Senin, 17 Desember 2012

Ruqoyah_jurnalistik 1A_Laporan 6_Konflik yang terjadi di Masyarakat

Konflik Desa Galala yang Terlibat dalam konflik Islam-Kristen di Ambon dan Maluku
I.                 Latar Belakang

Secara sosiologis konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (atau juga kelompok) yang berusaha menyingkirkan pihak lain dengan cara menghancurkan atau membuatnya tidak berdaya.

Soerjono soekanto menyebut konflik sebagai suatu proses sosial individu atau kelompok yang berusaha memenuhi tujuannaya dengan jalan menantang pihak lawan, yang disertai dengan ancaman dan/ atau kekerasan.

Lewis A. coser berpendapat bahwa konflik adalah sebuah perjuangan mengenai nilai atau tuntutan atas status, kekuasaan dan sumber daya yang bersifat langka dengan maksud menetralkan, mencederai, atau melenyapkan lawan.

Sedangkan Gillin dan Gillin melihat konflik sebagai bagian dari proses interaksi sosial manusia yang saling berlawanan (oppositional process).

Artinya konflik adalah bagian dari proses interaksi sosial yang terjadi karena adanya perbedaan-perbedaan fisik, emosi, kebudayaan dan prilaku.
 
II.               Pertanyaan Pokok Penelitian
 
-        Apa penyebab yang menyebabkan desa Galala terlibat dalam pertikaian konflik masyarakat Islam-Kristen di Ambon?
 
III.              Metode Penelitian
 
Metode ini dilakukan menggunakan metode kualitatif dengan sumber sebuah buku yang penulisnya adalah seorang yang berasal dari Ambon sehingga beliau merasakan konflik yang terjadi disana. Penelitian ini dilakukan pada Senin, 17 Desember 2012. Di rumah peneliti.
 
IV.             Gambaran Subjek Penelitian
 
Desa Galala adalah desa yang terletak diujung utara kota Ambon ini adalah merupakan desa yang tergolong besar, padat penduduk dan tingkat kehidupan masyarakat yang cukup baik. Rumah-rumah yang teratur dengan konstruksi dan bahan bangunan jauh lebih baik dari pedesaan/perkampungan masyarakat islam di dalam kota maupun luar kota, mejadi percontohan yang menarik. Desa itu berkembang dari desa asli yang telah dihuni nenek moyang mereka sejak ratusan tahun lalu, kini di huni oleh anak cucu yang rata-rata Pegawai Negri/Swasta serta nelayan kapal ikan cakalang yang pendapatannya rata-rata diatas pendapatan nelayan yang kita kenal di Indonesia ini.
 
V.               Analisis
 
Dalam konflik masyarakat Islam-Kristen ini, masyarakat desa ini bersikap manis tidak mau terlibat, mereka berudaha tetap netral. Tetapi tentu saja dalam konflik seperti ini ada saja pihak-pihak yang berfikiran lain atau mereka dipaksakan oleh RMS untuk harus terlibat. Perkembangan baru ini terbukti dengan aksi sebagian masyarakat Galala yang ikut membakar perkampungan Aster tetangganya. Aster yang baru saja tumbuh 10 tahun terakhir berpenduduk agama heterogen mauoun asal daerah termasuk dari luar Maluku sebagaimana areal hunian masyarakat maju yang tidak lagi mengotak-kotakan diri. Kesluruhan rumah muslim dan masjid megah ditengah kompleks dibakar habis, yang selamat hanya yang berdampingan rapat dengan rumah keluarga Kristen karena takut ilut terbakar.

Peristiwa penghadangan dan pembakaran mobil Hotel Maulana milik Des Alwi dijalan raya kampong Galala, melengkapi sikap masyarakat Galala yang sudah tidak netral lagi betapapun ada pihak yang membela dengan menunjuk perilaku para pemuda yang selama ini sulit diatur dikampung itu.
 
Di awal juni 2000, para mujahidin menetapkan Galala sebagai sasaran yang harus dihancurkan. Dan kemudian pada tanggal 12 juni 2000 dipagi buta terdengar ledakan bom pertama disusul ledakan-ledakan berikutnya. Senjata standar maupun rakitan menyalak cukup ramai. Pertempuran yang sudah hamper meninggalkan pedang dan tombak ini berlangsung cukup sengit, korban gugur dan luka terus mengalir ke Rumah Sakit Al-Fatah.
Serangan ke Galala ini berakhir untuk sementara kemudian pada tanggal 26 juni 2000 pagi dilanjutkan lagi dengan tembakan belasan buah granat Mortir-5 hasil rampasan dari gudang amunisi Polda Maluku pada tanggal 19 juni 2000. Serangan mortar ini berlanjut dengan desakan para mujahidin untuk mencoba menjebol pertahanan desa Galala untuk kedua kalinya.
 
Desa Galala bukan sasaran saat itu, dipertahankan terlalu kuat dengan hinterland (daerah pendalaman) pendukung yang terlalu banyak. Tetapi siapa yang bisa menghentikan serangan ke Galala yang mustahil itu. Akhirnya kegagalanlah yang menghentikan kemauan keras para laskar, mereka sadar bahwa caranya bukan demikian.
Pemaksaan yang tidak masuk akal itu menghasilkan belasan korban, dan akhirnya tekanan terhadap desa Galala baru berhenti 3 hari kemudian setelah sangat terancam oleh para sniper ditepi desa itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini