Senin, 16 September 2013

haikalfawwazkpi1b_tugas2_teoriemiledurkheim

TEORI Emile Durkheim (1858-1917)
1.       Fakta sosial
Durkheim telah membukukan isi pikirannya dalam karyanya yang berjudul 'The Rules of Sociological Method' (1895/1982). Buku yang memisahkan antara sosiologi dan filsafat yang berdasarkan studi dan fakta sosial.
Fakta sosial terdiri dari struktur sosial, norma budaya, dan nilai yang berada di luar dan memaksa aktor. Contohnya Mahasiswa, dipaksa oleh struktur sosial seperti birokrasi Universitas, serta oleh norma dsan nilai masyarakat Indonesia, yang mendapat tempat sangat penting dalam pendidikan akademis. Fakta sosial yang sama memaksa seseorang dalam seluruh area kehidupan sosial.
Fakta sosial adalah seluruh cara bertindak, baku maupun tidak, yang dapat berlaku pada diri individu sebagai sebuah paksaan eksternal; atau bisa juga dikatakan bahwa fakta sosial adalah seluruh cara bertindak yang umum dipakai suatu masyarakat, dan pada saat yang sama keberadaannya terlepas dari manifestasi-manifestasi individual.
Dari kutipan di atas ia menjelaskan bahwa fakta sosial sebagai sebuah paksaan eksternal bukan internal, dan umumnya fakta sosial meliputi seluruh masyarakat bukan individu partikular.
a.       Fakta sosial Material dan Nonmaterial
Durkheim membedakan dua tipe fakta sosial, yaitu material dan nonmaterial. Fakta sosial material, seperti gaya arsitektur, bentuk teknologi, dan hukum perundang-undangan. Fakta sosial material tersebut sering kali mengekspresikan kekuatan moral yang lebih besar dan kuat yang bersama-sama berada di luar individu dan bersifat memaksa. Kekuatan moral inilah yang disebuat fakta sosial nonmaterial.
Durkheim mengatakan bahwa fakta sosial nonmaterial memang memiliki batasan tertentu, ia berada dalam pikiran individu. Tetapi, apabila individu berinteraksi dengan sempurna, maka interaksi itu akan "mematuhi hukumnya sendiri". Individu sebagai satu jenis lapisan bagi fakta sosial nonmaterial, namun bentuk dan isi partikularnya ditentukan oleh interaksi dan bukan individu.
b.      Jenis-jenis Fakta sosial Nonmaterial
·         Moralitas
Perspektif Durkheim tentang moralitas terdiri dari dua aspek. Pertama, Durkheim yakin bahwa moralitas adalah fakta sosial.dengan kata lain, moralitas bisa dipelajari secara empiris.karena ia berada di luarindividu, ia memaksa individu, dan bisa dijelaskan dengan faktafakta sosial lain. Kedua, Durkheim dianggap sebagai sosiolog moralitas karena studinya didorong oleh kepeduliannya kepada 'kesehatan' moral masyarakat modern.dikarenakan masyarakat telah menjadi, atau tengah terancam bahaya, tidak bermoral.
·         Kesadaran kolektif
Kesadaran kolektif adalah seluruh kepercayaan dan perasaan bersama orang kebanyakan dalam sebuah masyarakat akan membentuk suatu sistem yang tetap yang memiliki kehidupan sendiri. Dengan demikian, dia tidak sama dengan kesadaran partikular.
·         Representasi kolektif
Dalam bahasa Perancis kata representation, secara harfiah berarti "gagasan". Sedangkan Durkheim menggunakan istilah ini untuk mengacu konsep kolektif maupun daya sosial yang memaksa individu. Contohnya adalah simbol agama, mitos, dan legenda popular. Semua itu adalah cara-cara masayarakat mempresntasikan dirinya. Semuanya mempresentasikan kepercayaan, norma, dan nilai kolektif, dan mendorong kita menyesuaikan diri dengan klaim kolektif.
·         Arus sosial
Sebagaian fakta sosial yang dirujuk Durkheim sering diasosiasikan dengan organisasi sosial. Tetapi, ia menjelaskan bahwa fakta sosial tidak menghadirkan bentuk yang jelas, dan ia menyebutnya dengan arus sosial.
2.      Bunuh diri
Dalam karyanya yang lain dalam buku yang berjudul 'Suicide'. Ia memlihi studi bunuh diri karena persoalan ini relative merupakan fenomena konkret dan spesifik dimana tersedia data yang bagus secara komparatif akan tetapi, alasan utama Durkheim untuk melakukan studi bunuh diri ini adalah dari salah satu tindakan pribadi dan personal.
Terdapat empat alasan orang bunuh diri menurut Emile Durkheim, yaitu:
a. Karena alasan agama
Dalam penelitiannya, Durkheim mengungkapkan perbedaaan angka bunuh diri dalam penganut ajaran Katolik dan Protestan. Penganut agama Protestan cenderung lebih besar angka bunuh dirinya dibandingkan dengan penganut agama Katolik. Perbedaan ini dikarenakan adanya perbedaan kebebasan yang diberiakn oleh kedua agama tersebut kepada penganutnya. Penganut agama Protestan memperoleh kebebasan yang jauh lebih besar untuk mencari sendiri hakekat ajaran-ajaran kitab suci, sedangkan pada agama Katolik tafsir agama ditentukan oleh pemuka Gereja. Akibatnya kepercayaan bersama dari penganut Protestan berkurang sehingga menimbulkan keadaan dimana penganut agama Protestan tidak lagi menganut ajaran/tafsir yang sama. Integrasi yang rendah inilah yang menjadi penyebab laju bunuh diri dari penganut ajaran ini lebih besar daripada penganut ajaran agama Katolik.
b. Karena alasan keluarga
Semakin kecil jumlah anggota dari suatu keluarga, maka akan semakin kecil pula keinginan untuk terus hidup. Kesatuan social yang semakin besar, semakin besar mengikat orang-orang kepada kegiatan social di antara anggota-anggota kesatuan tersebut. Kesatuan keluarga yang lebih besar biasanya lebih akan terintegrasi.
c. Karena alasan politik
Durkheim disini mengungkapkan perbedaan angka bunuh diri antara masyarakat militer dengan masyarakat sipil. Dalam keadaan damaiangka bunuh diri pada masyarakat militer cenderung lebih besar daipada masyarakat sipil. Dan sebaliknya, dalam situasi perang masyarakat militer angka bunuh dirinya rendah. Didalam situasi perang masyarakat militer lebih terintegrasi dengan baik dengan disipilin yang keras dibandingkan saat keadaan damai di dalam situasi ini golongan militer cenderung disiplinnya menurun sehingga integrasinya menjadi lemah.

Sedangkan jenis-jenis bunuh diri menurutnya yaitu:
a. Bunuh diri Egoistis
Adalah suatu tindak bunuh diri yang dilakukan seseorang karena merasa kepentingannya sendiri lebih besar daripada kepentingan kesatuan sosialnya. Seseorang yang tidak mampu memenuhi peranan yang diharapkan 
(role expectation) di dalam role performance (perananan dalam kehidupan sehari-hari), maka orang tersebut akan frustasi dan melakukan bunuh diri.
b. Bunuh diri Anomis
Bunuh diri yang terjadi ketika kekuatan regulasi masyarakat terganggu dimana terjadi ketidakjelasan norma-norma yang mengatur cara berpikir, bertindak dan merasa para anggota masyarakat, gangguan itu mungkin membuat individu merasa tidak puas karena lemahnya control terhadap nafsu mereka, yang akan bebas berkeliaran dalam ras yang tidak akan pernah puas terhadap kesenangan. Menurut Durkheim, suatu keadaan anomik dapat dilihat dari indikator ekonomi maupun domestik. Analisa statistik Durkheim memperlihatkan bahwa krisis ekonomi membuat orang kehilangan arah. Dalam keadaan seperti ini, ungkap Durkheim mereka harus beradaptasi dengan kondisi yang menimpa mereka, kondisi yang sangat menyiksa; mereka membayangkan penderitaan karena serba berkekurangan bahkan sebelum mereka mencoba kehidupan ini. Pertumbuhan kemakmuran yang mendadak dalam masyarakat juga memiliki dampak serupa terhadap peningkatan angka bunuh diri dalam masyarakat. Pertumbuhan ekonomi yang mendadak membuat tatanan moral runtuh, sementara tatanan moral yang baru belum berkembang untuk menggantikan tatanan moral sebelumnya. Misalnya seseorang karena diberhentikan dari pekerjaannya kemudian memutuskan untuk bunuh diri.
c. Bunuh diri Altruistis
Orang melakukan bunuh diri karena merasa dirinya sebagai beban dalam masyarakat. Contohnya adalah seorang istri yang melakukan bunuh diri yang telah ditinggal mati oleh suaminya. Serta juga bunuh diri yang dilakukan oleh orang Jepang "hara kiri", yaitu bunuh diri yang dilakukan oleh anggota militer demi membela negaranya.
d. Bunuh diri Fatalisme
Adalah bunuh diri yang dilakukan karena rasa putus asa. Tidak ada lagi semangat untuk melanjutkan hidup, misalnya karena perbudakan.
 
Sumber:  Referensi: teori sosiologi klasik dan modern (George Ritzer dan Douglas J. Goodman)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini