari filsafat komunikasi. Karena sifatnya yang luas itulah maka mengkaji filsafat komunikasi sebagai langkah penelusuran akar ilmu komunikasi membutuhkan referensi dalam berbagai varian dan jenisnya menurut ruang lingkup akar komunikasi itu sendiri. Ketersediaan buku-buku referensi tentang akar-akar ilmu komunikasi adalah hal yang mesti.
Secara filosofis dan teoritis, misalnya, untuk mendalami psikologi sebagai akar ilmu komunikasi, maka penelaahan tentang perspektif-perspektif psikologi dan psikologi sosial misalnya, harus didukung oleh sejumlah hasil penelitian lapangan dan uji teoritis secara keilmuan.
Kunci dari akurasi sebuah berita adalah fakta dari peristiwa. Seorang jurnalis harus membawa muatan fakta pada setiap pelaporan berita. Tiap pesan menjadi netral dari kemungkinan buruk penafsiran subyektif yang tidak berkaitan dengan kebutuhan-kebutuhan masyarakat. Chamley (1965) mengungkapkan kunci standarisasi bahasa penulisan yang memakai pendekatan ketepatan pelaporan faktualisasi peristiwa, yaitu akurasi, seimbang, obyektif, jelas, singkat serta mengandung waktu kekinian. Secara epistemologis, cara-cara memperoleh fakta ilmiah yang menjadi landasan filosofis sebuah berita yang akan ditampilkan berdasarkan perencanaan yang matang, sistemis, dan logis.
Pada aspek ontologis, kita dapat mengambil contoh real berupa kajian berita infotainment di ruang publik. Maka, pertanyaan yang paling mendasar ialah mengenai keberadaan jati diri infotaiment itu sendiri. Fenomena infotainment pernah berkembang di abad ke-19 dengan konten berita kriminalitas yang sensasional, skandal seks, dan pemujaan selebritis Amerika Serikat seperti Alexander Hamilton dan Thomas Jeferson yang berhasil populer, hasil dari elaborasi antara fakta dan desas-desus. Jurnalisme semacam ini, dinamai oleh akademisi komunikasi sebagai jurnalisme kuning.
Di Indonesia pun, jurnalisme kuning mencuat ketika masa Harmoko sebagai Menteri Penerangan. Banyak surat kabar kuning beredar secara massif diiringi dengan antusiasme masyarakat. Pasca orde baru, di mana kebebasan pers dibuka seluas-luasnya, TV nasional berlomba-lomba menayangkan berita infotainment.
Fenomena ini, akan terus berkembang di Indonesia dan tidak dapat dihindarkan dalam dunia jurnalisme. Karena realitasnya, acara semacam ini mendapatkan rating yang tinggi dan diminati oleh masyarakat.
Kajian ontologism, memberikan kita wawasan dan daya analisis agar kita bisa lebih bijak menyikapi fenomena-fenomena komunikasi dewasa ini.
Secara aksiologis, kegunaan infotainment dititikberatkan pada hiburan yang menarik audience dengan menyajikan tontonan yang enak dilihat saja sebagai sebuah strategi bisnis di dunia jurnalistik. Hal ini akan berdampak pada menundanya selera dan harapan sejumlah orang terhadap sesuatu yang lain.
Ada kemerosotan nilai rtika dalam prakteknya. Dimana media telah gagal menyaingkan antara nilai berita dan hiburan. Beberapa kode etik jurnalistik pun dilanggar demi mengejar keuntungan atau profit dan rating saja. Pada diliranya akan terbentuk audience yang dangkal karena terbangun atas tampilan saja bukan substansi
Langganan:
Postingan (Atom)