Konflik Antara Suku Dayak dan Suku Madura
Rista Dwi Septiani (1112051100011)
Jurnalistik 1A
I. Latar Belakang
Menurut kamus besar bahasa Indonesia konflik adalah percekcokan, perselisihan, pertentangan. Konflik berasal dari kata kerja bahasa latin yaitu configure yang berarti saling memukul. Secara Sosiologis konflik diartikan sebagai proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) di mana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkan atau membuatnya tidak berdaya. Menurut Taquiri dalam Newstorm dan Davis (1977), konflik merupakan warisan kehidupan sosial yang boleh berlaku dalam berbagai keadaan akibat daripada berbangkit nya keadaan ketidaksetujuan, kontroversi dan pertentangan di antara dua pihak atau lebih pihak secara berterusan. Menurut Gibson, et al (1997: 437), hubungan selain dapat menciptakan kerja sama, hubungan saling tergantung dapat pula melahirkan konflik. Hal ini terjadi jika masing – masing komponen organisasi memiliki kepentingan atau tujuan sendiri – sendiri dan tidak bekerja sama satu sama lain. Dan menurut Robbin (1996), keberadaan konflik dalam organisasi ditentukan oleh persepsi individu atau kelompok. Jika mereka tidak menyadari adanya konflik di dalam organisasi maka secara umum konflik tersebut dianggap tidak ada. Sebaliknya, jika mereka mempersepsikan bahwa di dalam organisasi telah ada konflik maka konflik tersebut telah menjadi kenyataan.
Ada banyak faktor penyebab konflik, diantaranya adalah perbedaan individu yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan, perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda, perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok, dan perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat.
Konflik antar etnik dapat dikatakan sebagai suatu bentuk pertentangan alamiah yang dihasilkan oleh individu atau kelompok yang berbeda etnik, karena diantara mereka memiliki perbedaan dalam sikap, kepercayaan, nilai, atau kebutuhan (Liliweri,2005:146). Konflik adalah masalah yang lazim yang terjadi di lingkungan masyarakat. Banyaknya perbedaan menjadi alasan yang mendasar. Begitupun yang terjadi ketika perang antar suku yang terjadi di Indonesia. Perang antar suku yang terjadi antara Suku Dayak dan Suku Madura memang telah lama berlalu, namun dalam laporan kali ini akan saya jadikan sebagai objek penelitian karena bagi saya konflik ini sangat menarik untuk dibahas.
II. Pertanyaan Pokok Penelitian
Konflik apa yang memicu Suku Dayak dan Suku Madura bersitegang?
III. Metode Penelitian
Metode penelitian yang saya gunakan kali ini adalah metode kualitatif. Dengan menggunakan teknik studi pustaka dengan data-data yang telah ada. Yang dilakukan pada tanggal 15 Desember 2012 di Ciledug, Tangerang.
IV. Gambaran Subyek Penelitian
Dayak atau Daya adalah suku-suku asli yang mendiami Pulau Kalimantan, yang memiliki budaya terestrial (daratan, bukan budaya maritim). Sebutan ini adalah sebutan umum karena orang Dayak terdiri dari beragam budaya dan bahasa. Dalam pengertian sederhana, Dayak hanya mengacu kepada suku Ngaju (rumpun Ot Danum) di Kalimantan Tengah, sedangkan arti yang luas Suku Dayak terdiri atas 6 rumpun suku. Suku Bukit di Kalimantan Selatan dan Rumpun Iban di perkirakan merupakan suku Dayak yang menyeberang dari pulau Sumatera. Sedangkan suku Maloh di Kalimantan Barat perkirakan merupakan suku Dayak yang datang dari pulau Sulawesi. Penduduk Madagaskar menggunakan bahasa yang mirip dengan bahasa Maanyan, salah satu bahasa Dayak (Rumpun Barito). Dayak merupakan sebutan bagi penduduk asli pulau Kalimantan. Kelompok Suku Dayak, terbagi lagi dalam sub-sub suku yang kurang lebih jumlahnya 405 sub (menurut J. U. Lontaan, 1975). Masing-masing sub Suku Dayak di pulau Kalimantan mempunyai adat istiadat dan budaya yang mirip, merujuk kepada sosiologi kemasyarakatannya dan perbedaan adat istiadat, budaya, maupun bahasa yang khas. Masa lalu masyarakat yang kini disebut suku Dayak, mendiami daerah pesisir pantai dan sungai-sungai di tiap-tiap pemukiman mereka. Etnis Dayak Kalimantan menurut J.U. Lontaan, 1975, Suku Dayak menyebar di seluruh Kalimantan. Kuatnya arus urbanisasi yang membawa pengaruh dari luar,seperti melayu menyebabkan mereka menyingkir semakin jauh ke pedalaman dan perbukitan di seluruh daerah Kalimantan.
Suku Madura merupakan kelompok suku terbesar ke-3 Indonesia. jumlahnya kira-kira 12 juta atau 7% dari total jumlah penduduk Indonesia. kira-kira ada 4 juta orang tinggal di P. Madura (sebelum, timur laut lepas pantai pulau Jawa) dan 9 juta lainnya tinggal terutama di pulau Jawa dan bagian lain Indonesia. Di samping bahasa Indonesia, orang Madura mempunyai bahasa mereka sendiri. Orang Madura memiliki sifat dab gaya hidup yang keras, kemungkinan besar terkait dengan kondisi alamnya yang kurang ramah. Mereka juga sering menyelesaikan perselisihan dengan carok (menghujam perut lawan dengan pisau arit). Cocok yang fatal bisa menyebabkan permusuhan berdarah antar keluarga yang dapat berlangsung turun temurun sampai beberapa generasi. Namun kerasnya tempramen orang Madura itu bisa berarti positif bila dilihat dari etos kerja mereka. Mereka kebanyakan orang-orang yang suka bekerja keras dan pantang menyerah, bahkan para wanitanya pun tidak segan-segan ikut bekerja keras untuk menunjang kebutuhan hidup. Orang-orang Madura penganut Islam Sunni Ortodoks. Kepala keluarga yang sudah berhasil melaksanakan kewajiban Rukun Islam ibadah haji, akan memperoleh kedudukan terhormat di mata masyarakat. Namun demikian, ada banyak di antara mereka yang mencari perlindungan kepada kekuatan gaib yang mengontrol roh yang jahat dan yang baik.
V. Analisis
Yohanes menyebutkan bahwa konflik kekerasan antara Suku Dayak dan Suku Madura di Kalimantan Barat selama ini memang tidak terlepas dari adanya tradisi kekerasan dalam Suku Dayak, namun sebenarnya bukan tradisi ini yang menjadi penyebab utama konflik melainkan lebih sebagai akibat dari adanya pemanfaatan oleh pihak-pihak lain yang menginginkan kekerasan terjadi di Kalimantan Barat. Selain itu, oleh mereka sendiri kekerasan tidak pernah dikaitkan dengan isu-isu keagamaan. Di sisi Suku Madura, perilaku dan tindakan orang Madura yang tinggal di Kalimantan Barat, baik yang sudah lama maupun masih baru tidak banyak berbeda dengan perilaku dan tindakan mereka di tempat asalnya di pulau Madura. Orang Madura biasanya akan merespon amarah atau kekerasan berupa tindakan resistensi yang cenderung berupa kekerasan pula. Karena itu, kecenderungan kekerasan ini pulalah yang mudah di picu untuk menimbulkan konflik dengan suku lain.
Terjadi dua kali kerusuhan berskala besar antara Suku Dayak dan Suku Madura, yaitu peristiwa Sampit (2001), dan Senggau Ledo (1996). Kedua kerusuhan ini merembet ke hampir semua wilayah Kalimantan dan berakhir dengan pengusiran dan pengunggsian ribuan warga Madura, dengan jumlah korban hingga mencapai 500-an orang. Perang antar suku ini menjadi masalah sosial yang menasional. Ada empat hal yang menjadi penyebab terjadinya perang suku antara Suku Dayak dan Suku Madura, yaitu :
1. Perbedaan antara Dayak-Madura
Perbedaan budaya jelas menjadi alasan mendasar ketika perang antar suku terjadi. Masalahnya sangat sederhana, tetapi ketika sudah berkaitan dengan kebudayaan, maka hal tersebut juga berkaitan dengan kebiasaan.
Misalnya permasalahan senjata tajam. Bagi Suku Dayak, senjata tajam sangat dilarang keras dibawa ke tempat umum. Orang yang membawa senjata tajam ke rumah orang lain, walaupun bermaksud bertamu, dianggap sebagai ancaman atau ajakan berduel. Lain halnya dengan budaya Suku Madura yang biasa menyelipkan senjata tajam ke mana-mana dan dianggap biasa di tanah kelahiran nya.
Bagi Suku Dayak, senjata tajam bukan untuk menciderai orang. Bila hal ini terjadi, pelakunya harus dikenai hukuman adat pati nyawa (bila korban cidera) dan hukuman adat pemampul darah (bila korban tewas). Namun, bila dilakukan berulang kali, masalahnya berubah menjadi masalah adat karena dianggap sebagai pelecehan terhadap adat sehingga simbol adat "mangkok merah" (Dayak Kenayan) atau "Bungai jarau" (Dayak Iban) akan segera berlaku. Dan itulah yang terjadi di cerita perang antar Suku Dayak-Madura.
2. Perilaku yang tidak menyenangkan
Bagi Suku Dayak, mencuri barang orang lain dalam jumlah besar adalah tabu karena menurut mereka barang dan pemiliknya telah menyatu, ibarat jiwa dan badan. Bila dilanggar, pemilik barang akan sakit. Bahkan, bisa meninggal. Sementara orang Madura sering kali terlibat pencurian dengan korbannya dari Suku Dayak. Pencurian yang dilakukan inilah yang menjadi pemicu pecahnya perang antara Suku Dayak dan Suku Madura.
3. Pinjam meminjam tanah
Adat Suku Dayak memperbolehkan pinjam meminjam tanah tanpa pamrih. Hanya dengan kepercayaan lisan, orang Madura diperbolehkan menggarap tanah orang Dayak. Namun, persoalan timbul saat tanah tersebut diminta kembali. Seringkali orang Madura menolak mengembalikan tanah pinjaman tersebut dengan alasan merekalah yang telah menggarap selam ini.
Dalam hukum adat Dayak, hal ini disebut balang semaya (ingkar janji) yang harus dibalas dengan kekerasan. Perang antar Suku Dayak dan Suku Madura pun tidak dapat dihindarkan lagi.
4. Ikrar perdamaian yang dilanggar
Dalam tradisi masyarakat Dayak, ikrar perdamaian harus bersifat abadi. Pelanggaran akan dianggap sebagai pelecehan adat sekaligus pernyataan permusuhan. Sementara orang Madura telah beberapa kali melanggar ikrar perdamaian. Dan lagi-lagi hal tersebutlah yang memicu perang antar suku tersebut.
VI. Daftar Pustaka
http://zeincom.wordpress.com/2011/10/23/pkjsk/
http://id.wikipedia.org/wiki/Konflik
http://nurulita-15211414.blogspot.com/2012/01/konflik-antara-suku-dayak-dan-madura.html
http://irafirmansyah.wordpress.com/2008/11/25/berbagai-penelitian-tentang-konflik-dayak-madura/
http://www.anneahira.com/perang-antar-suku.htm