Senin, 16 September 2013

Aida_KPI1A_Tugas2_Emile Durkheim


ABOUT EMILE DURKHEIM
Ketika ditanya mengenai apa yang ingin diajarkannya, selain pedagogi, maka tanpa ragu-ragu Durkheim menjawab bahwa ia ingin "memberi kuliah umum tentang ilmu social". Selanjutnya ia mengatakan bahwa ia bermaksud untuk mengambil (masalah) solidaritas social sebagai tema pokok dari kuliah itu.
Emile Durkheim, yang dilahirkan pada tahun 1858 (15 April di Louraine), pada waktu itu baru berumur 29 tahun. Tetapi anak pendeta Yahudi (rabbi) ini sampai dengan akhir hayatnya tak pernah melepaskan perhatiannya dari masalah pokok ini. Bagaimana mungkin solidaritas social selalu bisa dibina? Dasar dan unsur apa yang telah dan pernah membina solidaritas social itu?

Dengan pertanyaan pokok dan mendasar ini Durkheim bukan saja mengadakan penelitian tentang berbagai aspek dalam kehidupan social, melainkan juga dan lebih penting, ikut serta meletakkan dasar dari ilmu sosiologi. Bersama Karl Marx dan Weber, ia dianggap sebagai tokoh utama dari cabang ilmu social ini. Selain itu ia dianggap sebagai pemula dari pendekatan sosiologis yang bercorak fenomenologis yang melihat "realitas" sebagai hasil komunikasi antara kenyataan social dan kesadaran. Bagi Durkheim, masyarakat bukan hanya merupakan realitas, melainkan juga milieu yang melahirkan ide tentang apa yang real itu. Tetapi lebih dari itu, ia adalah tokoh pemikir yang sangat bercorak sosiologistik dan seseorang yang tanpa henti ingin mendapatkan "ilmu molaritas" yang bersifat induktif, obyektif, rasional, dan positivistis.
"Sebab yang paling menentukan dari fakta social" Durkheim pernah menulis, "haruslah dicari diantara fakta-fakta social yang mendahuluinya dan bukan di dalam suasana kesadaran pribadi". Atau dengan kata lain, keterangan mengenai peristiwa social – "suatu fakta", kata Durkheim haruslah dipisahkan dari psikologi. Sebenarnya katanya, kontinuitas antara "sosiologi dan psikologi" terputus seperti halnya antara "biologi dan ilmu-ilmu fisiokimia" jadi setiap kali fenomena social dituangkan secara langsung dengan fenomena psikologis, kita bisa merasa pasti bahwa keterangan itu palsu. Inilah sifat sosiologistis dari Durkheim. Dengan tegas ia berusaha membedakan dan memisahkan factor psikologis dari fenomena social. Dengan kata lain, masyarakat sebagai suatu unit tidak bisa dianggap sebagai perpanjangan saja dari individu.
Setelah mencoba dua kali, akhirnya pada kesempatan ketiga kalinya, Durkheim diterima menjadi murid dari sekolah yang paling elitis dan terpilih di Prancis, Ecole Normale Superieur, di Paris pada tahun 1879. Disinilah ia belajar sampai tahun 1882 dan mulai berkenalan dengan guru yang sangat dikaguminya, Fustel de Coulanges, salah seorang pelopor historiografi modern Prancis.
Setelah menamatkan pelajaran di Ecole Normale, sampai tahun 1887, kecuali setahun ketika ia berdiam di Jerman untuk mempelajari situasi pemikiran di sana, Durkheim mengajar di berbagai Lycee. Pada tahun 1887 ia diundang untuk mengajar di Universitas Bordeaux. Sampai dengan tahun 1902, ketika akhirnya ia diundang di Sorbonne (Paris), Durkheim berhasil menyelesaikan tiga dari empat buku klasiknya. Pada masa yang sama Prancis juga mengalami peristiwa politik yang cukup menegangkan yang langsung ataupun tidak langsung mempengaruhi kehidupan intelektual ilmuwan ini.
Pada tahun 1896-1898 dalam peristiwa Dreyfus masyarakat cendikiawan dan politik Prancis terpecah menjadi dua kelompok yang saling bermusuhan. Peristiwa ini bermula dari skandal di Markas Besar tentara Prancis dengan hilangnya dokumen-dokumen militer, yang dalam pengusutan yang dilakukan secara tidak jujur, seorang opsir keturunan Yahudi dituduh sebagai pelakunya. Ia dibuang ke Pulau Setan. Pemeriksaan selanjutnya memang membuktikan bahwa ia tidak bersalah. Karena itu timbulah dilema. Mestikah ia direhabilitasi dan dengan demikian membuat malu angkatan bersenjata ataukah ia dibiarkan menjadi korban, demi keutuhan angkatan? Dalam perdebatan ini Durkheim, seperti juga para cendikiawan liberal dan progresif lainnya, tegas-tegas berdiri dengan pembela Dreyfus. Dan konon belum pernah Prancis mengalami trauma keintelektualan separah seperti waktu menghadapi peristiwa Dreyfus ini. Terlepas dari sikapnya yang memihak sebagai contoh dari tanggung jawab intelektualnya, peristiwa-peristiwa politik ini hanya makin mempertebal keyakinan Durkheim akan pentingnya konsensus social. Hal ini semakin dirasakan sebab perkembangan social-ekonomi pun telah dianggap seakan-akan merobek apapun dasar dari consensus dan solidaritas yang lama.
Begitulah situasi social-politik dan ekonomi yang dihadapi Durkheim pada waktu itu. Seperti juga Karl Marx dan Max Weber, Durkheim dalam "berilmiah-ilmiah" mau tak mau melibatkan diri atau terlibat dalam banyak peristiwa yang penting itu. Tetapi meskipun ia dan Marx adalah penganut "sosiologisme" yang kokoh, Durkheim tidak melihat "Revolusi" sebagai cara yang bisa menghapuskan kapitalisme. Ia sangsi bahwa revolusi adalah cara pemecahan yang tepat dalam mengatasi masalah social yang sedang timbul. Ia beranggapan bahwa masyarakat memerlukan peneguhan dasar moralitas yang baru. Jadi consensus yang menjadi tiang segalanya. Sosialismenya juga bersifat anti-Marxis, terutama karena ia menolak penekanan Marx dan pengikutnya akan keharusan adanya reorganissi ekonomi, baik pemilikan maupun system produksi. Baginya, kata Aron, Sosialisme "bisa diikhtisarikan dalam dua kata kunci: organisasi dan moralisasi"
Ketika Perang Dunia I berkecamuk, Durkheim seperti di saat "Peristiwa Dreyfus", kerja tanpa henti. Ia menulis karangan-karangan yang patriotic dan membuat study tentang "karakter bangsa Jerman". Tetapi kematian anaknya merupakan pukulan besar baginya. Pada tahun 1916 ia mulai sakit-sakitan. Selama itu pula ia mulai menyusun tulisan-tulisannya yang masih berupa manuskrip secara lebih teratur. Hal inilah yang memungkinkan para muridnya kemudian dapat menerbitkan tulisan-tulisan itu. Pada tanggal 15 November 1917, setahun sebelum genjatan senjata. Ketika ia hampir berusia 60 tahun, Durkheim, si calon rabbi, yang kemudian menjadi pelopor sosiologi yang etis, meninggal dunia di Fontaineblau.
Empat buku Durkheim yang umum dianggap klasik dalam sejarah perkembangan ilmu social adalah:
1.      1893, De La Division Du Travail Social: etude des societies superieurs. Pertama kali diterbitkan dalam bahasa Inggris tahun 1933.
2.      1895, Les Regles De La Methode Sociologique. Pertama terbit dalam bahasa Inggris tahun 1938.
3.      1877, Le Suicide: etude de sociologie, terbit dalam bahasa Inggris tahun 1951. Suicide: a study in sociology, terjemahan John a. Spaulding & George Simpson, Glencoe: Free Press.
4.      1912, Les Formes Elementaires De La Vie Religieuse: le system totemique en Australie. Terbit dalam bahasa Inggris tahun 1915, The Elementary Forms of the Religious Life: a study in religious sociology, terjemahan John Ward Swain, London, Allen & Unwin, New York: McMillan.
Contoh dari teori Durkheim yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari saat ini seperti kasus bunuh diri atau sesuatu yang berkaitan dengan Solidaritas social yang berhubungan dengan fakta social di sekitar kita.
Judul Buku                   : "Durkheim dan Pengantar Sosiologi Moralitas"
Sumber Refrensi         : Buku Obor, Taufik Abdullah & A C Van Der Leeden, Yayasan Obor    Indonesia PT Temprint

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini