Senin, 16 September 2013

Novia Triesna Clara_Kpi 1/b _Tugas 2_Teori Durkheim

Emile Durkheim (1858-1917)
Secara politis Durkheim berhaluan liberal, namun secaa intelektual ia mengambil posisi yang lebih konservatif. Dalam buku The Rules of Sociological Method (1895/1982), Durkheim menyatakan bahwa tugas utama sosiologi adalah mengkaji apa yang disebut dengan fakta sosial. Ia mengkonsepkan fakta sosial sebagai kekuatan (Takla dan Pope, 1985) dan struktur yang ada di luar, namun memiliki daya paksa terhadap individu.
Durkheim percaya bahwa sosiologi adalah sebagai sebuah ide, telah lahir di Prancis pada abad ke- 19. Meskipun istilah sosiologi telah dilahirkan oleh Auguste Comte beberapa tahun sebelumnya, namun belum ada lapangan sosiologi per se dalam universitas pada akhir aad ke- 19. Memang ada beberapa pemikir yang dengan satu dan lain cara peduli dengan sosiologi, akan tetapi belum ada ranah disipliner bagi sosiologi. Sebenernya, terdapat tangtangan yang lebih kuat dari disiplin yang lebih tua terhadap penciptaan ranah baru ini. tantangan yang sangat signifikan berasal dari psikologi dan filsafat.
Untuk memisahkan sosiologi dari filsafat, Durkheim berpendapat bahwa sosiologi mesti berorientasi kepada penelitian empiris. Hal ini kelihatanya mudah namun menurut keyakinan Durkheim, justru merupakan situasi yang sangat sulit karena sosiologi juga diancam oleh aliran filsafat yang terdapat dalam sosiologi itu sendiri.
Fakta sosial
fakta sosial terdiri dari struktur sosial, norma budaya dan nilai yang berada di luar dan memaksa aktor. Durkheim sendiri memberikan beberapa contoh tentang fakta sosial termasuk aturan legal, beban moral dan kesepakatan sosial. Dia juga memasukan bahasa sebagai fakta sosial dan menjadikannya sebagai contoh yang paling mudah dipahami. Pertama, karena bahasa adalah 'sesuatu' yang mesti dipelajari secara empiris. Kedua, Bahasa adalah sesuatu yang berada di luar individu. Meskipun individu menggunakan bahasa, namun bahasa tidak dapat didefinisikan atau diciptakan oleh individu. Ketiga, bahasa memaksa individu. Bahasa yang kita pakai membuat sesuatu benar-benar sulit untuk dikatakan. Terakhir, perubahan dalam bahasa hanya bisa dipelajari melalui fakta sosial lain yang tidak hanya bisa dengan keinginan individu saja. Meskipun tidak jarang perubahan dalam bahasa bisa ditelusuri kepada individu, namun penjelasan aktuall bagi perubahan tersebut tetap terletak pada fakta sosial yang membuat masyarakat terbuka terhadap persoalan ini.
Fakta Sosial Material dan Nonmaterial
Durkehim membedakan dua tipe fakta sosial yakni material dan nonmaterial. Fakta sosial material, seperti gaya arsitektur, bentuk teknologi dan hukum perundang-undangan, relatif mudah karena keduanya bisa diamati secara langsung. Study Durkheim yang paling penting terletak dalam studi fakta sosial nonmaterial ini. Durkheim mengungkapkan "Tidak semua kesadaran sosial mencapai... eksternalisasi dan materialisasi" (1897/1951: 315). Apa yang disebut norma dan nilai atau budaya oleh sosiologi secara umum (Alexander, 1988c) adalah contoh yang tepat untuk apa yang disebut Durkheim dengan Fakta sosial nonmaterial. Durkheim mengaku bahwa fakta sosial nonmaterial memiliki batasan tertentu, ia ada dalam pikiran individu. Individu masih perlu sebagai satu jenis lapisan bagi fakta sosial nonmaterial, namun bentuk dan isi partikularnya akan ditentukan oleh interaksi dan tidak oleh individu.
Jenis-jenis Fakta Sosial Nonmaterial
Ada empat jenis fakta sosial nonmaterial diantaranya adalah moralitas, kesadaran kolektif, representasi kolektif dan aliran sosial.
·         Moralitas, Prespektif Durkheim tentang moralitas terdiri dari dua aspek. Pertama, Durkheim yakin bahwa moralitas adalah fakta sosial, dengan kata lain moralitas dapat dipelajari secara empiris, karena ia berada di luar individu, ia memaksa individu, dan bisa dijelaskan dengan fakta-fakta sosial lain. kedua, Durkheim dianggap sebagai sosiolog moralitas karena studinya didorong kepeduliannya terhadap 'kesehatan' moral masyarakan modern. Hal ini bukan berarti Durkheim menganggap masyarakat tengah terancam bahaya, tidak bermoral. Namun, masyarakat tidak mungkin tidak bermoral, namun pasti ia bisa kehilangan kekuatan moralitasnya jika kepentingan kolektif  masyarakat hanya terdiri dari kepentingan individu-individu belaka.
·         Kesadaran Kolektif, Durkheim mencoba mewujudkan perhatiannya pada moralitas dengan berbagai macam cara dan konsep. Usaha awalnya untuk menangani persoalan ini adalah dengan mengembangkan ide tentang kesadaran kolektif. Durkheim mendefinisikan kesadaran kolektif sebagai berikut :
seluruh kepercayaan dan perasaan bersama orang kebanyakan dalam sebuah masyarakat akan membentuk suatu sistem yang tetap yang punya kehidupan sendiri; kita boleh menyebutkan dengan kesadaran kolektif atau kesadaran umum... dengan demikian, dia tidaksama dengan kesadaran partikular, kendati hanya bisa disadari lewat kesadaran-kesadaran partikular
(Durkheim, 1893/1964: 79-80)
                Ada beberapa hal yang patut dicatat dari definisi ini. pertama, jelaslah Durkheim berpendapat bahwa kesadaran kolektif terdapat dalam kehidupan sebuah masyarakat ketika menyebut 'keseluruhan' kepercayacaan dan sentimen bersama. Kedua, Durkheim jeals memahami kesadaran kolektif sebagai sesuatu terlepas dan mampu menciptakan fakta sosial yang lain. kesadaran kolektif merujuk pada struktur umum pengertian, norma dan kepercayaan bersama. Oleh karena itu dia adalah konsep yang sangat terbuka dan tidak tetap.
 
·         Representasi Kolektif. Karena Durkheim tidak puas dengan keterbatasan ini, dia akhirnya tidak terlalu banyak menggunakan konsep kesadaran kolektif dalam karya-karyanya yang terakhir dan lebih memilih konsep yang lebih spesifik. Representasi kolektif juga tidak bisa direduksi kepada individu-individu, karena ia muncul dari dari interaksi sosial, dan hanya bisa dipelajari secara langsung karena representasi kolektif cenderung berhubungan dengan simbol material seperti isyarat, ikon, dan gambar atau berhubungan dengan praktik seperti ritual.
·         Arus sosial, Durkheim mencotohkan arus sosial sebagai 'luapan semangat, amarah dan rasa kasihan' yang terbentuk dalam kumpulan publik (Durkheim,1895/1982: 52-53). Meskipun arus sosial kurang kongkret dibanding fakta sosial, itu dikarenakan fakta sosial tidak bisa direduksi pada individu. Kita diseret oleh arus sosial dan ia memiliki kekuatan untuk memaksa kita meski kita baru bisa menyadari ketika kita bergulat melawan perasaan bersama ini.
·         Pikiran kelompok. Karena adanya penekanan norma, nilai dan budaya dalam sosiologi kotemporer, kita tidak akan terlalu kesulitan dalam menerima minat Durkheim terhadap faktor sosial nonmaterial. Orang mengecam Durkheim karena prespektif seperti itu menganggap dia memberi fakta sosial nonmaterial sebuah eksistensi yang otonom.
 
Karya-karya Emile Durkheim
 
1.         The Division of Labor in Society 
2.         The Rule of Sociology Method
3.         Suicide 
4.         The Elementary Forms of Religious Life
5.         Professional Ethics and Civic Morals
6.          l'anne Sociologyque
 
 
Referensi
Teori Sosiologi (George Ritzer, Douglas j.goodman)
 
 
 

Nia Nadia_KPI 1C_tugas2_suciedeandtherulesofsocialmethode

Suciede and The rules of social methode (Durkheim)
A. Suciede
Durkheim sampai pada puncak analisisnya dengan mencari sebuah hukum sosiologi yang menjadi umum semua kesimpulan parsial yang terlihat tidak memiliki kaitan. Selanjutnya, ia memahami bahwa keluarga, agama, dan masyarakat politik sama-sama merupakan kelompok sosial yang mendefinisikan identitas individu, dan ketika kelompok itu terlalu lemah, maka individu kehilangan tanda pengenalnya. Akhirnya, Durkheim mengarahkan segala kemampuannya untuk mengajukan hukum umum yang cukup dahsyat, yaitu bahwa: " Bunuh diri bervariasi menurut terbaliknya tingkat integrasi kelompok sosial dimana individu menjadi anggotanya."
Dengan demikian memang perasaan individu menentukan setiap tindakan bunuh diri. Namun hanya metode sosiologis ya g menganngap bunuh diri sebagai "suatu benda" sehingga memungkinkan kita untuk memahami sifat dasar sesungguhnya.
 "fenomena-fenomena sosial merupakan benda dan harus di perlakukan sebagai benda." Demikian yang di ungkapkan Emile Durkheim dalam studinya tentang bunuh diri (1897)
Karena sosiologi tidak bisa melakukan eksperimen di laboratorium, maka ia menggunakan berbagai variasi situasi sosial untuk melakukan perbandingan. Durkheim berpegang pada variasi yang terjadi pada waktu yang sama dengan membangun rangkain-rangkaian mulai dari peristiwa yang harus terseleksi. Ia memisahakan sejumlah variable berupa umur, seks, situasi sipil, keanggotaannya pada suatu agama dan tingkat pendidikannya yang di bandingkan dengan angka kematian.
Ø  Metode statistik dan komparatif
Pada zaman Durkheim hanya memiliki satu alat statistik dasar serta sau aritmatika sederhana, namun hasil karyanya sangat memuaskan. Demikian, maka dengan membangun hubungan antara angka bunuh diri dalam dua kategori, kita bisa memunculkan jarak dengan mengalkulasi.
Ø  Proses Sosialisai
Setelah membantah teori-teori yang menganngap bunuh diri di sebabkan oleh kegilaan, ras, dan hereditas. Durkheim mengembangkan teori sosialisasinya dengan membuat suatu tipologi.
Ø  Bunuh diri egoisitis
Agama, keluarga, dan masyarakat politik sama-sama merupakan kelompok sosial yang mendefinisikan identitas si individu. Ketilangan tempat bernaung dan mundur ke arah dirinya sendiri, yaitu kepada egonya. Dari sinilah asalnya istilah yang agak sesuai dengan istilah yang dipakai biasanya yaitu "bunuh diri egoisitis."
 
Ø  Bunuh diri altruistis
Jika integrasi sosial terlalu kuat dan individu terlalu terkungkung, maka biasanya menghasilkan "altruisme intens" yang menyebabkan orang melakukan bunuh diri.
 
Ø  Bunuh diri anomik
Jika dalam proses sosialisasi ternyata integrasi sosial bisa menunjukan adanya defisiensi lewat akses atau kekurangannya, maka hal yang sama juga terjadi bagi peraturan sosial. Bunuh diri anomik juga di sebabkan oleh "hilangnya aturan matrimonial" dimana perkawinan yang mengatur hubungan cinta dan perceraian yang terjadi dimana-mana menjadi suatu indikator adanya anomie dalam perkawinan.
Sentimel individual menentukan masing-masing tindakan bunuh diri, namun hanya metode sosiologi mentranformasikan hal itu sebagai peristiwa objektif yang bisa membuat kita paham akan sifat dasar kekosongan afektif dan keterpencilan moral yang menimbulkan kurangnya integrasi dan aturan sosial.
 
Ø  Kemiskinan moral suatu masyarakat
Durkheim menghubungkan hasil-hasil yang di perolehnya dengan konsep moral masyarakat. Jika "agama, keluarga, dan negara bisa menjadi pencegah bunuh diri dari jenis 'egoistis' maka sebaliknya, peningkatan angka bunuh diri yang di laporkan pada masa itu bukanlah hal tersebut merupakan kenyataan pada masyarakat yang telah melepaskan diri dari ikatan tradisional yang menhubungkan individu dengan masyarakat. Bahwa "Bunuh diri pada masa sekarang memang merupakan indikasi adanya kemiskinan moral."
 
Ø  Warisan Durkheim
Metode statistik yang dipergunakan masih menjadi contoh, meski sejak saat itu permasalahan tentang validitas sumber-sumber dan ketidak sempurnaan atu kelalaian yang bisa di ketahui dalam pembahasannya sangan sering diangkat. Namun demikian mereka yang tidak mau mendukung sosiologi aliran Durkheim mengeluhkan masalah determinisme dimana masyarakat bertindak terhadap individu di luar pengetahuan orang terakhir ini.
 
 
B. The rules of social methode
 
1. Mendefinisikan objek yang di kaji secara objektif
                Disini yang menjadi sasaran adalah sebuah peristiwa sosial yang di amati di luar kesadaran individu. Definisi tidak mengandung prasangka terlepas dari apapun yang kira-kira akan menjadi kesimpulan studi.
 
2. Memilih satu atau beberepa kriteria yang objektif.
                Durkheim mempelajari berbagai bentuk solidaritas sosial yang berebeda-beda dari suduh hukum. Begitu pula ia berusaha mencari penyebab tindakan bunuh diri dengan mempergunakan angka kematianakibat bunuh diri. Namun masih harus lebih banyak di perhatikan tentang kriteria-kriteria dalam mengajukan analisis tersebut.
 
3. Menjelaskan kenormalan patologi
                Ada beberapa situasi yang bersifat kebetulan dan sementara yang bisa mengacaukan keterlaluan peristiwa. Jadi kita harus bisa membedakan situasi-situasi normal yang menjadi dasar kesimpulan-kesimpulan teoritis. Dapat kita bandingkan pemikiran dengan metode ideal tipikal dari max weber. Yang riil selalu terlihat orisinil dalam kompleksitasnya, namun bisa pula kita mencari struktur dari ciri khas yang menonjol ini.
 
4. Menjelaskan masalah sosial secara "sosial"
                Sebuah peristiwa sosial tidak hanya bisa di jelaskan lewat keinginan individual yang sadar, namun juga melalui peristiwa atau tindakan sosial sebelumnya. Setiap tindakan kolektif mempunyai satu signifikansi dalam sebuah sistem interaksi dan sejarah. Inilah yang disebut dengan metode fungsionalis.
 
5. Mempergunakan metode komparatif secara sistematis.
                Inilah semua hal yang telah kita singgung diatas. Hanya komparativisme terhadap ruang dan waktu yang memungkinkan hal ini berakhir dengan suatu demonstrasi sosiologis.
 

M. Febrian Ramadhan kpi1c_tugas2_Emile Durkheim

The rule of sociological method

            Dalam metode Durkheim ada lima aturan fundamental :

1.      Mendefinisikan Objek Yang Dikaji Secara Objektif.

Yang menjadi sasaran adalah sebuah peristiwa sosial yang bisa diamati di luar

kesadaran individu. Definisi tidak boleh mengandung prasangka terlepas dari apapun yang kira-kira akan menjadi kesimpulan studi.

Contohnya : mahasiswa jurusan pendidikan Durkheim berminat pada tujuan denitif:

            Pendidikan adalah tindakan yang dilaksanakan oleh genersi-generasi dewasa kepada generasi yang belum dewasa dalam kehidupan sosial. Pendidikan bertujuan  untuk membangkitkansejumlah kondisi fisik, iltelektual dan moral pada anak .

2.      Memilih Satu Atau Beberapa Kriteria Yang Objekti.

            Dalam buku pertamanya ( De la division du travail social atau Pembagian kerja secara sosial ) Durkheim mempelajari berbagai bentuk solidaritas sosial yang berbeda-beda dari sudut hukum, serta mencari penyebab tindakan bunuh diri dengan menggunakan angka kematian yang diakibatkan dengan bunuh diri.

3.      Menjelaskan kenormalan Patologi.

            Ada beberapa situasi yang bersifat kebetulan dan sementara yang bisa mengacaukan keteraturan peristiwa. Dengan demikian kita harus bisa membedakan situasi-situasi normal yang menjadi dasar kesimpulan-kesimpulan teoretis.

4.      Menjelaskan masalah Sosial secara " Sosial "

            Sebuah peristiwa sosial tidak hanya bisa dijelaskan lewat keinginan individual yang sadar, namaun juga melalui peristiwa / tindakan sosial sebelumnya.  Setiap tindakan kolektif mempunyai satu signifikansi dalam sebuah sistem interaksi dan sejarah. Ini disebut Fungsionalis.

5.      Mempergunakan metode kompratif secara sistematis.

            Hanya komparativisme terhadap ruang dan waktu yang memungkinkan hal ini berakhir dengan suatu demonstrasi sosiologi.

 

 

Suicide

            Pada puncak analisisnya, Durkheim dengan mencari sebuah hukum sosiologi yang menjadi poin  umum semua kesimpulan parsial yang terlihat tidak memiliki kaitan.lalu dia memahami bahwa keluarga, agama dan masyarakat politik sama-sama merupakan kelompok sosial yang mendefinisikan identitas individu, dan ketika kelompok itu terlalu lemah, maka individu akan kehilangan tanda pengenalnya.

Hukum umum yang diajukan durkheim : " Bunuh diri bervariasi menurut terbaliknya tingkat integrasi kelompok sosial dimana individu menjadi anggotanya.''

            Denga demikian perasaan individu menentukan setiap tindak bunuh diri. Namun menurut metode sosiologis beranggapan bahwa bunuh diri sebagai " Suatu benda '' ( maksudnya peristiwa yang biasa diobservasi ) sehingga berkemungkinan kita untuk memahami  sifat dasar yang sesungguhnya yaitu : ketiadaan afeksi  dan kehampaan moral yang terkait dengan kurangnya integrasi sosial.

  Pada Les Regles de la Methode sodiologique . Emile Durkheim mendemonstrasikan  pengaruh integrasi sosial terhadap kecenderungan individu untuk meng akhiri hidupnya.

            Ia mempergunakan berbagai variasi situasi sosial untuk melakukan perbandingan. Durkheim berpegang pada metode variasi yang terjadi pada waktu yang  sama (korelasi-korelasi )dengan membangun rangkaian-rangkaian mulai dari peristiwa yang harus terseleksi, lalu ia memisahkan sejumlah variabel berupa umur, seks, situasi sipil, keanggotaanya pada suatu agama dan tingkat pendidikan yang dibandingkannya dengan angka kematian.

                Sehingga pada gilirannya akan meningkatkan angka bunuh diri. Empat jenis bunuh diri antara lain :

·                    Bunuh Diri Egoistis

            Bahwa Agama, keluarga, dan masyarakat politik sama-sama merupakan kelompok sosial yang mendefinisikan identits individu. Ketika ia melemah / terputus, individu akan kehilangan tempat bernaung  dan mundur kearah dirinya sendiri, yaitu kepada egonya. Dari sinilah asalnya istilah yang agak sesuai dengan istilah yang dipakai biasanya yaitu ''bunuh diri egoistis ''

 

·                    Bunuh diri altruistis

Jika integrasi sosial terlalukuat dan individu terlalu terkungkung, maka bias bisa saja menghasilkan ''altruisme intens ''yang menyebabkan orang bunuh diri.

·                    Bunuh siri anomik

Ketika dominasi intelektual  atau moral kelompok melemah, individu akan menghadapi sendiri keinginan dan nafsunya. Terputusnya keseimbangan ini memyebabkan timbulnya anomie, yaitu desosialisasi. Juga bisa disebabkan oleh ''hilangnya aturan matrimonial'' dimana perkawinan yang mengtur, hubungn cinta dan perceraian yang terjadi diman-mana menjadi suatu indicator adanya anomie dalam perkawianan (anomie konjugal).

 

                        

Sumber:George Ritzer Douglas J. Goodman

Syifa Thoyyibah
PMI 5
Demografi
Populasi Manusia
Video demografi Dr. Joel cohen, menceritakan tentang populasi manusia di masa lalu, masa sekarang, dan masa depan. Menurutnya populasi manusia didunia sekarang sudah mencapai 7 milyar, hal itu disebabkan karena masalah kependudukan yaitu ;
1.      Masih banyak orang di dunia kelaparan.
2.      Masih banyak orang yang tinggal di pemukiman kumuh.
3.      Masih banyak orang yang buta huruf.
4.      Dan jutaan perempuan tidak memiliki akses terhadap alat kontrasepsi.
 
A.    Populasi manusia di masa lalu
Populasi manusia telah dikalikan dengan seribu sejak penemuan pertanian. Dan di tahun 2012 populasi manusia meningkat dengan cepat menjadi 7 milyar manusia di planet bumi ini, dan akan membahayakan kesejahteraan kita sendiri. Demografi memungkinkan kita untuk membayangkan dan membayangkan kembali bagaimanana masa depan nantinya jika tiap tahun populasi manusia makin cepat bertambah. Populasi manusia masih berkembang, tetapi pada tingkat yang masih lambat. Dan meskipun memperlambat pertumbuhan penduduk, pertumbuhan penduduk cepat masih menjadi masalah kependudukan. Dan karena  akses ditemukannya  lahan baru, revolusi industri, dan banyaknya kesempatan kerja, maka menyebabkan orang-orang bermigrasi, dan akhirnya populasi itu tumbuh
B.     Populasi manusia di masa sekarang
Populasi di negara-negara kaya( negara maju) , pendapatan negara mereka mencapai $32000/tahun, sedangkan populasi di negara-negara miskin (negara berkembang) hanya $500/tahun. Kemudian Negara-negara kaya (negara maju) memanfaatkan kemakmuran dari pembangunan negara miskin dengan :
1.      Pertumbuhan Ekonomi.
2.      Kesehatan masyarakat.
C.     Popoulasi manusia di masa depan
Populasi dunia di tahun 2012-2050 dapat diprediksi :
1.      Populasi manusia akan bertambah lebih besar.
2.      Populasi manusia akan tumbuh lebih lambat.
3.      Populasi manusia akan lebih tua.
4.      Populasi manusia akan lebih ke perkotaan.
Populasi manusia di dunia di tahun 2012-2050 yang kurang dapat diprediksi, yaitu :
1.      Migrasi
2.      Struktur rumah tangga
3.      Keluarga
Populasi manusia di masa depan bisa lebih besar, lebih lambat ataupun lebih tua. Pertumbuhan penduduk bisa diakhiri sebelum tahun 2100 jika kita :
1.      Mendidik perempuan
2.      Memberikan kredit untuk perempuan
3.      Memberikan kesehatan produksi
4.      Meningkatkan usia perkawinan.
Jadi, populasi manusia sangat bergantung dengan ekonomi, lingkungan, dan kebudayaan. Dan Demografi memberi alat dan perspektif analisis untuk memahami dunia sekitar, memberi peralatan untuk memecahkan masalah mental dan demografi juga adalah sarana untuk campur tangan lebih bijak dan efektif di dunia nyata untuk meningkatkan kesejahteraan.

Nurfaizah Amaliah KPI 1/C_Tugas2_Emile Durkheim

Emile Durkheim
Suicide
"Fenomena-fenomena sosial merupakan benda dan harus diperlakukan sebagaimana benda." Demikian formula yang diungkapkan dalam Les Regles de la Methode sociologique diterapkan oleh Emile Durkheim dalam studinya tentang bunuh diri (1897).
Ia mempergunakan berbagai variasi situasi sosial untuk melakukan perbandingan. Durkheim berpegang pada metode variasi yang terjadi pada waktu yang sama (korelasi-korelasi) dengan membangun rangkaian-rangkaian mulai dari peristiwa yang harus terseleksi, Ia memisahkan sejumlah variabel berupa umur, seks, situasi sipil, keanggotaannya pada suatu agama dan tingkat pendidikan yang dibandingkannya dengan angka kematian.
 
Metode Statistik dan Komparatif
Dengan membangun hubungan antara angka bunuh diri dalam dua kategori, kita bisa memunculkan jarak dengan mengalkulasi "koefisien perlindungan (preservasi)" atau "keparahan (aggravation)". Contoh: di sebuah propinsi angka bunuh diri orang yang sudah menikah dari usia 20 hingga 25 tahun adalah 95 bandingf seribu penduduk; sementara yang dilakukan oleh para duda pada usia yang sama sebanyak 153. Maka hubungan 153/95 memberi sebuah koefisien preservasi sebesar 1,61 sedangkan untuk perempuan pada kategori yang sama koefisiennya sebesar 1,46. Dengan mengkonfrontasikan koefisien-koefisien yang berbeda ini muncul suatu keteraturan yang menunjukkan bahwa pada usia manapun dan di daerah tempat tinggal manpun (baik di Paris atau di provinsi-provinsi) status menduda memang lebih memperparah angka bunuh diri laki-laki dibanding status menjanda perempuan.
 
Proses Sosialisasi
Setelah membantah teori-teori yang menganggap bunuh diri disebabkan oleh kegilaan, ras dan hereditas, Durkheim lalu mengembangkan teori sosialisasinya dengan membuat suatu tipologi.
Ø  Bunuh diri egoistis
Sebuah studi komparatif yang teliti terhadap angka bunuh diri menurut agama yang dianut oleh pelakunya di berbagai negara Eropa(Jerman, Inggris, Denmark, Perancis, Italia dsb...) memberi hasil berikut ini: ternyata lebih banyak penganut Protestan yang bunuh diri ketimbang penganut Katolik, dan kaum Yahudi paling sedikit melakukan bunuh diri. Sedangkan sesudah meneliti tingkat pendidikan ia menyimpulkan bahwa "jika dalam lingkungan yang berpendidikan kecenderungan untuk melakukan bunuh diri itu lebih parah, maka tingkat keparahan itu sangat terkait dengan (...) melemahnya kepercayaan-kepercayaan tradisional dan karena situasi individualisme moral yang diakibatkan karenanya."
Sedangkan jika menyangkut keluarga ternyata "Masyarakat domestik sebagaimana sebuah masyarakat religius menjadi kekuatan preservatif terhadap upaya bunuh diri. Perlindungan (pengamanan) ini kian sempurna jika keluarga itu lebih padat." Agama, keluarga dan masyarakat politik sama-sama merupakan kelompok sosial yang mendefinisikan identitas si individu. Ketika ia melemah atau terputus, individu akan kehilangan tempat bernaung dan mundur ke arah dirinya sendiri, yaitu kepada egonya.  Dari sinilah asalnya istilah yang agak sesuai dengan istilah yang dipakai biasanya yaitu "bunuh diri egoistis".
Ø  Bunuh diri altruistis
Sebaliknya, jika integrasi sosial terlalu kuat dan individu terlalu terkungkung, maka bisa saja menghasilkan "altruisme intens" yang menyebabkan orang melakukan bunuh diri.
Ø  Bunuh diri anomik
Jika dalam proses sosialisasi ternyata integrasi sosial bisa menunjukkan adanya defisiensi lewat ekses atau kekurangannya, maka hal yang sama juga terjadi bagi peraturan sosial: yakni ketika dominasi intelektual atau moral kelompok melemah, individu akan menghadapi sendiri keinginan dan nafsunya. Terputusnya keseimbangan ini menyebabkan timbulnya anomie, yaitu desosialisasi. Akan terjadi peraturan ekonomi jika masing-masing individu berkeinginan untuk memiliki benda material yang secara logis bisa diharapkannya jika berfungsi sesuai tempatnya didalam masyarakat.
Bunuh diri anomik juga bisa disebabkan oleh "hilangnya aturan matrimonial" di mana perkawinan yang mengatur hubungan cinta dan perceraian yang terjadi di mana-mana menjadi suatu indikator adanya anomie dalam perkawinan (anomie konjugal).
 
Kemiskinan moral suatu masyarakat
Durkheim menghubungkan hasil-hasil yang diperolehnya dengan konsep moral masyarakat. Jika "agama, keluarga dan negara bisa menjadi pencegah bunuh diri jenis 'egoistis' maka sebaliknya, peningkatan angka bunuh diri yang dilaporkan pada masa itu bukanlah hal tersebut merupakan kenyataan pada masyarakat yang telah melepaskan diri dari ikatan tradisional yang menghubungkan individu dengan masyarakat? Bahwa "bunuh diri pada masa sekarang memang merupakan indikasi adanya kemiskinan moral". Dan tema yang menghantui pikiran para perintis sosiologi adalah: bagaimana cara memperbaiki ikatan sosial pada suatu zaman dimana industrialisasi telah menyebabkan hancurnya batas-batas lama sosiabilitas, munculnya krisis nilai atau kemerosotan religius yang menyertainya?
 
Warisan Durkheim
Karya berjudul Le Suicide ini pada saat disusun merupakan suatu inovasi intelektual yang sudah tidak perlu diperdebatkan lagi. Metode statistik yang dipergunakan tetap masih menjadi contoh, meski sejak saat itu permasalahan tentang validatis sumber-sumber dan ketidaksempurnaan atau kelalaian yang bisa  diketahui dalam pembahasannya sangat sering diangkat.
Namun demikian mereka yang tidak mau mendukung sosiologi aliran Durkheim mengeluhkan masalah determinisme dimana masyarakat bertindak terhadap individu diluar pengetahuan orang terakhir ini.
 
Rule of Sociological Method
1.      Mendefinisikan Objek yang dikaji Secara Objektif
Disini yang menjadi sasaran adalah sebuah peristiwa sosial yang bisa diamati diluar kesadaran individu. Definisi tidak boleh mengandung prasangka terlepas dari apapun yang kira-kira akan menjadi kesimpulan studi.
2.      Memilih Satu atau Beberapa Kriteria yang Objektif
Dalam buku pertamanya (De la division du travail social atau Pembagian Kerja Secara Sosial) Durkheim mempelajari berbagai bentuk solidaritas sosial yang berbeda-beda dari sudut hukum. Begitu pula ia berusaha mencari penyebab tindakan bunuh diri dengan mempergunakan angka kematian akibat bunuh diri. Namun masih harus lebih banyak diperhatikan tentang kriteria-kriteria daalam mengajukan analisis tersebut.
3.      Menjelaskan Kenormalan Patologi
Kita harus bisa membedakan situasi-situasi normal yang menjadi dasar kesimpulan-kesimpulan teoritis. Dapat kita bandingkan pemikiran dengan metode idealtipikal dari Max Weber. Yang riil selalu terlihat orisinal dalam kompleksitasnya, namun bisa pula kita mencari struktur dari ciri khas yang menonjol ini.
4.      Menjelaskan Masalah Sosial Secara "Sosial"
Sebuah peristiwa sosial tidak hanya bisa dijelaskan lewat keinginan individual yanng sadar, namun juga melalui peristiwa atau tindakan sosial sebelumnya.
5.      Mempergunakan Metode Komparatif Secara Sistematis
Inilah semua hal yang telah kita singgung diatas. Hanya komparativisme ruang dan waktu yang memungkinkan hal ini berakhir dengan suatu demonstrasi sosiologis.

Sumber : Sosiologi Sejarah dan Berbagai Pemikirannya (Anthony Giddens, Daniel Bell dan Michael Forse, etc)

Andika Eka Cahya KPI 1C_Tugas2_Suicide dan The Rule of Sosiological Metode

EMILE DURKHEIM
 
·       SUICIDE
      Karya berjudul Le Suicide ini pada saat disusun merupakan suatu inovasi intelektual yang sudah tidak perlu diperdebatkan lagi. Metode statistic yang dipergunakan tetap masih menjadi contoh, meski sejak saat itu permasalahan tentang validitas sumber-sumber dan ketidaksempurnaan atau kelalaian yang bias diketahui dalam pembahasanya sangat sering diangkat.
 
      Namun demikian mereka yang tidak mau mendukung sosiologi aliran Durkheim mengeluhkan masalah determinasi di mana masyarakat bertindak terhadap individu di luar pengetahuan orang terakhir ini. Beberapa kali sang penulis Le Suicide ini berbicara tentang "penyebab suicidogenes" atau "aliran suicidogenes" yang beredar dalam masyarakat. Apakah perspektif ini sesuai dengan pemikiran tentang penjelasan bunuh diri secara "psikologis" yang memperhitungkan suatu kausalitas psikis? Sebenarnya sudah merupakan hal umum jika orang mengkritik visi eksplikatif Durkheim yang mengingatkan kita pada determinasi social dan penjelasan komprehensif (yg dekat dengan tesis-tesis M. Weber) yg hanya memperhitungkan kesadaran individu yg bersifat mobil.
 
1.      BUNUH DIRI EGOISTIS
     
      Sebuah studi kompratif yang teliti terhadap angka bunuh diri menurut agama yang dianut oleh pelakunya di berbagai Negara Eropa (Jerman, Inggris, Denmark, Perancis, Italia dsb…) memberi hasil berikut ini: ternyata lebih banyak penganut protestan yang bunuh diri ketimbang penganut khatolik, dan kaum yahudi paling sedikit melakukan bunuh diri. "Superioritas Protestanisme dari sudut pandang bunuh diri disebabkan karena integritas gereja kristen protestan lebih lemah dibandingkan gereja khatolik." Sedangkan sesudah meneliti tingkat pendidikan ia meyimpulkan bahwa "jika dalam lingkungan yg berpendidikan berkecenderungan melakukan bunuh diri itu lebih parah, maka tingkat keparahan itu sangat tekait dengan (…) melemahnya kepercayaan-kepercayaan tradisional dan karena situasi individualisme yg diakibatkan karenanya"
      Tingginya angka bunuh diri egoistis dapat ditemukan dalam masyarakat atau kelompok dimana individu tidak berinteraksi dengan baik dalam unit sosial yang luas. Lemahnya integrasi ini melahirkan perasaan bahwa individu bukan bagian dari masyarakat dan masyarakat bukan pula bagian dari individu. Durkheim percaya bahwa bagian paling baik dari manusia yaitu moralitas nilai, dan tujuan kita berasal dari masyarakat. Sebuah masyarakat yang padu akan membri kita semua ini, dan dukungan moral umum bagi kita agar kuat melalui keterpurukan dan kekecewaan kecil sehari-hari. Tanpa ini, besar kemungkinan kita akan bunuh diri ketika mengalami frustasi yang paling kecil sekalipun.
 
2.      BUNUH DIRI ALTRUISTIS
 
      Kalau tadi kita membahas bunuh diri egoitis terjadi ketika integrasi sosial melemah, bunuh diri altruistis terjadi ketika "integrasi sosial yang kuat" (Durkheim, 1897/1951:217). Secara harfiah, dapat dikatakan individu terpaksa melakukan bunuh diri.
      jika integrasi social terlalu kuat dan individu terlalu terkukung, maka bias saja menghasilkan "altruisme intens" yang menyebabkan orang melakukan bunuh diri.
      Akan tetapi meskipun masyarakat modern memberi tempat yang lebih luas terhadap individualism, namu bentuk-bentuk lama ikatan social belum sepenuhnya hilang, dan masih ada kelompok-kelompok yang menganggap moral primitive masih penting. Lagi pula sang penulis ini mungkin saja menyadari kenyataan bahwa pada usia yang sama angka bunuh diri dikalangan militer kareir jelas-jelas lebih tinggi dibandingkan dengan angka bunuh diri dikalangan sipil.
 
3.      BUNUH DIRI ANOMIK
 
      Bunuh diri ketiga adalah bunuh diri anomik, yang terjadi ketika kekuatan regulasi masyarakat terganggu. Gangguan itu mungkin akan membuat individu merasa tidak puas karena lemahnya control terhadap nafsu mereka, yang akan bebas berkeliaran dalam ras yang tidak pernah puas terhadap kesenangan. Perubahan-perubahan semacam ini menempatkan orang dalam situasi dimana norma lama tidak lagi berlaku sementara norma baru belum lagi dikembangkan. Periode gangguan ini melepaskan arus anomi, rasa ketercerabutan dari akar dan rasa kehilangan norma-norma mengikat dan arus ini cenderung mempertinggi angka bunuh diri anomik.
      Jika dalam proses sosialisasi ternyata integrasi social bisa menunjukan adanya defisiensi lewat ekses atau kekuranganya, maka hal yg sama juga terjadi bagi peraturan social: yakni ketika dominasi intelektual atau moral kelompok melemah, individu akan menghadapi sendiri keinginan dan nafsunya. Terputusnya keseimbangan ini menyebabkan timbulnya anomie, yaitu desosialisasi. Akan terjadi peraturan ekonomi jika masing-masing individu berkeinginan untuk memiliki benda material yang secara logis bisa diharapkanya jika berfungsi sesuai tempatnya di dalam masyarakat. Maka selama abad XIX "kemajuan ekonomi terutama berupa upaya untuk membebaskan hubungan industrial dari segala aturan." Negara bukan lagi pengatur kehidupan ekonomi, dan "dogma materialisme (telah menjadi) tujuan tertinggi individu dan masyarakat.
 
4.      BUNUH DIRI FATALISTIS
 
      Bunuh diri fatalistis terjadi ketika regulasi meningkat. Durkheim (1897/1951:276) menggambarkan seseorang yang melakukan bunuh diri fatalistis seperti "seseorang yang masa depannya telah tertutup dan nafsu yang tertahan oleh disiplin yang menindas". Contoh klasik dari bunuh diri ini adalah budak yang menghabisi hidupnya karena putus asa karena regulasi yang menekan setiap tindakannya. Regulasi tekanan yang terlalu banyak akan melepaskan arus kesedihan, yang pada gilirannya menyebabkan peningkatan angka bunuh diri fatalistis.
     
·     THE RULE of SOCIOLOGY METHOD
Kita bisa menyatakan ada lima peraturan fundamental dalam metode Durkheim,  yaitu :
 
1.      Mendefinisikan Objek Yang Dikaji Secara Objektif
      Definisi tidak boleh mengandung prasangka terlepas dari apapun yang kira-kira akan menjadi kesimpulan studi. Contohnya : sebagai mahasiswa jurusan pendidikan Durkheim berminat pada tujuan definitive:Pendidikan adalah suatu tindakan yang dilaksanakan oleh generasi-generasi dewasa kepada generasi selanjutnya dalam kehidupan sosial. Pendidikan bertujuan untuk membangkitkan kan mengembangkan sejumlah kondisi fisik, intelektual dan moral pada anak seperti yang dituntut masyarakat politik terhadap si anak dalam keseluruhan dan milieu sosial yang diperuntukkannya."
 
2.      Memilih Satu Atau Beberapa Kriteria Yang Objektif
      Dalam buku De la division du travail social atau Pembagian Kerja Secara Sosial Durkheim mempelajari  berbagai bentuk solidaritas sosial yang berbeda-beda dari sudut hukum. Begitu pula ia berusaha mncari penyebab tindakan bunuh diri. Namun masih harus lebih banyak diperhatikan tentang kriteria-kriteria dalam mengajukan analisis tersebut.
 
3.      Menjelaskan Masalah Sosial Secara "Sosial"
      Sebuah peristiwa sosial tidak hanya bisa dijelaskan lewat keinginan individual yang sadar, namun juga melalui peristiwa atau tindakan sosial sebelumnya. Setiap tindakan kolektif mempunyai satu signifikansi dalam sebuah system interaksi dan sejarah. Inilah yang disebut metode Durkheim.
 
4.      Menjelaskan Kenormalan Patologi
      Ada beberapa situasi yang bersifat kebetulan dan sementara yang bisa mengacaukan  keteraturan peristiwa. Jadi kita harus bisa membedakan situasi-situasi normal yang menjadi dasar kesimpulan-kesimpulan teoritis. Dapat kita bandingkan pemikiran dengan metode ideal tipikal dari Max Weber. Yang riil selalu terlihat orisinal dalam kompleksitasnya, namun bisa pula kita mencari struktur dari ciri khas yang menonjol ini.

5.     Mempergunakan metode komparatif secara sistematis.
      Inilah semua hal yg telah kita singgung diatas, Hanya komparativisme terhadap ruang dan waktu yg memungkinkan hal ini berakhir dengan suatu demonstrasi sosiologis.

Cari Blog Ini