Senin, 21 Maret 2016

Asyifa_Siska_Ilmiyati_Rizky_Taqiullah_Ubaidillah_Pesantren_Sebagai_Lembaga_Pencegahan_Penyalahgunaan_dan_Rehabilitasi_Narkoba_Tugas 3

Nama   :           Taqiullah                                 (11140530000025)

                        Ilmiyatin Nufus                       (11140530000017)

                        Siska Kurniasih                       (11140530000022)

                        Asyifa Darti                             (11140530000029)

                        M. Ubaidillah                          (11140530000027)

                        Rizky Nurfajriyanto                 (11140530000021)

Kelas   :           Manajemen Dakwah 4A

Pesantren  Sebagai  Lembaga Pencegahan  Penyalahgunaan dan Rehabilitasi Narkoba

Fenomena penyalahgunaan nakoba dan penggunaan obat-obatan terlarang dewasa ini,  membuat prihatin banyak pihak di antaranya: pemerintah, kepolisian, masyarakat maupun institusi pendidikan seperti sekolah maupun pesantren. Narkoba bisa menyerang semua lapisan masyarakat, tanpa terkecuali,  pejabat, rakyat, kaya, miskin, tua, muda, kaum terpelajar maupun  kaum  tuna aksara.  Bahkan pemerintah sekarang menyatakan bahwa Indonesia sudah darurat narkoba. Dari total penyalahgunaan narkoba di Indonesia, menurut ketua Badan Narkotika Nasional (BNN) Komjen Budi Waseso menyebutkan dan seperti dilansir Kompas "pengguna narkoba di Indonesia mencapai 4,2 juta di bulan Maret 2015 dan meningkat signifikan di bulan November 2015 sebesar 5,9 juta ia juga menambahkan bahwasannya kurangnya pengetahuan tentang narkoba dan kepedulian masyarakat serta penegakan hukum yang masih belum meningkat secara maksimal. Ia juga menambahkan bahwasannya "tidak ada bagian masyarakat yang tidak clear dari narkoba. Semua sudah terkena. Ada oknum TNI, Polri, termasuk oknum dari BNN. Kami akan memebersihkan dan memperbaiki dulu bagian dalam serta menjalin hubungan baik termasuk dengan kalangan pesantren yang sangat solid dan mempunyai banyak santri.

Fakta yang lain menyebutkan, dari jumlah pengguna tersebut, ternyata hanya ada sekitar 18.000 atau 0.47 persen yang sudah mendapat layanan rehabilitsi. Penyebab rendahnya angka rehabilitasi ini, salah  satu faktor adalah minimnya tempat untuk merehabilitasi.  

Dalam mengatasi hal ini pemerintah memebrikan solusi bagi para pengguna narkoba yaitu dengan menempatkan para pengguna narkoba ke dalam lembaga rehabilitas. Lembaga ini berfungsi untuk memberdayakan masyarakat pecandu narkoba. Namun, tidak hanya lembaga rehabilitas yang dibuat oleh pemerintah saja. Akan tetapi ada juga lembaga lain yang dapat dijadikan sebagai tempat untuk memberdayakan masyarakat yang ingin bersih dari narkoba, yaitu pondok pesantren. Namun, tidak seluruh pondok pesantren yang terdapat di Indonesia memiliki fungsi yang demikian, hanya beberapa saja.

Mengapa harus pesantren yang dijadikan sebagai tempat alternatif lembaga rehabilitasi. Pondok pesantren menjadi salah satu instrumen penting dalam upaya pencegahan penyalahgunaan narkoba, selain keluarga dan juga sekolah. Alasan lain karena pondok pesantren merupakan suatu lembaga pendidikan swasta yang didirikan oleh seorang kyai sebagai figur sentral yang berdaulat menetapkan tujuan pendidikan pondoknya. Tujuan pendidikan pesantren adalah menciptakan keperibadian muslim yaitu kepribadian yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan, berakhlaq mulia bermanfaat bagi masyarakat atau berhikmah kepada masyarakat dengan jalan menjadi abdi masyarakat mampu berdiri sendiri, bebas dan teguh dalam kepribadian, menyebarkan agama atau menegakkan Islam dan kejayaan umat Islam di tengah-tengah masyarakat dan mencintai ilmu dalam rangka mengembangkan kepribadian Indonesia idealnya[1]. Pengembangan kepribadian yang ingin di tuju ialah keperibadian mukhsin.

Sejak masa orde baru sampai orde reformasi sekarang, pesantren semakin memperluas perannya dalam pembangunan masyarakat. Berbagai kegiatan dalam pembangunan terutama yang berkaitan erat dengan pembangunan masyarakat, pesantren selalu berpartisipasi dalam macam-macam program pembangunan seperti pencegahan, pemberantasan penyalah gunaan dan peredaran gelap narkoba.[2] Menurut Khofifah Indar Parawansa, saat melakukan teleconference dengan senda kota Malang, Cipto Wiyono. Menyatakan " Podok pesantren bukan hanya mendidik secara moral saja, akan tetapi juga dari segi spiritual. Selain penanaman nilai-nilai agama juga diajarkan bagaimana untuk mendapatkan sebuah ketenangan yang sesuai dengan anjuran agama dan tidak perlu merusak anggota tubuh, dengan menggunakan obat-obatan terlarang. Ketika para pecandu memilih untuk rehab di pondok pesantren. Para pecandu tidak hanya sembuh secara fisik saja, akan tetapi juga terhadap ruhaniyahnya".  

Pesantren memang dianggap lebih mampu dan memiliki potensi lebih dalam pusat rehabilitasi karena mempunyai multi guna, pecandu narkoba supaya sembuh total dan tidak mengulangi perbuatannya, mendekatkan diri pada tuhan dengan melalui ritual penyembuhan, lebih bisa memberi pencerahan dan penyadaran akan bahaya narkoba. Serta jalan yang lurus dan benar juga mengajarkan kebaikan dan keselamatan dunia dan akhirat serta tertanamnya iman yang kukuh supaya menjauhi narkoba dan segala macam perbuatan yang merusak jiwa dan fisik.[3]

Salah satu pesantren yang dikenal secara luas dan masyarakat mengetahui sebagai salah satu perintis dalam mengobati pemakai narkoba ialah pondok pesanten Suryalaya yang dipimpin oleh Allah Yarham Abah Anom. Menurut K.H Mochamad Ali Hanafia Akbar, pemimpin ponpes Suryalaya wilayah Jatim, hingga saat ini pondok pesantren telah banyak menyembuhkan pasien narkoba dengan menggunakan metode ajaran agama Islam dengan beberapa proses pentahapan penyembuhan. Metode yang digunakan pesantren ini dalam menyembuhkan para pecandu narkoba yaitu dengan metode Inabah. Menurut (alm) K.H. Shohibulwafa Tajul Arifin kata Inabah menurut etimologi adalah istilah yang berasal dari bahasa arab annaba yunibu yang berarti mengembalikan. Jadi, Inabah juga berarti pengambilan atau pemulihan. Maksud dari ni adalah proses kembalinya seseorang dari jalan yang menjauh Allah ke jalan yang mendekat kepada Allah. Secara teknis, metode ini mencakup:

1.      Mandi Taubat

Lemahnya kesadaran pecandu akibat narkoba bisa dipulihan dengan mandi dan wudhu. Mandi dan wudhu ini berarti mensucikan tubuh dan jiwa sehingga siap untuk kembali menghadap Allah yang Maha Suci. Disamping itu, terdapat makna simbolik dari wudhu berupa mencuci muka, mensucikan bagian tubuh yang mengekspresikan pembersihan jiwa. Adapun pelaksanaan mandi taubat ini adalah sebagai berikut:

1)      Pelaksanaan jam 02.00 WIB (dini hari) sebelum melaksanakan sholatmalam (tahajud).

2)      Lafadz niat " Robbi anzilniy munzalam mubarokan wa anta khoirul munziliin".

2.      Sholat (fardhu dan sunnah)

Pecandu yang telah disucikan oleh prosesi mandi dan wudhu, kemudian akan diajarkan dan dipandu untuk melaksanakan shalat fardhu dan sunnah sesuai dengan metode Inabah  ini. Tuntunan pelaksanaan shalat fardhu dan sunnah disesuaikan dengan ajaran islam dan  kurikulum  ibadah yang telah dibuat dan disyaria'tkan.

3.      Talqin Dzikir

Pecandu yang telah  pulih kesadarannya, kemudian diajak berdzikir melalui Talqin Dzikir. Talqin Dzikir adalah pembelajaran dzikir pada qalbu. Dzikir tidak cukup diajarkan dengan mulut untuk ditirukan dengan  mulut  pula, melainkan harus dipancarkan dari qalbu untuk dihunjamkan ke dalam qalbu yang di talqin. Yang dapat melakukan talqin dzikir hanyalah orang yang qalbunya sehat dan kuat.

4.      Pembinaan

Anak bina ditempatkan pada pondok Inabah guna mengikuti program Inabah sepanjang 24 jam. Kurukulim pembinaan ditetapkan oleh Abah Anom  mencakup mandi dan wudhu, shalat dan dzikir, serta ibadah lainnya. Dengan metodologi yang dikutip dari situs resmi Pesantren Suryalaya ini, terbukti tingkat keberhasilannya sangat tinggi.

Demikian pemaparan yang kami sampaikan terkait isu yang ada, semoga dengan adanya pembahasan ini dapat menjadikan kita sebagai makhluk soisal yang peduli kan lingkungan sekitar. Dimana telah banyak

  

 



[1] Musni umar, Peran Pesantren dalam Pencegahan, Pemberanasan, Penyalahgunaan, dan Peredaran Gelap Narkoba., Wordpress.com diakses pada hari  selasa, 22 Maret 2016, pukul: 05.36 WIB.

[2]Ibid.

[3]Trie yas., Peran Lembaga Agama dalam Pemberantasan Narkoba, Kompasiana: 2014, diakses pada tanggal 22 Maret 2016, Pukul: 05.49 WIB.

 

Afif, Zainul, Avivah, Risca, Lusriadi_Pondok Pesantren Daarus Sa'adah_Tugas 3

Afif Saifuddin Ahmad           : 11140530000014
Muhammad Zainul Ilyas        : 11140530000013
Avivah Hazanah                     : 11140530000004
Risca Puspadelima                 : 11140530000008
Lusriadi                                  : 11140530000001
Kelas                                      : Manajemen Dakwah 4A

Pondok Pesantren merupakan salah satu lembaga pendidikan yang terdapat di Indonesia. Dimana didalamnya terdapat 5 unsur pokok yang tidak terpisahkan, sehingga apabila salah satu dari kelima unsur ini tidak ada, maka tidak bisa disebut sebagai Pondok Pesantren. Kelima unsur tersebut adalah kiai, santri, asrama, mesjid/ tempat mengaji, dan kitab yang dipelajari. Pondok pesantren juga dinilai sebagai lembaga yang berhasil membangun karakter yang baik bagi santri. Berbagai alasan para orang tua memasukan anaknya ke pondok pesantren. Ada yang memang anaknya ingin menjadi orang yang pintar ilmu agama, ada juga orang tua yang sangat sibuk, sehingga tidak bisa mengurus anaknya, ada juga karena anaknya sangat susah diatur, ada juga karena orang tuanya sangat menginginkan anaknya menjadi anak yang pintar dan berakhlak, dan ada pula orang tua yang sudah tidak sanggup lagi membimbing anaknya karena kebandelannya. Oleh karena semua itu, dapat kita ketahui bahwasanya di pondok pesantren terdapat bermacam-macam karakter santri, sehingga tidak mengherankan lagi apabila banyak terjadi permasalahan-permasalah yang terjadi di pondok pesantren. Beberapa permasalah yang sudah tidak asing di setiap pondok pesantren adalah ghasab dan pencurian, meski tidak menutup kemungkinan ada permasalahan-permasalahan yang lain yang lebih kompleks.
Dalam pemecahan masalahnya, ada tahap-tahap birokrasi tertentu yang harus dilalui sesuai dengan permasalahn yang terjadi. Sehingga pemecahan masalah, semuanya tidak terfokus kepada satu titik, akan tetapi terbagi kepada beberapa titik sesuai dengan kadar masalah tersebut. Jika masalahnya kecil, maka cukup diselesaikan oleh pemimpin terkecil yaitu kepala kamar. Namun apabila masalah tersebut tidak bisa terpecahkan maka, masalah tersebut diajukan kepada pemimpin selanjutnya, yaitu kepala asrama, jika tidak terpecahkan maka diajukan kepada tingkat yang selanjutnya yaitu pengurus pondok yaitu bagian keamanan, jika masih tidak terpecahkan maka diajukan kepada pemimpin pengurus pondok yang biasa disebut Rois 'am, jika masih tidak terpecahkan, maka masalah tersebut diajukan kepada dewan kiai atau dewan guru, dan jika masih tidak terpecahkan, maka langkah selanjutnya adalah diajukan kepada pemimpin tertinggi yaitu pengasuh pondok pesantren atau kiai, lalu keputusan kiai lah yang mementukan akhir dari pemasalah tersebut.
Dalam penelitian yang menjadi tugas matakuliah Metodologi Penelitian Dakwah ini, kami mengadakan diskusi terlebih dahulu mengenai permasalahan yang terjadi di pondok pesantren yang kemudian akan kami jadikan sebagai bahan penelitian. Diantara yang kami ajukan adalah mengenai permasalahan ghasab, keterbatasannya air, tidur saat mengaji dan pencurian. Dari keempat permasalahn tersebut, kami memilih permasalahan tentang pencurian, karena masalah ini melalui tingkatan penyelesaian sesuai sistem birokrasi yang berlaku. Oleh karenanya, kami melakukan penelitian dengan melakukan wawancara kepada beberapa narasumber yang berada di pondok pesantren. Dan yang kami jadikan penelitian adalah pondok pesantren Daarus Sa'adah.
Berikut adalah sebuah kasus pencurian yang pernah sesekali terjadi disalah satu pondok pesantren didaerah cipondoh kota Tangerang, yang bernama pondok pesantren Daarus Sa'adah, yang berada di Jl. Wijaya Kusuma 1, Samping Green Lake City, Kelurahan ketapang, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang, Provinsi Banten. Di pondok ini terdapat 3 asrama putra dan 2 asrama putri, masing masing asrama memiliki kamar dan didalam kamar terdapat ketua kamar masing masing, yang mana mereka memiliki tanggung jawab terhadap para santri santri kamarnya, didalam satu asrama terdapat Pembina asrama yang bertanggung jawab terhadap keamanan dan kenyamanan serta ketertiban para santriawan dan santriawati yang menghuni diasrama tersebut.
Santri putra memiliki 3 Gedung asrama yaitu asrama lama yang disebut dengan namanya " BINA IMAM SYAFI'I" gedung ini memiliki 12 kamar santri, satu kamar terdiri dari 15 orang santri serta 3 kamar Guru Pembina Asrama, jadi gedung ini terdapat 180 santri. Kemudian asrama tengah pesantren diberi nama " BINA IMAM HAMBALI" gedung ini memiliki 2 kamar santri, masing masing terdapat 15 orang santri dan 2 kamar guru masing masing 3 guru perkamar. Kemudian, Gedung baru diberi nama " BINA IMAM HANAFI" gedung ini memiliki 6 kamar, 4 kamar untuk santri, masing masing 15 orang dan 2 kamar untuk guru, masing masing 3 guru.[1]
Disetiap kamar, memiliki ketua kamar masing masing, yaitu anak anak santri kelas tinggi yakni kelas 2 Aliyah, yang mengayomi dan bertanggung jawab terhadap kenyamanan, kebersihan, ketertiban, dan keamanan kamar tersebut. Disetiap asrama pun memiliki guru Pembina Asrama, yang tugasnya mengontrol segala kejadian dan aktifitas yang terdapat di gedung tersebut, serta bertanggung jawab dengan keamanan dan kenyamanan asrama yang dibimbingnya. [2]
Pada tahun 2015, ada salah satu seorang santri yang terkena kasus pencurian uang, yang telah lama baru diketahui kasusnya, berawal dari teman temannya yang telah lama curiga dengannya, karena sering jajan banyak dan minuman minuman kaleng yang mahal, yang menurut logika teman temannya ia tidak pernah membeli jajanan jajanan seperti itu sebelumnya. Setelah berjalannya waktu, hal itu diketahui dengan cara penjebakan kepadanya, yaitu seluruh se isi kamar berpura pura untuk tidur, padahal semuanya masih terbangun menunggu kedatangannya. Kejadian ini terjadi bulan juni 2015 tepatnya di Gedung Asrama tengah bina Imam Hambali. Akhirnya tibalah ketika pelaku memasuki kamar dan mulai membuka salah satu lemari didalam kamar tersebut, langsung sontak semua penghuni kamar terbangun dan meneriaki pelaku tersebut. Akhirnya, ia di introgasi oleh teman temannya, mengapa ia bisa melakukan hal seperti itu?. Ternyata faktor utama yang membuat ia mencuri adalah ingin mengikuti style dan gaya hidup orang lain, yang bisa membeli ini dan membeli itu.[3]
Kemudian kasus tersebut diusut dan diusut menuju meja keamanan pesantren, yang harus dihadiri oleh wali santri si pelaku untuk bertanggung jawab atas semua uang santri yang pernah dicurinya. Kasus ini dibawa oleh Majlis Guru kepada pengasuh pondok untuk meminta keputusan akhir mengenai pelaku, karena segala akhir keputusan hanya ada kepada pimpinan dan pengasuh pondok pesantren, dewan guru tidak memiliki wewenang sepenuhnya mengenai segala macam kasus yang terjadi di pondok pesantren daarus sa'adah ini, dewan guru hanya sebagai wasilah dan jembatan menyelesaikan sebuah kasus, yang pada akhirnya ketetapan dan keputusan akhir ada di Meja pengasuh dan ditangan pengasuh. Pada kasus ini pimpinan dan pengasuh pondok memberikan satu kesempatan lagi untuk pelaku, agar  berubah lebih baik dan harus bertanggung jawab atas semua uang yang dicuri nya di asrama tersebut, dan tak lupa juga pengurus pondok harus tetap menghukumnya dengan dijemur 3 hari dari jam 07:00 pagi sampai jam 12:00 siang dan di botak, sebagai pengganti hukuman dikeluarkan secara tidak hormat. [4]
Segala macam kasus dan kejadian yang ada di pondok pesantren Daarus Sa'adah terdapat prosedur dan aturan aturan yang berlaku, yakni kepada siapakah para santri melaporkan kejadian yang terjadi pada dirinya. Ketika seorang santri memiliki problem atau masalah, baik pencurian, kekerasan dan apapun itu jenisnya, langkah pertama yang harus dilakukan adalah melaporkan kepada ketua kamar mengenai masalah tersebut. Dari ketua kamar, mereka akan melaporkan dan merundingkan masalah yang terdapat dikamarnya kepada Ustadz atau Guru Pembina asrama masing, masing. Ketika problematika yang dihadapi santri masih bisa diselesaikan oleh Pembina asrama, maka kasus tersebut dianggap selesai, tetapi, jika kasus tersebut berat dan melanggar hukum dan Undang Undang Daarus Sa'adah ( KUAP DS ) maka kasus tersebut tidak berhenti sampai di Guru Pembina asrama. Kasus tersebut akan diusut menuju para pengurus pesantren ( IP3DS ) Ikatan Pelajar Pondok Pesantren Daarus Sa'adah, yang diketuai dan dibimbing oleh Majlis Guru, setelah itu kasus tersebut akan dibawa ke pimpinan dan pengasuh pondok pesantren, untuk mengetahui hasil akhir dan keputusan pengasuh menindak lanjuti kasus tersebut yang sama mashlahat untuk semuanya.[5]
Mengenai kasus pencurian, dimanapun pesantren, kami meninjau pasti ada yang namanya kasus pencurian, sedikit atau banyaknya. Motif pencurian ini banyak sekali ragamnya, diantaranya:
1.      Karena adanya kesempatan, yaitu ketika waktu waktu aktifitas, dia berpura-pura sakit dan akhirnya mencuri hak orang lain.
2.      Karena ketersedian uang yang terbatas, faktor jarang di kunjungi orang tua.
3.      Karena faktor gaya, ingin dilihat kaya dan banyak jajan oleh temannya, yang membuat ia gengsi dan akhirnya mengambil keputusan untuk mencuri.[6]
Kemudian, salah satu ustadz, yang memegang tanggung jawab keamanan santri pun menyatakan, bahwa penyebab seorang santri mencuri diantaranya:
1.      Adanya kesempatan, yakni kesempatan tersebut datang akibat kecerobohan dan keteledoran para santri yang meletakan barang atau uangnya disembarang tempat, jadi seorang santri yang tidak mempunyai niat untuk mencuri, ketika ada kesempatan dan uang, niatnya bisa berubah karena ada kesempatan.
2.      Minimnya ekonomi, 67% santri yang terkena kasus pencurian, ialah santri yang minim ekonomi atau dari segi keuangannya kurang.
3.      Gaya hidup yang konsumtif.
4.      Lingkungan yang kurang baik, ketika seorang bergaul dengan lingkungan yang jelek atau komunitas yang suka mencuri, ia akan ikut terbawa.
Dan diantara perkara yang dapat meminimalisir kasus pencurian, diantaranya:
1.      Tanggung jawab individu, artinya mereka harus sadar mengenai barang mereka atau hak hak mereka, yang harus mereka jaga dengan baik atau disimpan di tempat yang aman dan terjaga. Agar orang orang yang ingin mengambil hak orang lain tidak mendapatkan kesempatan.
2.      Kesadaran dari pada pemilik barang atau hak miliknya,
3.      Kepedulian pemilik terhadap hak miliknya, untuk dijaga dengan baik.
4.      Kepedulian menyeluruh, artinya Pembina asrama, pengurus pondok, harus berpartisipasi menjaga dan mengamankan asramanya.[7]
Dalam mengurangi aksi pencurianpun, disetiap asrama-asarama terdapat tempat penitipan uang atau tabungan tabungan santri, yang dikelola oleh para alumni muda dan dewan guru yang menjadi Pembina asrama. Guna mengurangi aksi pencurian, disetiap lantai Pembina asrama membuka tabungan untuk santri yang ingin menabung dan menitipak uangnya kepada dewan guru, jika mereka memiliki keresahan dan kegelisahan dalam menyimpan uang pribadi dikamar dan lemarinya. Alhamdulillah cara inilah yang efektif, sudah jarang sekali kasus pencurian yang dilakukan santri, karena setiap uangnya ditabung dan dititipkan oleh majlis guru di asramanya masing masnig.
Kami telah mengetahui, berbagai macam motif dan sebab seorang santri mencuri, karena kita ambil kata kata dari prolog, bahwa di pondok pesantren tidak semua anak itu baik, karena anak dititipkan dipesantren untuk menjadi benar, kemungkinan besar, masih banyak dan ada anak-anak yang belum benar atau proses menjadi orang benar, jadi kita tidak perlu kaget jika terdapat banyak kasus yang terjadi dilingkup pondok pesantren, dimanakah itu. Karena jawabannya sudah kita ketahui, karena tidak semua santri yang berada di pondok pesantren itu niat benar untuk menuntut ilmu.
Menurut salah seorang ustadz, ada 4 kategori orang tua memasukkan seorang anak  kedalam pondok pesantren  diantaranya:
1.      Orang tua yang benar benar ingin anaknya pintar dan pandai serta bisa memahami ilmu ilmu agama dan kitab kitab kuning, untuk bekal di Akhirat.
2.      Orang tua yang memasukan anaknya sebab anaknya nakal dan badung dirumah, sehingga dia tidak bisa mengurus dengan baik, yang akhirnya dia titipkan ke pesantren.
3.      Orang tua yang memasukkan anaknya, karena dia selalu sibuk dan tidak pernah ada dirumah, dari pada anaknya tidak terurus, lebih baik ia titipkan ke pesantren.
4.      Orang tua yang memasukkan anaknya, karena hasil dari Broken Home, yang bingung harus dikemanakan anak tersebut, yang akhirnya dipesantren.[8]
Keempat karakter tersebut, kebetulan ada semua di pondok pesantren Daarus Sa'adah, jadi, orang yang dilingkup pesantren belum terjamin 100% bahwa semua benar dan baik. Karena semua masih dalam tahap proses.
Dalam tahap penyelesaian kasus pencurian, kembali melihat kedalam KUAP DS ( Kitab Undang Undang Aturan & Peraturan Daarus Sa'adah) BAB VI, Pasal 5, yang berbunyi:
1. "Terbukti jelas mengambil hak milik orang lain tanpa izin ( mencuri ), baik dilakukan oleh individu atau kelompok, diancam dengan penggundulan dan skorsing 2 minggu sejak ditetapkan keputusan, mengganti segala kerugian korban, serta didampingi orang tua/ wali yang turut serta bertanggung jawab."
2. "Terbukti jelas mengulangi perbuatan mengambil hak milik orang lain tanpa izin ( mencuri ) atau pelanggaran setingkat, baik dilakukan oleh individu atau kelompok dengan mengacu pada catatan buku kuning, diberikan surat keterangan dikeluarkan dari pondok secara tidak hormat melalui rapat dewan guru yang diketahui oleh pimpinan pondok pesantren Daarus Sa'adah dan didampingi orang tua, tanpa diberikan surat keterangan apapun kecuali surat pengeluaran."
Dalam hal seperti ini kedudukan seorang pengasuh pondok atau pimpinan pondok sangatlah penting. Posisi pengasuh pondok berada paling atas, karena dari segi keorganisasian beliaulah yang memiliki wewenang lebih banyak dan tanggung jawab lebih luas. Oleh karena itu antara santri, ketua kamar, ketua asrama, pengurus dan dewan guru masing masing memiliki yang namanya garis koordinat, akan tetapi  seorang leader (pimpinan pondok/pengasuh pondok) kepada dewan guru memiliki garis komando. Yang artinya dewan guru harus bisa menjalankan roda kepengurusan dengan baik, sesuai arahan dan aturan pengasuh pondok. Karena dewan guru harus tetap memiliki jalinan komunikasi yang baik terhadap pengasuh pondok, karena harus saling memantau dalam bidangnya masing masing atau sama kerja dalm bidangnya. Jika seorang leader ( pimpinan pondok / pengasuh pondok ) hanya memikirkan hal hal kecil, kapan seorang pemimpin memikirkan hal yang besar kedepannya, agar lebih baik lagi.
Jika posisi pimpinan pondok (kyai) lebih tinggi atau berada dipaling atas, jauh dari posisi masalah yang kita angkat, karena kedudukan kyai memanglah tertinggi disetiap lembaga kepesantrenan. Namun, suatu permasalahan tidak harus diketahui seorang pimpinan, dalam arti bukan menutupi masalah, ketika ada permasalahan kecil (sepele) mungkin dewan guru dan pengurus pondok bisa menyelesaikannya, tetapi ketika ada permasalahan besar, seorang leader atau decision maker (pengambil keputusan) haruslah tahu, permasalahan yang terjadi di lembaga yang ia pimpin, maka dari itu ada istilah pelanggaran ringan dan pelanggaran berat.
Maka dari itu dapat disimpulkan semua, bahwa permasalahan pencurian di pondok pesantren Daarus Sa'adah termotif berdasarkan kesempatan waktu dan kelengahan para santri dalam menjaga hak miliknya. Ditambah minimnya ekonomi yang selalu ingin hidup konsumtif. Serta kedudukan seorang leader (pimpinan/pengasuh pondok) sangatlah penting dan menempati posisi tertinggi dalam kanca keorganisasian, karena semua keputusan ada ditangannya. Jika ada permasalahan yang datang pada seorang santri, harus mengikuti prosedur prosedur hukum,yakni tidak langsung melaporkan ke kyai, yakni melaporkan kepada ketua kamar kemudian Pembina asrama, pengurus, dewan guru baru ke pimpinan (kyai), karena dalam kacamata organisasi beliaulah yang paling tinggi dan dalam kacamata etika, beliaulah yang harus dihargai dan dihormati.


[1] Ust. Mohammad Badruddin, S.Pd. I, Pembina Asrama Gedung Lama Pondok Pesantren Daarus Sa'adah , Wawancara Pribadi, Tangerang,  Sabtu,19 Maret  2016 pukul 11;00-11;45 WIB
[2] Ust. Saifuddin Ahmad, Koordinator Kamar Gedung Lama , Wawancara Pribadi, Tangerang, Sabtu,19 Maret  2016 pukul 11;50-11;55 WIB
[3] Ust. Yusuf Bachtiar, S.Pd.I, Koordinator Keamana Santri , Wawancara Pribadi, Tangerang, Sabtu,19 Maret  2016 pukul 12;50-13;00 WIB
[4] Ust. Yusuf Bachtiar, S.Pd.I, Koordinator Keamana Santri , Wawancara Pribadi, Tangerang, Sabtu,19 Maret  2016 pukul 12;50-13;00 WIB
[5] Ust. Enjang Miftah Nur Ishaq Yaqub, S.Pd.I, Majlis Guru Pembina IP3DS Masa Bakti 2016-2017 , Wawancara Pribadi, Tangerang, Sabtu,19 Maret  2016 pukul 15;00-15;20 WIB
[6] Iqbal Maulana Hasan, Santri Kelas 4 aliyah  , Wawancara Pribadi, Tangerang, Sabtu,19 Maret  2016 pukul 11;00-11;10 WIB
[7] Ust. Yusuf Bachtiar, S.Pd.I, Koordinator Keamanan Santri , Wawancara Pribadi, Tangerang, Sabtu,19 Maret  2016 pukul 12;50-13;00 WIB
[8] Ust. H. Moch. Burhanuddin, S.Sos.I, Kesiswaan dan Ketua Konseling Pon-Pes Daarus Sa'adah , Wawancara Pribadi, Tangerang,Minggu,20 Maret  2016 pukul 10;30-11;00 WIB

Cari Blog Ini