Minggu, 07 September 2014

TUGAS 1_SOSIOLOGI PERKOTAAN

M Fahmi Nurdin
PMI 3
1113054000023


Sosiologi Perkotaan Menurut Teori Emile Durkheim, Max Webber, dan Karl Max

A.    Teori Emile Durkheim

Teori Solidaritas (The Division of Labour in Society)    

Dalam teori ini menerangkan bahwa masyarakat modern tidak diikat oleh kesamaan orang-orang yang melakukan pekerjaaan yang sama, akan tetapi pembagian kerjalah yang mengikat mereka untuk saling tergantung satu sama lain. solidaritas menunjukan pada suatu hubungan antara individu atau kelompok yang didasarkan pada perasaan moral dan kepercayaan yang dianut bersama yang diperkuat oleh pengalaman emosional bersama. Jadi menurut saya, teori solidaritas yang di kemukakan oleh emile Durkheim, masyarakat kota menjalin silaturahmi pada umumnya karena kesamaan pekerjaan, lingkungan tempat tinggal, kepercayaan. Sedangkan di pedesaan masyarakat menjalin silaturahmi pada umumnya karena keturunan dan kultur budaya yang ada. Ada beberapa uraian mengenai teori solidaritas menurut Emile Durkheim, diantaranya :

 

a.      Solidaritas Mekanik


Solidaritas mekanis dibentuk oleh hukum represif yang kuat dimana anggota masyarakat jenis ini memiliki kesamaan satu sama lain dan bersift primitive atau pedesaan, dan karena mereka cenderung sangat percaya pada moralitas bersama. Konsensus terhadap nilai-nilai normative itu penting sehingga pelanggar akan dihukum atas pelanggaranya terhadap system moral kolektif.

Dalam hal ini masyarakat yang menganut teori tersebut masih melibatkan komunitas untuk menghukum bagi mereka yang menyimpang atau melanggar nilai-nilai yang dianut. Meskipun pelanggaran terhadap system moral hanya pelanggaran kecil namun mungkin saja akan dihukum dengan hukuman yang berat. Hukuman itu diberikan untuk tetap mempertahankan keutuhan kesadaran masyarakat.

 

b.      Solidaritas Organik


Dalam teori ini masyarakatnya cenderung bersifat industrial perkotaan atau masyrakat modern, demikian pendapatnya, pembagian kerja yang sangat kompleks menghasilkan solidaritas 'organik'. Spesialisasi yang berbeda-beda dalam bidang pekerjaan dan peranan sosial menciptakan ketergantungan yang mengikat orang kepada sesamanya,karena mereka tidak lagi dapat memenuhi seluruh kebutuhan mereka sendiri atau cenderung individualitas. Masyarakat yang menganut teori solidaritas organic dibentuk oleh hukum restitutif,ia bertujuan bukan untuk menghukum melainkan untuk memulihkan aktivitas normal dari suatu masyarakat yang kompleks.Badan-badan control yang akan menghukum bagi orang-orang yang menyimpang. Dalam hal ini, kurangnya moral kebanyakan orang tidak melakukan reaksi secara emosional terhadap pelanggaran hukum.
Durkheim berpendapat masyarakat modern bentuk solidaritas moralnya mengalami perubahan bukannya hilang.

Dalam masyarakat modern, masalah begitu kompleks. Ada banyak peran dan cara untuk hidup sehingga membuat munculnya individualistik. Menurut Durkheim, ini merupakan dampak dari modernisasi. Bukan hanya kecenderungan individualis saja. Namun dengan perubahan yang cepat dalam pembagian kerja membuat masyarakat bingung untuk menyesuaikan dirinya. Bahkan hal ini mengakibatkan norma-norma yang mengatur mereka banyak yang dilanggar. Masyarakat cenderung anti sosial atau sering disebut oleh Durkheim anomi. Anomi ini menyebabkan banyaknya terjadi penyimpangan. Pada saat itu yang sering terjadi adalah kasus bunuh diri. Di mana potensi individu untuk bunuh diri semakin besar karena kesolidaritasan atau kebersamaan itu sudah mulai runtuh. Banyak yang lebih memilih untuk anti sosial, egois, serakah dan lain sebagainya hanya untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa dari teori ini teori solidaritas organic lah yang sangat mempengaruhi tingginya angka bunuh diri dalam integrasi sosial.Masalah yang begitu kompleks dan pembagian kerja yang yang begitu cepat berubah sehingga seringkali membingungkan seseorang untuk melakukan penyesuaian diri.Karena masalah yang begitu kompleks dan tak kunjung ada jalan keluarnya dan tak memiliki tempat untuk berbagi keluh kesah maka seseorang biasanya memutuskan untuk bunuh diri dari akhir segala.

B.     Teori Karl Max

Segi-segi pemikiran filosofis Marx berpusat pada usaha untuk membuka kedok sistem nilai masyarakat, pola kepercayaan dan bentuk kesadaran sebagai ideologi yang mencerminkan dan memperkuat kepentingan kelas yang berkuasa. Meskipun dalam pandangannya, orientasi budaya tidak seluruhnya ditentukan oleh struktur kelas ekonomi, orientasi tersebut sangat dipengaruhi dan dipaksa oleh struktur tersebut. Tekanan Marx pada pentingnya kondisi materiil seperti terlihat dalam struktur masyarakat, membatasi pengaruh budaya terhadap kesadaran individu para pelakunya. Terdapat beberapa segi kenyataan sosial yang Marx tekankan, yang tidak dapat diabaikan oleh teori apa pun yaitu antara lain adalah, pengakuan terhadap adanya struktur kelas dalam masyarakat, kepentingan ekonomi yang saling bertentangan diantara orang-orang dalam kelas berbeda, pengaruh yang besar dari posisi kelas ekonomi terhadap gaya hidup seseorang serta bentuk kesadaran dan berbagai pengaruh dari konflik kelas dalam menimbulkan perubahan struktur sosial, merupakan sesuatu hal yang sangat penting.

 

C.    Max weber

Berpendapat kota adalah suatu tempat apabila penghuninya dapat memenuhi sebagian besar kebutuhan ekonominya di pasar lokal. Barang-barang itu harus dihasilkan dari penduduk dari pedalaman dan diperjualbelikan di pasar itu. Jadi ciri kota menurut Max Weber yang paling utama adalah adanya pasar sebagai benteng, yang mempunyai sistem hukum dan lain-lain yang bersifat kosmopolitan. Jadi diambil kesimpulan dari teori Max weber bahwa penduduk perkotaan pada umumnya dapat memenuh kebutuhannya di kota tersebut, karena di kota serba ada.

TUGAS1_SOSIOLOGI PERKOTAAN

 

Nama               : Vikron Fahreza                     

Jurusan                        : PMI Smester 3

NIM                 : 1113054000025

 

                       

1.      Teori  Marx

Secara garis besar, Marx menawarkan sebuah teori tentang masyarakat kapitalis berdasarkan citranya mengenai sifat mendasar manusia. Marx meyakini bahwa manusia pada dasarnya produktif. Artinya, untuk bertahan hidup manusia perlu bekerja dengan mengekploitasi alam. Dengan bekerja seperti itu, mereka menghasilkan makanan, pakaian, peralatan, perumahan, dan kebutuhan lain yang memungkinkan mereka hidup. Produktivitas mereka bersifat alamiah, yang memungkinkan mereka mewujudkan dorongan kreatif mendasar dan yang mereka miliki. Dorongan ini diwujudkan bersama-sama dengan orang lain. Dengan kata lain, manusia pada hakikatnya adalah mahluk sosial, mereka perlu bekerja sama untuk menghasilkan segala sesuatu yang mereka perlukan untuk hidup (Ritzer & Goodman, 2003: 31-34).

Kapitalisme, menurut Marx, pada dasarnya adalah sebuah struktur (atau lebih tepatnya serangkaian struktur) yang membuat batas pemisah antara seorang individu dan proses produksi, produk yang diproses dan orang lain, dan akhirnya juga memisahkan diri individu itu sendiri (Worsley, 2002). Dalam karyanya tentang stratifikasi, sebagaimana perhatian Weber, Marx memusatkan perhatian pada kelas sosial, sebagai salah satu dimensi stratifikasi ekonomi. Meski Weber mengakui pentingnya faktor ini, Marx menegaskan pula bahwa dimensi stratifikasi lain juga penting. Ia menyatakan bahwa gagasan tentang stratifikasi sosial harus diperluas sehingga mencakup stratifikasi berdasarkan status dan kekuasaan, sebagaimana yang dinyatakan pula oleh Durkheim dan Weber.



2.      Teori Durkheim:

Asumsi dasar Marx mengenai saling ketergantungan antara pelbagai institusi dalam masyarakat juga ditekankan dalam fungsionalisme Durkheim, Misalnya, pandangan keduanya mengenai pentingnya hasil tindakan yang tidak dimaksudkan, yang sebenarnya bertentangan dengan hasil yang diharapkan. Sebagai contoh tentang ini, dapat dilihat pula dalam pengaruh-pengaruh yang tidak diharapkan dari investasi kapitalis dalam permesinan yang dimaksudkan untuk meningkatkan keuntungan, akan tetapi secara tidak disengaja mempercepat krisis ekonomi (Johnson, 1986: 163).
(Durkheim, 1966).

Durkheim menegaskan posisi bahwa fakta sosial bersifat eksternal terhadap individu dan memaksa individu, seperti yang dicontohkannya dalam kode-kode hukum. Menurutnya, pergeseran kontrol eksternal dapat dimengerti dalam hubungannya dengan pengalaman kita secara individual. Banyak dari kita cukup lama menerima pelbagai harapan normatif sebagai sesuatu yang benar dan pantas serta menyesuaikan diri dengannya, karena di dalamnya juga terdapat pola-pola kepribadian dasar yang sudah kita kembangkan (bukan sebagai respons terhadap paksaan dari luar).

3.  Teori  Weber

Mengenai hubungan Weber dan Marx adalah bahwa ia dipandang lebih banyak bekerja menurut tradisi Marxian ketimbang menentangnya. Karyanya tentang agama (Weber, 1951; 1958 1958), apabila diinterpretasikan menurut sudut pandang ini adalah semata-mata merupakan upaya untuk menunjukkan bahwa faktor material dalam kapitalisme. Artinya, hal ini bukanlah satu-satunya faktor yang dapat mempengaruhi gagasan, akan tetapi gagasan itu sendiri yang mempengaruhi struktur material. Interpretasi karya Weber pada sisi ini jelas menempatkannya sangat dekat dengan teori Marxian. Contoh yang lebih baik dari pandangan bahwa Weber terlihat dalam proses membalikan teori Marxian adalah dalam bidang teori stratifikasi (Ritzer & Goodman, 2003: 36).

Weber juga mengakui pentingnya stratifikasi ekonomi sebagai dasar yang fundamental untuk kelas. Baginya, kelas sosial terdiri dari semua mereka yang memiliki kesempatan hidup yang sama dalam bidang ekonomi. Menurutnya, kita dapat bicara tentang suatu kelas apabila: (1) sejumlah orang sama-sama memiliki sumber hidup mereka sejauh; (2) komponen ini secara eksklusif tercermin dalam kepentingan ekonomi berupa kepemilikan benda-benda dan kesempatan memperoleh pendapatan yang terlihat dalam; (3) kondisi-kondisi komoditi atau pasar tenaga kerja (Johnson, 1986: 222).

analisis:

Menurut ketiga tokoh sosiologi di atas mereka sebenernya berpendapat sama tentang masalah sosiologi, meskipun mereka mempunyai sedikit perbedaan dalam memandang permasalahan tersebut tetapi pada intinya mereka itu sama dalam memandang permasalahan tersebut.

 

TUGAS1_SOSIO PERKOTAAN

FAUZIA NURUL KHOTIMAH

1113054000007

PMI 3

SOSIOLOGI PERKOTAAN

Sosiologi Perkotaan menurut para ahli :

1. Max Weber berpendapar bahwa "suatu tempat adalah kota apabila
penghuni setempatnya dapat memenuhi sebagian besar kebutuhan
ekonominya di pasar lokal. Barang-barang itu harus dihasilkan oleh
penduduk dari pedalaman dan dijual belikan di pasar itu. Jadi menurut
Max Weber, ciri kota adalah adanya pasar, dan sebagai benteng, serta
mempunyai sistem hukum dan lain-lain tersendiri, dan bersifat
kosmopolitan.

2. Emile Durkheim masyarakat dapat mempertahankan integritas dan
koherensinya di masa modern, ketika hal-hal seperti latar belakang
keagamaan dan etnik bersama tidak ada lagi. Untuk mempelajari
kehidupan sosial di kalangan masyarakat modern, Durkheim berusaha
menciptakan salah satu pendekatan ilmiah pertama terhadap fenomena
sosial.

3. Karl Marx dan F.Engels memandang kota sebagai "persekutuan yang
dibentuk guna melindungi hak milik dan guna memperbanyak alat-alat
produksi dan alat –alat yang diperlukan agar anggota masing-masing
dapat mempertahankan diri". Perbedaan antara kota dan pedesaan menurut
mereka adalah pemisahan yang besar antara kegiatan rohani dan materi.

Ruang lingkup dalam sosiologi perkotaan adalah mengenai kehidupan
serta aktivitas masyarakat kota.



A. Pengertian masyarakat perkotaan

Masyarakat perkotaan yang mana kita ketahui itu selalu identik dengan
sifat yang individual, matrealistis, penuh kemewahan,di kelilingi
gedung-gedung yang menjulang tinggi, perkantoran yang mewah, dan
pabrik-pabrik yang besar.

Asumsi kita tentang kota adalah tempat kesuksesan seseorang.

Masyarakat perkotaan lebih dipahami sebagai kehidupan komunitas yang
memiliki sifat kehidupan dan ciri-ciri kehidupannya berbeda dengan
masyarakat pedesaan.

Akan tetapi kenyataannya di perkotaan juga masih banyak terdapat
beberapa kelompok pekerja-pekerja di sektor informal, misalnya tukang
becak, tukang sapu jalanan, pemulung sampai pengemis. Dan bila kita
telusuri masih banyak juga terdapat perkampungan-perkampungan kumuh
tidak layak huni.



B. Kehidupan Masyarakat perkotaan

Secara sosiologis penekanannya pada kesatuan masyarakat industri,
bisnis, dan wirausaha lainnya dalam struktur yang lebih kompleks.

Secara fisik kota dinampakkan dengan adanya gedung-gedung yang
menjulang tinggi, hiruk pikuknya kendaraan , pabrik, kemacetan,
kesibukan warga masyarakatnya, persaingan yang tinggi, polusinya, dan
sebagainya. Masyarakat di perkotaan secara sosial kehidupannya
cendrung heterogen,individual,persaingan yang tinggi yang sering kali
menimbulkan pertentangan atau konflik. Munculnya sebuah asumsi yang
menyatakan bahwa masyarakat kota itu pintar, tidak mudah
tertipu,cekatan dalam berpikir,dan bertindak, dan mudah menerima
perubahan , itu tidak selamanya benar, karena secara implisit dibalik
semua itu masih ada masyarakatnya yang hidup di bawah standar
kehidupan sosial. Dan tidak selamanya pula masyarakat kota dikatakan
sebagai masyarakat yang modern. Karena yang di maksud sebagai
masyarakat yang modern dalam bahasan ini adalah kelompok masyarakat
yang berada di daerah keramaian dan lebih mudah mengalami perubahan
atau pengaruh dari kehidupan masyarakt perkotaan. Sedangkan dewasa ini
masih ada masyarakatnya yang tertinggal , termasuk masalah informasi
dan tekhnologi.



KESIMPULAN

Berdasarkan analisis makalah diatas bisa kami tarik kesimpulan bahwa
pengertian kota itu sangat variatif atau berbeda-beda tergantung
melihatnya dari segi apanya, seperti yang sudah dipaparkan oleh para
ahlinya di atas. Yang mana dalam kajian sosiologi perkotaan ini
khususnya pembahasan ruang lingkupnya yaitu yang tidak jauh dari
konteks masyarakat karena sosiologi selalu terkait dengan masyarakat.
Maka ruang lingkup dari sosiologi perkotaan adalah mengenai kehidupan
dan aktivitas masyarakat perkotaan itu sendiri.

Dan secara garis besar bahwa masyarakat perkotaan itu sifatnya
cendrung individualis dan matrealistis juga serba kemewahan itu adalah
masih asumsi masyarakat kebanyakan namun realitanya dalam masyarakat
perkotaan masih saja terdapat mayatrakat yang standar hidupnya di
bawah standar sosial pada umumnya masyarakat kota kebanyakan. Mereka
yang seperti itu karena tidak mempunyai kemampuan atau capablelitas
dalam dunia usaha karena di kota aspekitulah yang sangan di hargai.

Dan kehidupan masyarakat kota bisa diuraikan dari segi lingkungan umum
dan orientasinya, pekerjaan dan mata pencaharian, ukuran komunitas,
kepadatan penduduk, homogenitas dan heterogenitas, deferensiasi
sosial, pelapisan sosial, mobilitas sosial, interaksi
sosial,pengawasan sosial,pola kepemimpinan,standar
kehidupn,kesetiakawanan, nilai dan sistem nilai.

Milva susanti_Tugas 1_Teori Durkheim,Marx,Weber

1.            Teori Emile Durkheim Tentang Sosiologi Perkotaan
Menurut Durkheim, transisi sosial akan mempengaruhi kohesi sosial atau yang oleh Durkheim sendiri disebutnya sebagai solidaritas sosial. Dalam pemikiran Durkheim, masyarakat sederhana  membangun kohesivitas mereka atas dasar kesamaan-kesamaan diantara anggota-anggotanya. Setiap orang di wilayah tersebut bersaudara atau setidaknya mengenal dengan baik satu dengan yang lain. Hampir semua orang mempraktekkan nilai-nilai religius dan pandangan yang sama. Dalam masyarakat seperti itu pula, latar belakang etnik, nilai-nilai sosial-kultural, dan distribusi pekerjaan sangat tidak bervariasi. Durkheim menyebutkan bahwa masyarakat yang memiliki kohesivitas sosial semacam itu sebagai masyarakat yang memiliki solidaritas sosial mekanis. Menurut Durkheim, dalam masyarakat yang lebih kompleks, modern, perkotaan, orang-orang yang ada di dalamnya berbeda satu dengan yang lainnya. Mereka meyakini agama, berafiliasi politik, etnik, dan latar belakang keluarga yang beragam. Menurut Durkheim, Solidaritas sosial di perkotaan modern, tidak didasarkan atas kesamaan-kesamaan melainkan oleh ketergantungan pada posisi sosial dan okupasional masing-masing. Kohesivitas sosial semacam ini, oleh Durkheim, disebut sebagai solidaritas sosial organis, seperti halnya hubungan antar bagian dalam sebuah organisme.
Pemikiran Durkheim memperlihatkan perkembangan dan perubahan kelembagaan dan kultur sosial masyarakat dalam scope makrososial. Berbeda dengan Georg Simmel (1858 – 1918), melihat dalam scope yang lebih mikrososial. Simmel tidak berupaya memperbandingkan antara masyarakat perdesaan dengan perkotaan. Ia lebih memfokuskan perhatiannya kepada perkembangan yang terjadi dalam kehidupan manusia yang hidsup di perkotaan. Menurut pengamatan Simmel, orang yang hidup di perkotaan seringkali harus berhubungan dengan orang-orang lain yang tidak dikenalnya (stranger). Dalam interaksi semacam itu, setiap orang yang hidup di kota harus menarik diri secara mental sebagai strategi untuk mempertahankan jati dirinya (self-preservation). Oleh sebab itu, menurut Simmel, privasi orang-orang yang hidup di perkotaan lebih terjaga. Dalam pandangan Simmel, interaksi sosial di perkotaan cenderung lebih dingin, kalkulatif, serta didasarkan kepada rasionalitas dan obyektivikasi terhadap orang lain (setiap orang menjadikan orang lain sebagai obyek/instrumen untuk meraih kepentingan masing-masing).
 
 
2.            Teori Weber Tentang Sosiologi Perkotaan
 
Sosiologi perkotaan mempelajari masyarakat perkotaan dan segala pola interaksi yang dilakukannya sesuai dengan lingkungan tempat tinggalnya. Materi yang dipelajari antara lain mata pencaharian hidup, pola hubungan dengan orang-orang yang ada di sekitarnya, dan pola pikir dalam menyikapi suatu permasalahan.
Max Weber berpendapar bahwa "suatu tempat adalah kota apabila penghuni setempatnya dapat memenuhi sebagian besar kebutuhan ekonominya di pasar lokal. Barang-barang itu harus dihasilkan oleh penduduk dari pedalaman dan dijualbelikan di pasar itu". Jadi menurut Max Weber, ciri kota adalah adanya pasar, dan sebagai benteng, serta mempunyai sistem hukum dan lain-lain tersendiri, dan bersifat kosmopolitan.
Masyarakat perkotaan yang mana kita ketahui itu selalu identik dengan sifat yang individual, matrealistis, penuh kemewahan,di kelilingi gedung-gedung yang menjulang tinggi, perkantoran yang mewah, dan pabrik-pabrik yang besar.
"Asumsi kita tentang kota adalah tempat kesuksesan seseorang"
Masyarakat  perkotaan lebih dipahami sebagai kehidupan komunitas yang memiliki sifat kehidupan dan ciri-ciri kehidupannya berbeda dengan masyarakat pedesaan.
Akan tetapi kenyataannya di perkotaan juga masih banyak terdapat beberapa kelompok pekerja-pekerja di sektor informal, misalnya tukang becak, tukang sapu jalanan, pemulung sampai pengemis. Dan bila kita telusuri masih banyak juga terdapat perkampungan-perkampungan kumuh tidak layak huni.
 
3.            Teori Karl Marx Tentang Sosiologi Perkotaan
 
               Karl Marx memandang kota sebagai "persekutuan yang dibentuk guna melindungi hak milik dan guna memperbanyak alat-alat produksi dan alat –alat yang diperlukan agar anggota masing-masing dapat mempertahankan diri". Perbedaan antara kota dan pedesaan menurut mereka adalah pemisahan yang besar antara kegiatan rohani dan materi.
               Teori Marx merupakan suatu teori yang terutama berhubungan dengan tingkat struktur sosial tentang kenyataan sosial. Teori ini menekankan pada saling ketergantungan yang tinggi antara struktur sosial dan kondisi materil, dimana individu harus menyesuaikan dirinya supaya tetap hidup dan memenuhi semua kebutuhannya. Penekanan Marx pada penyesuaikan diri dengan lingkungan materil serta sumber-sumber yang dibutuhkan untuk pemenuhan kebutuhan dan keinginan manusia, merupakan satu catatan yang penting mengenai realisme praktis dalam analisa teoritisnya. Menurut Marx, hubungan antara individu dan lingkungan( dalam hal ini lingkugan kota)  materilnya dijembatani melalui struktur ekonomi masyarakat. Struktur internal ekonomi itu terdiri dari kelas-kelas sosial yang muncul dari perbedaan dalam kesempatan untuk memiliki alat produksi serta ketidaksesuaian yang dihasilkannya dalam kepentingan ekonomi (Giddens, 1986).
 
Nama: Milva S Dwi Putri
Nim: 1113054000015
PMI 3
 

TUGAS KE-1

AHMAD ALI NIDAULHAQ

PMI3

TUGAS KE-1

Sosiologi perkotaan mempelajari masyarakat perkotaan dan segala pola interaksi yang dilakukannya sesuai dengan lingkungan tempat tinggalnya. Materi yang dipelajari antara lain mata pencaharian hidup, pola hubungan dengan orang-orang yang ada di sekitarnya, dan pola pikir dalam menyikapi suatu permasalahan.

1.       Max Weber berpendapar bahwa "suatu tempat adalah kota apabila penghuni setempatnya dapat memenuhi sebagian besar kebutuhan ekonominya di pasar lokal. Barang-barang itu harus dihasilkan oleh penduduk dari pedalaman dan dijualbelikan di pasar itu. Jadi menurut Max Weber, ciri kota adalah adanya pasar, dan sebagai benteng, serta mempunyai sistem hukum dan lain-lain tersendiri, dan bersifat kosmopolitan.

2.        Karl Marx dan F.Engels memandang kota sebagai "persekutuan yang dibentuk guna melindungi hak milik dan guna memperbanyak alat-alat produksi dan alat –alat yang diperlukan agar anggota masing-masing dapat mempertahankan diri". Perbedaan antara kota dan pedesaan menurut mereka adalah pemisahan yang besar antara kegiatan rohani dan materi.

3.      Perhatian Durkheim yang utama adalah bagaimana masyarakat dapat mempertahankan integritas dan koherensinya di masa modern, ketika hal-hal seperti latar belakang keagamaan dan etnik bersama tidak ada lagi. Untuk mempelajari kehidupan sosial di kalangan masyarakat modern, Durkheim berusaha menciptakan salah satu pendekatan ilmiah pertama terhadap fenomena sosial. Bersama Herbert Spencer, Durkheim adalah orang pertama yang menjelaskan keberadaan dan sifat berbagai bagian dari masyarakat dengan mengacu kepada fungsi yang mereka lakukan dalam mempertahankan kesehatan dan keseimbangan masyarakat – suatu posisi yang kelak dikenal sebagai fungsionalisme. Durkheim juga menekankan bahwa masyarakat lebih daripada sekadar jumlah dari seluruh bagiannya. Ia memusatkan perhatian bukan kepada apa yang memotivasi tindakan-tindakan dari setiap pribadi, melainkan lebih kepada penelitian terhadap fakta-fakta sosial, istilah yang diciptakannya untuk menggambarkan fenomena yang ada dengan sendirinya dan yang tidak terikat kepada tindakan individu. Ia berpendapat bahwa fakta sosial mempunyai keberadaan yang independen yang lebih besar dan lebih objektif daripada tindakan-tindakan individu yang membentuk masyarakat dan hanya dapat dijelaskan melalui fakta-fakta sosial lainnya daripada, misalnya, melalui adaptasi masyarakat terhadap iklim atau situasi ekologis tertentu.

 

 

 

 

 

 

RUANG LINGKUP SOSIOLOGI PERKOTAAN

Ruang lingkup dalam sosiologi perkotaan adalah mengenai kehidupan serta aktivitas masyarakat kota.

A.  Pengertian masyarakat perkotaan 

Masyarakat perkotaan yang mana kita ketahui itu selalu identik dengan sifat yang individual, matrealistis, penuh kemewahan,di kelilingi gedung-gedung yang menjulang tinggi, perkantoran yang mewah, dan pabrik-pabrik yang besar.

Asumsi kita tentang kota adalah tempat kesuksesan seseorang.

Masyarakat  perkotaan lebih dipahami sebagai kehidupan komunitas yang memiliki sifat kehidupan dan ciri-ciri kehidupannya berbeda dengan masyarakat pedesaan.

Akan tetapi kenyataannya di perkotaan juga masih banyak terdapat beberapa kelompok pekerja-pekerja di sektor informal, misalnya tukang becak, tukang sapu jalanan, pemulung sampai pengemis. Dan bila kita telusuri masih banyak juga terdapat perkampungan-perkampungan kumuh tidak layak huni.

B.  Kehidupan Masyarakat perkotaan

Secara sosiologis penekanannya pada kesatuan masyarakat industri, bisnis, dan  wirausaha lainnya dalam struktur yang lebih kompleks.

Secara fisik  kota dinampakkan dengan adanya gedung-gedung yang menjulang tinggi, hiruk pikuknya kendaraan , pabrik, kemacetan, kesibukan warga masyarakatnya, persaingan yang tinggi, polusinya, dan sebagainya. Masyarakat di perkotaan secara sosial kehidupannya cendrung heterogen,individual,persaingan yang tinggi yang sering kali menimbulkan pertentangan atau konflik.  Munculnya sebuah asumsi yang menyatakan bahwa masyarakat kota itu pintar, tidak mudah tertipu,cekatan dalam berpikir,dan bertindak, dan mudah menerima perubahan , itu tidak selamanya benar, karena secara implisit dibalik semua itu masih ada masyarakatnya yang hidup di bawah standar kehidupan sosial. Dan tidak selamanya pula masyarakat kota dikatakan sebagai masyarakat yang modern. Karena yang di maksud sebagai masyarakat yang modern dalam bahasan ini adalah kelompok masyarakat yang berada di daerah keramaian dan lebih mudah mengalami perubahan atau pengaruh dari kehidupan masyarakt perkotaan. Sedangkan dewasa ini masih ada masyarakatnya yang tertinggal , termasuk masalah informasi dan tekhnologi.

Untuk memahami secara rinci mengenai kehidupan masyarakat perkotaan adalah sebagai berikut :

  1. lingkungan umum dan orientasi terhadap alam,

Bagi masyarakat kota cendrung mengabaikan kepercayaan yang berkaitan dengan kekuatan alam serta pola hidupnya lebih mendasarkan pada rasionalnya.

Dan bila dilihat dari mata pencahariannya masyarakat kota tidak bergantung  pada kekuatan alam, melainkan bergantung pada tingkat kemampuannya (capablelitas) untuk bersaing dalam dunia usaha. Gejala alam itu bisa dipahami secara ilmiah dan secara rasional dapat dikendalikan.

  1. Pekerjaan atau mata pencaharian,

Kebanyakan masyarakatnya bergantung pada pola industri (kapitalis)

Bentuk mata pencaharian yang primer seperti sebagai pengusaha, pedagang, dan buruh industri. Namun ada sekelompok masyarakat yang bekerja pada sektor informal misalnya pemulung, pengemis dan pengamen. Selain yang disebutkan di atas termasuk bentuk mata pencaharian sekunder.

  1. Ukuran komunitas,

Umumnya masyarakat perkotaan lebih heterogen dibandingkan masyarakat pedesaan. Karena mayoritas masyarakatnya berasal dari sosiokultural yang berbeda-beda , dan masing-masing dari mereka mempunyai tujuan yang bermacam-macam pula.dantaranya ada yang mencari pekerjaan atau ada yang menempuh pendidikan. Jumlah penduduknya masih relatif besar.

  1. Kepadatan penduduk,

tingkat kepadatan di kota lebih tinggi bila dibandingkan di desa, hal ini disebabkan oleh kebanyakan penduduk di daerah perkotaan awalnya dari berbagai daerah.

 

Suryo Widodo_Tugas ke-1_Sosiologi perkotaan menurut para ahli

Sosilogi Perkotaan menurut para ahli


-Max Weber berpendapat bahwa "suatu tempat adalah kota apabila penghuni setempatnya dapat memenuhi sebagian besar kebutuhan ekonominya di pasar lokal. Barang-barang itu harus dihasilkan oleh penduduk dari desa dan dijualbelikan di kota. Jadi menurut Max Weber, ciri kota adalah adanya pasar, dan sebagai benteng, serta mempunyai sistem hukum dan lain-lain tersendiri, dan bersifat kosmopolitan.


-Karl Marx dan F.Engels memandang kota sebagai "persekutuan yang dibentuk guna melindungi hak milik dan guna memperbanyak alat-alat produksi dan alat –alat yang diperlukan agar anggota masing-masing dapat mempertahankan diri".


-Emile durkheim memandang kota adalah suatu tempat yang penghuni setempatnya memiliki organic sosial yaitu tantanan sosial yang di dasarkan oleh perbedaan sosial yang menjadikan sosial tersebut menjadi bebas dan di akui secara menyeluruh yang menggerogoti integritas sosial tradisionalnya sehingga dapat menimbulkan konflik dan perselisihan tetapi membentuk suatu hubungan baru yang menciptakan ketergantungn kepada masyarakat yang lebih maju tetapi secara umum kota adalah masyarakat yang lebih maju di bidang industry dan pembagian tenaga kerja dan saling ketergantungan satu dengan yang lainnya.


- Prof. R. Bintarto (N. Daldjoeni, 1997 : 23) : kota dapat diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen dan coraknya yang materialistis. Atau dapat pula diartikan sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami dengan gejala-gejala pemusatan penduduk yang cukup besar dengan corak kehidupan yang bersifat heterogen dan materialistis dibandingkan dengan daerah belakangnya.


- Sjoberg (P.J.M. Nas, 1979: 29): titik awal dari gejala kota adalah timbulnya berbagai kelompok khusus, seperti golongan literasi (golongan intelegensia kuno seperti sastrawan, pujangga dan ahli-ahli keagamaan).


- Wirth (P.J.M. Nas, 1979: 29): Kota adalah suatu pemukiman yang cukup besar, padat dan permanen, dihuni oleh orang-orang yang heterogen kedudukan sosialnya.


- Dwight Sanderson (1942: 664): Kota adalah tempat yang berpenduduk 10.000 orang atau lebih.


- P.J.M. Nas, (1979: 32-34): Kota dapat dilihat dari beberapa segi :

Morfologi : Adanya cara membangun dan bentuk fisik yang berjejal-jejal. Kriterium Jumlah Penduduk: Sesuai dengan kondisi Negara yang bersangkutan. Misalnya Jepang, 30.000 orang atau lebih.


Belanda, 20. 000 orang atau lebih. India, Sailan, Belgia, dan Yunani, 5.000 orang atau lebih.


Mexico, Amerika Serikat, Venezuela, 2.500 orang atau lebih. Jerman Barat, Perancis Portugal dan Ceko Slovakia, 2.000 orang atau lebih. Panama, Columbia, Irlandia batasnya adalah 1.500 orang Selandia adalah 1.000 orang, sedangkan Islandia Kecil 300 orang atau lebih.


Hukum : Di sini orang sering menunjuk pada kota-kota yang dalam abad ke-19 biasanya mengenal sistem hukum tersendiri. Pengertian kota disini dikaitkan dengan adanya hak-hak hukum tersendiri bagi penghuni kota. Tetapi kriterium ini pada masa sekarang tidak lagi berarti karena pemberian posisi hukum tersendiri bagi kota telah ditinggalkan.


Ekonomi : Suatu ciri kota ialah cara hidup yang bukan agraris. Fungsi-fungsi kota yang khas adalah kegiatan-kegiatan budaya, industri, perdagangan, dan niaga serta kegiatan pemerintah.


Sosial : Bersifat kosmopolitan, hubungan-hubungan sosial yang impersonal, hubungan sepintas lalu, berkotak-kotak, dan sebagainya.

Cari Blog Ini