Nama : Fevi saleha
Kelas : PMI 3 A
Tugas : Pembuatan proposal
Tema : Pemukiman dan kependudukan
Judul : Pemukiman Kumuh di TIPAR CAKUNG
A. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tingkatnya pertumbuhan penduduk serta maraknya urbanisasi mengakibatkan banyak kalangan yang tanpa ijin mendirikan pemukiman pemukiman liar. Hal ini disebabkan karena padatnya kota jakarta dan mahalnya tanah di ibu kota serta minimnya ekonomi.
Munculnya permukiman liar dan permukiman yang tidak layak huni sebenarnya merupakan kelemahan managemen dalam mengelola tata ruang kota. Upaya telah dilakukan untuk mengurangi persoalan permukiman kumuh yaitu dengan perbaikan kondisi lingkungan dan membuat rumah susun yang telah melibatkan partisipasi masyarakat . Upaya ini telah dinilai berhasil, meskipun belum mampu menyelesaikan persoalan menyeluruh tentang permukiman kumuh yang cenderung bertambah sejalan dengan pertambahan penduduk pendatang yang ingin memperoleh perumahan murah. Banyak kendala yang dihadapi dalam penyediaan rumah layak huni dalam hal ini adalah rumah susun bagi keluarga kurang mampu antara lain kekurangan lahan kosong, rendahnya minat swasta untuk berinvestasi, dan harga tanah di Jakarta yang sangat mahal. Meskipun untuk membangun rumah susun adalah sulit, namun bagi kota metropolitan Jakarta nampaknya merupakan keharusan untuk memfasilitasinya.
Penyebab munculnya permukiman kumuh adalah sebagai berikut
Menurut (Sadyohutomo, 2008):
1. Pertumbuhan kota yang tinggi, yang tidak diimbangi oleh tingkat pendapatan
yang cukup
2. Keterlambatan pemerintah kota dalam merencanakan dan membangun
prasarana (terutama jalan) pada daerah perkembangan permukiman baru.
Seiring dengan kebutuhan perumahan yang meningkat maka masyarakat
secara swadaya memecah bidang tanah dan membangun permukiman tanpa
didasari perencanaan tapak (site plan) yang memadai. Akibatnya bentuk dan
tata letak kaveling tanah menjadi tidak teratur dan tidak dilengkapi prasarana
dasar permukiman.
Menurut Avelar et al. (2008) karakteristik permukiman kumuh mempunyai
kondisi perumahan dengan kepadatan tinggi dan ukuran unit perumahan relatif kecil,
atap rumah di daerah kumuh biasanya terbuat dari bahan yang sama dengan dinding.
Karakteristik pemukiman kumuh yang paling menonjol adalah kualitas bangunan
rumahnya yang tidak permanen, dengan kerapatan bangunan yang tinggi dan tidak
teratur, prasarana jalan yang sangat terbatas kalaupun ada berupa gang -gang sempit
yang berliku-liku, tidak adanya saluran drainase dan tempat penampungan sampah,
sehingga terlihat kotor. Tidak jarang pula pemukiman kumuh terdapat di daerah yang
secara berkala mengalami banjir (Rebekka, 1991).
Menurut hasil penelitian Suparlan (2000), ciri-ciri dari pemukiman kumuh
adalah:
1. Fasilitas umum yang kondisinya kurang atau tidak memadai.
2. Kondisi hunian rumah dan permukiman serta penggunaan ruang-ruangnya
mencerminkan penghuninya yang kurang mampu atau miskin.
3. Adanya tingkat frekuensi dan kepadatan volume yang tinggi dalam
pengunaan ruang-ruang yang ada di permukiman kumuh sehingga
mencerminkan adanya kesemrawutan tata ruang dan ketidakberdayaan
ekonomi penghuninya.
4. Permukiman kumuh merupakan suatu satuan-satuan komuniti yang hidup
secara tersendiri dengan batas-batas kebudayaan dan sosial yang jelas, yaitu
terwujud sebagai:
a. Sebuah komunitas tunggal, berada di tanah milik negara, dan karena itu
dapat digolongkan sebagai hunian liar.
b. Satuan komunitas tunggal yang merupakan bagian dari sebuah RT atau
sebuah RW.
c. Sebuah satuan komuniti tunggal yang terwujud sebagai sebuah RT atau
RW atau bahkan terwujud sebagai sebuah kelurahan, dan bukan hunian
liar.
5. Penghuni pemukiman kumuh secara sosial dan ekonomi tidak homogen.
Warganya mempunyai mata pencaharian dan tingkat pendapatan yang
beranekaragam, begitu juga asal muasalnya. Dalam masyarakat permukiman
kumuh juga dikenal adanya pelapisan sosial berdasarkan atas kemampuan
ekonomi mereka yang berbeda-beda tersebut.
6. Sebagian besar penghuni permukiman kumuh adalah mereka yang bekerja di
sektor informal atau mempunyai mata pencaharian tambahan di sektor
Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, permasalahan-permasalahan yang muncul diantaranya sebagai berikut:
1. Permasalahan sosial apakah yang ada di DKI Jakarta?
2. Permasalahan sosial apa sajakah yang menyangkut dengan kepemukiman di DKI Jakarta?
3. Bagaimanakah tingkat kepedulian pemerintah terhadap kepemukiman liar?
4. Solusi apakah yang dapat dilakukan untuk mengatasi banyaknya Urbanisasi di DKI Jakarta?
5. Latar belakang apakah yang menyebabkan para penduduk yang menetap di pemukiman kumuh?
6. Bagaimana tingkat ekonomi para penduduk dipemukiman kumuh?
7. Berapa banyakah penduduk yang bermukim di daerah ini?
8. Berapakah penghasilan rata-rata penduduk di pemukiman kumuh ini?
9. Bagaimanakah gambaran iklim kesejawatan diantar para pemukim?
10. Bagaimanakah lingkungan sosial di pemukiman kumuh?
PEMBATASAN MASALAH
Karena keterbatasan waktu, tenaga, dan biaya yang dimiliki, serta minat dan perhatian penulis, masalah penelitian dibatasi pada butir 5,6,7,8,9, dan 10. Identifikasi masalah diatas, yaitu :
1. Latar belakang yang menyebabkan para penduduk yang menetap di pemukiman kumuh.
2. Tingkat ekonomi para penduduk dipemukiman kumuh.
3. Jumlah penduduk yang bermukim di daerah ini.
4. Penghasilan rata-rata penduduk di pemukiman kumuh ini.
5. Gambaran iklim kesejawatan diantar para pemukim.
6. Lingkungan sosial di pemukiman kumuh.
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang, identifikisi, dan batasan masalah diatas, perumusan permasalahan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Latar belakang apakah yang menyebabkan para penduduk yang menetap di pemukiman kumuh?
2. Bagaimana tingkat ekonomi para penduduk dipemukiman kumuh?
3. Berapa banyakah penduduk yang bermukim di daerah ini?
4. Berapakah penghasilan rata-rata penduduk di pemukiman kumuh ini?
5. Bagaimanakah gambaran iklim kesejawatan diantar para pemukim?
6. Bagaimanakah lingkungan sosial di pemukiman kumuh?
B. METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif, yaitu:
1. Observasi lapangan pada lokasi pengamatan yang telah ditentukan.
2. Wawancara
3. Menarik kesimpulan dari analisa untuk dijadikan sebagai guidelines.
Fokus Penelitian
Diarahkan untuk mengetahui patokan atau standar penilaian yang dapat digunakan untuk menentukan kualitas dari kondisi suatu pemukiman.
Objek Penelitian
Upaya perbaikan pemukiman kumuh yang terdapat di wilayah TIPAR CAKUNG Jakarta Utara.
Unit Analisis
Objek penelitian dianalisis terhadap teori dasar, kemudian ditarik kesimpulan mengenai upaya perbaikan pemukiman kumuh, sehingga dapat dijadikan program berkelanjutan dalam memperbaiki dan meningkatkan kualitas perumahan dan pemukiman.
PENUTUP
Pemukiman kumuh adalah pemukiman ilegal yang berdiri diatas lahan pemerintahan. Pemukiman kumuh adalah pemukiman yang tak layak dihuni, pemukiman kumuh hanya berdiri dengan bangunan seadanya saja misalnya hanya dengan beratapkan asbes, bahkan hanya ada yang berdinding kardus.
Pemukiman kumuh adalah pemukiman yang tidak layak huni karena tidak memenuhi persyaratan untuk hunian baik secara teknis maupun non teknis. Suatu pemukiman kumuh dapat dikatan sebagai pengejawantahan dari kemiskinan, karen apada umumnya di pemukiman kumuhlah masyarakat miskin tinggal dan banyak kita jumpai di kawasan perkotaan.
Munculnya permukiman liar dan permukiman yang tidak layak huni sebenarnya merupakan kelemahan managemen dalam mengelola tata ruang kota. Upaya telah dilakukan untuk mengurangi persoalan permukiman kumuh yaitu dengan perbaikan kondisi lingkungan dan membuat rumah susun yang telah melibatkan partisipasi masyarakat . Upaya ini telah dinilai berhasil, meskipun belum mampu menyelesaikan persoalan menyeluruh tentang permukiman kumuh yang cenderung bertambah sejalan dengan pertambahan penduduk pendatang yang ingin memperoleh perumahan murah. Banyak kendala yang dihadapi dalam penyediaan rumah layak huni dalam hal ini adalah rumah susun bagi keluarga kurang mampu antara lain kekurangan lahan kosong, rendahnya minat swasta untuk berinvestasi, dan harga tanah di Jakarta yang sangat mahal. Meskipun untuk membangun rumah susun adalah sulit, namun bagi kota metropolitan Jakarta nampaknya merupakan keharusan untuk memfasilitasinya.