Jumat, 03 Oktober 2014

TUGAS3_NIRMA SUGIARTI_1112051000136_KPI 4D

A.    Definisi Filsafat
1.      Secara etimologi
Filsafat berasal dari bahasa Yunani philosphia, terdiri atas kata philein yang berarti cinta dan sophia yang berarti kebijaksanaan (wisdom), sehingga secara etimologi istilah filsafat berarti cinta kebijaksanaan (love of wisdom). Kata filsafat pertama kali digunakan oleh Phitagoras (582-496 SM).
2.      Secara Terminologi
a.       Plato
Plato berpendapat bahwa filsafat adalah ilmu pengetahuan yang mencoba untuk mencapai pengetahuan tentang kebenaran yang asli.
b.      Aristoteles
Menurut Aristoteles, filsafat adalah ilmu (pengetahuan) yang meliputi kebenaran yang ada di dalamnya terkandung ilmu-ilmu metafisika , logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika (filsafat keindahan).
c.       Al Farabi
Al Farabi mengatakan bahwa filsfat adalah ilmu (pengetahuan) tentang hakikat bagaimana alam maujud yang sebenarnya.
d.      Rene Descartes
Menurut Descartes, filsafat adalah kumpulan semua pengetahuan dimana Tuhan, alam, dan manusia menjadi pokok penyelidikan.
e.       Immanuel Kant
Menurut Kant, filsafat adalah ilmu (pengetahuan) yang menjadi pangkal dari semua pengetahuan yang di dalamnya tercakup masalah epistimologi (filsafat pengetahuan) yang menjawab persoalan apa yang dapat kita ketahui.
f.       Langeveld
Berpendapat bahwa filsafat adalah berpikir tentang masalah-masalah yang akhir dan yang menentukan, yaitu masalah-masalah mengenai makna keadaan, Tuhan, keabadian, dan kebebasan.
g.      Hasbullah Bakry
Menurut Bakry, ilmu filsafat adalah ilmu yang meyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai ketuhanan, alam semesta, dan juga manusia sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana hakikatnya sejauh yang dapat dicapai akal manusia dan bagaimana sikap manusia seharusnya setelah mencapai pengetahuan itu.
h.      N. Driyarkara
Berpendapat bahwa filsafat adalah perenungan yang sedalam-dalamnya tentang sabab-sebab "ada" dan "berbuat", perenungan tentang kenyataan (reality) yang sedalam-dalamnya sampai ke "mengapa" yang penghabisan.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki segala sesuatu yang ada secara mendalam dengan menggunakan akal sampai pada hakikatnya. Filsafat bukan mempersoalkan gejala-gejala atau fenomena, tetapi yang dicari adalah hakikat dari suatu fenomena. Filsafat membahas lapisan dari segala sesuatu atau membahas masalah yang paling mendasar.
B.     Unsur-Unsur Filsafat
1. Epistimologi
Epistemologi membicarakan sumber pengetahuan dan bagaimana cara memperoleh pengetahuan. Berdasarkan epistemologi, manusia memperoleh pengetahuan dengan tiga cara, yaitu cara sains, cara filsafat (logika, akal), dan cara latihan rasa (intuisi, kasyf)
2. Ontologi
Setelah memahami cara memperoleh pengetahuan, filosof mulai mengahadapi objek-objeknya untuk memperoleh pengetahuan. Objek-objek itu dipikirkan secara mendalam pada hakikatnya. Oleh karena itu bagian ini disebut ontologi atau teori hakikat. Bidang ini membicarakan segala yang ada dan yang mungkin ada, yang boleh juga mencakup pengetahuan dan nilai (yang dicari ialah hakikat pengetahuan dan hakikat nilai).
3. Aksiologi
Aksiologi adalah ilmu yang menyelidiki hakikat nilai yang umumnya ditinjau dari sudut pandang kefilsafatan. Aksiologi juga menunjukkan kaidah-kaidah apa yang harus kita perhatikan di dalam menerapkan ilmu ke dalam praktis. Aksiologi memuat pemikiran tentang masalah nilai-nilai termasuk nilai-nilai tinggi dari Tuhan misalnya nilai moral, nilai agama, nilai keindahan. Aksiologi juga mengandung pengertian lebih luas pada etika atau nilai-nilai kehidupan yang bertaraf tinggi.
A.    Metode Filsafat
Metode filsafat adalah suatu alat pendekatan untuk mencapai hakikat sesuai dengan corak pandangan filsuf itu sendiri. Runes dalam Dictionary Of Philosophy yang dikutip dari Anton Bakker menguraikan, sepanjang sejarah filsafat telah dikembangkan sejumlah metode filsafat yang berbeda dengan cukup jelas. Sedikitnya ada sepuluh metode, sebagai berikut.
1. Metode Kritis: Socrates, Plato: Bersifat analisis istilah dan pendapat. Merupakan hermeneutika yang menjelaskan keyakinan dan memperlihatkan pertentangan. Dengan jalan bertanya (berdialog), membedakan, membersihkan, menyisihkan dan menolak, akhirnya ditemukan hakikat.
2. Metode Intuitif :Plotinus, Bergson: Dengan jalan introspeksi intuitif dan dengan pemakaian simbol-simbol diusahakan pembersihan intelektual (bersama dengan penyucian moral) sehingga tercapai suatu penerangan pikiran.
Bergson: dengan jalan pembauran antara kesadaran dan proses perubahan, tercapai pemahaman langsung mengenai kenyataan.
3. Metode Skolastik:Aristoteles,Thomas Aquinas, Filsafat Abad Pertengahan: Bersifat sintesis-deduktif. Dengan bertitik-tolak dari definisi atau prinsip yang jelas dengan sendirinya, ditarik berbagai kesimpulan.
4. Metode Geometris: Rene Descartes dan Pengikutnya: Melalui analisis mengenai hal-hal kompleks, dicapai intuisi akan hakikat-hakikat 'sederhana' (ide terang dan berbeda dari yang lain); dari hakikat itu dideduksikan secara matematis segala pengertian lainnya.
5. Metode Empiris: Hobbes, Locke, Berkeley, David Hume: Hanya pengalamanlah menyajikan pengertian benar; maka semua pengertian (ide-ide) dalam introspeksi dibandingkan dengan cerapan-cerapan (impresi) dan kemudian disusun bersama secara geometris.
6. Metode Transendental: Immanuel Kant, Neo-Skolastik: Bertitik tolak dari tepatnya pengertian tertentu, dengan jalan analisis diselidiki syarat-syarat apriori bagi pengertian sedemikian.
7. Metode Fenomenologis: Hussserl, Eksistensialisme: Dengan jalan beberapa pemotongan sistematis (reduction), refleksi atas fenomin dalam kesadaran mencapai penglihatan hakikat-hakikat murni.
8. Metode Dialektis: Hegel, Marx: Dengan jalan mengikuti dinamis pemikiran atau alam sendiri, menurut triade tesis, antitesis, sintesis dicapai hakikat kenyataan.
9. Metode Neo-Positivistik: Kenyataan dipahami menurut hakikatnya dengan jalan mempergunakan auran-aturan seperti berlaku pada ilmu pengetahuan positif (eksakta).
10. Metode Analitika Bahasa :Wittgenstein: Dengan jalan analisis pemakaian bahasa sehari-hari ditentukan sah atau tidaknya ucapan-ucapan filosofis.
Dari metode-metode di atas, hanya beberapa metode yang khas yang dibahas Anton Bakker dalam bukunya Metode-Metode Filsafat yang mencakup metode kritis, metode intuituf, metode skolastik, metode geometris, metode eksperimentil, metode kritis-transendental, metode dialektis, metode fenomenologis, dan metode analitika bahasa. Adapun metode neo-positivistik tidak diuraikan karena sebenarnya bukan metode khas dari filsafat.
B.     Hakikat Filsafat
Hakikat adalah realitas; realitas adalah ke-real-an; "real" artinya kenyataan yang sebenarnya; jadi, hakikat adalah kenyataan yang sebenarnya, keadaan sebenarnya sesuatu, bukan keadaan sementara atau keadaan yang menipu, bukan keadaan yang berubah. Hakikat merupakan suatu prinsip yang menyatakan "sesuatu" adalah "sesuatu" itu adanya. Filsafat adalah usaha untuk mengetahui segala sesuatu. "Ada" (being) merupakan imllikasi dasar. Jadi, segala sesuatu yang mempunyai kualitas tertentu pasti adalah "ada".
Hakikat permasalahan filsafat meliputi hal-hal sebagai berikut.
1)      Filsafat dikatakan sebagai ilmu pengetahuan, suatu bentuk pengetahuan.
2)      Obyek pengetahuan kita ialah: Semua yang ada.
3)      Dunia tempat manusia hidup dapat dipersoalkan pula.
4)      Apakah sebenarnya pada hakikatnya manusia itu?
 
Sumber: Drs. Burhanuddin Salam, Pengantar Filsafat cet.8, PT. Bumi Aksara: Jakarta, 2009
               Drs. Surajiyo, Ilmu Filsafat Suatu Pengantar, PT. Bumi Aksara: Jakarta, 2005

DEWI UTARI_1112051000134_TUGAS KE 3 MAKALAH INDIVIDU ETIKA DAN FILSAFAT KOMUNIKASI

NAMA       : DEWI UTARI            NIM           : 1112051000134 / KPI 5E
TUGAS KE 3 ETIKA DAN FILSAFAT  KOMUNIKASI
       I.            Definisi Filsafat
Menurut Aristoteles (381 SM – 322 SM), filsafat adalah ilmu yang meliputi kebenaran yang terkandung di dalamnya ilmu-ilmu; metafisika, logika, etika, ekonomi, politik dan estetika.[1]
Sedangkan menurut, Plato (427 SM – 347 SM) filsafat adalah pengetahuan tentang segala yang ada, ilmu yang berminat untuk mencapai kebenaran yang asli. Jadi dapat disimpulkan bahwa Filsafat adalah hasil akal seorang manusia yang mencari dan memikirkan suatu kebenaran dengan sedalam-dalamnya. Dengan kata lain, filsafat adalah ilmu yang mempelajari dengan sungguh-sungguh hakikat kebenaran segala sesuatu.[2]
    II.            Unsur-unsur Filsafat
Filsafat memiliki 3 unsur, yaitu: Ontologi, Epistemologi dan Axiologi. Ontologi adalah Ilmu pengetahuan atau ajaran tentang yang berada, yang merupakan asumsi dasar bagi apa yang disebut sebagai kenyataan dan kebenaran. (Sutardjo AW, 2007:34). Epistemologi adalah Membicarakan sumber pengetahuan dan bagaimana cara memperoleh pengetahuan.Pengetahuan manusia ada tiga macam, yaitu pegetahuan sains, pengetahuan filsafat, dan pengetahuan mistik. Dan Axilogi adalah sebuah teori yang membicarakan tentang guna nilai pengetahuan itu.[3] Teori nilai mencakup dua cabang filsafat yang cukup terkenal: Etika dan Estetika.[4]
 III.            Metode Filsafat
Didalam dictionary of philosophy yang dikutip oleh Dr.Anton Bakker disebutkan adanya sepuluh metode filsafat konkret yaitu:[5]
                               a.            Metode kritis
Metode ini bersifat analisa istilah dan pendapat. Merupakan hermeneutika, yang menjelaskan tentang keyakinan, dan memperlihatkan pertentangan.
                              b.         Metode intiutif platinos, Bergons
Dengan jalan intropeksi pembersihan intelektual, sehingga tercapai suatu penerangan pikiran.
                               c.         Metode skolastik,  
Metode ini bersifat sintessis-deduktif. Dengan bertitik tolak dari definisi-definisi atau prinsip-prinsip yang jelas dengan sendirinya, ditarik kesimpulan-kesimpulan.
                              d.            Metode matematis
Melalui analisa mengenai hal-hal kompleks, dicapai intiusi akan hakikat-hakikat sederhana, dari hakikat itu diduskusikan secara matematis segala pengertian lainnya.
                               e.       Metode empiris
Hanya pengalamanlah yang menyajikan pengertian benar, maka semua pengertian dalam intropeksi dibandingkan dengan serapan-serapan dan kemudian disusun bersama secara geometris.
                               f.       Metode transedental
Bertitik tolak dari tepatnya pengertian tertentu, dengan jalan analisis diselidiki syarat-syarat apriopri bagi pengertian sedemikian.
                              g.      Metode dialektis,
Dengan jalan mengikuti dinamika pikiran atau alam sendiri, menurut triade tesis, antithesis dicapai hakikat kenyataan.
                              h.       Metode fenomenologis,
Dengan jalan beberapa pemotongana sistematis, refleksi atas fenomin dalam kesadaran mencapai penglihatan hakikat-hakikat murni.
                                i.      Metode neo-positivistis
Kenyataan dipahami menurut hakikatnya dengan jalan mempergunakan aturan-aturan seperti berlakunya pada ilmu pengetahuan positif.
                                j.       Metode analitika bahasa.
Dengan jalan analisis pemakaian bahasasehari-hari ditentukan sah atau tidaknya ucapan-ucapan filosofi.
 IV.            Hakikat Filsafat
Filsafat memiliki hakikat  sarwa yaitu: hakikat Tuhan., hakikat alam semesta dan hakikat manusia.
Daftar Pustaka
Prof. Dr. Praja, Juhaya S. Aliran-aliran filsafat dan etika. Jakarta: Prenada Media Group. 2003.
Drs. Sudarsono, S.H.M.Si. ilmu filsafat. Jakarta:PT. Rineka Cipta. 1993.
Prof. Dr. Tafsir, Ahmad. filsafat umum akal dan Hati Sejak Thales Sampai Chopra. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
 


[1] Prof. Dr. Juhaya S. Praja, Aliran-aliran Filsafat & Etika, (Jakarta; Prenada Media Group), 2003, h. 2
[2] Drs. poerwantana, Drs. A. Ahmadi dan M.A. Rosali, seluk beluk filsafat islam, (
[3] Prof. Dr. Ahmad Tafsir, Filsafat Umum Akal dan Hati Sejak Thales Sampai Chopra, (Bandung; PT Remaja Rosdakarya), h. 23-28
[4] [4] Prof. Dr. Juhaya S. Praja, Aliran-aliran Filsafat & Etika, 2003, h. 58
[5] Drs. Sudarsono, S.H. M.Si, ilmu fisafat, Jakarta:PT. Rineka Cipta 1993. h 86.

Falahul Mualim Yusuf 1112051000087 KPI 5C

Nama  :Falahul Mualim Yusuf

NIM : 1112051000087 (KPI 5C)

A.    DEFINISI FILSAFAT

Secara etimologis, filsafat berasal dari beberapa bahasa, yaitu bahasa inggris dan bahasa yunani. Dalam bahasa inggris yaitu "philosophy" sedangkan dalam bahasa Yunani "philein" atau "philos" dan "sofein" atau "sophi". Ada pula yang mengatakan bahwa filsafat berasal dari bahasa Arab, yaitu "falsafah" yang artinya al-hikmah. Akan tetapi, kata tersebut pada awalnya berasal dari bahasa Yunani. "philos" artinya cinta, sedangkan "sophia" artinya kebijaksanaan. Oleh karna itu, filsafat dapat diartikan dengan cinta kebijaksanaan yang dalam bahasa Arab diistilahkan dengan al-hikmah. Para ahli filsafat disebut dengan filosof, yakni orang yang mencintai dan mencari kebijaksanaan atau kebernaran. Filosof bukan orang yang bijaksana atau berpengetahuan benar, melainkan orang yang sedang belajar mencari kebenaran atau kebijaksanaan.

Pencarian kebijaksanaan bermakna menelusuri hakikat dan sumber kebenaran. Alat untuk menemukan kebijaksanaan adalah akal yang merupakan sumber primer dalam berfikir. Oleh karena itu, kebenaran filosofis tidak lebih dari kebenaran berfikir yang rasional dan radikal.  Dalam kinerja filsafat terdapat wacana atau argumentasi dalam setiap aktivitasnya mengandalkan pemikiran dan rasio, tanpa verifikasi uji empiris. "Perbincangan dengan menutup mata." Kebenaran filosofis tidak memerlukan pembuktian-pembuktian atau tidak perlu disadari bukti kebenaran, baik melalui eksperimentasi maupun pencarian data lapangan.

Secara terminologis, filsafat mempunyai arti yang bervariasi. Juhaya S. Praja (200:2) mengatakan bahwa arti yang sangat formal dari filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap yang dijunjung tinggi. Suatu sikap falsafi yang benar adalah sikap yang kritis dan mencari. Sikap itu merupakan sikap toleran dan terbuka dalam melihat persoalan dengan berbagai sudut pandang dan tanpa prasangka. Berfilsafat tidak hanya berarti membaca dan mengetahui filsafat. Seseorang memerlukan kebolehan berargumentasi, memakai tekhnik analisis, serta mengetahui jumlah bahan pengetahuan sehingga ia memikirkan dan merasakan secara falsafi. Filsafat mengantarkan semua yang mempelajarinya ke dalam refleksi pemikiran yang mendalam dan penuh dengan hikmah.

 

B.     UNSUR-UNSUR FILSAFAT

1.Ontologi
      Ontologi membahas tentang yang ada, yang tidak terikat oleh satu perwujudan tertentu. Ontologi membahas tentang yang ada yang universal, menampilkan pemikiran semesta universal. Ontologi berupaya mencari inti yang termuat dalam setiap kenyataan. Objek formal ontologi adalah hakikat seluruh realitas. Dengan demikian Ontologi adalah hakikat yang Ada (being, sein) yang merupakan asumsi dasar bagi apa yang disebut sebagai kenyataan dan kebenaran.

2.Epistemologi
     Epistemologi derivasinya dari bahasa Yunani yang berarti teori ilmu pengetahuan. Epistemologi merupakan gabungan dua kalimat episteme, pengetahuan; dan logos, theory.
Epistemologi adalah cabang ilmu filasafat yang menengarai masalah-masalah filosofikal yang mengitari teori ilmu pengetahuan. Epistemologi adalah bagian filsafat yang meneliti asal-usul, asumsi dasar, sifat-sifat, dan bagaimana memperoleh pengetahuan menjadi penentu penting dalam menentukan sebuah model filsafat, atau cara mendapatkan pengetahuan yang benar.

Dengan pengertian ini epistemologi tentu saja menentukan karakter pengetahuan, bahkan menentukan "kebenaran" macam apa yang dianggap patut diterima dan apa yang patut ditolak. Bila kumpulan pengetahuan yang benar/episteme/diklasifikasi, disusun sitematis dengan metode yang benar dapat menjadi epistemologi. Aspek epistemologi adalah kebenaran fakta / kenyataan dari sudut pandang mengapa dan bagaimana fakta itu benar yang dapat diverifikasi atau dibuktikan kembali kebenarannya.

3.Axiologi
     Sebagai filsafat yang membahas apa kegunaan ilmu pengetahuan manusia Aksiologi menjawab, untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu di pergunakan? Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah moral? Bagaimana penentuan objek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral? Bagaimana kaitan antara teknik prosedural yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma moral yang berlaku.

 

C.    METODOLOGI FILSAFAT

Metode mempelajari filsafat ada tiga, yaitu : a. Metode sistematis, b. Metode historis, dan c. Metode kritis.

Yaitu bahwa mempelajari metode sistematis, pada hakikatnya adalah memahami objek yang dikaji, sistematika filsafat, unsur-unsur filsafat dsb, yang disajikan dengan baik dengan berbagai batasannya secara kognitif. Metode historis adalah mempelajari sejarah filsafat secara mendalam, artinya mempelajari dari sejak lahirnya filsafat hingga kepada perkembangannya yang secara komperhensif memberikan penjabaran secara jelas. Metode kritis yaitu mengkritisi secara menyeluruh tentang eksistenti dari filsafat itu sendiri.

 

D. HAKIKAT FILSAFAT

Filsafat adalah pencariaan kebenaran melalui alur berfikir yang sistematis, artinya perbincangan mengenai segala sesuatu yang dilakukan secara teratur mengikuti sistem yang berlaku sehingga tahapan-tahapannya mudah diikuti. Berfikir sistematis tentu tidak loncat-loncat, melaikan mengikuti aliran yang benar.

Filsafat selalu mencari jawaban-jawaban, tetapi jawaban yang ditemukan tidak pernah abadi. Oleh karena itu, filsafat tidak pernah selesai dan tidak pernah sampai pada akhir sebuah masalah. Masalah-masalah filsafat tidak pernah selesai karena itulah memang sebenarnya berfilsafat.

Filsafat adalah seni kriktik yang bukan semata-mata membatasi diri pada destruksi atau seakan-akan takut untuk membawa pandangan positifnya sendiri. Franz Magnis Suseno menegaskan bahwa kritisnya filsafat adalah kritis dalam arti bahwa filsafat tidak pernah puas diri, tidak pernah membiarkan sesuatu sebagai sudah selesai.

Hakikat Filsafat terdapat tiga metode yaitu :

a.       Metode berfikir untuk : Memperoleh hakikat atas gejala (peristiwa) alam sosial (didalamnya termasuk ekonomi, politik, dan budaya), memecahkan masalah alam dan sosial, artinya keputusan, dan memahami hubungan bentuk dan isi sesuatu yang dapat ditangkap oleh indera.

b.      Pedoman berfikir, bersikap dan bertindak dalam menghadapi gejala/peristiwa alam dan sosial

c.       Metode berffikir kritis-rasional (selalu mempertanyakan tentang gejala/peristiwa alam dan sosial), holistik (berfikir saling hubungan objek secara menyeluruh), dan dialekti (berfikir konflik, perubahan, dan perkembangan tentang obyek)

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Prawironegoro, Darsono, Filsafat ilmu, Nusantara Consulting : 2010. Jakarta.

Abdul Hakim, Atang dan Saebeni, Beni Ahmad. Filsafat umum, Pustaka setia : 2008. Bandung

 

 

 

Cari Blog Ini