RESUME "THE PROTESTANT ETHIC AND SPIRIT OF CAPITALISM" (ETIKA PROTESTAN DAN SEMANGAT KAPITALISME)
Buku protestant ethic and spirit of capitalism ini adalah salah satu karya dari karya-karya yang telah dihasilkan oleh Max Weber. Dalam bukunya ini beliau menjelaskan tentang bagaimana agama dapat memberikan pengaruh terhadap dunia, dan memberikan semangat terhadap umat protestan dan kapitalis. Lebih rincinya, dalam buku ini dibahas mengenai masalah yang ingin beliau paparkan lebih jauh, seperti masalah agama dan afiliasi stratifikasi social, semangat kapitalisme, dan juga konsep Luther, berupa konsep memanggil dalam tugas penyelidikan. Disampin itu, Weber juga menjelaskan tentang konsep-konsep keagamaan seperti: Calvinisme, peitisme, metodisme, serta sekte-sekte yang tumbuh pada kaum Baptis. BAGIAN 1 MASALAH 1. Agama dan Afiliasi stratifikasi sosial Partisipasi relatif lebih besar dari protestan adalah dibidang kepemilikan modal, dalam manajemen, dan tenaga kerja jajaran atas di perusahaan-perusahaan besar industri dan komersial modern. Hal yang dapat dijelaskan dari segi sejarah circumstances yang memperpanjang jauh ke masa lalu adalah dimana agama afiliasi bukanlah penyebab dari kondisi ekonomi, tetapi untuk batas tertentu tampaknya menjadi hasil dari mereka. Partisipasi dalam fungsi ekonomi biasanya melibatkan modal, dan umumnya pendidikan yang mahal, sering juga keduanya, baik modal maupun pendidikan yang mahal. Emansipasi dari tradisionalisme ekonomi yang muncul dengan tidak ada keraguan menjadi faktor yang akan sangat memperkuat tendensi untuk meragukan kesucian tradisi agama, seperti semua tradisional yang berwenang. Tapi perlu dicatat, apa yang sering dilupakan adalah bahwa reformasi tidak berarti mengeliminasi kontrol gereja atas kehidupan sehari-hari, melainkan substi-konstitusi dari bentuk baru, dari kontrol yang sebelumnya. Ini berarti penolakan dari kontrol yang sangat lemah, pada waktu itu hampir jelas dalam praktiknya, dan hampir tidak lebih dari formal, mendukung peraturan dari keseluruhan perilaku yang berlaku untuk semua departemen kehidupan pribadi dan publik, adalah sangat memberatkan dan benar-benar ditegakkan. Hal yang reformis keluhkan di wilayah pengembangan ekonomi yang tinggi adalah terlalu sedikitnya pengawasan kehidupan di bagian Gereja. Sekarang bagaimana itu terjadi, karena pada saat itu negara-negara yang paling maju secara ekonomi dan dalam diri mereka borjuis naik kelas menengah, tidak hanya gagal untuk melawn unexampled tirani puritanisme ini, namun bahkan mengembangkan heroisme kelas pertahanan. Untuk borjuis tidak pernah di tampilkan sejak kepahlawanan. Carlyle mengatakan bukan tanpa alasan, bahwa itu "yang terakhir dari heroisme kami", tetapi lebih jauh dan sangat penting bahwa mungkin seperti yang telah dinyatakan sebelumnya bahwa partisipasi yang lebih besar dari protestan di posisi kepemilikan modal dan manajemen dalam kehidupan ekonomi modern sehari-hari mungkin dapat dipahami, setidaknya sebagiannya, hanya sebagai akibat kekayaan materi yang lebih besar, yang telah mereka warisi. Namun ada fenomena tertentu lainnya yang tidak dapat dijelaskan dengan cara yang sama. Dengan demikian, untuk menyebutnya ada beberapa fakta: ada yang ditemukan memiliki perbedaan yang besardalam Baden, di Bavaria, di Hungaria, di jenis pendidikan tinggi katolik tua, sebagai lawan protestan memberikan anak-anak mereka.presentasi katolik kalangan Mahasiswa dan lulusan dari lembaga pendidikan tinggi pada umumnya memiliki proporsi yang lebih sedikit dari total populasi. Untuk memastikannya, mungkin sebagian besar dijelaskan dalam hal perbedaan kekayaan warisan. Tapi diantara lulusan katolik, presentasi kelulusan mereka dari lembaga-lembaga dipersiapkan, khususnya untuk studi teknis dan industri, serta pekerjaan komersial, tetapi secara umum mereka memprsiapkan untuk kelas menengah dalam kehidupan bisnis, yang tertinggal jauh dibelakang presentase protestan. Disisi lain, umat Katolik lebih suka semacam pelatihan gymnasium humanistik afford, yaitu bahwa suatu keadaan dimana penjelasan diatas tidak berlaku, tetapi sebaliknya merupakan salah satu alasan mengapa begitu sedikit umat katolik yang terlibat dalam perusahaan kapitalistik. Bahkan yang lebih mencolok adalah fakta yang menjelaskan bahwa proporsi Katolik diantara buruh terampil modern industri lebih kecil. Hal ini juga diketahui bahwa pabrik telah mengambil tenaga kerja yang terampil, yang sebagian laki-laki muda pada bidang kerajinan, yang jumlahnya lebih banyak yang protestan dibanding laki-laki katolik. Dengan kata lain, umat katolik menunjukan kecenderungan kuat untuk tetap dalam kerajinan mereka, yaitu mereka lebih sering menjadi pengrajin master, sedangkan protestan lebih tertarik untuk mengisi jajaran posisi tenaga kerja terampil dan administrasi di pabrik-pabrik.
2. Semangat Kapitalisme Pembahasan kali ini diberi judul Spirit Of Capitalism atau semangat kapitalisme karena berusaha untuk memberikan sesuatu seperti definisi yang membawa keluar kesulitan tertentu yang berada dalam sifat dari jenis penyelidikan. Jika objek apapun dapat ditemukan dimana istilah ini dapat diterapkan dengan arti dimengerti, hanya bisa menjadi sejarah individu, yaitu sebuah kompleks unsur terkait dalam sejarah realitas yang kita bersatu menjadi suatu kesatuan konseptual dari sudut pandang signifikasi budaya mereka. Seperti konsep sejarah, bagaimanapun, sebuah fenomena yang signifikan untuk individualitas yang unik, tidak dapat didefinisikan menurut rumus genus proximum, diferensial stratifikasi, tetapi harus bertahap menempatkan bersama-sama keluar dari individu bagian yang diambil dari realitas sejarah untuk membuat itu. Dengan demikian konsep final dan definitif tidak dapat berdiri di awal penyidikan, tapi harus diakhir. Semangat kapitalisme disini berbicara dalam mode karekteristik, tidak ada yang meragukan, namun sedikit dari kita mungkin ingin mengklaim bahwa segala sesuatu yang bisa dipahami sebagai sesuatu yang berkaitan dengan spirit yang terkandung didalamnya. Mungkin sebaiknya kita berhenti sejenak untuk mempertimbangkan bagian ini, filosof Kurnberger menyimpulkan dalam kata-kata, "Mereka membuat lemak keluar ternak dan uang dari laki-laki". Keunikan filsafat ini, tampaknya ketamakan menjadi cita-cita orang jujur, kredit diakui, dan diatas semua gagasan tugas individu terhadap peningkatan modal, yang diasumsikan sebagai tujuan itu sendiri. Pelanggaran atas aturan bukan dianggap sebagai suatu kebodohan, tetapi dianggap melupakan tugas. Itulah esensi dari masalah ini. Hal ini tidak hanya berkaitan dengan kecerdikan bisnis belaka, hal itu cukup umum, yang disebut sebagai etos. Inilah kualitas yang menarik perhatian kita. Ketika Jacob Fugger berbicara kepada bisnis yang mengasosiasikan yang mengasosiasikan yang telah pensiun, dan ingin membujuknya melakukan hal yang sama, karena ia telah menghasilkan cukup uang, dan harus memberikan kesempatan untuk orang lain, sedangkan Fugger berpikir sebaliknya, dia ingin menghasilkan uang selama yang dia bisa. Semangat pernyataan tersebut jelas cukup berbeda dari opini Franklin. Kasus mantan (pensiunan) adalah ekspresi berani komersial dan kecenderungan pribadi moral netral, keduanya mengambil karakter dari etika sekutu pepatah berwarna untuk perilaku kehidupan. Semangat konsep kapitalisme disini digunakan dalam arti tertentu, itu adalah semangat kapitalisme yang modern. Untuk itu kita disini hanya berurusan dengan Barat-Eropa dan kapitalisme Amerika jelas dari cara dimana masalah itu dinyatakan. Kapitalisme ada di Cina, India, Babel, di dunia klasik, dan pada abad pertengahan. Tetapi dalam semua kasus ini, seperti yang akan kita lihat bahwa etos tertentu kurang. Sekarang sikap moral Franklin diwarnai dengan utilitarianism. Kejujuran berguna, karena menjamin kredit; begitu juga ketepatan waktu, industri, berhemat.
3. Konsep Panggilan Luther (Tugas penyelidikan)
Jelas bahwa bahkan dalam Beruf kata Jerman, dan mungkin masih lebih jelas dalam panggilan bahasa inggris, konsepsi agama adalah tugas yang ditetapkan, atau setidaknya disarankan oleh Tuhan. Semakin penekanan diletakkan pada kata dalam kasus konkret, semakin jelas bahwa itu adalah konotasi. Jika kita menelusuri sejarah kata melalui bahasa beradab, tampak bahwa baik masyarakat mayoritas katolik maupun orang-orang antiquity telah memiliki ekspresi konotasi yang sama, sebagaimana yang telah kita tahu sebagai panggilan (dalam arti tugas kehidupan, bidang tertentu dalam suatu pekerjaan), sementara itu telah ada untuk semua, terutama masyarakat Protestan. Bias jadi ini dapat menunjukkan bahwa ini bukan karena setiap keganjilan etnis dari bahasa yang bersangkutan. Misalnya produk semangat dari Jerman, tetapi modern berarti kata terjemahan dari Alkitab, melalui semangat penerjemah, bukan itulah yang original. Terjemahan Luther dalam Alkitab tampaknya pertama kali telah digunakan pada titik dalam Yesus Sirakh (xi. 20 dan 21). Setelah itu pengambilan makna terasa lebih mudah. Sebagaimana dalam pidato sehari-hari semua orang protestan, sementara sebelumnya tidak ada saran seperti makna dapat ditemukan dalam pada literature sekuler, yang banyak dari mereka dan bahkan dalam tulisan-tulisan keagamaan. Sejauh yang bias dipastikan bahwa pengaruh Luther hanya dikenal pada mistikus jerman. Konsepsi panggilan memunculkan dogma inti dari semua denominasi protestan, yang mana divisi etis katolik membuang ajaran proecepta dan consilia. Satu-satunya cara hidup diterima oleh tuhan tidak akan melampaui moralitas duniawi aksetisme monastic, tetapi semata-mata melalui pemenuhan kewajiban yang dikenakan pada individu dengan posisinya didunia. Itulah panggilannya. Yang mendasari adanya konsep panggilan Luther adalah adanya paham calvinisme. Mereka juga menolak adanya mamonisme, yaitu paham yang berpandangan bahwa usaha-usaha yang dilakukan oleh mereka adalah usaha untuk memperkaya diri mereka sebab kekayaan itu sesungguhnya adalah godaan bagi manusia, banyak yang tersesat dalam hal pemilikan kekayaan.
BAGIAN 2 KONSEP KEAGAMAAN 1. Calvinisme Calvinisme merupakan suatu paham yang berpandangan bahwa Tuhan tidak hidup atau tidak ada bagi manusia, tetapi manusialah yang hidup atau ada demi Tuhan, dan dunia ada untuk untuk melayani kemuliaan tuhan, serta Tuhan menghendaki adanya pencapaian social dalam dunia. Itu berarti Calvinisme berpendapat bahwa kesuksesan kehidupan social di dunia adalah gambaran kehidupan akhirat, kesuksesan dunia merupakan penebus dosa-dosa bagi orang yang tidak terpilih, dalam hal ini membuat manusia menjadi tidak tenang sehingga untuk meraih ketenangan itu dan kepastian kehidupan akhirat mereka bekerja dengan rajin, hal ini merupakan gambaran eudomonisme. Menurut Weber, calvinisme mempunyai pandangan paling berpengarug dalam merumuskan strategi pemanggilan (calling). Yakni yang berkaitan dengan adanya teologi takdir. Doktrin ini berbunyi "hanya orang-orang terpilih yang bias diselamatkan dari kutukan, dan pilihan itu telah ditetapkan jauh sebelumnya oleh Tuhan".
2. Pietisme Pietisme merupakanpandangan yang berada dari calvinisme yang menganggap bahwa manusia bekerja untuk keselamatan dan kesejahteraan kehidupan di dunia, dan bukan untuk kehidupan di akhirat. Pietisme memisahkan antara kepentingan dunia dengan akhirat menjadi sebuah ketaatan pada Illahi.
3. Metodisme Metodisme merupakan kombinasi antara jenis keagamaan yang emosional tetapi asketis dengan sikap apatis yang meningkat atau sikap penolakan terhadap dasar-dasar dogmatis dari askese calvinistis. Makna yang emosional disini berarti bahwa para penganut metodisme harus memiliki rasa menyesal terhadap dosa-dosa mereka dan berharap untuk mendapat pengampunan, sehingga membutuhkan perjuangan emosional dalam hal ini sama dengan hukuman nilai dan orma sosial yang hanya tertanam didalam jiwa manusia dan akan menghilangkan ketenangan. Adanya dosa merupakan bukti logis dari rahmat Illahi. Didalam metodisme sendiri sama halnya dengan pietisme yang mengandung pandangan ketidak pastian tentang akhirat.
4. Sekte-Sekte yang Tumbuh di Kaum baptis Karakter yang dianut dari baptis adalah tenang, moderat, dan sangat taat terhadap agamanya, mereka juga tidak memiliki pemikiran mengenai kehidupan politik. Pandangan mereka lebih kepada yang bersifat kebajikan-kebajikan dan melupakan hal-hal duniawi. Pada perkembangannya, pengenut baptis akan mengikuti alur Calvinisme. Prinsip dari pemikiran Baptis adalah mendengarkan adanya suara Tuhan sebagai panggilan hidup, yang akan menjadi tujuan utama manusia, dan hal ini menjadi sangat kapitalisme. Pada zaman ini orang-orang bekerja bukan untuk mencari kekayaan namun lebih untuk menjalankan perintah Tuhan, yaitu untuk dapat lebih memuliakan Tuhan dengan waktu yang ada dan dimiliki serta tidak ada waktu untuk bersantai seebab bersantai merupakan dosa besar, mereka mulai melupakan eudomonisme yang diterapkan pada masa calvinisme. Saat ini tujuan mereka adalah memuliakan Tuhan dan mendapat rahmatNya, hal ini merupakan suatu pandangan yang positif.
|
Blog tempat mengirimkan berbagai tugas mahasiswa, berbagi informasi dosen, dan saling memberi manfaat. Salam Tantan Hermansah
Minggu, 14 Oktober 2012
ATIKA SURI_jURNALISTIK 1A_RESUME
Tugas Resume Aragea Noorma Gustina Jurnalistik 1A
Sesuatu yang menggelikan bila agama dihubungkan dengan perilaku sosial yang eksistensinya tidak bisa dielakkan dari fenomena-fenomena yang terjadi. Agama memiliki korelasi positif dengan tindakan sosial individu dalam masyarakat. Ini artinya agama berfungsi menjadi motif sosial individu dalam berinteraksi sosial. Tindakan sosial akan tetap menghadirkan dan mengarahkan seseorang untuk menuju kepada sesuatu yang trasedental. Dalam bukunya Max Weber "The Protestant Ethic and The Spirit of Capitalisme" dalam bab V diterangkan bahwa agama menjadi pendorong, motivasi dan spirit dari kapitalisme dalam melakukan segala kegiatan ekonomi sekaligus menjadi etika dan doktrin yang berlaku di Eropa. Jadi untuk memahami secara psikososial bagaimana motif suatu individu dalam berinteraksi sosial di masyarakat, terutama dengan aktivitas ekonominya., maka asketisme menjadi jalan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan dengan mewujudkannya menjadi sebuah konsep yang harus di taati oleh pemeluk protestan agar diakui keshalehannya.
Weber meletakkan Protestan asketis sebagai "suatu kontribusi terhadap pemahaman atas masalah-masalah umum di mana ide menjadi kekuatan efektif dalam sejarah". Weber tampak sengaja ingin meletakkan "kekuatan ide" sebagai wacana tandingan atas doktrin materialisme sejarah Marx, yang melihat ekonomi sebagai faktor determinan dalam perubahan sejarah. Bagaimana ide dan keyakinan di antara protestan asketis (Calvinis, Pietis, dan sekte) menjadi kekuatan-kekuatan efektif dalam menumbuhkan spirit kapitalisme. Weber lalu menunjuk fakta empiris: mereka yang menjadi industriwan, pengusaha, ahli keuangan, dan tenaga kerja yang cakap di bidang industri lainnya, ternyata jumlahnya jauh lebih besar Protestan ketimbang Katolik. Yang terakhir ini malah sering diasosiasikan dengan pekerja kasar dan bawahan. Tingginya pertumbuhan aktivitas kapitalisme juga lazim terjadi di antara gereja protestan dan Calvinis Perancis, Belanda, dan puritan Inggris. Dalam menanggapi perilaku asketis ini terjadi perbedaan prinsip antara kaum puritan dan kaum Quaker. Kaum puritan yang fanatik terhadap peraturan raja dengan liburnya hari Minggu pada waktu kebaktian Gereja. Kaum puritan juga tidak menyukai olahraga, tetapi kaum Quaker menerima olahraga sebagai salah satu dari prinsip itu. Olahraga diterima sebagai kebutuhan untuk rekreasi sebagai sarana kesehatan fisik. Tetapi olahraga yang hanya dipakai sebagai sarana mencari kesenangan belaka, kesombongan akan ditolak keras.
Pada riset studi kasusnya di Gereja Calvin dalam hubungannya dengan kemunculan kapitalisme, Weber melihat secara teoritis bahwa sumber asketisme yang lahir dari kegelisahan terhadap doktrin takdir ganda dalam Gereja Calvinis di kalangan orang-orang Protestan mendorong etos kerja duniawi yang kuat. Karena itu orang dapat memperoleh keselamatan atau celaka dari Tuhan tergantung dari kasih Tuhan yang diwujudkan tidak dalam bentuk doa atau sakramen gereja, melainkan etos kerja individu itu sendiri di dunia yang "seolah-olah" ia memperoleh keselamatan dengan penguatan karakter moral (asketisme) yang ditunjukkan dari aktivitas keduniaan ini. Jadi asketisme individu (keshalehan) inilah yang mendorong tindakan sosialnya (kerja keras) untuk memperoleh kasih sayang Tuhan (keselamatan) di dunia dan akhirat, sehingga menghasilkan suatu kekuatan dan dampak dari kapitalisme. Oleh karena itu, bagi Weber tindakan sosial yang lahir dari orientasi individu yang mistik maupun individu yang utilitarian tidak akan menghasilkan tindakan sosial yang mampu menghadapi dunia (yang tidak shaleh) ini.
Perlu diketahui bahwa tidak ada etika ekonomi yang semata-mata ditentukan oleh agama. Etika kerja dalam protestan yang di dominasi oleh agama menjadikan pengaruh yang besar terhadap dunia ekonomi. Dalam etika, kekayaan tidak bersifat baik jika hal itu merupakan sebuah dorongan dalam suatu godaan menjadi sikap yang penuh dengan kemalasan dan kenikmatan duniawi yang penuh dengan dosa. Pemeluk protestan mengamalkan nilai-nilai pemikiran calvinis dan asketis dalam kehidupan ekonominya sehari-hari. Dorongannya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya adalah bersifat manusiawi, akan tetapi yang menentukan tingkat kemakmuran yang dicapai seseorang lebih ditentukan oleh sikap dan perilaku orang tersebut dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Perilaku dalam aktivitas ekonominya di Eropa sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai budaya yang telah mengakar kuat yakni etika protestan. Sehingga agama berjasa besar atas perkembangan dan pengaruh kapitalisme di Eropa.
Salah satu elemen-elemen fundamental dari semangat kapitalisme adalah perilaku rasional yang didasarkan kepada panggilan-panggilan Tuhan yang terlahir dari askese Kristen. Weber mendeskripsikan bahwa dunia dan isinya adalah pemberian Tuhan yang harus dimanfaatkan semaksimal mungkin. Kerja dianggap sebagai panggilan Tuhan yang bersifat mutlak, suci dengan memanfaatkan dunia tersebut dalam rangka mendekatkan diri kepada Tuhan yang telah menciptakan dunia dan isinya. Suatu hal bodoh jika terjerumus akan godaan daging. Intinya "harus melakukan suatu pekerjaan" entah apapun itu. Oleh karena itu membuang-buang waktu merupakan dosa pertama dan sangat mematikan. Jika penganut protestan tidak mau bekerja atau malas bekerja maka sebenarnya menjadi dosa tersendiri bagi pengikut protestan menolak Tuhan dalam kehidupannya. Ketakutan akan dosa yang berdampingan dengan kepentingan produktifitas inilah yang menjadi nilai dasar dan fundamental dari etika protestan. Dengan kata lain, ketaatan trandensial penganut protestan dapat diukur dari gairah dan etos kerja yang dimilikinya. Semakin banyak harta yang dimiliki, maka semakin tebal keimanannya pada Tuhan. Begitu juga sebaliknya semakin sedikit harta yang dimiliki, maka dapat di tegaskan bahwa keimanannya pada Tuhan juga rendah. Logika inilah yang menjadi asumsi sekaligus membawa korelasi positif antara ketaatan dan kemampuan ekonomis yang dimiliki oleh protestanisme.
Weber juga menambahkan bahwa kapitalisme di Eropa dapat berkembang karena nilai-nilai asketis dalam doktrin protestan. Doktrin-doktrin ini didominasi oleh khotbah-khotbah keagamaan yang sangat berapi-api tentang bagaimana konsep kerja yang baik. khotbah-khotbah itu berisikan bahwa seseorang tidak berhak mendapatkan makan apabila mereka tidak bekerja. Bekerja merupakan panggilan Tuhan yang harus dan wajib dilaksanakan. Oleh karena itu bekerja merupakan asketis yang disetujui untuk memuliakan Tuhan. Pemikiran untuk tidak cepat puas dengan keberhasilan yang telah dicapai adalah asumsi dasar dari pemikiran ini. Dalam pandangan Weber tentang relasi antara kapitalisme dan agama protestan ini adalah kapitalisme yang didasarkan bukan pada keinginan untuk mengumpulkan keuntungan semata. Namun merupakan sebuah aktivitas rasional yang menekankan akan order atau keteraturan, disiplin, hirarki dalam sebuah organisasi.
Sebuah pemikiran Weber adalah seharusnya kapitalisme tidak hanya mementingkan harta dan kekayaan saja dalam mencapai suatu kebahagiaan, karena tidak selamanya kebahagiaan ditentukan secara material dari kekayaan yang dimiliki seseorang. Walaupun sebenarnya dalam konteks spirit kapitalisme yang dimiliki protestan sangat wajar. Pengumpulan dan penumpukan harta sebanyak-banyaknya bukanlah sesuatu yang dilarang oleh agama, akan tetapi hal yang terpenting adalah bagaimana suatu keselamatan mampu didapat dengan pengumpulan kekayaan tersebut. Artinya dari besar dan banyaknya kekayaan adalah untuk kebahagiaan bathin dari pemiliknya, bukan malah sebaliknya yaitu kekayaan itu sendiri. Kekayaan material yang didapat sebagai hasil dari usaha tersebut bukanlah tujuan inti dari etos kerja, melainkan hanya sebagai konsekwensi logis semata karena telah bekerja secara maksimal.
Yang menjadi landasan dasar dalam etos kerja adalah bagaimana untuk mengatasi berbagai kecemasan. Rasa takut, cemas, gundah, risau dan galau jika tetap berpangku tangan terhadap orang lain. Maka pada dasarnya berarti mereka telah melanggar perintah tersebut. Kekayaan yang didapatkan diyakini bahwa bukan karena kerja keras yang telah mereka lakukan, akan tetapi semata-mata hanya sebagai hasil dari efek samping yang tidak disengaja atas kerja keras tersebut. Inti dari hasil ahirnya adalah mencapai keberhasilan untuk melaksanakan perintah Tuhan dan bagaimana keberhasilan mencapai sesuatu dengan mereduksi atau menghilangkan kegelisahan bathin yang terjadi pada diri mereka sendiri. Jadi perlu ditekankan yang menjadi orientasi utama dari bekerja keras bukanlah kekayaan, melainkan kebahagiaan dalam pencapaian bathinlah yang menjadi orientasi pokok. Karena kembali pada tujuan awalnya yaitu kebahagiaan bathin.
Dalam buku ini Weber sebagai karya yang bersifat pragmatik. Ada beberapa hal pokok dalam karya Weber "The Protestant Ethic and Spirit of Capitalism", bahwa karya ini berisi dukungan semangat kapitalisme adalah suatu yang tidak direncanakan. Weber juga dalam karya ini memperlihatkan bahwa rasionalisasi kehidupan ekonomi yang menjadi ciri khas dari kapitalisme modern berkaitan dengan komitmen-komitmen nilai yang tidak rasional.
tugas resume demografi
Tipe studi/ilmu | Variable independen | Variable dependen |
Demografi Formal Contoh | Demografi Komposisi umur proporsi kawin dari wanita reproduksi | Demografi Angka kelahiran Angka kelahiran |
Ilmu Kependudukan Contoh Contoh | Non-Demografi Undang-undang perkawinan Lapangan kerja Pangan/kemiskinan Kesempatan kerja Demografi Angka kelahiran Angka kelahiran | Demografi Angka kelahiran Angka kematian Angak kematian Migrasi/gerak penduduk Non-demografi Keperluan pangan Pertumbuhan ekonomi |