Minggu, 05 Oktober 2014

Tugas 3_Etika Filsafat_Tiara Desta Arum(1112051000124)_KPI5D

Nama : Tiara Desta Arum (1112051000124)
KPI 5D_Tugas 3
Definisi Filsafat
Secara epistimologi atau asal-usul bahasa, kata filsafat berasal dari bahasa Yunani, "philosopia", yang merupakan penggabungan dua kata yakni "philos" atau "philein" yang berarti "cinta", mencintai" atau "pecinta", serta kata "shopia" yang berarti "kebijaksanaan" atau "hikmat". Dengan demikian, secara bahasa, "filsafat" memiliki arti "cinta akan kebijaksanaan". Cinta artinya hasrat yang besar atau yang berkobar-kobar atau yang sungguh-sungguh. Kebijaksanaan, artinya kebenaran sejati atau kebenaran yang sesungguhnya.
Plato (427-347 SM), mengatakan bahwa filsafat adalah mengkritik pendapat-pendapat yang berlaku. Jadi, kearifan atau pengetahuan intelektual itu diperoleh melalui suatu proses pemeriksaan secara kritis, diskusi, dan penjelasan.[1]
Unsur-Unsur Filsafat
1.      Ontologi
Menurut Lorens Bagus, istilah ontologi dalam bahasa Yunani terdiri atas on, ontos, artinya ada atau keberadaan, dan logos artinya studi atau ilmu tentang. Dalam bahasa Inggris disebut ontology. Ontology juga berarti cabang filsafat yang menggeluti tata dan struktur realitas dalam arti seluas mungkin.
2.      Epistimologi
Istilah epistimologi berasal dari bahasa  Yunani epistiteme, artinya pengetahuan, ilmu pengetahuan, dan logos, artinya pengetahuan, informasi. Jadi dapat dikatakan bahwa epistimologi adalah pengetahuan tentang pengetahuan. Adakalanya juga disebut teori pengetahuan.
3.      Aksiologi
Istilah aksiolog berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari kata axios, artinya layak, pantas, dan kata logos, artinya ilmu, studi mengenai. Karena itu, aksiologi merupakan analisis nilai-nilai. Selain itu dapat dikatakan bahwa aksiologis adalah studi filosofis tentang hakikat nilai-nilai. Pertama, bahwa nilai sepenuhnya berhakikat subyektif. Kedua, bahwa nilai-nilai merupakan kenyataan, namun tidak terdapat dalam ruang dan waktu. Ketiga, nilai-nilai merupakan unsur obyektif yang menyusun kenyataan.[2]
 
Metode filsafat
1.      Metode Reductio Ad Absurdum, metode ini dikembangkan oleh Zeno, sarah seorang murid Parmenides. Metode ini adalah metode yang ingin memperoleh kebenaran, dengan menimbulkan kesalahan premis lawan.
2.      Metode Maieutik Dialektis Kritik Induktif, Metode ini dikembangkan oleh Sokrates. Pemikiran Sokrates berpusat pada manusia. Rekleksi filosofis Sokrates berawal dari kehidupan sehari-hari.
3.      Metode Silogisme Deduktif, metode ini dikembangkan oleh Aristoteles. Aristoteles menyatakan bahwa ada dua metode yang dapat digunakan untuk menarik kesimpulan yang benar, yaitu metode induktif dan deduktif. Induksi menarik kesimpulan dari umum ke khusus dan deduksi menarik kesimpulan dari dua kebenaran yang pasti.
4.      Metode Deduktif Spekulatif Transendental, metode ini dikembangkan oleh Plato, murid Sokrates.
5.      Metode Intuitif-Kontemplatif Mistis, metode ini berkembang dengan ide Plotinos dengan ajaran Neoplatonisme.
6.      Metode Skolastik: Sintetis-Deduktif, filsafat skolastis dikembangkan disekolah biara-biara dan keuskupan. Para filsuf skolastik tidak memisahkan filsafat dari teologi kristiani. Jadi dapat dikatakan bahwa filsafat integral dalam ajaran teologi.
7.      Metode Skeptisisme, metode ini dikembangkan oleh Rene Descartes. Awal filsafat Descartes adalah kebingungan. Filsafat begitu beragam dan dianggapnya sebagai ilmu simpang siur dan penuh kontradiksi.
8.      Metode Kritis-Transendental, metode ini dikembangkan oleh Immanuel Kant. Ia mengsintesakan dan mengatasi aliran rasionalisme dan empirisme.
9.      Metode Idealisme-Dialektis, oleh George Wilhelm Fiedrich Hegel. Hegel melawan ajaran filsafat Descartes dan Spinoza.
10.  Metode Eksitensial, aliran filsafat yang menolak pemutlakan akan budi dan pemikiran konsep abstrak murni.
 
Hakikat Filsafat
Filsafat, membahas sesuatu dari segala aspeknya yang mendalam. Maka dapat dikatakan kebenaran filsafat adalah kebenaran yang menyeluruh yang sering dipertentangkan dengan kebenaran ilmu yang bersifat relatif. Seperti dalam hal nya filsafat komunikasi oleh Richad L. Laningan, yang secara khusus membahas analisis filosofis atas proses komunikasi.[3]


[1] Mufid Muhammad, Etika dan Filsafat Komunikasi, Jakarta: Kencana, 2009, hlm. 3
[2]Tebba Sudirman, Filsafat dan Etika Komunikasi, Tanggerang: Pustakan IrVan, hlm. 48
[3] Mufid Muhammad, Etika dan Filsafat Komunikasi, Jakarta: Kencana, 2009, hlm. 85

TUGAS KE-3. FILSAFAT

SARAH MEIDA PRATIWI
1112051000160
KPI 5 E
 
Definisi Filsafat
            Poedjawijatna menyatakan bahwa filsafat berasal dari kata Arab yang berhubungan rapat dengan kata Yunani, bahkan asalnya memang dari kata Yunani. Kata Yunaninya ialah philosophia. Yang berati philo adalah cinta, yang dalam arti luas, yaitu ingin dan karena itu lalu berusaha mencapai yang diinginkan itu, Sophia artinya kebijakan yang artinya pandai, pengertian yang mendalam. Jadi, dari segi bahasa, filsafat ialah keinginan yang mendalam untuk mendapat kebijakan, atau keinginan yang mendalam untuk menjadi bijak.
            Hasbullah Bakry mengatakan bahwa filsafat ialah sejenis pengetahuan yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai ketuhanan, alam semesta, dan manusia sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana hakikatnya sejauh yang dapat dicapai akal manusia dan bagaimana sikap manusia itu seharusnya setelah mencapai pengetahuan itu. Plato menyatakan bahwa filsafat itu ialah pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran asli. Dan bagi Aristoteles filsafat adalah pengetahuan yang meliputi kebenaran yang tergabung di dalamnya metafisika, logika, retorika, ekonomi, politik, dan estetika.
 
Unsur-Unsur Filsafat
1.    Pistemologi
            Pistemologi membicarakan sumber pengetahuan dan bagaimana cara memperoleh pengetahuan. Pistemologi sering juga disebut sebagai filsafat pengetahuan karena ia membicarakan hal pengetahuan. Istilah epistemology untuk pertama kalinya muncul dan digunakan oleh J.F. Ferrier pada tahun 1854. Pengetahuan manusia ada tiga macam, yaitu pengetahuan sains, pengetahuan filsafat, dan pengetahun mistik. Pengetahuan itu diperolehmanusia melalui berbagai cara dan dengan menggunakan berbagai alat. Ada beberapa aliran yang berbicara tentang ini.
·           Empirisme. Menurut aliran ini manusia memperoleh pengetahuan melalui pengalamannya. Pengalaman yang dimaksud ialah pengalaman inderawi. Manusia tahu es dingin karena ia menyentuhnya, gula manis karena ia mencicipinya
·           Rasionalisme. Aliran ini menyatakan bahwa akal adalah dasar kepastiaan pengetahuan. Pengetahuan yang benar diperoleh dan diukur dengan akal. Manusia, menurut ini, memperoleh pengetahuan melalui kegiatan akal menangkap objek.
·           Positivisme. Tokoh aliran ini ialan Auigust Compte. Ia berpendapat bahwa indera itu amat penting dalam memperoleh pengetahuan, tetapi harus dipertajam dengan alat bantu dan diperkuat dengan eksperimen. Kekeliruan indera akan dapat dikoreksi lewat eksperimen. Seperti, panas diukur dengan derajat panas, jauh diukur dengan meteran, dan sebagainya.
·            Intuisionisme. Dengan menyadari keterbatasan indera dan akal, Bergson mengembangkan satu kemampuan tingkat tinggi yang dimiliki manusia, yaitu intuisi. Pengembangan kemampuan ini memerlukan suatu usaha. Intuisi ini menangkap objek secata langsung tanpa pemikiran. Jadi, indera dan akal hanya mampu menghasilkan pengetahuan yang tidak utuh, sedangkan intuisi dapat menghasilkan pengetahuan yang utuh, tetap.
2.    Ontologi
            Setelah membenahi cara memperoleh pengetahuan, filosof menghadapi objek-objeknya untuk memperoleh pengetahuan. Objek-objek itu dipikirkan secara mendalam sampai pada hakikatnya, inilah sebabnya bagian ini dinamakan teori hakikat. Hakikat ialah realitas, realitas artinya kenyataan yang sebenarnya. Jadi, hakikat adalah kenyataan yang sebenarnya, keadaan sebenarnya sesuatu, bukan keadaan sementara atau keadaan yang menipu, buka keadaan yang berubah.
            Ontology berupaya mencari inti yang termuat dalam setiap kenyataan. Objek formal ontology adalah hakikat seluruh realitas. Dengan demikian Ontologi adalah hakikat yang ada yang merupakan asumsi dasar bagi apa yang disebut sebagai kenyataan dan kebenaran.
3.    Aksiologi
            Aksiologi adalah filsafat nilai. Nilai yang dimaksud adalah nilai kegunaan. Seperti contohnya, Untuk apa mengetahui kegunaan filsafat dan untuk apa filsafat itu.  Kita dapat memulainya dengan melihat filsafat sebagai tiga hal. Pertama, filsafat sebagai kumpulan teori filsafat digunakan untuk memahami dan mereaksi dunia pemikiran. Kedua, sebagai philosophy of life. Filsafat dipandang sebagai sebagai pandangan hidup, fungsinya mirip sekali dengan agama. Dalam posisi ini filsafat itu menjadi jalan kehidupan. Jika dalam agama Islam dikatakan agama Islam itu adalah al-shirath al-mustaqim (jalan kehidupan), maka filsafat hidup demikian juga halnya. Ia menjadi pedoman. Isinya berupa ajaran dan ajaran itu dilaksanakan dalam kehidupan. Ketiga, filsafat sebagai methodology dalam memecahkan masalah.
 
Metode Filsafat
1.    Analisa
            Maksud pokok mengadakan analisa ialah melakukan pemeriksaan konsepsional atas makna yang dikandung oleh istilah-istilah yang digunakan dan pernyataan-pernyataan yang dibuat. Pemeriksaan ini mempunyai dua macam segi. Kita berusaha memperoleh makna baru yang terkandung dalam istilah-istilah yang bersangkutan, dan kita menguji istilah-istilah itu melalui penggunaanya, atau dengan melakukan pengamatan terhadap contoh-contohnya.
2.    Sintesa
            Lawan analisa atau perincian adalah sintesa atau pengumpulan. Maksud sintesa yang utama adalah mengumpulkan semua pengetahuan yang dapat diperoleh untuk menyusun suatu pandangan dunia.
3.    Logika deduktif
            Logika deduktif membicarakan cara-cara untuk mencapai kesimpulan-kesimpulan bila lebih dahulu telah diajukan pertanyaan-pertanyaan mengenai semua atau sejumlah ini diantara suatu kelompok barang sesuatu. Kesimpulan yang sah pada suatu penalaran deduktif selalu merupakan akibat yang bersifat keharusan dari pernyataan-pernyataan yang lebih dahulu diajukan.
4.    Logika induktif
            Logika induktif membicarakan tenatnag penarikan kesimpulan bukan dari pernyataan-pernyataan yang umum, melainkan dari pernyataan-pernyataan yang khusus. Kesimpulannya hanya bersifat probabilitas berdasarkan atas pernyataan-pernyataan yang telah diajukan.
5.    Analogi dan Komparasi
            Dua bentuk penyimpulan yang sangat lazim dipakai dalam perenungan kefilsafatan ialah analogi dan komparasi. Penalaran secara analogi adalah berusaha mencapai kesimpulan dengan menggantikan apa yang dicoba dibuktikan dengan sesuatu yang serupa dengan hal tersebut, namun yang lebih dikenal, dan kemudian menyimpulkan kembali apa yang mengawali penalaran tersebut.
 
Hakikat Filsafat
            Hakikat adalah konsep untuk menerangkan sesuatu yang bersifat mendasar dan tetap, tak berubah serta menerangkan hal yang sebenarnya, sesungguhnya, sebagai lawanan dari sesuatu yang bersifat permukaan, berubah-ubah serta bukan hal sesungguhnya.  
            Dalam dunia filsafat bahasan masalah hakikat masuk kedalam ranah ontologis, tetapi dalam dunia filsafat pemahaman tentang hakikat tentu saja dibatasi pengertiannya sebatas pemahaman terhadap 'segala sesuatu  yang bersifat mendasar' artinya filsafat tidak menyandarkan pengertian hakikat dengan hal-hal yang bersifat ilmiah. Dalam dunia filsafat penelusuran masalah hakikat itu berujung pada pertanyaan mendasar seperti : apa hakikat hidup?, apa hakikat kenyataan?.

RIZKY ARIF SANTOSO_TUGAS 4_Relasi Relasi Produktif dan Tidak Produktif dalam Masyarakat Kota

NAMA       : RIZKY ARIF SANTOSO

KELAS       : PMI 3

NIM            : 1113054000001

 

Relasi Relasi Produktif dan Tidak Produktif dalam Masyarakat Kota

Setelah membahas masalah Struktur dan Sistem Sosial Masyarakat Perkotaan, maka sangatlah berhubungan dengan relasi (keterkaitan) antara produktif dan tidak produktifnya dalam masyarakat kota. Relasi relasi dalam masyarakat kota tak lepas dari namanya aspek nilai, praktek, maupun perekat sebagai landasan dalam bertingkah laku sosial sehari-hari. Adapun Soerjono Soekamto mengemukakan bahwa ciri-ciri kehidupan masyarakat baik desa maupun kota adalah :

a)      Manusia yang hidup bersama-sama sekurang-kurangnya terdiri atas dua orang individu.

b)      Bercampur atau bergaul dalam waktu yang cukup lama,

c)      Manyadari bahwa kehidupan mereka merupakan satu kesatuan.

d)     Merupakan sistem bersama yang menimbulkan kebudayaan sebagai akibat dari perasaan saling terkait antara satu dan lainnya.

Kehidupan masyarakat perkotaan bersifat dinamis / selalu berubah-ubah baik sikap, nilai, pola tingkah laku dan lain sebagainya. Maka dari itu, dinamika sosial merupakan salah satu kajian sosiologi yang membahas tentang perubahan-perubahan yang terjadi dalam kehidupan sosial.

Dalam kehidupan bermasyarakat juga masih kental dengan adana status atau kedudukan yang diartikan sebagai tempat atau posisi seseorang dalam suatu kelompok sosial. Adapun kedudukan sosial menyangkut didalam lingukngan pergaulan, prestise (harga diri) dan hak-hak serta kewajibannya.

Ada dua pengertian kedudukan sosial di dalam struktur sosial (1) kedudukan berarti tempat seseorang dalam pola tertutup, (2) kedudukan diartikan sebagai kumpulan hak dan kewajiban yang jika secara nyata dapat dilihat dalam gejala seperti : perbedaan hak, dan kewajiban antara manajer perusahaan dan para pekerja.

Jika dilihat proses memperolehnya, kedudukan dibedakan menjadi dua macam, yaitu :

a)      Kedudukan seseorang yang diperoleh dari bawaan (ascribed status) yang diantaranya kedudukan yang berasifat biologis.

b)       Kedudukan yang diperoleh melalui usaha atau dengan yang disengaja (achieved status).

 

Berikut Praktek Lapangan mengenai Relasi Produktif dan Tidak Produktif dalam Masyarakat Kota :

1.      Apa yang Anda ketahui tentang Kehidupan di Kota??

Kehidupan di Kota terbilang megah, mewah dan serba modern. Kebutuhan apa pun bisa tercukupi dan tersedia di Kota. Fasilitas dan layanannya pun mudah dan terpenuhi. Namun, disamping kemegahan hidup di perkotaan masih banyak terdapat masalah sosial seperti kemiskinan, perumahan padat, kali atau sungai yang sudah tak bersih lagi, dan sistem birokrasi yang terbilang sulit.

 

2.      Bagaimana dengan sifat atau pola tingkah laku masyarakat kota yang Anda ketahui??

Sifat atau pola tingkah laku masyarakat kota biasanya bersifat individualis, materialistis, modernisme, konsumtif dan lain sebagainya. Akan tetapi disamping sifat itu, masyarakat kota lebih bersemangat dan memiliki etos kerja yang tinggi dalam meraih cita-cita, sebab mereka mayoritas berpendidikan tinggi.

 

3.      Adakah nilai-nilai yang dipegang atau dijunjung oleh masyarakat kota??

Masyarakat kota memiliki nilai demokratis, toleransi terhedap perbedaan SARA, menerapkan sistem baru sesuai dengan perkembangan zaman dan lain sebagainya.

 

4.      Bisakah Anda jelaskan praktek kehidupan masyarakat kota yang sesuai dengan nilai yang baru saja Anda sebutkan??

Yaa, seperti kebiasaan masyarakat kota yang suka mengonsumsi produk yang sebenarnya merupakan kebutuhan sekunder (tidak diutamakan) dan bahkan masih memiliki produk yang sama sebelumnya. Selain itu, sifat individualis yang bisa dilihat ketika di tempat umum, mereka biasanya sibuk dengan gadget atau handphone mereka dibanding orang sekitarnya. Akan tetapi, masyarakat kota juga memiliki etos kerja yang cukup tinggi, mereka disiplin dan bertanggung jawab atas pekerjaan atau profesi mereka masing-masing.

 

5.      Hal apa yang menyebabkan orang tersebut tetap memertahankan pola tingkah lakunya??

Sifat konsumtif yang selalu merekat pada orang kota disebabkan karena harga diri, jabatan, status sosial bahkan karena gengsi sekali pun. Melihat orang lain lebih mapan dan terbilang kaya, maka orang tersebut merasa tersaingi dan terpacu untuk melakukan yang lebih demi memertahankan status mereka di lingkungannya. Sifat individualis merekat pada masyarakat kota dikarenakan mayoritas orang kota merupakan penduduk imigran yang melakukan urbanisasi atau bisa dibilang bukan orang pribumi itu sendiri, sehingga menyebabkan kecanggunagn sosial ketika bertemu, kesibukan dalam beraktivitas atau pekerjaan juga termasuk penyebab terjadinya individualis yang hingga saat ini belum bisa dilepas dari kebiasaan masyarakat kota. Materialis disebabkan karena setiap individu berkompetisi meraih apa yang menjadi tujuan hidup mereka, sebab hidup di kota jika kalah saing akan terpinggirkan secara alami. Sedangkan sifat modernisme dapat melekat pada sikap atau kebiasaan orang kota karena perkembangan zaman menuntut masyarakat kota mau tidak mau mengikuti perubahan zaman sehingga muncul anggapan bahwa jika tidak modern maka terbilang ketinggalan zaman atau kuno. Akan tetapi, dibalik semua itu etos kerja orang kota tinggi karena mereka mayoritas merupakan lulusan sarjana bahkan tak sedikit yang bergelar doktor hingga professor sehingga mereka mampu berkompetisi dengan etos kerja yang cukup baik.

 

6.      Lalu, adakah kebiasaan masyarakat kota yang bisa dibilang produktif??

Yaa tentu ada, masyarakat kota sekarang termotivasi untuk membuka lapangan usaha seperti usaha tekstil rumahan, usaha kaos bola, usaha internet, hingga makanan dan minuman berbahan dasar alami yang diolah dengan kreativitas dan inovasi tinggi seperti snack Karuhun yang berbahan dasar singkong dengan rasa yang bervariasi dan masih banyak produk lain yang diciptakan orang kota.

 

7.      Mengapa mereka tetap mempertahankan kebiasaan mereka walaupun lingkungannya berbeda dengan yang mereka harapkan??

Mereka yang membuka usaha tetap memertahankan usaha mereka walaupun lingkungannya jauh dari harapan karena mereka sadar bahwa kompetisi semakin tinggi, lapangan pekerjaan juga terbatas sehingga mereka mencari inovasi baru dengan menjalani usaha yang dijalani dengan suka cita dan biasanya atas dasar hobi mereka masing-masing.

Analisis dan kesimpulan :

Masyarakat merupakan sekumpulan orang yang sifatnya dinamis (berubah) dari waktu ke waktu baik sifat, pola tingkah laku dan lain sebagainya. Sikap konsumtif, materialis, modernisme menurut Weber dalam teorinya "Tindakan Sosial" didasari oleh berbagai macam motif, misalnya karena masalah status sosial yang merasa tersaingi oleh pihak lain, sehingga mendorong orang tersebut untuk berperilaku konsumtif. Dalam pola tingkah laku materialistis, seseorang merasa bahwa kehidupan di kota merupakan kompetisi yang tangguh, maka untuk bertahan hidup di perkotaan mau tidak mau segala sesuatunya bertujuan untuk mencapai materi yang diinginkan. Akan tetapi, menurut Marx, tindakan atau pola tingkah laku tersebut disebabkan karena orang kota teralinasi oleh sistem yang kurang baik, sehingga menuntut mereka untuk berlaku konsumtif, materialis maupun modernisme. Sedangkan menurut Durkheim, pola tingkah laku tersebut dikatakan tergolong non produktif karena adanya struktur masyarakat kota yang tidak berjalan sebagaimana fungsinya sehingga mendorong mereka berlaku demikian. Jadi, relasi produktif atau pun tidak produktifnya masyarakat kota bisa disebabkan karena tindakan sosial itu sendiri, sistem diterapankan, maupun struktural yang berjalan sesuai fungsinya masing-masing.

Tugas3_Akbar Ramadhan_KPI_1112051000019

Filsafat

A.    Definisi Filsafat

Filsafat berasal dari kata Yunani yaitu Philosophia. Dalam bahasa Yunani kata Philosophia merupakan kata majemuk yang terdiri atas philo dan sophia; Philo artinya cinta dalam arti yang luas, yaitu ingin dan karena itu lalu berusaha mencapai yang diinginkan itu; sophia artinya kebijakan yang berarti pandai, pengertian yang mendalam. Jadi filsafat dapat diartikan ingin mencapai pandai, cinta pada kebijakan. Masih banyak lagi para ahli yang memiliki definisi berbeda tentang filsafat. Perbedaan definisi itu menurut Abu Bakar Atjeh (1970:9) disebabkan oleh berbedanya konotasi filsafat pada tokoh-tokoh itu karena perbedaan keyakinan hidup yang mereka anut. Perbedaan itu juga dapat muncul karena perkembangan filsafat itu sendiri yang menyebabkan beberapa pengetahuan khusus memisahkan diri dari filsafat.

Aristoteles ( (384 – 322 SM) : Bahwa kewajiban filsafat adalah menyelidiki sebab dan asas segala benda. Dengan demikian filsafat bersifat ilmu umum sekali. Tugas penyelidikan tentang sebab telah dibagi sekarang oleh filsafat dengan ilmu. Cicero ( (106 – 43 SM ) filsafat adalah sebagai "ibu dari semua seni "( the mother of all the arts" ia juga mendefinisikan filsafat sebagai ars vitae (seni kehidupan ) Johann Gotlich Fickte (1762-1814) filsafat sebagai Wissenschaftslehre (ilmu dari ilmu-ilmu,yakni ilmu umum, yang jadi dasar segala ilmu. Ilmu membicarakan sesuatu bidang atau jenis kenyataan. Filsafat memperkatakan seluruh bidang dan seluruh jenis ilmu mencari kebenaran dari seluruh kenyataan. Paul Nartorp (1854 – 1924 ) filsafat sebagai Grunwissenschat (ilmu dasar hendak menentukan kesatuan pengetahuan manusia dengan menunjukan dasar akhir yang sama, yang memikul sekaliannya .

B.     Unsur-Unsur Filsafat

a.       Epistemologi

Epistemologi membicarakan sumber pengetahuan dan bagaimana cara memperoleh pengetahuan.  Runes dalam kamusnya (1971) menjelaskan bahwa epistemology is the branch of philosophy which investigates the origin, structure, methods and validity of knowledge. Itulah sebabnya kita sering menyebutnya dengn istilah filsafat pengetahuan karena ia membicarakan hal pengetahuan. Istilah epistemologi untuk pertama kalinya muncul dan digunakan oleh J.F. Ferrier pada tahun 1854 (Runes, 1971:94). Pengetahuan manusia ada tiga macam, yaitu; pengetahuan sains, pengetahuan filsafat, dan ada pengetahuan mistik. Pengetahuan itu diperoleh manusia melalui berbagai cara dengan menggunakan berbagai alat. Ada beberapa aliran yang berbicara tentang ini, diantaranya; empirisme, rasionalisme, positivisme, dan intuisionisme.

 

 

b.   Ontologi

Setelah membenahi cara memperoleh pengetahuan, filosof mulai menghadapi objek-objeknya untuk memperoleh pengetahuan. Objek-objek itu dipikirkan secara mendalam sampai pada hakikatnya. Sehingga ontologi juga biasa dinamakan dengan teori hakikat. Bidang pembicaraan teori hakikat luas sekali, segala yang ada, dan yang mungkin ada, yang boleh juga mencakup pengetahuan dan nilai (yang dicarinya ialah hakikat pengetahuan dan hakikat nilai).

 

  c.  Aksiologi

Setelah objek-objek dipikirkan secara mendalam hingga sampai pada hakikatnya, maka masuklah pada bahasan Aksiologi atau biasa juga disebut teori nilai. Aksiologi  membicarakan tentang guna pengetahuan tadi. Seandinya ditanyakan kepada Socrates atau Nietzsche apa  guna filsafat, agaknya mereka akan menjawab bahwa filsafat dapat membuat manusia menjadi manusia. Dengan filsafat orang akan mungkin menjadi orang bijaksana.

C.    Metode Filsafat

a. Metode Kritis : Socrates dan Plato

Metode ini bersifat analisis istilah dan pendapat atau aturan-aturan yang dikemukakan orang. Merupakan hermeneutika, yang menjelaskan keyakinan dan memperlihatkan pertentangan. Dengan jalan bertanya (berdialog), membedakan, membersihkan, menyisihkan, dan menolak yang akhirnya ditemukan hakikat.

b. Metode Intuitif : Plotinus dan Bergson

Dengan jalan metode introspeksi intuitif dan dengan pemakaian simbol-simbol diusahakan membersihkan intelektual (bersama dengan pencucian moral), sehingga tercapai suatu penerangan pemikiran.

c. Metode Skolastik : Aristoteles, Thomas Aquinas, filsafat abad pertengahan

Metode ini bersifat sintetis-deduktif dengan bertitik tolak dari definisi-definisi atau prinsip-prinsip yang jelas dengan sendirinya di tarik kesimpulan-kesimpulan.

d. Metode Geometris : Rene Descartes dan pengikutnya

Melalui analisis mengenai hal-hal kompleks dicapai intuisi akan hakikat-hakikat sederhana (ide terang dan berbeda dari yang lain), dari hakikat-hakikat itu didedukasikan secara matematis segala pengertian lainnya.

 

 

 

e.  Metode Empiris : Hobbes, Locke, Berkeley, David Hume

Hanya pengalamanlah menyajikan pengertian benar, maka semua pengertian (ide-ide) dalam intropeksi dibandingkan dengan cerapan-cerapan (impresi) dan kemudian di susun bersama secara geometris.

f.  Metode Transendental : Immanuel Kant dan Neo Skolasti

Metode ini bertitik tolak dari tepatnya pengertian tertentu dengan jalan analisis diselidiki syarat-syarat apriori bagi pengertian demikian.

g. Metode Fenomenologis : Husserl, Eksistensialisme

Fenomenologi adalah suatu aliran yang membicarakan tentang segala sesuatu yang menampakan diri, atau yang membicarakan gejala.

h.  Metode Dialektis : Hegel dan Mark

Dengan jalan mengikuti dinamik pikiran atau alam sendiri menurut triade tesis, antithesis, sistesis dicapai hakikat kenyataan . DIalektis itu diungkapkan sebagai tiga langkah, yaitu dua pengertian pengertian yang bertentangan kemudian didamaikan (tesis-antitesis-sintesis).

i.  Metode Non-Positivistis

Kenyataan yang dipahami menurut hakikatnya dengan jalan mempergunakan aturan-aturan seperti berlaku pada ilmu pengetahuan positif (eksakta).

j.  Metode Analitika Bahasa : Wittgenstein

Dengan jalan analisa pemakaian bahasa sehari-hari ditentukan sah atau tidaknya ucapan-ucapan filosofis. Metode ini di nilai cukup netral sebab tidak sama sekali mengendalikan salah satu filsafat. Keistimewaannya adalah semua kesimpulan dan hasilnya senantiasa didasarkan kepada penelitian bahasa yang logis.

 

 

D.    Hakikat Filsafat

Filsafat merupakan pengetahuan yang diperoleh dengan cara berpikir logis, tentang objek yang abstrak logis, kebenaran-kebenarannya hanya dipertanggung jawabkan secara logis pula. Pengetahuan tentang apa filsafat sebenarnya telah mencakup pemahaman apa objek material filsafat. Objek material filsafat, yaitu objek yang diteliti oleh filsafat, ialah semua yang ada dan yang mungkin ada, yang diselidikinya ialah bagian yang abstrak tentang objek itu.

 

 

Sumber :

Prof. Dr. Ahmad Tafsir. 2002. Filsafat Umum (Akal dan Hati Sejak Thales Sampai Capra).Bandung. PT Remaja Rosadakarya

 

 

tugas demografi_indah kurniawati_PMI_5_1112054000028


Tugas3_Wita Eka Sucita(1112051000126) KPI 5 E

Definisi Filsafat

Filsafat berasal dari bahasa Yunani "philosophia", seiring dengan perkembangan jaman dikenal juga dalam berbagai bahasa seperti "philosphic" dalam kebudayaan bangsa Jerman, "philosophy" dalam bahasa Belanda dan Perancis, "philosophia" dalam bahasa Latin, dan "falsafah" dalam bahasa Arab.

Secara etimologi, istilah filsafat berasal dari bahasa Arab, yaitu falsafah atau philosophia (philien: cinta dan sophia:kebijaksanaan). Jadi bisa dipahami bahwa filsafat itu berarti cinta kebijaksanaan. Dan seorang filsuf adalah pencari kebijaksanaan, pencinta kebijaksanaan dalam arti hakikat. Secara terminologi filsafat adalah pengetahuan yang berminat mencapai pengetahuan kebenaran yang asli.

Menurut pandangan para ahli tentang filsafat:

Plato (428-348): Filsafat tidak lain dari pengetahuan tentang segala yang ada.

Aristoteles (384-322): Bahwa kewajiban filsafat adalah menyelidiki sebab dan asas segala bentuk. Dengan demikian filsafat bersifat ilmu umum sekali. Tugas penyelidikan tentang sebab telah dibagi sekarang oleh filsafat dengan ilmu.

Notonegoro: Filsafat menelaah hal-hal yang dijadikan objeknya dari sudut intinya yang mutlak, yang tetap tidak berubah yang disebut hakekat.

Prof. Mr. Muhammad Yamin: Filsafat adalah pemutusan pikiran, sehingga manusia menemui kepribadiannya seraya didalam kepribadiannya itu didalam kesungguhan.

Betrand Russel: Filsafat adalah sesuatu yang berada di tengah-tengah antara teologi dan sains. Sebagaimana teologi, filsafat berisikan pemikiran-pemikiran mengenai masalah-masalah yang pengetahuan denitif tentangnya, sampai sebegitu jauh, tidak bisa dipastikan, namun seperti sain, filsafat lebih menarik perhatian akal manusia daripada otoritas tradisi maupun otoritas wahyu.

Unsur-unsur Filsafat

Ontologi

Ontologis secara ringkas membahas reatitas atau suatu entitas dengan apa adanya. Pembahasan tentang ontologi berarti membahas kebenaran suatu fakta. Untuk mendapatkan kebenaran itu, ontologi memerlukan proses bagaimana realitas tersebut dapat diakui kebenarannya. Untuk itu proses tersebut memerlukan dasar pola berfikir didasarkanpada bagaimana ilmu pengetahuan digunakan sebagai dasar pembahasan realitas.

Epistemologis

Epistemologi adalah proses terjadinya masalah mendasar sebab hal ini akan mewarnai pemikiran kefilsafatannya, pengetahuan didapatkan dari pengamatan inderawi tidak dapat ditetapkan apa yang subjektifdan apa yang objektif, sedangkan pengalaman dengan akal hanya mempunyai fungsi mekanisme semata-mata. Sementara itu salah seorang tokoh empirisme berpendapat "akal (rasio) adalah pasif pada waktu pengetahuan didapatkan, akal tidak melahirkan pengetahuan dari dirinya sendiri".

Aksiologis

Aksiologi adalah merupakan cabang filsafat ilmu yang mempertanyakan bagaimana manusia menggunakan ilmunya. Aksiologi juga biasa disebut dengan filsafat nilai dan norma yang berkenan dalam kehidupan manusia. Aksiologis pun berkembang menjadi etika dan estetika.

Metode Filsafat

Metode Kritis (Socrates): Metode ini disebut metode kritis karena proses yang terjadinya dalam implikasinya adalah menjernihkan keyakinan-keyakinan orang.

Metode Intuitif (Platinos dan Bergson): Metode intuitif adalah gambaran yang merupakan suatu gerakan dinamik, sesuai dengan kenyataan.

Metode Skolastik (Aristoteles dan Thomas Aquinas): Metode berfikir skolastik menunjukan persamaan dengan metode mengajar dalam bentuk yang sistematis dan matang.

Metode Geometris (Rene Descartes): Metode ini membuat kombinasi dari pemahaman intuitif akan pemecahan soal dan uraian analisis. Mengembalikan soal itu kehal yang telah diketahui tetapi akan menghasilkan pengertian baru.

Metode Empiris (Thomas Hobbes dan Jhon Locke): Metode ini adalah doktrin filsafat yang menekankan peranan pengalaman dalam memperoleh pengetahuan dan pengetahuan itu sendiri dan mengecilkan peran akal.

Metode Trasedental (Immanuel Kant dan Neo Skolastik): Metode ini menerangkan tentang unsur-unsur mana dalam pemikiran manusia yang berasal dari pengalaman dan unsur-unsur mana yang terdapat dalam rasio manusia.

Metode Fenomenologis (Husserl): Metode ini menerapkan bagaimana usaha kita dalam mencapai hakekat, pengertian aslinya harus melalui proses reduksi.

Metode Dialektis (Hegel, Marx): Metode ini disebut dialektis sebab jalan untuk memahami kenyataan adalah denganmengikuti gerakan fikiran atau konsep.

Hakikat Filsafat

Hakikat merupakan istilah fisafat yang dimaksudkan sebagai pemahaman atau hal yang palin mendasar. Fisafat adalah kebebasan berfikir terhadap sesuatu tanpa batas, dia mengacu pada hukum atas segala hal, maka dari itu hakikat filsafat juga biasa disebut sebagai akibat berfikir radikal.

Referensi:
Betrand Russel, Sejarah Filsafat Barat dan Kaitannya dengan Kondisi Sosio-Politik dari Zaman Kuno Hingga Sekarang (Alih Bahasa  Sigit Jatmiko, Dkk), Yogyakarta:Pustaka Pelajar,2002.
H. Aang Ridwan, M.Ag, Filsafat Komunikasi, Bandung: Pustaka Setia, 2013.
Koento Wibisono, Dasar-Dasar Filsafat, Jakarta:Universitas Terbuka,1997.
Louis Kattsoff, Pengantar Filsafat (Penterjemah: Soejono Soemargono), Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 2004.
M. Fatchurrahman, Pengantar Filsafat, Padang: Universitas Andalas, 1990.
Id.m.wikipedia.org/wiki/aksiologi

Cari Blog Ini