Minggu, 14 Oktober 2012

Andre Anang Pratama, Jurnalistik 1 A

Resume buku
                                                                          THE PROTESTANT ETHIC AND SPIRIT OF CAPITALISM
 
Asal Mula yang Mendasari 'Semangat Kapitalis'

Max weber dalam dan mengawali bukunya "The Protestant Ethic And Spirit Of Capitalism" dengan mengemukakan suatu fakta yang statistic untuk penjelasan bahwa di dalam Eropa modern pemimpin-pemimpin niaga dan para pemilik modal, buruh terampil tingkat tinggi juga karyawan yang sangat terlatih dalam bidang teknis dan niaga di ketahui adalah orang-orang yang memeluk agama Protestan. Ia menjelaskan hal tersebut bukanlah berasal dari fakta kontemporer, melainkan merupakan fakta sejarah. Dengan menelusuri kembali kaitannya, bisa di tunjukkan bahwa beberapa pusat awal dari perkembangan kapitalis di permulaan abad ke-16 merupakan unsur yang sangat kuat dengan unsur Protestan.
Suatu keterangan yang bisa saja dapat dengan segera diberikan adalah keretakannya tradisionalisme ekonomi yang terjadi di pusat-pusat tersebut, menghasilkan suatu penanggalan tradisi pada umumnya dan khususnya melemahkan lembaga-lembaga keagamaan dalam bentuk lamanya. Akan tetapi interpretasi ini tidak bisa di pertahankan jika di teliti dengan cermat. Keliru jika menganggap reformasi sebagai bentuk dari pelarian pengendalian gereja. Pada kenyataannya, pengawasan dari gereja Katholik atas kehidupan sehari-hari adalah longgar: perpindahan ke Protestanisme melibatkan penerimaan peraturan yang lebih luhur ketimbang Katholik. Protetanisme menganut suatu sikap yang sangat ketat terhadap kehidupan santai dan bersenang-senang (suatu fenomena yang sangat ditekankan olen Calvinisme)>
Kaum Marxisme, menegaskan bahwa sesungguhnya agama Protestan merupakan suatu refleksi ideologis dari perubahan-perubahan ekonomi yang didatangkan dengan perkembangan awal kapitalisme. Dengan menolak hal ini sebagai suatu titik penglihatan yang wajar, karya Weber bermula dari keganjilan penyimpangan yang sangat jelas terlihat dan teridentisifikasi merupakan suatu orisinil dari The Protestant Ethic. Biasanya mereka yang hidupnya selalu terpaut dengan kegiatan-kegiatan ekonomi dan dengan pengejaran keuntungan bersikap acuh tak acuh dengan agama bahkan bermusuhan dengan agama, karena kegiatan-kegiatan mereka yang tertuju pada dunia 'materiil'. Akan tetapi, agama Protestan memiliki disiplin yang keras dari pada penganut agama Katholik dengan memasukkan suatu faktor keagamaan di semua bidang kehidupan para penganutnya. Dari sinilah kita dapat melihat hubungan yang erat antara agama Protestan dengan kapitalisme modern dan di yakini kepercayaan-kepercayaan dalam agama Protestan telah merangsang kegiatan ekonomi para pemeluknya.
Uraian tentang keganjilan ini bukan saja menuntut suatu analisis dari isi kepercayaan-kepercayaan agama Protestan serta penilaian tentang pengaruhnya terhadap aksi-aksi penganutnya, akan tetapi juga perincian dari ciri khas kapitalisme barat modern sebagai suatu bentuk kegiatan ekonomi. Bukan hanya agama Protestan yang berbeda dalam segi-segi penting keagamaan yang telah mendahuluinya, akan tetapi juga kapitalisme modern yang menampakkan ciri-ciri khas dasar perbedaannya dari jenis-jenis kegiatan ekonomi yang mendahuluinya pula. Berbagai bentuk lain dari kapitalisme yang ditemukan oleh Weber, semuanya diperoleh dalam masyarakat-masyarakat yang ditandai secara khas oleh 'tradisionalisme ekonomi'. Sikap-sikap terhadap kerja yang menandai secara khas tradisionalime dijelaskan secara grafis oleh pengalaman para majikan kapitalisme modern yang telah berusaha memperkenalkan metode-metode produksi kontemporer ke dalam komunitas yang belum pernah sama sekali mengenal metode-metode tersebut sebelumnya.
Jika sang majikan tertarik untuk memperoleh daya upaya yang setinggi-tingginya memperkenalkan pengupahan satuan hasil kerja, sehingga para pekerja bisa mendapatkan peningkatan pendapatannya secara potensial jauh di atas penghasilan yang bisa mereka peroleh. Seringkali dari cara pengupahan ini memunculkan kemunduran jumlah kerja dan bukan kebalikannya. Pekerja tradisional tidak berpikir dalam konteks untuk berusaha meningkatkan upah hariannya setinggi mungkin, tetapi dia lebih memikirkan seberapa banyak pekerjaan yang harus dia lakukan agar memperoleh penghasilan yang bisa menutupi kebutuhannya. Orang tidak secara 'alamiah' menghendaki berpenghasilan banyak, akan tetapi dia ingin hidup sebagaimana mestinya dan menghasilkan penghasilan yang sesuai dengan kebutuhan hidupnya. Jadi, tradisionalisme sama sekali bertolak belakang dengan ketamakan untuk memperoleh materi.
Weber juga berpendapat bahwa keserakahan pribadi terdapat di setiap diri masyarakat dan dalam kenyataan keserakahan itu menunjukkan ciri khas dari masyarakat pra-kapitalis ketimbang masyarakat kapitalis. Kapitalisme modern kenyataannya bukan didasarkan pada pengejaran keuntungan yang tidak bermoral, akan tetapi berdasarkan kewajiban bekerja dengan disiplin sebagai sebuah tugas. Weber mengidentisifikasikan segi-segi utama dari 'semangat' kapitalisme modern sebagai berikut:
Semangat kapitalisme modern, ditandai oleh suatu kombinasi unik dari ketaatan memperoleh kekayaan dengan kegiatan ekonomi halal sehingga menghindari kenikmatan pribadi semata. Hal ini berakar dalam suatu kepercayaan atas kewajiban dan kebajikan.
Semangat kapitalisme tidak begitu saja disimpulkan dari pertumbuhan rasionalisme menyeluruh di dalam masyarakat barat. Cara menganalisis masalah demikian cenderung untuk mengasumsikan adanya perkembangan rasionalisme yang progresif dan unilinier dalam kenyataannya menampakkan distribusi yang tidak merata. Negara-negara misalnya dimana rasionalisasi ekonomi telah berlangsung jauh dalam kaitannya dengan ajaran hokum berada dalam keadaan terbelakang, bila dibandingkan dengan beberapa Negara yang ekonominya lebih terbelakang (inggris dalam hal ini merupakan kasus paling jelas). Rasionalisasi adalah suatu fenomena yang rumit dan mengambil sekian banyak bentuk juga berkembang  secara beraneka ragam di dalam bidang-bidang yang berlainan di kehidupan social. The Protestant Ethic hanya menaruh perhatian pada usaha menemukan karya intelektual siapakah bentuk konkrit khusus dari pikiran rasional itu, darimana asal gagasan suatu panggilan dan pencurahan tenaga serta perhatian kerja yang ada didalam panggilan itu.
  Menurut Weber, konsepsi 'panggilan' baru timbul setelah adanya reformasi. 'panggilan' ini tidak ditemui padanannya di dalam agama Katholik atau di zaman purba sekalipun.  Arti penting dari gagasan panggilan dan cara yang diterapkan dalam kepercayaan-kepercayaan Protestan adalah bahwa panggilan berfungsi membuat urusan-urusan biasa dari kehidupan sehari-hari berada dalam pengaruh agama di segala aspek. Panggilan bagi seseorang adalah untuk melaksanakan kewajiban terhadap Tuhan dengan cara perilaku yang bermoral dalam kehidupan.

Pengaruh dalam Agama Ascetis Protestan

Weber membedakan empat aliran utama dari agama protestan ascetic yaitu: Calvinisme, Metodisme, Pietisme dan Sekte Baptis. Bagian penting dalam analisa Weber adalah Calvinisme. Ia menitikberatkan kepada doktrin yang ada dalam ajaran-ajaran kaum Calvin yang terjadi pada akhir abad ke-16 dan abad ke-17. Weber kemudian melanjutkan identisifikasi tiga ajaran utama dalam Calvinisme yaitu:
1.     Doktrin yang mengajarkan bahwa alam semesta ini diciptakan untuk lebih meningkatkan keagungan Tuhan. Tuhan itu tidak ada demi manusia, tetapi manusia itu ada demi Tuhan.
2.    Prinsip bahwa maksud-maksud yang Maha Kuasa berada di luar jangkauan pengertian manusia. Manusia hanya mengetahui butiran kecil dari kebenaran Tuhan.
3.    Percaya kepada nasib yang telah ditakdirkan Tuhan.
 
Weber beragumentasi bahwa akibat dari doktrin ini terutama point ketiga maka muncul dua tanggapan. Pertama, tanggapan bahwa individu untuk menganggap dirinya sebagai orang terpilih. Kedua, tanggapan bahwa kegiatan duniawi yang sangat mendalam merupakan sarana yang cocok memilih kepercayaan kepada diri sendiri.
Weber menjelaskan hal ini mengacu pada tulisan Richart Baxter. Baxter memperingatkan tentang godaan kekayaan, akan tetapi menurut Weber peringatan ini semata-mata ditujukan kepada pengguna kekayaan untuk menopang hidup yang bermalas-malasan dan santai. Malas-malasan dan membuang-buang waktu adalah dosa yang paling utama. Doktrin ini belum dapat disamakan dengan apa yang dikatakan Franklin "waktu adalah uang", akan tetapi dalil tersebut berlaku karena setiap jam disia-siakan berarti hilangnya waktu untuk kerja demi kemuliaan Tuhan. Calvinisme menuntut dari para pemeluknya untuk hidup berdisiplin yang masuk akal dan berkesinambungan, dengan demikian menghapuskan kemungkinan menyesal dan bertaubat untuk dosa-dosa yang dibuat oleh pengakuan dalam agama Katholik. Agama Katholik secara efektif memperbolehkan hidup sembrono karena si pemeluk bisa mengandalakan diri kepada pengetahuan bahwa penengahan lewat pendeta bisa memberikan pembebasan dari akibat-akibat kehilangan moral.
Bagi penganut Calvinisme, kerja di dunia materiil berkaitan dengan penilaian etika positif tertinggi. Memiliki kekayaan tidak memberikan pengecualian apapun kepada seseorang dari perintah Tuhan untuk bekerja tekun dan taat dalam panggilannya. Ini menentukan bagi analisis Weber, bahwa ciri-ciri khas in tidak 'logis' akan tetapi itu merupakan akibat psikologis dari doktrin mengenai takdir seperti yang dirumuskan oleh Calvin. Dengan demikian asal mula semangat kapitalis harus di cari dalam etika agama yang paling cermat dikembangkan dalam aliran Calvin.
The Protestant Ethic dimaksudkan oleh Weber sebagai karya yang bersifat pragmatik. Ada beberapa hal pokok dalam karya Weber "The Protestant Ethic and Spirit of Capitalism", bahwa karya ini berisi dukungan semangat kapitalisme adalah suatu yang tidak direncanakan dari etika Calvin dan secara umum dari konsepsi panggilan duniawi yang menyebabkan agama Protestan memutuskan hubungan tentang kebiaraan dari agama Katholik. Weber juga dalam karya ini memperlihatkan bahwa rasionalisasi kehidupan ekonomi yang menjadi ciri khas dari kapitalisme modern berkaitan dengan komitmen-komitmen nilai yang tidak rasional.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini